Ditemukan 57958 dokumen yang sesuai dengan query
Barda Nawawi Arief, 1943-
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2010
345 BAR p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
"Ketentuan Peralihan adalah salah satu ketentuan dalam perundang-undangan yang rumusannya dapat didefinisikan “ketika diperlukan atau jika diperlukan”. Definisi ini berarti bahwa tidak semua peraturan perundang-undangan memiliki ketentuan peralihan (transtitional provision). Ketentuan peralihan diperlukan untuk mencegah kondisi kekosongan hukum akibat perubahan ketentuan dalam perundang-undangan. Perubahan dari ketentuan, antara lain terkait dengan kondisi seperti pembagian wilayah, perluasan wilayah, peralihan kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain atau peralihan dari yurisdiksi pengadilan. Ketentuan peralihan sering dirancukan perumusannya. (formulated confused) dengan ketentuan penutup."
JLI 6:4 (2009)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Putri Eka Zaltina
"Tesis ini membahas mengenai pengaturan mengenai tindak pidana kekerasan seksual pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan di luar Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Penulisan ini dianalisis dengan metode doktrinal. Tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam berbagai undang-undang sebelum UU TPKS disahkan dengan berbagai istilah yang beragam. Terminologi kekerasan seksual kemudian disepakati untuk digunakan dalam UU TPKS untuk unifikasi setiap tindakan yang dijelaskan pada UU ini, dan UU lain di luar UU TPKS. Namun, frasa ‘disebutkan secara tegas sebagai kekerasan seksual’ yang ditujukan bagi tindak pidana kekerasan seksual di luar UU TPKS pada pasal 4 Ayat 2 menimbulkan berbagai disharmonisasi sehingga keberlakuan UU TPKS dan segala kebaruan serta panduan penanganan tindak pidana yang mengaturnya, tidak dapat secara serta merta berlaku pada UU pendahulunya. UU TPKS hadir dengan berbagai kebaruan yang menguntungkan korban, menjamin lebih banyak perlindungan korban dari mulai pencegahan sampai dengan pemulihan. Potensi terjadinya multitafsir dalam mengartikan sebuah tindakan sebagai kategori tindak pidana kekerasan seksual haruslah ditindaklanjuti dengan kehadiran peraturan lanjutan yang kemudian dapat memperbaiki kekosongan dan kerancuan pada UU TPKS demi jaminan kepastian hukum bagi setiap korban.
This thesis discusses the regulation of the crime of sexual violence in the Law on Sexual Violence and outside the Law on Sexual Violence. This thesis is analyzed using the doctrinal method. The crime of sexual violence was regulated in various laws before the Law on Sexual Violence was passed with various terms. The terminology of sexual violence was then agreed to be used in the Law on Sexual Violence to unify every act described in this law, and other laws outside the Law on Sexual Violence. However, the phrase 'expressly mentioned as sexual violence' which is intended for criminal acts of sexual violence outside the Law on Sexual Violence in Article 4 Paragraph 2 creates various disharmonizations so that the applicability of the Law on Sexual Violence and all the novelty and guidelines for handling criminal acts that regulate it, cannot immediately apply to the predecessor law. The Law on Sexual Violence comes with various novelties that benefit victims, guaranteeing more victim protection from prevention to recovery. The potential for multiple interpretations in defining an action as a category of sexual violence crime must be followed up with the presence of further regulations that can then correct the ambiguities in the Law on Sexual Violence to guarantee legal certainty for every victim."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Harahap, Daradjat
Semarang: Dahara Prize, 1993
336.2 Soe t
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Jakarta: Biro Hukum Sekretariat Jenderal, 2011
346.07 IND h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2006
S21824
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Fokusmedia, 2005
345.023 PEM
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Bandung: Fokusmedia, 2005
345.023 23 HIM
Buku Teks Universitas Indonesia Library
"The machanism procedure of establishing by laws is the same act and the position of by law is equal with the act, in the sense that bylaws and act are ligiislative products. However the cyontain of by laws is different with the act. The implementation of by laws is limited to a certain registration, otherways the act is in the national level. Thus the hierarchy of law is lower than the act."
JHUII 13:1 (2006)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Dengan adanya otonomi di desa membawa konskensinya bahwa desa dapat membentuk peraturan yang diberlakukan untuk seluruh warga desa...."
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library