Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147112 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Setiawan
"Tesis ini ini menyoroti proses berlangsungnya program PPMK dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui tiga bina; bina sosial, bina ekonomi, dan bina lingkungan fisik. Untuk itu pertanyaan penelitian yang diajukan adalah : (1) Bagaimana proses pengelolaan PPMK pada ketiga programnya dalam mewujudkan tujuannya?; dan (2) Sejauh mana peran program PPMK dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat?. Penelitian ini dilakukan pada Program Pemberdayaan Masyarakat kelurahan (PPMK) Kelurahan Malaka Jaya, Duren Sawit, Jakarta Timur. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode studi kasus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan kelembagaan yang diiringi dengan pembagian program PPMK tidak serta merta membuat bisa memberdayakan masyarakat secara maksimal. Perubahan tersebut pada satu sisi meningkatkan akuntabilitas PPMK terhadap pemerintah, namun disisi lain perubahan ini justru memperburuk sinergi program yang kemudian mempengaruhi efektifitas dalam rangka mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat kelurahan. Pembangunan masyarakat dalam PPMK dapat dimasukkan dalam pendekatan pembangunan dengan masyarakat (development with community). Aktor utamanya adalah aktor luar dengan masyarakat, bentuk hubungan berupa kolaborasi, pengambil keputusan oleh masyarakat lokal dengan aktor luar, pelaksana. Masyarakat lokal dan bentuk kegiatan berupa proyek dan program.
Selain itu, Satuan komunitas PPMK yang berada di tingkat Kelurahan belum bisa menampung kepentingan seluruh lapisan masyarakat perkotaan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat pun baru berada pada tingkatan individual, belum mencapai kesejahteraan komunitas secara luas. PPMK dijalankan dengan pengetahuan lokal dan klaim profesionalisme tidak nampak dalam kepengurusan LMK. Untuk menjadi anggota LMK tidak diperlukan keahlian khusus, melainkan lebih bersifat politis. Dalam studi ini juga disampaikan implikasi-implikasi praktis dan teoritik dari hasil penelitian ini beserta kesimpulan-kesimpulan pokok dan rekomendasi.

This thesis highlights on the ongoing process PPMK program in an effort to improve the welfare of the community through “tiga bina”; bina sosial, bisna ekonomi, bina lingkungan fisik. For that the research questions posed were: (1) How does the management of the third PPMK program in achieving its purpose?, And (2) The extent to which the role PPMK program in an effort to improve the welfare of society? The research was conducted at the Community Empowerment village (PPMK) Malaka Jaya Village, Duren Sawit, East Jakarta (PPMK) Malaka Jaya, Duren Sawit, East Jakarta. The approach used is a qualitative case study method.
The results of this study indicate that the institutional changes that accompanied the division of program PPMK not necessarily making can empower the community to the fullest. Such changes on the one hand PPMK increase accountability of the government, but on the other hand these changes actually make synergy which then affects the effectiveness of the program in order to accelerate the increase in welfare villages. Community Development in PPMK can be included in the development with community approach. The main actors are actors outside the community, form relationships in the form of collaboration, decision-making by local communities and external actors, implementers: Local communities and forms of activity in the form of projects and programs.
In addition, the Unit of community in PPMK located at the Village can not accommodate the interests of all segments of urban society. Increased welfare was only at the individual level, not the community at large to achieve prosperity. PPMK run with local knowledge and professionalism claim does not appear in the management of LMK. To become a member of LMK does not require special skills, but more political. In this study also presented and the practical implications of the theoretical results of this study and its principal conclusions and recommendations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T33011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Susilowati
"Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan merupakan Program Nasional Pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Program ini dilakukan melalui Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia dengan mengacu kepada wilayah Rukun Warga yang memiliki jumlah Keluarga Miskin yang cukup banyak. Program ini dilakukan melalui pendekatan partisipatif sehingga masyarakat dapat mengetahui potensi wilayah dan mengembangkannya menjadi program penanggulangan kemiskinan.
Skripsi ini membahas dan menggambarkan tentang implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Roa Malaka Kecamatan Tambora Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Roa Malaka telah berjalan dengan baik, tetapi kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program ini, sedangkan rekomendasi yang dapat peneliti berikan terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Roa Malaka ini yaitu Tim Fasilitator agar dapat lebih mendalam lagi melakukan sosialisasi sehingga masyarakat menyadari pentingnya program tersebut.

National Program for Community Empowerment (PNPM) Urban is a National Program The Government of Indonesia in order to overcome poverty. The program is conducted through the Coordinating Ministry for People's Welfare and implemented in all districts / municipalities in Indonesia with reference to the Pillars of Residents who have a number of Poor Families enough. The program is conducted through a participatory approach so that people can know the potential of the region and develop them into poverty reduction programs.
This paper discusses and describes the implementation of PNPM Mandiri in the Urban Village Roa Malaka Tambora District in West Jakarta. This study used a qualitative approach to the type of descriptive research. Data was collected through field studies, in-depth interviews, and literature study.
The study concluded that the implementation of PNPM Mandiri in the Urban Village Roa Malaka has been running well, but the lack of community participation in the implementation of this program, while recommendations can be given to implementation researchers PNPM Urban Roa Malaka in the Village is the Team Facilitator to be more profound socialization so that people realize the importance of the program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Citra Ariwidyasari
"Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK merupakan program penanggulangan kemiskinan yang diusung oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dan telah berjalan sejak tahun 2002 PPMK membuka ruang bagi keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat serta menciptakan masyarakat yang mandiri dengan cara menggali dan memaksimalkan setiap potensi yang ada dalam masyarakat Dengan memadukan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif penelitian ini mengkaji hasil dari PPMK mengidentifikasi permasalahan yang ada serta menyusun strategi terbaik untuk meningkatkan efektifitas PPMK dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Tanjung Duren Utara Hasil analisa secara makro menunjukkan terdapat pola hubungan yang beragam antara anggaran PPMK tahun 2008 2010 dan jumlah penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 Analisis kuadran menunjukkan pelaksanaan PPMK di Tanjung Duren Utara termasuk dalam kategori inefisien Hal ini menunjukkan PPMK dapat lebih efisien bila dilakukan perencanaan kegiatan dan pengelolaan anggaran yang lebih baik Analisa secara mikro mengkaji secara menyeluruh pelaksanaan PPMK dari sudut pandang masyarakat Dari persepsi responden diketahui bahwa PPMK belum dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan kurang dapat untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam masyarakat di Kelurahan Tanjung Duren Utara Dengan menggunakan analisa SWOT peneliti bersama dengan masyarakat mengidentifikasi kekuatan peluang dan permasalahan yang ada dalam masyarakat serta pelaksanaan PPMK Dari analisa SWOT ini dapat disusun strategi pelaksanaan PPMK yang lebih baik dalam kerangka waktu pelaksanaan dan diharapkan dapat meningkatkan efektifitas PPMK dalam menekan jumlah penduduk miskin di Tanjung Duren Utara
Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK is a poverty alleviation program carried by the Provincial Government of DKI Jakarta since 2002 It encourages active participation of the community to take the important role on planning and executing the program This study examines the outcomes of PPMK identifies the problems of PPMK and finds out the best strategy to increase the effectiveness of PPMK on alleviating poverty in Tanjung Duren Utara by utilizing both quantitative and qualitative analysis Macro quantitative analysis shows that there are diverse patterns of correlations between the PPMK budget during 2008 2010 and the poverty reduction in DKI Jakarta Moreover the quadrant analysis shows that the implementation of PPMK in Tanjung Duren Utara can be categorized as inefficient If the community can be more efficient in planning and allocating the PPMK budget there should be less number of poor people in this village Micro qualitative analysis shows comprehensive perspectives of PPMK implementation at community level Respondents rsquo perceptions note that the inefficiency perchance caused by PPMK fails that it can not involve all community members to participate actively and are less able to maximize their strengths in the community The writer and the community identified the strengths opportunities and problems that exist in the society and in the implementation of PPMK by using the SWOT analysis It helps to construct better PPMK action plan strategy which is completed in a timeframe and expected to increase the effectiveness of PPMK on alleviating poverty in Tanjung Duren Utara "
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T39333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Priskila Putri
"Skripsi ini membahas partisipasi lansia sebagai kader di posyandu lansia RW 011, Kelurahan Malaka Jaya, Jakarta Timur. Tujuannya adalah memberikan gambaran partisipasi yang dilakukan kader lansia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan ada tiga faktor yang melatarbelakangi partisipasi kader lansia di posyandu yaitu kemauan, kemampuan, dan kesempatan, selain itu ada dua bentuk partisipasi kader lansia di posyandu yaitu partisipasi subyektif dan partisipasi obyektif. Partisipasi tersebut didukung oleh beberapa faktor serta terdapat pula penghambat partisipasi.

This research reviews about the elderly participation as cadre in posyandu elderly service RW 011, Malaka Jaya Village, East Jakarta. The goal is to give everyone idea about the participation of the elderly. As known that elderly are often regarded as a weak object. This research was qualitative research with descriptive design.
The result showed that there are three factors which aspect influenced the participation of elderly cadres that is willingness, ability, opportunity. And two forms of participation of elderly cadres that is participation subjectively and objectively. It is supported by many factors and there are hinder factors of participation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Anshori Wahdy
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rendahnya partisipasi yang terjadi dalam pemberdayaan masyarakat perkotaan dan upaya-upaya untuk peningkatannya. Penelitian dilakukan pada kasus pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK di Kelurahan Kampung Rawa, Kali Baru, Tanjung Duren Selatan dan Melawai di DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara yang dalam penyelenggaraan pemerintahannya memiliki kekhususan, dengan menggunakan metode kualitatif. Pemilihan lokasinya didasarkan pada Indeks Potensi Kerawanan Sosial IPKS untuk mendapatkan gambaran dari beberapa struktur sosial masyarakat perkotaan.
Hasil penelitian menunjukkan rendahnya partisipasi disebabkan oleh pengembangan partisipasi masih bersifat normatif, ketidaksesuaian penerima manfaat pada daerah tertentu, minimnya informasi, tidak kuatnya organisasi kemasyarakatan Lembaga Musyawarah Kelurahan, tidak berjalannya bantuan pemimpin lokal Ketua Rukun Warga dan Ketua Rukun Tetangga, dan tidak adanya pelatihan manajemen program. Hal tersebut diperburuk dengan rendahnya kepedulian masyarakat pada lingkungannya. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan selain tentunya peran pemerintah dan penggunaan e-governance, diperlukan juga peran dari Ketua Rukun Warga dan Ketua Rukun Tetangga sebagai penggerak dan juga perwakilan masyarakat.

This research aims to analyze the low participation in community empowerment of urban areas and efforts to improve it. It was implemented using a qualitative method in the Community Empowerment Program for Villages PPMK in the villages of Kampung Rawa, Kali Baru, Tanjung Duren Selatan and Melawai in DKI Jakarta, Indonesia which holds special rights in running its government. Those administrative villages were selected based on Social Insecurity Potential Index IPKS to give an overview of the urban social structure.
The results suggest a low level of participation because the development of the participation is still normative, incompliance of the target groups on certain areas, lack of information, weak community organization Village Consultative Council LMK, no assistance of the local leaders Chief of Neighborhood Association RT and Chief of Community Association RW, and lack of management training programs. It is exacerbated by the low awareness of the people on environment. Therefore, efforts that can be undertaken besides the roles of the Government and the implementation of e governance are the roles of Chiefs of the RTs and RWs as the driving force and representatives of the community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
D2331
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah
"Tingkat kemiskinan yang tinggi terjadi tidak hanya di daerah pedesaan tetapi juga di daerah perkotaan di Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melakukan “Program Peningkatan Penghidupan Berbasis Masyarakat” (Program PPMK) yang merupakan komponen program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) sebagai program untuk mengurangi kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat perkotaan diharapkan dapat memberdayakan masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan dan meningkatkan kesejahteraan mereka dengan berpartisipasi dalam kegiatan bisnis yang produktif. Dalam program PPMK KOTAKU, proses pemberdayaan lebih ditujukan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan anggota kelompok swadaya masyarakat melalui pengembangan usaha ekonomi yang produktif dan kreatif. Oleh karena itu, mereka dapat menjadi kelompok bisnis yang mandiri. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi dan sumber-sumber sekunder. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat faktor pendorong dan faktor penghambat yang bersumber dari modal/kapital pada kondisi internal dan eksternal KSM. Studi ini menyimpulkan bahwa memahami faktor yang menjadi dorongan dan hambatan keterlibatan kelompok swadaya masyarakat sangat penting dalam proses pemberdayaan masyarakat di perkotaan kumuh. Setiap sumber daya diperlukan untuk memungkinkan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam program secara menyeluruh.

The high poverty rate occurs not only in rural areas but also in urban areas in Indonesia. The Ministry of Public Works and Public Housing introduced the “Community-based Livelihood Improvement Program” (Program PPMK) which is a component of the City without Slums (KOTAKU) as a program to alleviate poverty. This program focus on building the city without slums area. The development of urban communities is expected to empower low-income people in urban areas and improving their welfare through participating in productive business activities. In the PPMK program, the process of continuous development is more aimed at increasing the expertise and skills of self-help group members through the development of productive and creative economic businesses. Therefore, they can become an independent business group. This study carried out through qualitative approach. The data collection gathered through indepth-interviewing, observation and secondary sources.The findings of this study indicate that there are driving factors and inhibiting factors that originate from capital in the internal and external conditions of the self-help group. This study concludes that understanding the factors that drive and inhibit the involvement of self-help group members is very important in the process of community development in slums area. Every resource is needed to enable community members to participate in the program thoroughly."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizani Rezkita Andrawina
"ABSTRACT
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang multidimensional dan tidak pernah berhenti sepanjang masa. Pemerintah membuat program pemberdayaan tingkat nasional (PNPM) untuk menurunkan angka kemiskinan. Penelitian ini menganalisa pengaruh program pemberdayaan masyarakat (PNPM) terhadap kesejahteraan. Program PNPM sendiri dibagi menjadi tiga bagian yaitu PNPM1 (infrastruktur), PNPM2 (Dana Bergulir / Simpan Pinjam), PNPM3 (Peningkatan Kapasitas SDM). Peneliti menggunakan metode Propensity Score Matching (PSM)  untuk melihat apakah program yang diberikan pemeritah (PNPM), dapat memberikan dampak  pada indikator kesejahteraan antara lain rasio masyarakat miskin (P0), konsumsi perkapita rumah tangga, rata-rata lama bersekolah , layanan kesehatan, rasio orang bekerja, serta infrastruktur yang tersedia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan program pemberdayaan PNPM di Indonesia memiliki dampak baik pada enam indikator tersebut. Program PNPM3 berupa peningkatan kapasitas SDM merupakan program yang ditemukan paling berpengaruh positif pada keenam indikator tersebut. Namun pada studi lapangan Desa Tanjungkarang menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya program PNPM tidak sesuai dengan yang diharapkan. PNPM2 berupa dana bergulir/simpan pinjam terhenti karena ditemukan ada kecurangan dan ketidak transparansian keuangan dari pengurus desa.

ABSTRACT
Poverty is a multidimensional problem that happen all the time. The government created a national level empowerment program (PNPM) to reduce poverty. This research analyzes the impact of the community empowerment program (PNPM) on welfare. The PNPM program itself is divided into three parts, that are PNPM1 (infrastructure), PNPM2 (Revolving / Savings and Loan Funds), PNPM3 (Human resource capacity building). This research uses the Propensity Score Matching (PSM) to see whether the program provided by the government (PNPM) could have an impact on the welfare indicators those are ratio of the poor (P0), per capita consumption of the household, average length of school, health access, employment rate and availability of infrastructure. The results of this study indicates that overall, the PNPM empowerment program in Indonesia has a good impact on six welfare indicators. The PNPM3 program in the form of increasing human resource capacity is a program that found to have the most positive influence on the six indicators. However, in the Tanjungkarang Village (field study), the PNPM 2 program was not went well as it was expected. PNPM2 in the form of revolving funds/savings and loans was stopped because there was financial fraud and non-transparency from the village management."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defina
"Program pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk menanggulangi masyarakat miskin sudah banyak dilaksanakan di Kelurahan Klender, seperti IPS, PPK dan In-Gub. Namun program tersebut dianggap belum berhasil dan belum optimalnya partisipasi masyarakat. Jumlah penduduk miskin masih banyak di Kelurahan Klender, malah paling banyak di Jakarta Timur. Pada tahun 2001, Kelurahan Klender menjadi Salah satu pilot project dari 25 kelurahan untuk pelaksanaan PPMK di DKI Jakarta. Tujuan PPMK hampir sama dengan program sebelumnya, namun program ini sangat memerhatikan prinsip partisipasi.
Bagaimana partisipasi masyarakat pada ketiga bina PPMK (bina sosial, fisik, dan ekonomi) dan kendala partisipasi masyarakat dalam PPMK menjadi tujuan penelitian ini. Untuk memperoleh gambaran partisipasi masyarakat dan kendalanya, jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Gambaran partisipasi masyarakat pada PPMK dianalisis dengan definisi partisipasi yang dikemukan oleh Adi yaitu keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah, pelaksanaan hasil keputusan dan evaluasi pada suatu kegiatan pembangunan.
Partisipasi masyarakat yang besar hanyalah pada tahap assessment dan pelaksanaan pada tahun 2002, 2004 dan 2005. Hal ini terlihat pada ketiga bina yang dilaksanakan dalam PPMK, yaitu: bina sosial, fisik dan ekonomi. Pada tahap perencanaan, peranan masyarakat hanya ada pada dua bina saja, yaitu sosial dan fisik. Sedangkan pada bina ekonomi, masyarakat tidak dilibatkan dalam perencanaan. Partisipasi masyarakat tidak ada sama sekali adalah pada tahap evaluasi. Masyarakat dalam berpartisipasi temyata mengalami kendala. Kendala yang dihadapi tersebut terutama sekali ada dalam diri individu, seperti superego yang kuat, seleksi ingatan dan persepsi, dan sikap ketergantungan. Sedangkan kendala di luar diri individu yang menghambat warga untuk berpartisipasi adalah peraturan PPMK yang telah ditentukan oleh Pemerintah DKI Jakarta, yakni tentang pihak yang bertanggung jawab terhadap evaluasi program, dan mekanisme peminjaman dana bergulir.
Agar partisipasi masyarakat ada pada semua bina dan tahap, pedoman pelaksanaan PPMK perlu direvisi. Masyarakat diberikan pelatihan kewirausahaan sehingga dana bergulir yang digunakan bisa maksimal dan mereka yang terkena musibah banjir sehingga menunggak, dipinjamkan lagi modal melalui seleksi. Memberikan modal kembali kepada korban musibah banjir dan pelatihan kewirausahaan akan membuat masyarakat berpartisipasi dalam bina ekonomi. Hal ini juga membuat masyarakat berpatisipasi dalarn bina sosial dan fisik. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, masyarakat dibatkan dari awal sarnpai akhir, yaitu dari tahap assessment sampai evaluasi program. Masyarakat dilibatkan mulai dari pertemuan tingkat RT sampai pada pertemuan tingkat kelurahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendi Julius
"Tesis ini membahas tentang upaya pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan yang dilakukan ADP Wahana Visi Indonesia di Kelurahan Cilincing Jakarta Utara terhadap kelompok dampingan kesehatan dan pengembangan ekonomi serta mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat keterlibatan kelompok dampingan dalam kegiatan pemberdayaan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam seluruh tahapan program telah dilakukan upaya melibatkan warga dampingan dan pemangku kepentingan secara sengaja untuk mengoptimalkan proses pemberdayaan tersebut dan menyarankan agar komite proyek dapat diberikan peran dan tanggungjawab yang lebih besar lagi dalam pengelolaan program memasuki fase transisi program.

The focus of this study is about empowerment effort toward urban poor community in the area of health and economic development held by ADP in Cilincing village of North Jakarta City and to identify supporting and obstacle factor of targeted group?s participation in its community development activities. This research is qualitative descriptive interpretive.
The result of the research showed that in every step of the program, ADP has deliberately involved targeted community and stakeholder to take part in its activities and suggested that bigger role and responsibility given to project committee to manage the program as it enters to transisition phase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T32749
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Harapan
"Pergeseran paradigma dari pemerintah (government) menuju kepemerintahan (governance) yang terjadi saat ini tidak hanya pada tataran makro dengan lahimya berbagai legislasi tentang otonomi dan desentralisasi. Bagi Pemerintah Daerah DKI Jakarta paradigma kepemerintahan juga sudah dibangun di tataran mikro yaitu kelurahan. Ditetapkannya berbagai Perda tentang pmerintahan kelurahan, serta didirikannya Dewan Kelurahan (Dekel) yang dibidani pemerintah dan operasinya dijalankan masyarakat merupakan upaya membangun kepemerintahan lokal di tingkat bawah. Dengan paradigma itu ada kemauan politik untuk membatasi peran dominatif pemerintah dan memperkuat partisipasi masyarakat.
Model kemeperintahan lokal yang intinya menyediakan ruang dan mengaktifkan peran berbagai aktor dan institusi untuk mengambil bagian signifikan dalam pembangunan adalah pembagian kerja koordinatif dan heterarkhis dalam kerangka otonom. Intinya adalah membangun relasi sinergistik dalam bentuk komplementaritas dan kelekatan sehingga masing-masing aktor atau institusi pemerintah dan privat memberikan kontribusi setara dan signifikan bagi komunitas, dalam kerangka otonomi yang melekat (embedded autonomy) (Pierre, Jessop, Stoker 2000: Evans 1995, I996; Ostrom 1996, Woolcock 1998).
Meski agak normatif, model kepemerintahan terbukti bukan utopia diterapkan di negara berkembang seperti indonesia. Pengalaman kawasan di negara-negara berkembang seperti Porto Alegre di Brasil, Novgorod di Rusia, Kerala di India, relasi sinergistik pemerintah dan masyarakat dapat terjadi dalam atmosfir pembagian kerja yang Fungsional dan produktif. Pada tataran lokal, model itu dibangun dengan memberi dan menciptakan ruang yang luas bagi aktor dan institusi masyarakat sipil dengan fasilitasi pemerintah untuk bersama-sama melakukan perubahan. Hasilnya adalah model itu sangat fungsional sebagai tambatan modal sosial dengan terjadinya interaksi intens, saling belajar dan saling kontrol antar stakeholders, sehingga terjadi efisiensi ongkos pombangunan secara signifikan dan masyarakat menunjukkan rasa memiliki atas berbagai program pembangunan.
Replikasi model dari suatu negara ke negara lain atau suatu kawasan ke kawasan Iain memang dapat dilakukan sepanjang terdapat social curcumstances yang relevan. Nampaknya model kepemerintahan lokal yang kini terjadi di kelurahan Jakarta adalah replikasi dari model yang terjadi pada kawasan lain. Persoalan dari suatu replikasi model adalah bahwa ia harus mempertimbangkan determinan tertentu terutama pengalaman masa lalu, iklim sosial politik, termasuk kultur lokal. Berjalannya model kepemerintahan di kawasan yang disebut di atas sangat ditentukan oleh atmosfir masyarakatnya yang legalitarian dan juga tata birokrasinya yang sehat, yang sebagiannya dipengaruhi oleh faktor anugerah sejarah yang telah berjalan berabad-abad, termasuk juga inovasi organisasional yang diperjuangkan oleh para reformis di kalangan pemerintah dan masyarakat sipil.
Jika dikaitkan dengan atmosfir di Indonesia (Jakarta), determinan di atas dapat disebut tidak memiliki akar. pengalaman masa lalu dengan pemerintah yang mencengkeram, iklim sosial politik saat ini yang masih pada taraf transisional, serta kultur lokal yang masih dikungkung klientelisme, sebagiannya kurang memberi fundasi kokoh bagi berjalannya gerakan kepemerintahan lokal. Akan tetapi pergeseran paradigma dan implementasi berbagai model kepemerintahan lokal yang terjadi saat ini dalam bentuk formal rules (mulai dari UU 22/1999; 3212004 hingga Perda DKI Jakarta 5/2000) dan berbagai ujicoba program (sepeni Dewan Kelurahan) sesungguhnya menjadi potensi menuju pernbangunan sistem kepemerintahan yang baik (good governance).
Untuk memahami persoalan di atas, studi ini kemudian mempertanyakan "dalam setting dan situasi sosial facial circumstances) apukah sinergi dapat terjadi antara pemerintah (kelurahan) dan masyarakat (Dekel) khususnya di Kelurahan Gedong?" Secara lebih rinci pertanyaannya adalah (i) apakah dimensi peraturan formal (UU, perda dan peraluran lainnya) menyediakan ruang bagi terjadinya pembagian kerja sinergistik antara pemerintahan lokal dan masyarakat, dan sejauh mana aturan tersebut fungsional dalam mempengaruhi perilaku dan tindakan aktor pemerintah dan masyarakat (Dekel) melaksanakan kepemerintahan lokal? (ii) determinan-determinan budaya (lnformal rules) apakah di dalam masyarakat yang mempengaruhi (mendukung, memperlancar, menghambat) kepemerintahan lokal? serta (iii) dalam dimensi apakah program partisipatif (PPMK) yang ada fungsional mempengaruhi (mendukung, memperlancar, menghambat) kepemerintahan lokal?
Untuk menemukan jawaban, data dihimpun dari para informan kunci yaitu pejabat pemerintah mulai dari atas (Pemda DKI) hingga pejabat kelurahan, perangkat warga seperti para pcngurus RW dan RT, Dekel, tokoh-tokoh informal masyarakat, LSM, warga biasa serta kelompok pemanfaat dana PPMK. Data diperoleh melalui studi dokumentasi, pengamatan partisipatif, wawancara mendalam, diskusi terarah (FGD), untuk selanjulnya dianalisis secara kualitatif.
Studi ini menemukan, secara struktural (institusional) telah ada perubahan paradigma menuju kepemerintahan lokal di tataran regulatif terbukti dengan muatan berbagai aturan formal yang mengatur dan mengarahkan terjadinya sinergi (kelekatan dan komplementaritas) antara pemerintah kelurahan (Pemkel) dan masyarakat (Dekel). Akan tetapi pada tataran empiris sinergi yang terjadi masih pada taraf simbolik. Hal ini disebabkan perubahan pada ranah struktural (inslitusional) di tingkat atas tidak otomatis diikuti perubahan struktural (institusional) di tingkat bawah pada tubuh pemerintah Iokal. Selanjutnya perubahan pada dimensi struktural (institusional) pada tataran negara tidak otomatis diikuti parubahan pada dimensi kognitif (relasional) pada tataran masyarakat. Ada dilema antara upaya menyediakan ruang bagi bangkitnya masyarakat sipil dengan kepentingan mempertahankan status quo pemerintah. Akibatnya di lapangan terjadi bentuk ?relasi sinergistik baru? antara Pemkel dan masyarakat (Dekel) dengan mengembangkan resiprositas negatif yang dilakukan dengan menarik diri untuk tidak saling berinteraksi intens, tidak saling belajar dan tidak saling mengontrol agar masing-masing pihak aman pada posisinya sendiri. Pemerintah dan masyarakat justru membangun otonomi yang tidak melekat.
Program PPMK yang diharapkan mcnjadi instrumen mempertautkan pemerintah, Dekel dan warga justru menjadi alat dikotomi karena program direkayasa untuk menciptakan sekat-sekat di antara ketiganya. Pemerintah tidak mencampuri urusan PPMK dengan ekspektasi Dekel melakukan hal serupa dengan tidak mengintervensi berbagai program dan proyek pemerintah. Dana PPMK dipinjam-gulirkan kepada ?warga mampu? dengan ekspektasi agar akumulasi dana tetap terjaga sehingga Dekel mendapat citra sebagai penyelenggara PPMK yang berhasil (kepentingan institusional). Cara ?win-win solution " yang terjadi saat ini, meski menjauh dari esensi sinergi, pada taraf tertentu cukup ?fungsional? sebagai ?sabuk pengaman? bagi masing-masing pihak untuk tidak terjebak dalam konflik terbuka yang akhirnya merugikan komunitas. Dengan pola ini pula penembusan batas publik. privat di tingkat lokal belum bisa terjadi, dan kekhawatiran bahwa pemerintah dan masyarakat (Dekel) membangun kolusi dan public rem seeking juga tidak terjadi.
Berdasarkan temuan ini saya mengajukan tiga rekomendasi: (i) gerakan good local governance perlu mempertimbangkan struktur sosial politik lokal dan dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai dengan refonnasi struktur pemerintahan Iokal yang mengarah pada otonomi. Pemda DKI Jakarta perlu melakukan amandemen bagi berbagai peraturan perundangan untuk memperbaharui kebijakan dengan (a) memberi peran Iebih besar kepada Jekot dan Dekelg (b) melakukan pemilihan kepala kelurahan secara Iangsung; (c) menciptakan kontrak politik antara kepala kelurahan dengan warga untuk menjalankan tugas-tugas kepemerintahan lokal; (ii) harus ada koherensi antara Iogika aturan formal yang dibangun di tingkat atas dengan Iogika lembaga eksekutif dan masyarakat di tingkat lapangan dengan kontrol yang intens; (iii) model pemberdayaan ekonomi warga yang tidak pernah berkelanjutan (sustainable) perlu direformulasikan dengan membaginya menjadi dua kategori yaitu (a) bantuan sosial (social assistance) dan (b) kredit keuangan mikro (microflnance). Jenis pertama diciptakan sebagai "lumbung esa" yang ditujukan sebagai jaminan substitutif bagi warga kurang beruntung yang terkena risiko kehilangan atau ketiadaan pendapatan, jenis kedua dikelola warga yang kompeten, terlatih dan ahli di bidang itu untuk mencapai profit dan hasilnya untuk subsidi bantuan sosial dan juga pembangunan infrasruktur kelurahan untuk menciptakan kelurahan yang mandiri".

The paradigm shift from "government" towards "governmance" has structurally changed the map of national and local governance of Indonesia. At the macro level, Act number 22/l999 and 32/2004 concerning local autonomy and decentralization have functioned as national guidelines to shift from centralized government to become decentralized govemance. As the impact to the micro level, local governments have also enacted several local regulations aimed at strengthening local communities. Currently, local govemment of Jakarta has also enacted local regulations (among others is Number 5/2000) and built Local Social Chamber (Dewan Kelurahan) of the so-called ?Dekel? in every kelurahan in Jakarta. Dekel which was fonnerly initiated by local government of Jakarta functions as a local civil society organization where all its activities are operated and managed by citizen?s representatives whose elected in participatory and democratically manner from every neighborhood areas (Rukun Warga). The shift ofthe paradigm seems to be a government political will to strengthen local people and to minimize local government?s dominations.
Local governance which essentially provides certain spaces for civil society and activate all related stakeholders to take part significantly in local development is a division of labor which relates to the new practices of coordinating activities through networks, partnerships, deliberative forums, and heterarchical cooperation in an embedded autonomy. The subject matter of local governance is mutually reinforcing relations between government and groups of engaged citizens in synergistic relation both in complementarity and also in embeddedness (Pierre, Jessop, Stoker 2000: Evans 1995, 1996; Ostrom 1996, Woolcock 1998).
Local governance, refers to the experiences of several developing countries might be feasibly implemented in Indonesia. Many states (e.g. Porto Alegre in Brazil, Novgorod in Russia, Kerala in India), have been proving that synergistic relation between government and civil society could be created and strongly functional and productive to the development. The model, in fact, enables harmonious cooperation among local actors and institutions where social capital is embedded. Actors and institutions are mutually having intensive relations, social leaming processes, and social control that enables development sustainable and efficient.
Replication of a model conducted by govemment of Jakarta would only be feasible as far as a relevant or resemble social circumstances are provided. A replication, however, should also consider other determinant factors such as past experiences, social and political atrnospheres, as well as local cultures. However, the success story of local govemancc in mentioned states, mostly determined by its egalitarian people and healthy local bureaucracy which is rooted in a long history as historical endowment. Besides, the rcforrnists from local govemment also takes important role on improving organizational innovations. While in Jakarta such historical determinant factors are not rooted. Government of new order regime which was co-opted, hegemonic and centralistic, the current transitional social and political situation and the local cultures remain sustaining clientelism are probably the fundamental inhibitions to realize the new governance paradigm. Therefore, the need for studying new paradigm shift (formal rules and local institutional building) would be important.
To understand above research problems, grand tour research question is "in which social settings d circumstances are the local govemment and citizens (Dekel) able to make synergy" Sub research uestions are; (i) do formal rules (acts, local regulations, etc.) provide spaces for synergistic division of...
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D794
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>