Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81170 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Palupi, Srie Agustina
Yogyakarta: Ombak, 2004
796.334 SRI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Nur Asyifa
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas dua puisi yang ditulis oleh penyair Arab Palestina dan non Palestina dengan tujuan untuk melihat gambaran tentang Yerusalem dari dua sudut pandang penyair Arab yang berbeda negaranya. Dalam menganalisis puisi-puisi tersebut, digunakan metode deskriptif analistis, yaitu dimulai dengan pengumpulan data tentang Yerusalem, baik yang akan dijadikan korpus penelitian, maupun yang akan digunakan sebagai referensi. Setelah dipilih, baru kemudian dianalisis dengan metode strukturalisme, yaitu metode yang hanya meneliti unsur bagian dalam dari puisi tersebut. Yang dijadikan korpus dalam penelitian ini adalah dua puisi berbahasa Arab dari dua penyair Arab Palestina dan non-Palestina. Selain metode strukturalisme, digunakan juga metode perbandingan, untuk melihat persamaan dan perbedaan dari kedua puisi tersebut. Bagian yang akan dibandingkan dalam kedua puisi ini adalah bagian afinitasnya, yaitu unsur-unsur intrinsik yang ada di dalamnya, bukan adat istiadat atau kesejarahannya. Dari hasil analisis ditemukan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan antara kedua puisi tersebut baik dari bentuk maupun isinya. Puisi Tamim lebih bersifat prismatis, sukar dicerna, sedangkan puisi Nizar bersifat diafan, mudah dicerna. Hal ini disebabkan oleh banyaknya simbol-simbol, kata-kata konotatif atau gaya bahasa majazi yang digunakan oleh Tamim. Adapun, persamaannya adalah sama-sama mengusung tema tentang Yerusalem dan jenis puisi yang digunakan adalah jenis puisi dialog.

ABSTRACT
Research on Jerusalem has been widely conducted from its historical to its socio-political aspects. This is because Jerusalem is a region that has always experienced turmoil from time to time. This research addresses Jerusalem from another point of view, that is from the aspect of literature. This study discusses two poems written by Palestinian and non-Palestinian Arab poets in order to see a picture of Jerusalem from two different Arab poets viewpoints. In analysing the poems, a descriptive analytical method is used in the collection of data about Jerusalem for the research corpus and references. The method of comparison is also used in this research to see the similarities and differences of the two poems. The part to be compared is the affinity part, which is the intrinsic elements oin a poem. From the analysis results, it is found that there are differences and similarities between the two poems both in the form and contents. Tamims poetry is more prismatical and difficult to digest, while Nizar s poems are diaphanous and easy to digest. Meanwhile, the similarities are the same theme of Jerusalem and the dialogue type of poetry."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"Skripsi ini membahas mengenai persoalan masalah keabsahan berdirinya negara Israel di wilayah mandat dalam hukum internasional, terutama mengacu pada sistem mandat internasional dan sistem perwalian. Sebagai rangkaian permulaan pembahasan, secara kronologis, akan dipaparkan mengenai status hukum wilayah Palestina, mulai dari berakhirnya Perang Dunia I sampai beralihnya wilayah tersebut kepada Inggris oleh Liga Bangsa-bangsa melalui perjanjian mandat Palestina. Analisis diawali dengan menjelaskan sistem mandat internasional yang diperkenalkan Liga Bangsa-bangsa serta sistem perwalian yang menggantikannya. Berikutnya, analisis dilakukan terhadap isi perjanjian mandat, yang juga sangat berkaitan dengan Deklarasi Balfour, serta praktik pelaksanaan mandat dengan mendasarkan pada sistem mandat internasional oleh Liga Bangsa-bangsa maupun sistem perwalian oleh Perserikatan Bangsa-bangsa. Metode pendekatan kualitatif digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini. Pada akhirnya, ditemukan bahwa pendirian negara Israel melalui keadaan yang tidak ideal, terlepas dari fakta penerimaannya sebagai anggota PBB.

This thesis studies the legality of Israel?s declaration of independence in Palestine territory, in the scope of international mandat and trusteeship system. Subsecquently, as a background issue, this thesis will start to describe the legal state of Palestine territory after the World War I as much as the recognition of British government as Mandatory State carried on the international mandate system by the Palestine mandate treaty from the Covenant League. Next, this thesis will explain the conceptions and practices of League mandate systems as well as to differ the latest system. Afterwards, analyze the content of mandate treaty of Palestine which happened to be legal standing of British mandate rule over those territory, as well as the emerge of Balfour Declaration in advance. Also to analyze the mandate practice over during the mandate period, accordingly to the international mandate and trusteeship system, subsequently. Qualitative approach is used to gather resources in writing this thesis. This thesis concluded by point out the legality of Israel?s declaration of independence was deliberately attemped in unideal situation, regardless the recognition and membership approval from United Nations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradono Budi Saputro
"Penelitian ini membahas mengenai pengaruh karakteristik sumber daya air di Palestina-Israel terhadap pemberontakan penduduk Palestina antara tahun 2000-2009. Masalah air merupakan masalah yang sangat krusial di Palestina dan Israel, bahkan menjadi salah satu isu kunci konflik Palestina-Israel. Hal itu karena di wilayah-wilayah yang cenderung kering, air berarti kehidupan. Eksploitasi sumber-sumber air oleh Israel menjadikan penduduk Israel lebih mudah memperoleh pasokan air, sementara penduduk Palestina semakin sulit mendapatkannya dalam jumlah yang memadai. Penelitian ini berusaha mengkaji bagaimana karakteristik sumber daya air di sana serta seberapa besar pengaruhnya terhadap terjadinya, durasi, maupun intensitas pemberontakan penduduk Palestina pada periode spesifik tersebut.

This research is about to discuss the impact of water resource characteristics in Palestine-Israel on Palestinian uprising during 2000 to 2009. As being a part of the dry-areas, water resource is one of the crucial issues in this circumstance. Furthermore, Israel water resource exploitation obtained to supply it easily, while the Palestinians found it more difficult to obtain their need in adequate amounts. Finally, the objective of this research is to analyze the characteristics of water resources in this area and find how deep its impact on the occurrence, the duration, and the intensity of Palestinian uprising in this specific period."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30699
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Suryade
"Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsa di Yerusalem pada 28 September 2000 menimbulkan gelombang kekerasan Israel-Palestina. Peristiwa tersebut mendorong munculnya gerakan perlawanan Intifadah II yang lebih dikenal dengan sebutan "Intifadah Al-Aqsa". Meskipun terjadi gelombang kekerasan dan memunculkan gerakan Intifadah Al Aqsa, Sharon justru mencapai puncak karirnya dengan menjadi perdana menteri setelah memenangkan pemilu 6 Pebruari 2001.
Selama masa pemerintahannya, Sharon tidak melanjutkan proses perundingan damai dengan Palestina, sebagaimana yang pernah diupayakan perdana menteri sebelumnya, sejak Yitzhak Rabin hingga Ehud Barak. Kebijakan politik luar negerinya dalam menghadapi Palestina bersifat unilateral dan menggunakan kekerasan militer (use of force). Tetapi, dalam pemilu yang dipercepat pada 28 Januari 2003, Sharon kembali mengalahkan kandidat Partai Buruh dalam perebutan jabatan perdana menteri.
Kebijakan unilateral dan penggunaan kekerasan militer yang dilakukan PM Ariel Sharon didukung setidaknya oleh lima faktor, yaitu: pertama, ideologi Zionisme yang mematok target mendapatkan "Eretz Yisrael" dengan Yerusalem sebagai ibukota abadi dan tak terbagi. Kedua, adanya tekanan politik domestik dengan kecendrungan menguatnya kelompok kanan dan bangkitnya fundamentalisme Zionis Yahudi yang tidak menghendaki pemberian konsesi apapun bagi Palestina, termasuk tanah yang diduduki pada perang 1967. Ketiga, adalah efek kampanye "Global War against Terrorism". Kampanye yang dikumandangkan oleh Presiden AS, George W. Bush menjadi legitimasi dan pembenaran yang lebih kuat bagi Israel untuk melakukan tindakan unilateral dan "use of force". Keempat, merupakan faktor politik strategis Israel untuk meningkatkan bargaining politik, dan melemahkan posisi politik Palestina. Dan, faktor kelima adalah adanya hambatan psikologis antara Ariel Sharon dengan Yasser Arafat yang sejak lama terlibat dalam permusuhan politik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yon Machmudi
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia , 2024
P-pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Endiyani
"Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang sarat akan konflik dan salah satunya adalah konflik Israel-Palestina. Konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut kemndian meneniukan titik terang. Pihak Israel dan Palestina bersedia berunding untuk pertama kalinya dan melahirkan Kesepakatan Oslo pada September 1993. Dalam proses perandingan tersebut, Amerika Serikat berperan sebagai fasilitator sebagai upaya menjaga perdamaian dunia. Sayangnya pelaksanaan kesepakatan tersebut tidak berjalan mulus sehingga mengalami stagnansi di awal tahun 1997.
Melihat fakta ini, Amerika Serikat pada masa pemerintahan Clinton berinisiatif menghidupkan kembali proses perandingan dengan mengupayakan suatu proposal perdamaian bagi kedua belah pihak. Pada perundingan damai kali ini, Amerika Serikat tidak hanya sebagai fasilitator namun berperan lebih aktif sebagai mediator yang berusaha mencari suatu kesepakatan bersama. Amerika Serikat sebagai pihak penengah melainkan. proses negosiasi yang kemudian menghasilkan Wye River Agreement Kaput-man AS untuk terlibat dalam proses perundingan dipengarahi oleh faktor-faktor tertentn yang berasal dari lingkungan eksternal dan internal Amerika Serikat. Berdasarkan uraian tersebut, penulis mengajukan pertanyaan riset, yaitn: Mengapa Amerika Serikat memainkan peran sebagai mediator dalam proses perundingan damai Israel Palestina di Wye River?
Dalam penelitian ini, penulis menetapkan batasan-batasan waktu dari awal 1997, berkaitan dengan masa administrasi kedua Clinton dan dimulainya kembali proses perundingan damai hingga dihasilkannya Wye River Agreement pada Oktober 1998.
Untuk menjawab pertanyaan riset di atas, penulis menggunakan beberapa tahapan untuk menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan Amerika Serikat dalam perundingan damai Israel-Palestina di Wye River. Yaitu dengan menganalisa luar negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan Clinton dengan melihat penerapan prinsip-prinsip politik luar negeri AS serta pelaksanaan kepentingan nasional AS di kawasan Timur Tengah. Pada penyelesaian konflik Israel-Palestina ini, Amerika menggunakan instrumen politik luar negeri berapa diplomasi publik dan bantuan luar negeri. Kemudian penulis menjabarkan proses negosiasi yang dilaksanakan para pejabat pemerintah AS hingga menghasilkan Wye River Agreement. Terakhir, penulis menggambarkan peran aktif AS sebagai mediator dalam perundingan Wye River.
Berdasarkan sistematika penelitian yang telah diuraikan secara singkat di atas, penulis menyimpulkan bahwa: peran mediasi Amerika Serikat dilandaskan pada strategi global AS dan sebagai penerapan prinsip-prinsip politik luar negeri yang telah ditetapkan oleh administrasi Clinton. Kemudian sistem internasional yang berciri multipolar dan kondisi regional Timur Tengah dimana terjadi konflik Israel-Palestina menjadi faktor.
The Mediation Role of the United States of America in the Israeli-Palestine Peace Process in Wye River (1998) Middle East is described as the region full of conflicts and one of them is the Israeli-Palestine conflict. The conflict that has been going on for years finally comes to a solution. The Israeli and the Palestine have both agreed to meet and settle the conflict by signing the Oslo Declaration of Principles in September 1993. In the peace process, the United States acted as a facilitator in a way to keep the world peace. However, the implementation of the Oslo Treaty did net succeed well and came to a dead end in early 1997.
Seeing the fact, the United States during the Clinton administration had initiated to bring back the peace process on the right track by endorsing a peace proposal. In the recent peace process, the United States has actively participated as a mediator in making the final peace talk resolution. The United States has conveyed a negotiation process to both parties which resulted in the Wye River Agreement The U.S government decision to be involved in the peace process is influenced by several factors drawn from its external and internal environment Due to this point of view, the writer raises a research question: Why the United States of America participates as a mediator in the Israeli-Palestine peace process in Wye River peace talk?
The writer has determined the research range from early 1997, related to the second Clinton administration and the beginning of the reactivation of the peace process to the result ofthe Wye River Agreement in October 1998.
In order to answer the research question raised above, the writer will explain the answer in a few steps. That is to analyze the United States foreign policy during Clinton administration by examining the implementation of the foreign policy principles and the United States national interest in the Middle East. In order to reach the snccess of the peace talk, the U.S. government utilizes the instrument of public diplomacy and foreign aid. Next, the writer will elaborate the negotiation process conducted by the U.S_ government officials to result in the Wye River Agreement. Last, is to describe the active role of the United States as the mediator in the Wye River peace talk
Based on the systematically explanation above, the writer has come to conclusion that the mediation role of The United States is based on-the U.S. global strategy and the foreign policy principles set by the Clinton administration. Then the international system of multipolarity and the regional condition in the Middle East where the conflict occurs are considered as the dominant external factors. While keeping the U.S. national interest in the Middle East, especially the oil asset and the intensive Jewish lobby within the body of the U.S. government are the dominant internal factors. Those factors are above have influenced the mediation role of the United States of America in the Israeli-Palestine peace process in Wye River (1998).
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Dharma Setiawan
"Tesis ini menggunakan perspektif realis untuk mengkaji fenomena kebijakan Amerika Serikat dalam Konflik Israel-Palestina di masa Pemerintahan Clinton II (periode 1996-2000). AS menyadari bahwa dunia semakin multipolar dan interdependen, tak ada satu negara mana pun yang mampu sendirian menentukan segala sesuatunya. Mengingat AS selama ini aktif dalam perumusan terms of peace di Timur Tengah sampai pada tingkat tertentu yang dapat diterima oleh negara-negara Arab, dukungan yang aktif terhadap Israel dan disisi lain AS juga menginginkan dukungan dan kerjasama negara-negara sekutu terhadap kepentingan strategis akan kebutuhan minyak di Timur Tengah.
AS mencoba menerapkan empat skenario strategi untuk mengamankan "kepentingan politis" tersebut, yaitu: Pertama, membangun pengaturan bersama di kawasan Teluk. Kedua, memperkuat usaha-usaha untuk mengendalikan proliferasi berbagai senjata pemusnah massal (weapon mass-destruction). Ketiga, meningkatkan pembangunan ekonomi. Keempat, memanfaatkan berbagai kesempatan baru dalam usahanya mencapai situasi damai dan aman dalam proses perdamaian dan keamanan Arab-Israel.
Sebagai negara dengan kekuatan terbesar di dunia dan pemimpin di dalam masyarakat internasional, maka Clinton ingin menciptakan, mendukung dan memimpin persekutuan bangsa-bangsa dan lembaga-lembaga yang memajukan kepentingan nasional AS dan kepentingan bersama para mitra internasional AS.
Akhir dari Perang Dingin menampilkan Clinton kepada adanya suatu peluang bersejarah untuk memperbarui dan meluaskan persekutuan AS dengan membangun Eropa yang damai, tak terpecah-belah, dan demokratis. Yakni, dengan membentuk suatu masyarakat bangsa-bangsa Asia dan Timur Tengah yang lebih stabil, lebih terbuka dan demokratis, seperti yang dilakukan di Eropa. Ditegaskan pula oleh Clinton, bahwa dalam mewujudkan tujuannya lebih di tekankan kepada demokrasi daripada penggunaan kekuatan militer, namun, selalu siap menggunakan kekuatan militer jika diperlukan untuk mempertahankan kepentingan nasional AS.
Namun, sesuatu hal yang tak akan pernah berubah, AS akan terus mempertahankan, bahkan dengan segala cara, hegemoninya di berbagai kawasan, khususnya di kawasan Timur Tengah. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor; Pertama, minyak, seperti diketahui 25% suplai minyak dunia berasal dari Timur Tengah dan kawasan ini menyimpan 2/3 cadangan minyak dunia. Jika suplai minyak Timur Tengah berhenti, maka tidak hanya memperburuk ekonomi AS sendiri, melainkan dapat mengulang resesi ekonomi dunia di tahun 1930-an. Kedua, faktor geostrategis kawasan Teluk antara Asia Barat, Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika Utara dan Asia Selatan Dimana AS memandang kepentingannya di wilayah ini sudah cukup dalam dan lama, sehingga AS tidak akan dengan mudah mundur dan menyerahkan begitu saja kepada negara lain yang ikut berkepentingan di wilayah tersebut.
Dalam tujuan nasionalnya, AS mempunyai minat serius dalam menyelesaikan perdamaian yang adil, menyeluruh dan kekal dalam konflik Timur Tengah, dalam hal ini memastikan kesejahteraan/kesehatan dan keamanan Israel, membantu negara-negara Arab yang menjadi sekutu AS, dan menjaga kestabilan harga minyak pada harga yang pantas. Strategi AS mencerminkan tujuan yang akan dicapai dan mengadaptasi karakteristik wilayah di Timur Tengah dalam pencapaian tujuan perdamaian dan stabilitas kawasan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hayati Asri
"Skripsi ini menggambarkan awal mulanya konflik antara Palestina-Israel muncul hingga proses perdamaian berjalan. KTT Camp David 2000 yang berlangsung pada tanggal 11 Juli 2000 hingga 25 Juli 2000 di Camp David, Maryland, Amerika Serikat. KTT ini membahas isu-isu fundamental dan sensitif seperti status final Jerusalem Timur, pengungsi PaIestina, perbatasan, permukiman Yahudi, dan sumber air. Selama ini isu-isu tersebut selalu ditunda pembahasannya. Karena tidak adanya titik temu antara Palestina-Israel mengenai isu-isu tersebut maka KTT Camp David 2000 yang berlangsung selama lima belas akhir berakhir tanpa kesepakatan. Kegagalan KTT Camp David 2000 bukan hanya disebabkan karena tidak adanya kompromi antara Palestina-Israel, tetapi disebabkan banyak faktor. Salah satunya krisis politik dalam negeri Israel yang mempengaruhi sikap Perdana Menteri Israel Ehud Barak dalam mengambiI keputusan. Selain itu sikap Yasser Arafat yang teguh dan tidak bisa didikte oleh Israel dan Amerika Serikat, berbeda dengan perundingan sebelumnya Arafat bisa didikte. Arafat tetap menuntut dikembalikannya hak-hak rakyat Palestina yang selama ini direbut dan diabaikan. Dampak kegagalan KTT Camp David 2000 mengakibatkan meningkatnya kekerasan dan pertumpahan darah di wilayah Palestina-Israel. Berawal dari kunjungan provokatif Arid Sharon ke komplek Al Aqsha yang memicu prates rakyat Palestina. Meningkatnya kekerasan di wilayah tersebut mengakibatkan proses perdamaian kembali buntu. Dan dampaknya bukan hanya bagi Palestina-Israel tetapi berdampak juga pada negara-negara Arab. Namun ada harapan kembalinya proses perdamaian di Timur Tengah khususnya Paiestina-Israel pasta gagalnya KTT Camp David 2000. Semua itu tergantung niat baik pihak-pihak yang terlibat proses perdamaian di Timur Tengah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S13368
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>