Ditemukan 143978 dokumen yang sesuai dengan query
Marcivia Rahmani
"
ABSTRAKKepemilikan suatu subjek hukum terhadap hak atas tanah, tidak bisa mengesampingkan peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti apa yang ditentukan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Namun bila terjadi transaksi jual-beli hak atas tanah yang tidak sesuai tetapi kemudian tetap dapat terjadi proses pengalihan hak atas tanah, maka hal itu bisa menjadi pengecualian tersendiri yang patut disertai dengan landasan yang memiliki nilai justifikasi yang pantas. Suatu Putusan Pengadilan dapat dimohonkan sebagai solusi dari proses pengalihan hak tersebut, apabila kondisi para pihak yang terkait memang berada dalam keadaan terpaksa dan tidak memiliki jalan keluar lainnya.
ABSTRACTOwnership of the subject on land rights law, cannot rule out the role of PPAT (official empowered to draw up land deeds) as what is specified by the UUPA (basic agrarian law). However, in the case of transaction processes of land rights that do not fit but then still be a subject of transfer of land rights, is an exception that should be accompanied with a foundation which contains a value of appropriate justification. Therefore, a court decision can be applied as a solution concerning land rights ownership transisition if the condition of the related parties meets no other alternative."
2013
T32603
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dewi Lestarina
"Jual beli tanah merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan adanya peralihan hak atas tanah, sehingga dalam proses jual beli dibutuhkan suatu akta yang dibuat oleh PPAT yang berguna sebagai syarat dapat dilakukannya proses peralihan hak atas tanah. Dalam kenyataannya masih banyak jual beli tanah yang tidak dilakukan di hadapan PPAT. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertimbangan hakim dalam pengesahan jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT dan pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan bentuk penelitian eksplanatoris analitis. Hasil analisa adalah pertimbangan hakim mengesahkan jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT telah memenuhi syarat materiil. Bahwa penjual benar pemegang hak yang menjual dibuktikan dengan sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama penjual dan pembeli sebagai subyek telah memenuhi syarat sebagai pemegang hak serta tanah yang diperjual belikan merupakan tanah yang tidak dalam sengketa. Pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat dalam hal jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT, harus menggunakan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Untuk mempermudah peroses pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat, dapat diselesaikan dengan jalur litigasi guna memperoleh ijin dan kuasa bertindak atas nama penjual dan bertindak atas dirinya sendiri.
Buying and selling is a legal act that results in the transfer of land rights, so that in the process of buying and selling a deed made by ppat that is useful as a condition of the transfer of land rights. In reality there are still many land trades that are not done in the presence of PPAT. The issue raised in this study is about the consideration of judges in the legalization of the sale and purchase of Building Rights that are not carried out before ppat and maintenance of registration data with the recording of the transfer of rights due to buying and selling at the local land office. To answer the problem, normative juridical research methods are used with analytical explanatory research forms. The result of the analysis is the consideration of the judge to authorize the sale and purchase of Building Rights that are not carried out before the PPAT has qualified materially. That the seller is the true holder of the right to sell is evidenced by the certificate of Building Rights on behalf of the seller and the buyer as the subject has qualified as the rights holder and the land sold is land that is not in dispute. Maintenance of registration data with the recording of the transfer of rights due to the sale and purchase at the local land office in the case of the sale and purchase of Building Rights that are not carried out in the presence of PPAT, must use the deed of sale and purchase made by PPAT. To facilitate the maintenance of registration data peroses with the recording of the transfer of rights due to sale and purchase at the local land office, it can be resolved by litigation to obtain permission and power of action on behalf of the seller and act on his own."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tegar Dilaga Halimana
"Akhir-akhir ini sering terjadi permasalahan berupa penolakan pendaftaran peralihan hak yang obyeknya adalah sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi dalam hal aturan hukum yang mengatur peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama dengan peralihan sebagian bidang tanah antara Kantor Pertanahan dan Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun antar Kantor Pertanahan itu sendiri. Tesis ini membahas mengenai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama yang bertujuan untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum atas peralihan hak semacam itu. Penelitian ini menggunakan metode metode penelitian hukum normatif dengan menghasilkan bentuk penelitian yang bersifat preskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sesungguhnya terdapat dua aturan hukum yang berbeda yang mengatur mengenai peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama dan peralihan sebagian bidang tanah. Pasal 105 ayat 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama, sedangkan Pasal 54 ayat 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatur mengenai peralihan sebagian bidang tanah.
Recently, there have been several due to objections concerning with the registration of the diversion of partial rights of land becoming joint ownership. It is caused by the differences of perception in terms of legal rules that regulates the diversion of partial right of land becoming joint ownership the diversion of partial lands between the Land Office and Pejabat Pembuat Akta Tanah also among the Land Offices themselves. This thesis discusses the legislation that became the legal basis of the diversion of partial rights of land becoming joint ownership, which aims to create legal certainty and protection of such diversion. This research uses normative legal research methods to produce a form of prescriptive analytical research. Based on the survey results revealed that in fact there are two different legal rules that regulates the diversion of partial rights of land becoming joint ownership and the diversion of partial lands. Article 105 paragraph 3 Regulation of the State Minister of Agrarian Head of National Land Agency Number 3 of 1997 on implementation of Government Regulation No. 24 of 1997 on Land Registration regulates the diversion of partial right becoming joint ownership, while Article 54 paragraph 4 of Regulation head of National land Agency Number 1 Year 2006 on the implementation of Government Regulation No. 37 of 1998 on the Rules of land Title Deed official regulates the diversion of partial lands."
2017
T47321
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Maulida Laraati
"Pemerintah melarang badan hukum, kecuali badan hukum tertentu yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan, untuk memiliki tanah dengan status hak milik yang merupakan status hak tertinggi dalam kepemilikan tanah di Indonesia . Dalam transaksi yang terkait dengan pertanahan, tidak jarang dijumpai badan hukum yang mengupayakan agar dapat memperoleh tanah dengan status Hak Milik. Mekanisme yang biasa digunakan adalah dengan cara melakukan perjanjian nominee. Perjanjian nominee ini ada kalanya menimbulkan masalah dikemudian hari.
Pada kasus yang dibahas, pihak Yayasan (Badan Hukum) bersengketa dengan individu yaitu karyawan yang namanya digunakan sebagai nominee atas pembelian tanah dan bangunan dengan pihak ketiga. Atas kasus ini Putusan Pengadilan Negeri berbeda dengan Putusan Pengadilan Tinggi.Putusan Mahkamah Agung akhirnya memenangkan Yayasan karena terdapatnya perjanjian nominee yang berkaitan/melatarbelakangi pembelian tanah dan bangunan tersebut.
Laws prohibits government agencies, unless a specifis legal entity declared by legislation to own land with the status of property which is the highest in the ownership status of land rights in Indonesia, in transaction pertaining to land, not rare entity that seeks to aquire land with the status of property rights. The mechanism commonly used is by nominee agreements. This Agreement nominee sometimes cause problems later on.In this cases discussed, the foundation (legal entity) dispute with the individual is an employee whose name is used as a nominee for the purchase of land and buildings to third parties. The decision of the Distrisct Court different from The High Court. The Foundation won in a Supreme Court decision, because there are relating in a nominee agreement of ownership of land and building."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21671
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Andre Garcia Valencio Hekka Siswanto
"Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis, termasuk meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan tujuan untuk menemukan fakta-fakta dari praktik yang dilakukan oleh para pihak terkait jual beli tanah dan pemeliharaan data pendaftaran tanah yang dilakukan oleh X. Dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Barat terdapat sebuah maladministrasi.
Hasil analisis terhadap hubungan hukum antara para pihak menunjukan bahwa jual beli yang dilakukan oleh X tidak memenuhi syarat materil jual beli tanah sehingga batal demi hukum. Selain itu, yang dapat berperan dalam mencegah terulangnya maladministrasi tersebut adalah Kantor Pertanahan dengan cara menggunakan meminta hak akses terhadap data kependudukan.
This research is done through normative judicial research method which is a research done by looking up to the positive law in Indonesia, including literature or secondary data in order to find any fact from land procurement and land registration done by X. It is found that that the land registration executed by Kantor Pertanahan Jakarta Barat is a maladministration. The result of this research shows that land procurement conducted by X was not fulfill the terms of land procurement in accordance to laws in Indonesia. Therefore, such act is null and void. In order to prevent such maladministration to happen again, Kantor Pertanahan should ask for the civil registry data access right."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Kornelius Widiandhoko Wicaksono
2011
T 28052
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Muhammad Afit Syahputra
"Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah. Program PTSL sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, kepastian hukum dan perlindungan hukum atas hak tanah menjadi tujuan paling mendasar. Presiden mendorong kegiatan ini melalui Intruksi Presiden Nomor 2 tahun 2018 tentang Percepatan PTSL di seluruh Indonesia. PTSL merupakan pendaftaran tanah secara serempak yang dahulunya terdapat program serupa yaitu PRONA. PTSL dan PRONA walau hampir serupa namun memiliki perbedaan yang mendasar pada pelaksanaannya. Objek pendaftaran pada pelaksanaan PTSL ialah keseluruhan bidang tanah di suatu wilayah, berbeda dengan PRONA yang pelaksanaannya masih terbatas pada beberapa bidang tanah saja. Kantor Pertanahan sebagai pelaksana PTSL kerap mendapatkan tantangan, permohonan yang diajukan dapat terhambat apabila terjadi sengketa. Sejak penyelenggaraan PTSL dimulai terdapat beberapa sengketa yang terjadi, salah satunya ditemukan di Kabupaten Buton Utara dalam putusan Pengadilan Negeri Raha Nomor 1/Pdt.G/2019/PN Rah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai penyelesaian sengketa tanah oleh Kantor Pertanahan dalam PTSL; dan, menganalisis pertimbangan hukum Majelis Hakim yang mengadili sengketa objek PTSL. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan jenis penelitian problem identification. Hasil analisis adalah penyelesaian yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan dalam menangani sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian sengketa terhadap objek PTSL diakomodir pada Kluster 2, objek tersebut tetap akan dilakukan pembukuan hak dengan mengosongkan nama pemegang haknya dan sertipikat akan diserahkan apabila permasalahan telah selesai. Adapun saran yang dapat diberikan berupa masyarakat harus sadar dalam menjaga batas-batas kepemilikan hak atas tanah untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah. Dibutuhkan pula sosialisasi tentang penyelesaian kasus pertanahan pada objek PTSL untuk memberi pedoman kepada masyarakat luas.
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) is the first simultaneous land registration activity carried out for all land registration objects. The PTSL program is very beneficial for the wider community, as legal certainty and legal protection of land rights are the most fundamental goals. The President encourages this activity through Presidential Instruction Number 2 of 2018 on the Acceleration of PTSL throughout Indonesia. PTSL is a simultaneous land registration system that was previously similar to the PRONA program. PTSL and PRONA, although nearly similar, have fundamental differences in their implementation. The object of registration in PTSL implementation is the entire land area in a certain region, unlike PRONA, whose implementation is still limited to a few land areas only. The implementation of PTSL by the Land Registry Office often poses challenges, as applications may be hindered in the event of disputes. Since the implementation of PTSL began, there have been several disputes, one of which was found in North Buton Regency in the decision of Raha District Court Number 1/Pdt.G/2019/PN Rah. The problem raised in this research is about the mechanism for resolving disputed objects by the Land Registry Office in PTSL; and, analyzing the legal considerations of the Panel of Judges who adjudicate PTSL object disputes. To answer these problems, a doctrinal research method was used with a problem identification research type. The result of the analysis is the mechanism used by the Land Registry Office in resolving disputes based on laws and regulations. The settlement of disputes over PTSL objects is accommodated in Cluster 2, where the object will still be registered, but the name of the holder of the right will be left blank and the certificate will be handed over once the issue has been resolved. As for suggestions, the community needs to be aware of maintaining the boundaries of land ownership rights to minimize land disputes. It is also necessary to socialize the settlement of land cases on PTSL objects to provide guidance to the wider community."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Don Arfan
"Tesis ini membahas mengenai jual beli hak atas tanah berdasarkan hukum adat yang dijadikan dasar untuk pendaftaran tanah dengan menganalisa suatu putusan pengadilan Negeri Cibinong. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan kualitatif, sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kedudukan jual beli tanah yang dilakukan berdasarkan hukum adat dalam pandangan hukum positif di Indonesia dan bagaimana perlindungan hukum serta penyelesaian hukum terhadap pemegang hak terakhir yang mengalami kesukaran untuk melakukan pendaftaran tanah akibat jual beli berdasarkan pada hukum adat, dari hasil penelitian disarankan bahwa jual beli hak atas tanah hendaknya dilakukan dihadapan PPAT yang berwenang, dan Kantor Pertanahan berikut PPAT sebagai mitra Kantor Pertanahan selalu memberikan informasi serta melakukan penyuluhan tentang Hukum Tanah Nasional kepada masyarakat setempat agar terciptanya kepastian hukum dan adanya perlindungan hukum terhadap hak-hak atas tanah.
This thesis discusses the sale and purchase of land rights based on customary law wich is made the basis for land registration by analyzing a decision of the Court Cibinong. Research using this method of research with a qualitative approach normative, so that this research can provide a snapshot of the sale and purchase is based on customary law in the positive law in Indonesia and how the protection and legal settlement of the last holder of the rights that are difficult to perform the registration of land in onder maintenance data. Based on the results of research suggested that the sale and purchase rights to the land should be done before the authorized PPAT and PPAT Office land below as a patner of the Land Office land below as a patner of the Land Office should always be to provide information and conduct espionage on national land law to the local community in order (o to create legal certainty and the protection of the law rights over land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26081
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Livia Miel
"Tesis ini membahas mengenai pembatalan akta jual beli yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT dikarenakan alas hak yang dipergunakan dalam pembuatan akta jual beli dimaksud yakni akta hibah ternyata cacat hukum atau non-executable. Sebagaimana ternyata dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 496/Pdt.G/2009/Pn.Jkt.Pst Jo. Putusan Pengadilan Tinggi No.220/Pdt/2011/PT.DKI), berdasarkan pertimbangan Hakim dan bukti-bukti yang diajukan diketahui bahwa terdapat ketidakhati-hatian dan ketidakcermatan dari PPAT dalam membuat akta jual-beli sehingga menyebabkan peralihan hak yang timbul akibat akta jual-beli menjadi batal demi hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan agar PPAT sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya untuk lebih cermat dan berhati-hati agar para pihak dalam akta dimaksud tidak dirugikan dan dapat menjamin kepastian hukum bagi para pihak.
This thesis discusses the annulment of a sale and purchase deed drawn up by an Official Certifier of Title Deeds/PPAT because the legal standing used in drawing up the sale and purchase deed, i.e.a bequest deed, is legally flawed or non-executable. As stated in the District Court's Judgement Number 496/Pdt.G/2009/Pn.Jkt.Pst Jo.High Court's Judgement No.220/Pdt/2011/PT.DKI), based on the Judge's consideration and the submitted evidence, it is found out that there have been carelessness and inaccuracy of the PPAT in drawing up the sale and purchase deed, causing the transfer of right arising out of the sale and purchase deed to be null and void. This research uses the normative judicial approach with a descriptive research. The result of the research suggests that the PPAT, as a public official who is given the authority to draw up authentic deeds regarding certain legal actions with regard to titles to land or titles to tenement units, or draw up evidence regarding certain legal actions with regard to titles of land which will be used as the basis for its registration, be more careful and accurate, so that parties in the said deed will not be harmed and it can guarantee legal certainty for the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38961
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Najiana Daroini
"Dalam penelitian ini dibahas tentang akta jual beli PPAT yang menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dimana dalam konteks tersebut PPAT menjadi pihak berperkara di pengadilan baik yang disebabkan oleh akta yang dibuatnya maupun perselisihan para pihak terkait akta itu sendiri. Oleh karena itu permasalahan pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah suatu penyangkalan para pihak dalam akta jual beli yang dibuat oleh PPAT sehingga menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan serta pertanggungjawaban PPAT terhadap pihak-pihak yang dirugikan atas akta yang dibuatnya. Untuk dapat menjelaskan permasalahan pokok dari penelitian ini maka dipergunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dari analisis yang dilakukan secara kualitatif diketahui bahwa PPAT yang membuat akta jual beli dalam kasus tersebut tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembuatan akta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga berakibat merugikan Penggugat sebagai pemegang hak atas tanah yang menjadi objek perkara. Dengan demikian PPAT harus mempertanggung jawabkannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Sehingga akta dibuat sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat memberikan perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi para pihak.
The research discusses the sale and purchase deed made by the Land Deed Official (PPAT) to execute land transfer, which is the cause of the land dispute in the Decision of South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. In the case, PPAT deeds as the defendant due to the misrepresented deed led to the dispute. The main issue raised in this research is a claim from the plaintiffs about the sale and purchase deed made by defendant result in the loss and damages as well as the PPAT’s responsibility to the party for the deed it made. To be able to explain the main problem of this research, a normative juridical research method is used through a statute analysis and a case analysis based on the Decision of the South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. From those analysis, it is determined that the defendant (PPAT) has violated the rules for making enforcable deeds as stipulated in the statutory regulations, which resulted in plaintiffs loss and damages.. Thus, the defendant (PPAT) must be responsible for remidies and charges of administrative, civil and criminal provisions. In conclusion the deed has to be made in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations to provide legal protection and legal certainty for all parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library