Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harika Nova Yeri
"Penyelesaian sengketa perdata pada tingkat upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali melalui perdamaian, sebagaimana yang diatur dalam pasal 21 dan pasal 22 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, tidak banyak menjadi pilihan penyelesaian sengketa perdata oleh para pihak yang bersengketa di Pengadilan. Sementara perdamaian pada tingkat upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode normatif atau doktrinal, yaitu dengan melihat bagaimana pengintegrasian mediasi sebagai bentuk penyelesaian sengketa dalam hukum acara perdata di Indonesia dalam menyelesaikan sengketa perdata pada tingkat upaya banding, kasasi dan peninjauan kembali. Ada beberapa kendala dalam pelaksanaan perdamaian pada tingkat upaya hukum dengan bantuan mediator di pengadilan negeri, sehingga para pihak yang berperkara lebih memilih berdamai di luar pengadilan dan mencabut perkara dalam upaya hukum banding, kasasi ataupun peninjauan kembali.

Settlement of civil disputes at the level of an appeal, appeal and review through peace, as stipulated in Article 21 and Article 22 of Indonesian Supreme Court Rule No 1/2008 on Procedures for Mediation in the Court, not a lot of choice of civil disputes by the parties to the dispute in court. While the peace at the level of an appeal, an appeal and a review of alternative dispute resolution is a simple, fast and low cost.
This research is descriptive and normative or doctrinal methods, is to see how the integration of mediation as a form of dispute resolution in civil procedural law in Indonesia in settling civil disputes at the appeal, appeal and judicial review. There are several obstacles in the implementation of the peace at the level of legal action with the help of a mediator in the district court, so that the litigants would prefer to settle out of court and withdraw the case in an appeal, an appeal or reconsideration.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Wayan Vanya Arsyanti
"Laporan magang ini disusun untuk mengevaluasi proses banding dalam sengketa pajak PT OIK yang dilakukan oleh KKP FAVA. PT OIK adalah perusahaan manufaktur makanan dan minuman yang menghadapi beberapa kasus sengketa pajak. Pada laporan ini, sengketa yang akan dibahas yakni terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Evaluasi difokuskan pada kesesuaian prosedur yang dilaksanakan oleh KKP FAVA dengan standar dan peraturan yang berlaku, mencakup kesesuaian linimasa selama proses penyelesaian sengketa pajak melalui upaya hukum banding, pengajuan permohonan banding melalui e-Tax Court, serta persidangan pemenuhan ketentuan formal di Pengadilan Pajak. Berdasarkan hasil evaluasi, proses yang dilakukan KKP FAVA telah sesuai dengan ketentuan hukum perpajakan dan tata cara yang berlaku. Laporan ini juga menguraikan refleksi pengalaman magang penulis di KKP FAVA, termasuk penguasaan teknis dan pemahaman mendalam atas proses penyelesaian sengketa pajak.

This internship report is prepared to evaluate the appeal process in PT OIK's tax dispute conducted by KKP FAVA. PT OIK is a food and beverage manufacturing company that faces several tax dispute cases. In this report, the dispute that will be discussed is related to Value Added Tax (VAT). The evaluation focuses on the suitability of the procedures implemented by KKP FAVA with the applicable standards and regulations, including the suitability of the timeline during the process of resolving tax disputes through appeals, filing appeals through the e-Tax Court, as well as the trial of compliance with formal provisions in the Tax Court. Based on the evaluation results, the process carried out by KKP FAVA is in accordance with the provisions of tax law and applicable procedures. This report also outlines a reflection of the author's internship experience at KKP FAVA, including technical mastery and in-depth understanding of the tax dispute resolution process."
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang kompetensi notaris di dalam membuat akta perjanjian perdamaian sebagai alternatif penyelesaian sengketa setelah adanya putusan majelis hakim Pengadilan Negeri yang telah berkekuatan hukum tetap. Penelitian yang digunakan sebagai bahan penulisan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Kompetensi Notaris dalam pembuatan Akta Perdamaian/dading atas suatu putusan Pengadilan Negeri yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap merupakan bagian dari kewenangan jabatan notaris sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kompetensi notaris di dalam membuat akta perdamaian setelah adanya putusan hakim pengadilan negeri yang sudah berkekuatan hukum tetap tidaklah juga berarti membatalkan putusan hakim dimaksud. Pengesampingan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dengan keberadaan akta perdamaian yang dibuat dan/atau di hadapan notaris tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Di dalam perspektif penyelesaian sengketa, perjanjian perdamaian yang dibuat dengan mengesampingkan putusan hakim pengadilan negeri yang telah berkekuatan hukum tetap dimungkinkan dengan adanya sifat mengikatnya putusan hakim, yaitu sifat hukum materiil yang menyatakan bahwa putusan hanya mengikat para pihak dan tidak memberi wewenang untuk mempertahankan hak seseorang terhadap pihak ketiga, sifat hukum dari putusan hakim sebagai sumber dari pada wewenang prosesuil yang menyatakan akibat putusan hakim bersifat hukum acara yaitu diciptakannya atau dihapuskannya wewenang dan kewajiban prosesuil, Sifat hukum dari putusan hakim sebagai bukti tentang apa yang ditetapkan didalamnya, sehingga mempunyai kekuatan mengikat para pihak.

ABSTRACT
This thesis discusses the notary competency in making a peace treaty act as alternative dispute resolution after the verdict of the panel of judges of the District Court which had a magnitude of fixed laws . Research literature is used as a normative legal research legal research that is done by examining the material library or mere secondary data . The results conclude that : Competency in the enactment of the Peace Notary / dading on the verdict of the District Court that already have permanent legal force is part of the authority of the notary as mandated in Law No. 30 of 2004 concerning the Notary Department . Competency notarial act in making peace after the verdict that the district court had not strength permanent law also means canceling verdict question. Waiver court decides that the law has been measuring stick with the existence of acts of reconciliation are made and / or in the presence of a notary is not inconsistent with applicable laws and regulations . In the perspective of mediation , conciliation agreement made by the district court verdict ruled that the law was still possible by measuring the verdict is binding nature , that is the nature of law material to the effect that the verdict is binding only on the parties and not give the authority to defend the rights of the third parties, the court decides the law of nature as the source of the authority of the state as a result prosesuil verdict nature or procedural law that is created, the authority and the obligation prosesuil done away with , the laws of nature verdict as evidence of what is specified therein, so that the binding strength of the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizaldi
"Skripsi ini membahas mengenai penyelenggaraan transaksi e-commerce dalam lingkup Business to Consumer dan penyelesaian sengketanya melalui metode Online Dispute Resolution. Perkembangan teknologi membuat penyelenggaraan transaksi perdagangan semakin modern. Dengan menggunakan internet, setiap orang dapat bertransaksi secara bebas dan melewati batas-batas geografis. Namun demikian, pemanfaatan teknologi dalam transaksi e-commerce tetap memiliki resiko sengketa. Oleh karena itu, perlu ada mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat mengakomodir kepentingan para pihak dalam transaksi e-commerce. Kedudukan konsumen dalam transaksi e-commerce juga menjadi sangat penting karena konsumen memiliki kedudukanyang lemah dalam bertransaksi dengan pelaku usaha. Dengan demikian, penyelenggaraan transaksi e-commerce dan penyelesaian sengketanya juga harus mempertimbangkan upaya perlindungan terhadap konsumen. Penelitian ini akan membahas mengenai ketentuan hukum di bidang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Perlindungan Konsumen, dan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berkaitan dengan penyelenggaraan transaksi e-commerce dalam lingkup B2C. selain itu peran BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen juga dibahas dalam hal penyelesaian sengeketa transaksi e-commerce dalam lingkup B2C. Terakhir, penelitian ini akan membahas model ODR yang diterapkan di China oleh China International Economic and Trade Arbitration Commision (CIETAC) berdasarkan CIETAC Online Arbitration Rules.

This thesis discussed application of B2C e-commerce transaction and its dispute resolution through online dispute resolution mechanism. The development of information technology around the world have made trading transaction more modern than ever. E-commerce now is a global phenomenon that makes peoples use internet to make a deal. Using internet, nowadays, peoples can communicate freely and make a cross border transaction. However, e-commerce transaction have risk of dispute. Therefore, there should be a dispute resolution mechanism which accommodate every party in e-commerce transaction. Consumer also have a significant role in developing e-commerce. Consumer is always been in a weak position when dealing with business in e-commerce transaction. Consequently, the performance of e-commerce transaction must also cover the consumer protection. This research describe the legal provision concerning B2C e-commerce in ICT aspect, consumer protection aspect, and arbitration and altervative dispute resolution aspect. It also describe the roles of BPSK as the consumer dispute resolution body in settling B2C e-commerce dispute. And in the last part, this research will also discussed about the relevant model of ODR which is applied in China by China International Economic and Trade Arbitration Commission (CIETAC) through CIETAC Online Arbitration Rules."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44951
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Oka Cahyadi Wiguna
"Abstrak
Perkembangan yang terjadi saat ini, banyak terjadi sengketa-sengketa pertanahan yang bersifat vertikal maupun horizontal. Permasalahan mengenai pertanahan yang terjadi sering disebabkan akibat salim klaim penguasaan hak atas tanah. Sengketa tanah yang dimaksudkan adalah sengketa perdata tentang tanah. Mewujudkan win-win solution dalam penyelesaian sengketa perdata tentang tanah relatif sulit dapat terwujud, apabila penyelesaiannya diselesaikan melalui sidang peradilan (litigation). Pilihan hukum (choice of law) yang dapat dipilih untuk memperoleh dan mewujudkan win-win solution dalam menyelesaikan sengketa perdata tentang tanah tentunya adalah melalui alternative dispute resolution. dengan cara negosiasi, mediasi dan konsiliasi. Dalam rangka penyelesaian sengketa perdata tentang tanah diselesaikan melalui alternative dispute resolution, maka penyelesaiannya tidak dapat mengabaikan asas-asas hukum yang berlaku mengenai perjanjian, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas itikad baik, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda dan asas personalitas"
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2018
340 JHP 48:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ancella Laksmaningtyas Utami
"Penelitian ini membahas mengenai kesepakatan perdamaian sebagai alternatif penyelesaian sengketa antarpersero dalam sebuah perseroan terbatas. Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat yaitu pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari negara untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam hubungan hukum yang terjadi antara mereka yang digunakan sebagai alat bukti akan dokumen-dokumen legal yang sah yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Dalam pelayanannya, Notaris terikat pada peraturan jabatan dan kode etik profesi sebagai notaris. Undang-Undang Jabatan Notaris menetapkan kewenangan, kewajiban, larangan, serta ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh tiap-tiap notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya yang berfungsi sebagai "kaidah hukum". Sementara Kode Etik Notaris memuat hal-hal baik dan buruk serta sanksi-sanksi yang dapat dikenakan jika ada yang melakukan pelanggaran, berfungsi sebagai "kaidah moral" bagi praktik kenotariatan di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif karena menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis. Metode analisa data secara kualitatif sehingga bentuk hasil penelitian ini berbentuk eksplanatoris analitis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa bisnis melalui jalan pengadilan dianggap kurang menguntungkan bagi pelaku bisnis sebab selain mahal, prosesnya panjang, dan berbelit-belit. Wewenang utama dari notaris adalah membuat akta otentik. Kesepakatan perdamaian secara tertulis dapat dibuat di hadapan notaris sehingga menjadi akta otentik. Oleh karena itu, kesepakatan perdamaian memiliki tiga kekuatan pembuktian seperti halnya akta otentik, yaitu pembuktian formil, pembuktian materiil, dan pembuktian lahir atau keluar. Kesepakatan perdamaian yang merupakan alat bukti tertulis, memberikan sumbangan nyata dalam alternatif penyelesaian sengketa secara hemat waktu dan biaya.

Research discuss about peace agreement as an alternative dispute resolution between the parties of company. Public Notary as public servant functioned as official legally appointed by the government for attributive authority of the state to serve the public in their legal associations to be used as an evidence of legal documents which attain as a perfect evidence. The Law No. 30 of 2004 concerning Notary determine the authority, duties, prohibitions as well as other stipulations to be observed by each public notary in performing their duty and post and function as "principles of law" for the notary, while the Code of Ethics for Public Notary which contain the decent and adverse issues as well as sanctions imposed to violation on the code functioned as "moral principles" for notaries practice in Indonesia. Approaching method use normative juridical because of emphasizing secondary data that is written law norm. Data analyze method is qualitative, so that the format of research result is analytical explanatory.
Research result show that dispute resolution for business dispute through litigation process has less benefit. Business people consider that litigation way needs high cost, long process, and complicated. The main authority of notary is creating authentic document. Peace agreement in writing can be made by the presence of notary, thus becomes authentic document. Therefore a peace agreement has three strength of evidence that is formal, material, and outer. Peace agreement is such a written evidence that giving real contribution in alternative dispute resolution because it is cost-effective and saving time."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28039
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Salsabila
"Pengadilan Pajak merupakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam memutus perkara terkait sengketa pajak dan menjalankan fungsi perlindungan hukum bagi Wajib Pajak yang mencari keadilan di bidang perpajakan. Namun, fenomena yang terjadi hingga saat ini bahwa disparitas putusan Pengadilan Pajak atas kasus serupa masih sering terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alasan terjadinya perbedaan dan kepastian hukum pada putusan banding yang dikeluarkan oleh Pengadilan Pajak atas sengketa Branch Profit Tax BUT migas dengan mengambil dua putusan Pengadilan Pajak BUT X No. PUT-108978.36/2011/PP/M.XVIB Tahun 2019 dan PUT- 006362.36/2018/PP/M.IA Tahun 2020. Metode penelitian yang digunakan berupa pendekatan kualitatif dengan melakukan studi literatur dan studi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi pada kedua putusan tersebut disebabkan oleh perbedaan interpretasi Hakim dalam memahami konsep bagi hasil yang tertera dalam Production Sharing Contract Sanga Sanga serta pemanfaatan tax treaty dalam menetapkan tarif Branch Profit Tax dan kepastian hukum dari putusan tersebut masih belum terpenuhi baik dari sisi konsistensi putusan dan belum didasarkan pada ketentuan hukum yang jelas.

The Tax Court is an institution that has the authority to decide cases related to tax disputes and carries out the function of legal protection for taxpayers seeking justice in the taxation sector. However, the phenomenon that has occurred up to now is that the disparity of court decisions on similar cases is still common. This study aims to analyze the reasons for the differences and the law in the appeal decision issued by the Tax Court on the Profit Tax dispute of the BUT Oil and Gas Branch by taking two decisions of the BUT X Tax Court No. PUT-108978.36/2011/PP/M.XVIB Year 2019 and PUT- 006362.36/2018/PP/M.IA Year 2020. The research method used is a qualitative approach by conducting literature studies and field studies. The results of the study indicate that the differences between the two decisions are caused by differences in the interpretation of the judge in understanding the concept of profit sharing stated in the Production Sharing Contract Sanga Sanga and the use of tax treaties in setting the Branch Profit Tax rate and the legal certainty of the decision has not been fulfilled either from in terms of consistency of decisions and not yet based on clear legal provisions."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Hendro Santoso
"Siapapun yang mengajukan sengketa perdata ke pengadilan tentu berharap untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. Berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Pemeriksaan perkara senantiasa diakhiri dengan putusan, akan tetapi dengan dijatuhkan putusan saja belumlah selesai persoalannya. Hakim adalah manusia biasa karena itu suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Maka oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan. Mulai dari perlawanan, banding sampai kasasi yang merupakan upaya hukum biasa sampai dengan peninjauan kembali yang merupakan upaya hukum luar biasa. Para pihak dalam perkara dapat menggunakan sarana ini, apakah itu karena alasan hukum atau bukan. Peninjauan kembali dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena merupakan upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan peninjauan kembali masih bisa menyisakan masalah apabila masih ada putusan peninjauan kembali yang bertentangan dengan putusan peninjauan kembali yang sudah ada karena obyek perkaranya sama. Untuk alasan itu Mahkamah Agung menerbitkan SEMA No. 10 Tahun 2009 yang memberikan jalan keluar untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan peninjauan kembali atau permohonan peninjauan kembali yang kedua.

Whoever filing a civil suit to the court will surely expect to obtain solution or settlement. Based upon Law Number 48 Year 2009 regarding Judicial Authority, the Court shall be forbidden to refuse examining, hearing, and deciding upon a case filed on the argument that there is no rule of law or it is unclear, but on the contrary the court shall be obliged to examine and to hear it as well. The examination of a case shall be often ended with a decision, however, by handing down a decision, the problem has not been guaranteed to come to its end. In fact, a Judge is just a human being, and therefore the decision of a Judge can be wrong or erroneous, even it shall not be impossible to be one-sided. Accordingly, for the sake of truth and justice, every decision of a Judge should be re-examined in order to correct any possible error and mistake in handing down a decision. Generally, for any decision of a Judge, legal remedies have been provided namely the efforts or instruments to prevent or to correct the error in any decision, starting from resistance, appeal up to cassation which constitute ordinary legal remedies up to the judicial review which constitutes extra ordinary legal remedy. The parties in a case can take use of these legal remedies, either due to legal reason or not. The Judicial Review is called as extra ordinary legal remedy as it constitutes a legal remedy towards the decision of the court which has already had permanent legal force. The decision of Judicial Review still can leave problem behind if the decision of the Judicial Review is contrary to the existing decision of Judicial Review due to the similar object of the case. Accordingly, based on this fact, the Supreme Court has issued SEMA No. 10 Year 2009 providing the possibility to file an application for judicial review towards the decision of judicial review or the second judicial review application."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reina
"Kepastian hukum dalam upaya penyelesaian sengketa merupakan faktor terpenting dalam terciptanya perlindungan konsumen. Awal pergerakan perlindungan konsumen di dunia salah satunya berkaitan dengan adanya revolusi industri yang mengubah kedudukan konsumen dan pelaku usaha, perkembangan industrialisasi dan globalisasi yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa dilakukan dengan sengketa alternatif. Permasalahan dalam penelitian ini dimulai dari bagaimana perbandingan proses penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia dan bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen melalui penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia dilaksanakan untuk memperoleh kepastian hukum bagi konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal yang menggunakan pendekatan komparatif. Hasil dalam penelitian ini adalah Perbandingan penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia, dalam hal penyelesaian sengketa melalui sengketa alternatif, baik di amerika dan di Indonesia tidak ditemukan perbedaan yang mendasar yang mengkhususkan terhadap konflik antara konsumen dan pelaku usaha. Di Indonesia khususnya penyelesaian sengketa konsumen melalui alternatif dilaksanakan oleh BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan diberikan kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Secara kelembagaan BPSK dibentuk berdasarkan adopsi dari model small claim tribunal, seperti yang ada di Amerika Serikat namun pada akhirnya pembentukan BPSK didesain dengan memadukan kedua model small claim tribunal diadaptasikan dengan model pengadilan dan model penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution-ADR) yang menggunakan ciri khas penyelesaian sengketa alternatif khas Indonesia. Namun pada pelaksanaannya keputusan BPSK belum dapat mewujudkan kepastian hukum pada Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “Putusan Majelis bersifat final dan mengikat”, yakni dengan menambahkan ketentuan bahwa Putusan BPSK wajib memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan lain sebagainya

Legal certainty regarding dispute resolution is the most important factor in the creation of consumer protection. One of the early movements of consumer protection in the world was related to the industrial revolution which changed the position of consumers and business actors, the development of industrialization and globalization that occurred in the United States and Europe which in resolving dispute resolution carried out with alternative dispute. The problem in this research starts with how the consumer dispute resolution process in the United States and Indonesia compares and how the consumer dispute resolution process in Indonesia is implemented to obtain legal certainty for consumers in Indonesia. The research method used in this research is doctrinal research that uses a comparative approach. The results in this study are a comparison of consumer dispute resolution in the United States and in Indonesia, in terms of dispute resolution through the courts, both in America and Indonesia there are no fundamental differences that specialize in conflicts between consumers and business actors. In Indonesia, especially through alternative consumer dispute resolution implemented by BPSK as an alternative dispute resolution institution outside the court, it is given judicial authority to resolve small-scale and simple consumer disputes. Institutionally BPSK was formed based on the adoption of the small claim tribunal model, as in the United States but in the end the formation of BPSK was designed by combining the two small claim tribunal models adapted to the court model and the alternative dispute resolution (ADR) model which uses typical Indonesian alternative dispute resolution characteristics specifically in relation to the law assurance, Article 54, paragraph (3) of Law on Consumer Protection that reads “The decision of Assembly shall be final and binding”, and adding the provision that the decision of BPSK shall contain the heading “For the sake of Justice under the One Almighty God”, and others."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayangsari Nurul Imani
"Penelitian ini menganalisis bagaimana upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa konstruksi akibat perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak dalam perjanjian jasa konstruksi. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Penulis menguraikan dan menganalisis tiga permasalahan dalam penelitian ini, yaitu faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa konstruksi berdasarkan ketentuan dalam perjanjian jasa konstruksi, upaya untuk menyelesaikan sengketa konstruksi akibat adanya perbuatan wanprestasi oleh para pihak dalam perjanjian jasa konstruksi, dan pendapat pengadilan dalam penyelesaian sengketa konstruksi pada Perkara No. 692/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Utr. Hasil penelitian menunjukkan sengketa konstruksi biasanya terjadi disebabkan unsur ketidakpastian, permasalahan pada perjanjian, dan ketiadaan standar perjanjian yang jelas. Faktor teknis dan mutu, waktu, serta biaya juga dapat menjadi pemicu timbulnya sengketa konstruksi. Penyelesaian sengketa konstruksi dapat dilakukan secara litigasi melalui pengadilan maupun non litigasi melalui alternatif penyelesaian sengketa (alternatif dispute resolution), seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, dan arbitrase. Adapun pada contoh kasus dalam penelitian ini, sengketa diselesaikan melalui litigasi di pengadilan dan Majelis Hakim menilai adanya perbuatan wanprestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian jasa konstruksi.

This research analyzes how dispute resolution efforts can be made in the event of a construction dispute due to default committed by a party in a construction service agreement. This research is prepared using a doctrinal research method. The author describes and analyses three problems in this research, namely the factors that cause construction disputes based on the provisions in the construction service agreement, efforts to resolve construction disputes due to default by the parties in the construction service agreement, and the court's opinion in resolving construction disputes in Case No. 692/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Utr. The results show that construction disputes usually occur due to elements of uncertainty, problems in the agreement, and the absence of clear agreement standards. Technical factors and quality, time, and cost can also trigger construction disputes. Settlement of construction disputes can be done by litigation through the court or non-litigation through alternative dispute resolution, such as consultation, negotiation, mediation, conciliation, expert judgement, and arbitration. As for the case example in this study, the dispute was resolved through litigation in court and the Panel of Judges considered that there was an act of default by one of the parties in the construction service agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>