Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121346 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Raina Surtiani
"ABSTRAK
Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis unsur pragmatik, yaitu implikatur percakapan dan pelanggaran maksim yang terdapat pada web drama Gogh rsquo;s Starry Night. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik kajian pustaka. Manusia sebagai makhluk sosial berinteraksi menggunakan bahasa yang merupakan sarana efektif untuk berkomunikasi satu sama lain. Dalam praktiknya, penutur bahasa banyak menggunakan implikatur dan pelanggaran maksim untuk mencapai tujuan tertentu dan menyampaikan maksud tertentu secara tidak langsung. Karakter-karakter pada drama Gogh rsquo;s Starry Night banyak menggunakan implikatur percakapan dan melakukan pelanggaran maksim demi mencapai tujuan yang diinginkan. Pelanggaran maksim yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pada drama ini berupa flouting a maxim dan violating a maxim, serta pelanggaran pada maksim relevansi, maksim pelaksanaan, dan maksim kuantitas, dilakukan untuk mengecoh dan menyenangkan mitra tutur, serta untuk menyampaikan maksud yang ingin disampaikan tanpa perlu mengatakannya secara langsung.

ABSTRACT
This journal focuses on analyzing the pragmatic elements, which are the conversational implicature and violation of maxims, from dialogues used in Gogh rsquo s Starry Night. This journal uses qualitative method with the technique of literature review. As social beings, humans are interacting with language, which is an effective way to communicate with one another. In real life, speakers use a lot of implications and maxim violations to achieve certain goals or to deliver their intentions indirectly. Characters in Gogh rsquo s Starry Night use a lot of conversational implicatures and violating maxims to attain those goals. Maxim violations which are used by the characters on this drama such as flouting a maxim, violating a maxim, and the violation of maxim of relevance, maxim of manner, and maxim of quantity, are used to deceive and satisfy the hearer, or to tell the truth without saying it directly."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Nisrina Ayu Sugiharto
"ABSTRAK
Skripsi ini merupakan penelitian mengenai penggunaan pelanggaran maksim
percakapan sebagai strategi dalam menghasilkan humor verbal dalam sketsa komedi
Little Britain. Dengan menampilkan parodi dari orang-orang dari berbagai lapisan
masyarakat di Britania, serta mengambil latar belakang sejumlah wilayah di Britania,
sketsa komedi ini menghadirkan serangkaian kelucuan lewat komunikasi verbal
maupun non verbal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitaif
dengan menggunakan gabungan dua teori yakni antara teori linguistik, yakni teori
pragmatik maksim percakapan dan implikatur percakapan, serta teori psikologi
humor berupa teori keganjilan-resolusi (the incongruity-resolution theory). Tujuan
penulisan skripsi ini untuk menunjukkan bahwa dalam humor, khususnya humor
verbal, pelanggaran kaidah berbahasa, yakni berupa pelanggaran maksim percakapan,
berakibat pada keganjilan yang pada akhirnya dapat menghasilkan efek humor dalam
humor verbal. Namun, tidak berarti bahwa keganjilan yang dihasilkan oleh
pelanggaran maksim percakapan tersebut membuat humor tersebut tidak memiliki
makna, sebaliknya, kita dapat menangkap makna dari keganjilan dalam humor verbal
tersebut seraya menikmatinya dengan suka cita. Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam kajian humor dengan melihat bagaimana maksim
percakapan menjadi strategi dalam menghasilkan humor verbal.

Abstract
This study is conducted to highlight the use of violating conversational maxims as
a strategy in generating verbal humor in Little Britain, a British character-based
comedy sketch.Through featuring a parody of British people and taking the
background of some areas in Britain, this comedy sketch presents humour through
both verbal and non-verbal forms of communication. This study used qualitative
and quantitative methods using pragmatics theory, namely conversational maxim
and implicature, as the main theory and incongruity-resolution theory as the
supporting theory. The purpose of this study is to show that the violation of
conversational maxims in a verbal interaction could cause an incongruity and thus
result in humor effect through verbal interaction. However, it does
not mean that the humor itself does not convey any message. The message can be
received as well as we enjoy this comedy sketch. This study is expected to be a
contribution in seeing how violating the conversational maxim can be a strategy to
generate verbal humor."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43609
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nafira Lufiani
"Ketika manusia berkomunikasi dengan manusia lain, biasanya kita sering membuat asumsi bersama dengan pendengar untuk mengembangkan arti dari percakapan tesebut. Menurut Grice, pendengar dan pembicara menyampaikan asumsi dasar dalam percakapan yang mendukung mereka untuk berkomunikasi dengan mudah. Jurnal ini akan membicarakan tentang pelanggaran maksim dalam film "Phone Booth". Saya akan menganalisa percakapan dalam film tersebut untuk menemukan maxim apa saya yang terjadi, bagaimana maxim terjadi dan mengapa maxim dapat terjadi. Hasil analisis menunjukan bahwa di dalam film “Phone Booth” ditemukan pelanggaran maximdan terdapat tiga jenis pelanggaran maksim di dalam film tersebut.

When we speak to another people, we make a key assumption together with the listeners in order to develop a meaningful conversation. According to Grice, during conversation the speakers and the listeners present certain basic assumptions, which sustain them to communicate swiftly and effortlessl y. This paper will discuss the violation of Grice's maxims in "Phone Booth" movie. I will analyze the conversation in that movie to discover what maxim occurs in the conversation, how the violation of Grice's maxim occurs and why it occurs. In” Phone Booth” movie, I found some violence in using Maxims. The result of the analysisshows that there are three violation of maxims in the movie."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Huda Mahmuda
"ABSTRAK
Penggunaan bahasa untuk menyampaikan sesuatu yang kasar merupakan hal yang lazim saat ini, bahkan bagi remaja. Fenomena ini sudah ditampilkan dalam banyak film, seperti The Edge of Seventeen 2016 . The Edge of Seventeen 2016 adalah sebuah film komedi-drama tentang perjuangan Nadine, tokoh utama, dalam tumbuh dewasa, terutama ketika dia merasa tidak ada siapa-siapa di sisinya. Penelitian ini berfokus pada bagaimana Nadine mengutarakan kekasaran melalui penggunaan bahasanya dalam percakapan. Percakapan tersebut dianalisis menggunakan model ketidaksantunan Culpeper, maksim percakapan Grice, dan teori tindak tutur Austin. Data dianalisis untuk menentukan strategi dan maksim yang digunakan, serta tindak tuturnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana strategi ketidaksantunan dan maksim digunakan, dan tujuannya dalam ujaran tertentu. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada makna yang tersembunyi dan tujuan dari ujaran yang menggunakan strategi ketidaksantunan dan melanggar maksim pada konteks tertentu. Dengan menganalisis percakapan-percakapan tersebut, terbukti bahwa kekasaran dalam bahasa bukan hanya sekedar kekasaran, tetapi juga mempunyai makna tersembunyi dan tujuan dalam setiap konteks.

ABSTRACT
Nowadays, using language to utter rudeness is prevalent, even for teenagers. This phenomenon has been included into many films, such is The Edge of Seventeen 2016 . The Edge of Seventeen 2016 is a coming of age comedy drama film about the struggle of growing up for Nadine, the main character, especially when she feels that there is no one on her side. This study focuses on how Nadine utters the rudeness through her language. Her utterances are analyzed with Culpeper rsquo s impoliteness model, Grice rsquo s conversational maxims, and Austin rsquo s speech act. The data are analyzed by determining the strategy and maxims used and the speech acts behind them. This study aims to determine to what extent the impoliteness strategy and the conversational maxims are used as well as their purpose in certain utterances. The findings of the study show that there are underlying meanings and purposes to the utterances which use the impoliteness strategy and flout the conversational maxims in certain context. By analyzing the conversations, it is evident that the rudeness in the language is not merely rudeness, but it rather has underlying meanings and purposes in each context. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Robbi Nurdin Hidayat
"Dalam melakukan interaksi, penutur memiliki tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut, penutur terkadang mengucapkan tuturan yang tidak sesuai dengan prinsip kerja sama, sehingga penutur melakukan pelanggaran bidal percakapan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah pelanggaran bidal percakapan yang sengaja (Flouting the Maxims) dilakukan oleh kedua tokoh utama (Harold dan Kumar), sehingga menimbulkan variasi tujuan dari pelanggaran tersebut. Penelitian ini menganalisis percakapan dalam film Harold and Kumar Go to White Castle.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan alasan melakukan pelanggaran bidal dalam percakapan, mengungkapkan tujuan dan implikasi dari pelanggaran bidal, dan mengetahui hubungan antara konteks dan pelanggaran bidal. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif karena sumber data analisis merupakan percakapan yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat. Teknik pengumpulan data melalui teknik pengamatan dan pencatatan. Data dalam penelitian ini berjumlah 31 penggalan percakapan. Metode penelitian ini menggunakan teori Grice (1975) yaitu prinsip kerja sama bidal percakapan dengan menjelaskan konteks dan pelanggaran bidal.
Kesimpulan dari penelitian ini ditemukan 47 pelanggaran bidal. Kemudian, variasi tujuan yang ditemukan dari pelanggaran bidal percakapan dikelompokkan ke dalam 5 kategori yaitu Ekspresif seperti menyenangkan hati, lelucon atau gurauan, menghibur, menenangkan, meminta maaf, menjaga perasaaan, dan mengutarakan sesuatu, Komisif seperti memendam kekesalan, menghindari bahaya, melindungi, menjaga reputasi, dan menyembunyikan, Representatif seperti meminta bantuan, menyatakan putus asa, menolak, meyakinkan, menghindari amarah, dan menunjukkan, Direktif seperti memberitahukan, menyatakan kejujuran, menyatakan keberanian, meminta penjelasan, menyelamatkan diri, menegaskan, memprediksi, dan meminta klarifikasi, dan Indirektif seperti mengabaikan dan mengalihkan pembicaraan. Korelasi yang muncul antara konteks dan pelanggaran bidal adalah sebab-akibat.

In a conversation, speakers have a certain purpose. To achieve the purpose, they sometimes intentionally flout the maxims by saying something unmatched with the topic of the conversation. This is called flouting the maxims in Co-operative Principle concept. The problem of this research is flouting the maxims deliberately to achieve the purpose of the conversation by analyzing the context and the flouts of the maxims. This research analyzes utterances on the movie Harold and Kumar Go to White Castle.
This research aims to find out flout of the maxims on the movie, reveal the implication and the purpose of flouting the maxims, and know the correlation between context and flouting the maxims. This is a qualitative and descriptive research because the data and the result of the research are not presented in forms of numbers or statistic. Moreover, the source of data analysis is conversation explained in words or sentences form. Observing and note taking are the methods in collecting the data. The data in this research are 31 conversations and each of the conversation is supported by its context. Theory used in this research is Co-operative Principle, Implicature, and Conversational Maxims introduced by Grice (1975).
By analyzing the situation and flouting the maxims, the writer found 47 violations. The writer also concludes there are variations of purposes found in this research which are classified into 5 categories. First is Expressive such as to please someone, joking, entertain, calm someone down, apologize, save face, and say something. Second is co missive such as to hide a fact, prevent, protect, and keep reputation. Third is Representative such as to ask for help, desperation, refuse, convince, and show something. Fourth is Directive such as to inform, be honest, express braveness, and clarifying. Fifth is Indirect such as to ignore and shift a talk. From these results, it concludes that speakers flout the maxims to achieve a purpose in a conversation. The correlation between context and flouts of the maxims is cause-effect relation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Winanti Rahayu
"Sebagai makhluk sosial, kita tidak dapat dipisahkan dari komunikasi dan interaksi sosial dengan orang lain. Seperti yang telah kita ketahui, untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, kita membutuhkan bahasa. Bahasa merupakan elemen penting dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial, bahasa juga berperan penting dalam menjaga hubungan sosial di antara pemakainya. Dalam berkomunikasi, terdapat prinsip-prinsip kerjasama yang mengatur kita dalam berkomunikasi. Prinsip-prinsip kerjasama tersebut terdiri dari beberapa maksim. Namun, dalam prosesnya, kita seringkali melanggar maksim-maksim tersebut dengan tujuan sebagai strategi menarik perhatian kawan bicara. Dalam film Madagascar 3: Europe‟s Most Wanted terdapat banyak pelanggaran maksim sebagai strategi persuasi. Dengan menggunakan teori implikatur percakapan, teori retorik, dan teori-teori lain, seperti teori kesantunan, teori co-active persuasion, dan teori relasi kuasa, akan membantu untuk menganalisis pelanggaran maksim sebagai strategi persuasi. Temuan dari penelitian ini adalah pelanggaran maksim dapat digunakan sebagai strategi persuasi.

As social beings, we cannot be separated from social interaction and communication. We need to interact and communicate with other people. As we all know, to communicate and interact with other people, of course, we need a language. Language is foremost a means of communication and interaction. As a communication tool in social interaction, language is also important in keeping a good social relation among language users. There are cooperative principles which control us in the way we communicate with others. The cooperative principles contain some maxims. Yet, in the middle of conversation, we usually flout or violate the maxims in order to attract the hearers. In the movie Madagascar 3: Europe‟s Most Wanted, there are so many flout of maxims or exploit of maxims which is done by Alex, Marty, Melman, and Gloria as a persuasion strategy. By using conversational implicature theory, rhetoric theory, and some theories like politeness theory, co-active persuasion theory, and power relation theory will help to analyze this research on the use of flouting maxims and violating maxims as persuasion or rhetoric strategy. The finding of this research is that flout of maxims or exploit of maxims can be used as persuasion strategy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44589
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moore, Alan
"A powerful story about loss of freedom and individuality, V FOR VENDETTA takes place in atotalitarian England following a devastating war that changed the face of the planet. In a world without political freedom, personal freedom and precious little faith in anything, comes a mysterious man in a white porcelain mask who fights political oppressors through terrorism and seemingly absurd acts in this gripping tale of the blurred lines between ideological good and evil."
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006
741.5 Moo v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Istanto Aldy Nugroho
"Isu sistem pemerintah yang Totaliter di Inggris selama bertahun-tahun diadaptasi dalam film V for Vendetta (2005). Cara kepemimpinan yang ketat seperti membuat kebijakan yang hanya memihak pemerintah adalah cara bagaimana sistem pemerintah totaliter mengontrol dan mengatur pihak masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan kondisi negara yang teratur. Kuasa pihak pemerintah yang totaliter sudah merenggut kebebasan yang dimiliki oleh pihak masyarakat. Akibat penindasan kepada pihak masyarakat, pemberontakan pun terjadi, dan film ini memperlihatkan bahwa pihak masyarakat juga dapat menggunakan kuasa mereka untuk meruntuhkan dan mendominasi pihak pemerintah. Jadi, terdapat pergeseran kuasa dari pihak pemerintah ke pihak masyarakat. V for Vendetta adalah film yang memperlihatkan bahwa pihak masyarakat yang lemah dapat melawan balik pihak pemerintah yang kuat dengan membunuh beberapa aparat pemerintah dan juga properti-properti pemerintah. Dengan menggunakan teori Michel Foucault tentang relasi kuasa, penelitian ini menampilkan bagaimana film V for Vendetta mengilustrasikan pihak masyarakat yang memulai pemberontakan kepada pihak pemerintah dari satu tokoh yaitu V hingga mencakup seluruh pihak masyarakat di Inggris. Melalui penelitian ini, peneliti akan menampilkan bahwa kuasa tidak hanya dimiliki oleh pihak yang kuat, tetapi kuasa juga dapat dimiliki oleh pihak yang lemah.

The issue of totalitarian government as depicted in the movie V for Vendetta (2005) was shown to have existed in Britain for years. Leading strictly and making several regulations arbitrarily were the ways of the totalitarian government to control and regulate the society in order to create a like-minded country. The power of the totalitarian government had snatched the identity and freedom of the society. Due to the oppression to the society in Britain, resistance occurred, and the movie shows that the society can also use their power to overthrow the totalitarian government. Thus, there was a shift of power from the totalitarian government to the society. V for Vendetta is the movie which shows that the powerless society can also fight back a powerful government by killing several governments’ people and also its properties. Using Michel Foucault’s theory of power relation, the paper shows how the movie V for Vendetta illustrates how the society begins the rebellion toward the government from one person whom V until whole of the society in Britain. Through this research, I will show that power is not always owned by the powerful party, but it can also be owned by the powerless party."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Pratiwi Kusumo Wardhani
"Penulisan ini bertujuan untuk melihat dan menjabarkan lebih lanjut dalam pengidentifikasian penggunaan teori maksim Grice dalam iklan Sariwangi versi atap bocor apakah telah diaplikasikan secara baik atau tidak. Berdasarkan teori yang dibangun oleh Paul Grice, penulisan ini akan mendefinisikan berbagai macam tipe maksim yang ditemukan dalam suatu percakapan, mengidentifikasi pelanggaran, dan juga alasan mengapa percakapan tersebut dikategorikan sebagai maksim atau pun pelanggaran. Pada dasarnya, penerima akan mendapat pesan yang diberikan oleh penutur secara baik jika penutur mengaplikasikan aturan-aturan maksim dalam percakapannya. Sehingga, hal itu dapat meminimalisir pengertian yang ambigu atau membingungkan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam mempresentasikan korelasi antara teori dan data. Iklan Sariwangi versi atap bocor ini dipilih sebagai data yang akan dilampirkan dialog percakapannya. Dengan membaca penulisan ini secara lebih dalam, diharapkan penelitian ini akan menambah pengetahuan pembaca dalam membedakan dan mengaplikasikan aturan-aturan maksim. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan tiga pengaplikasian maksim dan juga dua pelanggaran yang dilakukan oleh penutur dalam iklan ini.

This writing aims to see and elaborate more on identifying the use of Grice’s conversational maxims on Sariwangi ‘leaked roof’ version TV advertisement, whether it has been adapted properly or not. Based on the theory which is conducted by Paul Grice, this writing will elaborate the type of maxims in each part of conversation, finding violation, and also proposing the reason why it is categorized. The way the receiver will get the purpose appropriately if the sender applies the rule of maxims or ambiguous meaning will occur if the sender violates the rule of maxims.
This research uses qualitative descriptive method to present the correlation between the theory and the data. Sariwangi ‘leaked roof’ version TV advertisement is selected as a data which the transcript of conversation will be included. By reading this finding thoroughly, it will enrich the readers’ knowledge to distinguish and apply the rules of maxims. The results have been found that there are three maxims which are found including the two violations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>