Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45095 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tujuan: Mengetahui proporsi kasus SARI yang disebabkan oleh virus infl uenza. Metode yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan virus infl uenza adalah metode Reverse Transkriptase - Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Metode: Usap tenggorok yang diambil dari pasien yang memiliki simptom mengarah ke SARI di ekstrak untuk memperoleh RNA, kemudian diamplifi kasi menggunakan 5 pasang primer dan probe (infl uenza A, Infl uenza B, A/H1N1, A/H3N2 dan A/H5N1) dengan metode real-time RT-PCR.
Hasil: Dari 549 sampel diketahui bahwa 6% pasien SARI disebabkan oleh virus Infl uenza, dan 4% disebabkan oleh virus Infl uenza A, 2% disebabkan oleh virus Infl uenza B. Virus infl uenza A yang paling banyak menyebabkan SARI adalah virus A/H3N2. Sedangkan 94% dari keseluruhan sampel SARI yang diterima menunjukan hasil negatif terhadap Infl uenza.
Kesimpulan: Sebagian besar kasus SARI tidak disebabkan oleh virus infl uenza. Virus infl uenza A yang paling sering menyebabkan SARI adalah A/H3N2. Kondisi bahwa Kasus fl u burung A/H5N1 sudah pernah diidentifi kasi di Indonesia serta penyebaran virus baru infl uenza A/H1N1 pada tahun 2009 meningkatkan kembali pentingnya survelians SARI.

Aim: To access the proportion of Infl uenza which caused SARI cases Methods: From April 2008 until March 2009, 549 samples of nasal and throat swabs were collected from SARI patients from eight hospitals in eight provinces in Indonesia.
Methods: The samples were analyzed for Infl uenza by real-time RT-PCR method using several specifi c primers for infl uenza A (A/H1N1, A/H3N2 and A/H5N1) and Infl uenza B. The sequence of these primers was provided by CDC, Atlanta.
Results: We found 516 (94%) of the specimens testing results were not infl uenza A or B viruses. There was 21 (4%) cases caused by infl uenza A and 12 (2%) caused by infl uenza B. From the infl uenza A cases, one case of SARI was caused by A/H1N1, two cases were A/H5N1, 17 cases were A/H3N2 and one case was unsubtypeable Infl uenza A.
Conclusion: The majority of SARI cases were not caused by infl uenza viruses. From this surveillance the most common infl uenza A related to SARI is A/H3N2. Facts of the avian infl uenza virus A/H5N1 cases have been found in Indonesia and the spread of novel virus infl uenza A/H1N1 in 2009 raised our concern about the importance of SARI surveillance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ihdina Inti Rachma
"Avian influenza H5N1 ningga november 2007 telan menyerang dan menevvaskan 81orang dari 102 orang yang terinfeksi di Indonesia. Pada saat ini, masalan penting yang dikuatirkan oleh para anli adalah kemungkinan munoulnya subtipe baru virus influenza yang mampu menular antar manusia_ Hal ini dapat terjadi senubungan dengan adanya virus subtipe baru yang mungkin terbentuk akibat mutasi atau reasorsi (reassortment) virus avian influenza asal unggas dan virus human imfuenza. lV|utasi pada virus influenza dapat menimbulkan perubanan komposisi atau susunan asam amino pada virus yang dapat mempengaruni aktivitas virus.
Penelitian melalui bioinformatika pada beberapa virus avian imfuenza menunjukkan banvva, dibandingkan dengan NA (Neuraminidase) dan NP (Nuk/eoprotein), ternyata HA (Haemagg/utinin) Iebin mudan mengalami mutasi_ Kemampuan virus Avian imfuenza untuk melakukan mutasi memungkinkan virus untuk berubah sifat patogenisitasnya.
Pada penelitian ini dilakukan analisis mutasi yang terjadi pada virus H5N1 yang terjadi di Indonesia, dengan Cara melihat perubanan nukleotida dan analisis posisi epitop pada asam aminonya. Dengan demikian dapat diperkirakan apakan mutasi tersebut dapat mempengaruhi patogenitas atau tidak. Virus yang dianalisis diambil hanya dari kasus H5N1 yang menyerang manusia.
Penelitian ini menggunakan metode Sequence allignment dengan program MAFFT dan prediksi epitop menggunakan program IMMUNEEPITOPE Didapatkan banyak sekali perubanan nukleotida pada sekuen hemagglutinin pada H5N1 di Indonesia, namun berdasarkan prediksi epitope ternyata belum mengalami mutasi yang cukup drastis ningga menguban patogenitas virus tersebut."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfi Fauziah
"Tesis ini membahas pengelompokan virus-virus influenza A. Virus influenza A adalah virus RNA yang berbahaya, karena memiliki kemampuan mutasi yang tinggi dan menyebabkan wabah di beberapa negara. Dengan kemajuan bioinformatika, virus-virus dapat dikelompokkan dengan menganalisis sekuens-sekuens protein dari virus-virus tersebut. Markov clustering (MCL) telah diaplikasikan dengan baik pada bioinformatika, seperti; mengelompokkan jaringan-jaringan antara protein yang satu dengan yang lain, jaringan kemiripan antar protein, dan penentuan keluarga protein.
Tujuan penelitian ini adalah mengelompokkan virus-virus influenza A berdasarkan protein hemaglutinin (HA) menggunakan algoritma Markov clustering (MCL) dan program menggunakan perangkat lunak Octave berbasis open source. Simulasi program menggunakan tiga buah faktor penggelembungan yang berbeda, yaitu; r = 1.5, r = 2.0, dan r = 2.5.
Pengelompokan virus-virus influenza A menghasilkan dua kelompok. Kelompok pertama dengan pusat kelompoknya A/duck/Jiangsu/115/2011(H4N2) dan kelompok kedua dengan pusat kelompoknya A/duck/Victoria/0305-2/2012 (H5N3). Struktur pengelompokan virus-virus influenza A berdasarkan sekuens protein hemaglutinin (HA) yang diperoleh dengan menggunakan algoritma Markov clustering (MCL) mempunyai kemiripan struktur dengan struktur pengelompokan protein hemaglutinin (HA), dengan demikian pengelompokan virus-virus influenza A dapat mengacu pada pengelompokan keluarga protein hemaglutinin (HA).

The focus of this study is the clustering of influenza A viruses. Influenza A virus is an RNA virus that is dangerous, because it has a high mutation capability and caused outbreaks in several countries. With the development of bioinformatics, the viruses can be clustered by analyzing the protein sequences of these viruses. Markov clustering (MCL) has been very well applied to bioinformatics, such as to cluster protein-protein interactions (PPI) networks, determine the similarity between the protein network, and determine the protein families.
The aim of this study is to cluster influenza A viruses based on hemagglutinin protein (HA) using Markov clustering (MCL) and programs using software Octave which based on open source. The simulation of program using three different inflation factors, ie; r = 1.5, r = 2.0 and r = 2.5.
Clustering of influenza A viruses resulted in two clusters. The center of the first cluster is A / duck / Jiangsu / 115/2011 (H4N2) and the center of the second cluster is A / duck / Victoria / 0305-2 / 2012 (H5N3). Clustering structure of influenza A viruses using Markov clustering (MCL) have the similar structure with clustering structure of the hemaglutinin protein (HA), thus clustering of influenza A viruses can refer to the clustering of hemagglutinin proteins (HA) families.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlya Niken Pradipta
"Penyakit Influenza adalah salah satu penyakit ISPA yang mendapat perhatian karena dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia positivity rate influenza mencapai 40,3%, dimana virus yang teridentifikasi adalah virus A (subtype H1N1Pdm09 dan AH3) dan virus B (subtype Victoria). Studi cross sectional dan analisis cox regression dengan estimasi nilai Prevalence Ratio (PR) dengan memanfaatkan data sekunder surveilans Influenza Like Illness di DKI Jakarta tahun 2021-2022. Hasil penelitian didapatkan prevalensi Influenza positif sebesar 27,8%. Hasil analisis multivariat menunjukkan usia <5 tahun dan ≥65 tahun berisiko 0,51 kali (p-value=0,006; 95% CI=0,31-0,82), kontak orang sakit berisiko 2,27 kali (p-value=<0,001; 95% CI=1,45-3,56), dan musim hujan memiliki PR 3,26 kali (p-value=<0,001; 95%CI=1,68–6,33) mengalami influenza A dan B dibandingkan dengan pasien yang tidak terkonfirmasi influenza A dan B. Musim hujan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi Kejadian influenza A dan B di DKI Jakarta Tahun 2021-2022.

Influenza is one of the ARI diseases that receives concern because it can cause outbreaks. In Indonesia, the positivity rate of influenza reached 40.3%, where the identified viruses were virus A (subtypes H1N1Pdm09 and AH3) and virus B (subtype Victoria). Cross sectional study and cox regression analysis with estimation of Prevalence Ratio (PR) value by utilizing secondary data of Influenza Like Illness surveillance in DKI Jakarta in 2021-2022. The results showed that the prevalence of positive Influenza was 27.8%. The results of multivariate analysis showed that age <5 years and ≥65 years had a risk of 0.51 times (p-value=0.006; 95% CI=0.31-0.82), contact with patients had a risk of 2.27 times (p-value=0.001; 95% CI=1.45-3.56), and the rainy season had a PR of 3.26 times (p-value=0.001; 95% CI=1.45-3.56). 26 times (p-value=<0.001; 95% CI=1.68-6.33) to experience influenza A and B compared to patients who did not have confirmed influenza A and B. The rainy season is the dominant factor influencing the incidence of influenza A and B in DKI Jakarta in 2021-2022."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkyana Avissa
"Avian Influenza diakibatkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 yang dapat mengalami mutasi sehingga antigennya, neuraminidase dan haemaglutinin, dapat beradaptasi dan menjadi lebih patogen dari sebelumnya serta resisten terhadap obatobatan yang ada. Oleh karena itu dibutuhkan suatu obat baru yang dapat digunakan secara umum, yaitu jenis inhibitor neuraminidase. Pada penelitian ini 300 senyawa stibenoid diujicobakan terhadap neuraminidase H5N1 strain Indonesia secara in silico. 61 ligan senyawa stilbenoid memiliki energi ikatan lebih rendah dibandingkan standar oseltamivir karboksilat dan zanamivir. 30 ligan terbaik diuji sifat fisika dan kimianya, sebagian ligan tidak memenuhi Lipinski’s rule of five. Terdapat 2 (dua) senyawa beresiko genotoksik dan karsinogenik berdasarkan hasil uji toksikologi. Terdapat 11 ligan yang memiliki drug score cukup baik. Berdasarkan uji farmakologi dan efek kesehatan, diperoleh 2 (dua) ligan yang berpotensi baik. Ligan terbaik dipilih berdasarkan efek negatif terhadap kesehatan yang lebih sedikit adalah gnetumontanin A dari spesies Gnetum montanum. Kestabilan kompleks dengan ligan terbaik diuji kestabilannya dengan keberadaan pelarut menggunakan simulasi dinamika molekul. Berdasarkan hasil RMSD dinamika molekul pada suhu 310 dan 312 K kompleks enzim-ligan memiliki kestabilan yang baik. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kandidat inhibitor neuraminidase yang lebih potensial.

Avian Influenza is a respiratory disease caused by influenza A virus subtype H5N1 which can undergo mutation in its antigens, neuraminidase and haemaglutinin, and build a much more pathogenic virus. The mutation leads to resistance towards standard drugs. Therefore, a new drug that can be used in general which is the types of neuraminidase inhibitors is an urgent need. In this research, 300 stilbenoid compounds were tested to neuraminidase H5N1 Indonesia strain by using in silico method. According to the result of molecular docking, 61 ligands have binding energy lower than standard oseltamivir acid and zanamivir. 30 ligands were tested toward its physical chemistry properties, half of those ligands could not fulfil Lipinski's rule of five. Virtual toxicity test were done and only 2 ligand is potent to be genotoxic carcinogenic. Only 11 ligands have good drug scores, and only 2 of them are potential to be developed as new oral-drugs based on pharmacology and health effect test. The best ligand selected by lower negative health effect is gnetumontanin A which can be isolated from plant species Gnetum montanum. Stability of enzyme-best ligan complex with the addition of solvent were tested in molecular dynamic simulation. RMSD curve of dynamic simulation shows that the complex is stable while conducted in 310 and 312 K."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Salim Ridlo
"Kemampuan virus Influenza A dalam menginfeksi manusia sangat bergantung pada receptor binding yang dimiliknya. Protein yang berfungsi sebagai receptor binding pada virus ini adalah haemagglutinin. Influenza A akan mampu menginfeksi manusia dan dapat menyebar antar manusia apabila protein haemagglutinin telah mengenali SA α-2,6 Gal sebagai receptor pada manusia. Virus Influenza A subtipe H5N1 telah ditemukan dapat menginfeksi manusia namun belum mampu menular antar manusia. Dari hasil analisis mutasi terhadap sekuan haemagglutinin didapatkan bahwa sekuen protein haemagglutinin pada virus H5N1 belum menyamai sekuan protein haemagglutinin pada virus Influenza A yang telah menjadi pandemik yaitu subtipe H1N1, H2N2, dan H3N2 sehingga belum mampu menyebar antar manusia. Sekuan utama yang mendukung penyebaran pada manusia adalah asam amino posisi 226 dan 228 pada protein Haemagglutinin. Pada saat virus menjadi pendemik maka asam amino posisi 226 telah berubah menjadi Leu dan pada posisi 228 telah berubah menjadi Ser. Sedangkan pada virus H5N1 masih berupa Gln pada posisi 226 dan Gly pada posisi 228 yang merupakan pengenal SA α-2,3 Gal receptor pada burung. Selain pada posisi tersebut perbedaan juga ditemukan pada posisi 251 dan posisi 258. Pada subtipe yang telah menjadi pandemik sekuen posisi 251 adalah Leu dan posisi 258 adalah Phe, sedangkan pada H5N1 Phe pada 251 dan Tyr pada 258. Dari hasil ini dapat diprediksi sekuen H5N1 yang dapat menjadi pandemik yaitu apabila telah terjadi perubahan pada sekuen posisi 226 dan 228 serta didukung dengan perubahan pada posisi 251 dan 258."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30368
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana
"Model epidemik SIS (Susceptible Infected Susceptible) diaplikasikan dalam pembuatan model matematis penyebaran penyakit flu dengan intervensi masker kesehatan dan obat pada populasi manusia yang totalnya diasumsikan konstan. Model penyebaran penyakit flu dibuat dengan pendekatan deterministik dan stokastik. Model deterministik dibentuk dengan menggunakan persamaan diferensial biasa berdasarkan banyaknya orang terinfeksi. Kajian analitik dan numerik mengenai titik ekuilibrium, basic reproduction number R0, serta kriteria terjadinya endemik yang bergantung pada beberapa parameter dibahas dalam skripsi ini. Dari kajian analitik, didapatkan bahwa titik ekuilibrium dalam model bergantung pada nilai R0. Model stokastik yang digunakan dalam skripsi ini adalah model Discrete Time Markov Chain (DTMC). Pada model DTMC, dikonstruksi probabilitas transisi dan limit distribusi dari banyaknya orang yang terinfeksi penyakit flu dengan asumsi banyaknya orang terinfeksi hanya dapat bertambah satu, berkurang satu atau tetap selama satu satuan waktu Δt (Δt ➝ 0). Dari kajian tentang limit distribusi, didapatkan bahwa probabilitas tidak ada orang terinfeksi adalah satu saat t ! 1. Probabilitas terjadinya outbreak dibahas dengan pendekatan gambler's ruin problem dan dapat disimpulkan bahwa nilainya bergantung pada basic reproduction number R0 dan banyaknya infeksi awal i0. Simulasi numerik untuk membandingkan dinamik jumlah orang terinfeksi pada model deterministik dan stokastik DTMC diberikan sebagai pendukung untuk interpretasi model.

Two mathematical models for influenza spread with medical mask and treatment intervention using SIS (Susceptible Infected Susceptible) Epidemic Model for constant total human population size is discussed in this undergraduate thesis. These influenza models was made with deterministic and stochastic approach. The deterministic model was constructed using ordinary differential equation based on the number of infected people. Analytic and numerical analyses used to explain equilibrium points, basic reproduction number R0, and endemic criteria which is depend on some parameter that can be explained further in this thesis. From analytic analyses, it can be obtained that the equilibrium point depends on R0 value. Stochastic model that used in this thesis is Discrete Time Markov Chain (DTMC). In DTMC model, transition probability and limiting distribution are constructed from number of infected people with assumption that the number of infected people might change by increasing one, decreasing one, or still in a time step Δt (Δt ➝ 0). From limiting distribution analyses, probability that there are no infected people at t ! 1is one. Approximation probability of an outbreak with gambler?s ruin problem is present and depend on basic reproduction number R0, number of initial infection i0. Some numerical simulation to compare between deterministic and DTMC approach is given to give a better interpretation and a better understanding about the model interpretation.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S62554
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramdhan
"Salah satu faktor yang berperan dalam infeksi virus influenza A adalah adanya kecocokan antara Hemagglutinin (HA) dari virus dengan reseptor permukaan sel clari host. Permukaan sel host mengandung gugus terminal sialyl-galactosyl [Sia(oi2-3)Gal] atau [Sia(oi2-6)Gal]. Virus Influenza A yang berasal dari unggas cenderung berikatan clengan Sia(oi2-3)Gal sedangkan yang berasal dari isolat manusia cenderung berikatan dengan Sia(oi2-6)Gal. Hasil Alignment subtipe H1 N1 menunjukan banwa diperlukan mutasi asam amino pada posisi 190 clan 225 menjacli Asam Aspartat pacla Hemagglutinin untuk mengenali reseptor Sia(oi2-6)Gal sedangkan pada subtipe H2N2 dan H3N2 memerlukan mutasi asam amino pada posisi 226 dan 228 menjadi Leusin dan Serin.
Berdasarkan analisis mutasi terhadap HA subtipe H1 N1, H2N2, clan H3N2 yang telah menjadi pandemik, dapat diperkirakan banwa Hernagg/utinnin subtipe H5N1 memerlukan mutasi pada posisi 190 dan 225 menjadi Asam Aspartat pada HA untuk mengenali reseptor Sia(oi2-6)Gal. Kemungkinan lain adalah memerlukan mutasi asam amino pada posisi 226 dan 228 menjacli Leusin dan Serin. Metode simulasi molecular docking mampu membentuk kompleks antara Hemagglutinin dengan Reseptor Sia(oi2-6)Gal dan Sia(oi2-3)Gal. Berdasarkan nasil kompleks yang terbentuk metode simulasi molecular docking berhasil mengidentifikasi spesifitas Hemagglutinin terhadap Sia(oi2-3)Gal atau Sia(oi2-6)Gal"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30488
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan Untuk memahami epidemiologi terkait perjalanan natural penyakit, manajemen dan hasil terapi pada kasus Avian influenza (AI) manusia di Indonesia. Metode Studi observasional ini menggunakan data 93 kasus AI pada manusia yang memiliki konfirmasi laboratorium test terinfeksi H5N1 antara bulan September 2005?Agustus 2009. Kasus diidentifikasi melalui data yang didapat dari Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten. Data kategori dianalisis dengan distribusi frekuensi, chi-square, relative risks, dan data kontinu dianalisa dengan univariate statistics dan wilcoxon tests. Hasil Hampir seluruh kasus, 54%, diterima pertama kali di klinik dan tempat praktek dokter. Semua kasus dirawat RS dan mayoritas, 85%, dengan gejala gangguan pernafasan pada saat diperiksa. Tidak terlihat adanya hubungan antara karakteristik kasus, yaitu: fasilitas kesehatan pertama yang dikunjungi, dirawatnya kasus di RS, dan gejala klinis yang paling sering muncul,dengan tingkat keselamatan/survival. Kasus yang terpajan langsung dengan unggas memiliki peluang 2,8 kali untuk mendapatkan pengobatan dengan oseltamivir dibandingkan dengan yang tidak terpajan (RR = 2.89, 95% CI 1.44 ? 5.78). Jumlah kasus selamat kecil. Kasus-kasus yang menerima pengobatan oseltamivir memiliki peluang 24% lebih tinggi untuk selamat dari pada yang tidak menerima pengobatan ini (RR =1.24, 95% CI 0.34-4.58). Kasus yang mendapatkan pengobatan oseltamivir memiliki waktu median dari mulai timbul gejala sampai mendapatkan pengobatan antiviral 2,5 hari di antara kasus yang selamat, dibandingkan dengan 7 hari untuk kasus yang meninggal. Fatalitas dapat berhubungan dengan keterlambatan pemberian antiviral sejak pertama diterima di fasilitas kesehatan. Kesimpulan Pengobatan dini dengan antiviral memiliki kontribusi untuk keselamatan penderita. Namun tingkat kecurigaan yang rendah terhadap penyakit ini akan tetap menjadi faktor penting dalam diagnosa dini. Perlu kebijakan yang terimplementasi secara meluas tentang protokol diagnosa dini dan pengobatan terhadap influenza.

Abstract
Aim The study set out to better understand the epidemiology, natural history, therapeutic management and outcomes associated with confirmed human cases of Avian Influenza (AI) in Indonesia Methods This observational study utilized data from 93 cases with laboratory-confirmed H5N1 Influenza between September 2005 and August 2009. Cases were identified through records obtained from the Ministry of Health, as well as the Provincial health office and district health office records. Categorical data were analyzed with frequency tables, chi-square tests, and relative risks, and continuous data were analyzed using univariate statistics and Wilcoxon tests. Results Most subjects (54%) first presented to a physician?s office or clinic. All of the subjects were hospitalized, and the vast majority (85%) had respiratory symptoms as their predominant symptom at presentation. There was no clear association of any of these case characteristics with survival. Cases with direct poultry exposure were 2.8 times more likely to receive oseltamivir treatment than those without direct exposure (RR = 2.89, 95% CI 1.44 ? 5.78). While the overall number of survivors was small, cases with documented oseltamivir treatment were approximately 24% more likely to survive than cases for which oseltamivir treatment was not documented (RR 1.24; 95% CI: 0.34-4.58). In oseltamivir treated cases, the median time from symptom onset to start of antiviral treatment was 2.5 days in survivors compared to 7.0 days for those who died. Fatality, therefore, may be related to delay in initiation of treatment after presentation. Conclusions The data suggest that early treatment with the antiviral drug oseltamivir may play an important role in survival. However, a low clinical suspicion of disease likely remains an important impediment to early diagnosis. Therefore, a clear policy for the protocol of early diagnosis & treatment of febrile illness including influenza is necessary."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>