Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75972 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Legionella. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikembangkan uji PCR duplex (dPCR) untuk deteksi Legionella sp. dan
L. peneumophila secara simultan pada sampel air tower. Metode kultur digunakan sebagai baku emas.
Metode: Dilakukan optimasi metode dPCR untuk mendapatkan teknik uji yang memiliki sensitivitas dan spesifi sitas
tinggi. Metode kemudian diuji pada 9 sampel air tower yang diperoleh dari 9 gedung di Jakarta. Untuk metode kultur,
bakteri ditumbuhkan pada media selektif ?growth factor supplemented-buffered charcoal yeast extract? (BCYE).
Hasil: Dari 9 sampel yang diuji dengan dPCR, 6 menunjukkan positif Legionella sp., 1 positif L. pneumophila, dan 2
menunjukkan hasil uji negatif. Untuk sampel yang sama, metode kultur menunjukkan hasil uji negatif.
Kesimpulan: Uji dPCR adalah uji yang sangat sensitif dibandingkan dengan metode kultur, dan uji dPCR ini dapat
digunakan untuk pemeriksaan rutin Legionella sp. dan L. pneumophila pada sampel air dari ?tower?.

Abstract
Aim: Since culture method is time-consuming and has low sensitivity, we developed a duplex PCR (dPCR) assay for the
detection of Legionella sp. and L. pneumophila in cooling tower samples. We used culture method as a gold standard.
Methods: Optimization of dPCR method was performed to obtain an assay with high sensitivity and specifi city. The
optimized method was used to detect Legionella sp. dan L. pneumophila in 9 samples obtained from 9 buildings in
Jakarta. For culture method, the bacteria were grown or isolated on selective growth factor supplemented-buffered
charcoal yeast extract (BCYE) media.
Results: Of 9 samples tested by dPCR assay, 6 were positive for Legionella species,1 was positive for L. pneumophila,
and 2 showed negative results. For the same samples, no Legionella sp. was detected by the culture method.
Conclusion: dPCR assay was much more sensitive than the culture method and was potentially used as a rapid,
specifi c and sensitive test for routine detection of Legionella sp. dan for L. pneumophila in water samples."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmaniar
"Legionellosis is a collection of infection that emerged in the second half of the 2Oth century, and that are caused by Legionella pneumophila and related bacteria. Legionellosis consists of two clinical syndromes, Legionnaires?disease is characterisized by pneumonia and pontiac fever is self-limiting, influenza like illness. Outb According this study, the sensitivity of duplex PCR to detect Legionella pneumophila in sterile NaCl 0.9% is 2.8 CFU/ml. The sensitivity of the duplex PCR in seeded water samples are 62 CFU/400ml of tap water sample, 32 CFU/400ml of sterile distiiled water and 32 CFU/400 ml of sterile NaCl 0.9%. The culture method in this study can not recovered Legionella from seeded water samples. The presence of Legionella .spp and Legionella pneumophila in cooling tower water was investigated using the duplex PCR. Of 9 cooling tower water sample and 3 tap water sample, 8 were positive for Legionella spp, 1 were positive for Legionella pneumophila and 3 were negative. According detection Legionella in seeded water samples and cooling tower water, the culture method can not be used to recover Legionella, but the duplex PCR can be used as rapid detection for Legionella spp and Legionella pneumophila.

Legionella pneumophila merupakan penyebab utama lgionellosis yang mulai muncul pada pertengahan abad 20. Legionellosis dapat berkembang menjadi dua keadaan klinik, pertama Legionnares? disease yang merupakan penyakit multi sistem pneumonia, kedua Pontiac fever suatu penyakit mirip dengan flu dan dapat sembuh dengan sendirinya. Umumnya kasus legionellosis terjadi akibat dari kontaminasi pada sistem air panas maupun dingin pada gedung bertingkat seperti cooling tower, kondensor, spa, kolam renang, Oleh karena itu deteksi bakteri Legionellla pada sistem air di gedung bertingkat dan rumah sakit diperlukan untuk mencegah legionellosis nosokomial ataupun komunitas. Deteksi legionella dengan metode konvensional memerlukan media khusus dan waktu inkubasi yang lama. Pada penelitian ini duplex PCR dikembangkan untuk mendeteksi Legionella spp dan Legionella pneumophila pada sampel air cooling lower, dengan primer dari sekuens gen 16S rRNA unluk mendeteksi Legionella spp Serta primer sekuens gen nano untuk mendeteksi Legionella pneumophila. Pada penelitian ini Duplex PCR dapat digunakan untuk mendeteksi Legionella pneumophila dalam suspensi NaCl 0.9% hingga batas deteksi 2,8 CFU/ml. Hasil uji simulasi menggunakan sampel air yang ditambahkan pengenceran berseri Legionella pneumophila menunjukkan batas deteksi hingga 62 CFU/ 400 ml air kran, 32 CFU/400 ml akuadest steril dan 32 CFU/ 400 ml NaCl 0.9% stril. Hasil uji sirnulasi dengan metode kultur tidak menunjukkan pertumbuhan koloni pada agar BCYE plus. Hasil uji coba Duplex PCR terhadap 9 sampel air cooling tower dan 3 sampel air kran adalah satu sampel menunjukkan pita spesiiik L. pneumophia, 8 sampel yang menunjukkan pita spesifik Legionella spp dan 3 sampel negatif. Berdasarkan uji simulasi dan pemeriksaan sampel air cooling lower; metode kultur pada penelitian ini belum dapat mendeteksi keberadaan bakteri Legionella, sedangkan deteksi Legionella spp dan L. pneumophila dapat dilakukan dengan metode duplex PCR."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T32881
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Sitti Khayyira
"Optimasi deteksi molekuler kandungan gelatin asal porsin berbasis DNA Deoxyribonucleic Acid genomik dilakukan dengan metode duplex PCR Polymerase Chain Reaction . DNA yang diamplifikasi adalah trace DNA genomik porsin yang masih terkandung dalam gelatin asal porsin. Trace DNA yang terdapat dalam gelatin jumlahnya sangat sedikit karena telah melalui berbagai proses produksi sehingga diperlukan optimasi metode ekstraksi DNA.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode yang sensitif dalam identifikasi gelatin asal porsin serta mendeteksi kandungan porsin dari gelatin cangkang kapsul. Metode yang dipilih adalah duplex PCR, yaitu PCR dengan dua target sekuens DNA, yaitu DNA cyt b dan ATP8. Untuk reaksi PCR, dipilih dua pasangan primer yang spesifik mengamplifikasi DNA genomik porsin.
Metode yang dioptimasi berupa metode ekstraksi DNA genomik dan metode duplex PCR. Duplex PCR dilakukan terhadap campuran DNA reference porsin dan bovin dengan variasi konsentrasi 100 ; 50 ; 10 ; 1 ; 0,5 ; 0,1 ; 0,05 ; dan 0,01 untuk meneliti sensitivitas metode serta pada sampel cangkang kapsul gelatin.
Pada sampel positif mengandung trace DNA porsin diperoleh produk hasil amplifikasi PCR yang berukuran 212 bp dan 398 bp sedangkan pada sampel negatif porsin tidak diperoleh produk amplifikasi. Metode duplex PCR dapat digunakan sebagai metode deteksi awal untuk mengidentifikasi kandungan porsin pada gelatin dari cangkang kapsul dengan sensitif.

Optimization of genomic DNA Deoxyribonucleic Acid based molecular detection of gelatine derived from porcine was carried out by performing duplex PCR Polymerase Chain Reaction method. Trace of porcine genomic DNA that remained in porcine derived gelatine were amplified. Optimization of DNA extraction method was carried out in consideration of the very low concentration of genomic DNA derived from gelatine capsule samples that have gone through various manufacturing conditions.
The chosen method, duplex PCR, is a PCR method where two target sequences of DNA, cyt b and ATP synthase F0 subunit 8 DNA, are amplified simultaneously. Two sets of porcine specific primers were chosen for the duplex PCR. Genomic DNA extraction method and duplex PCR method were optimized.
Duplex PCR was carried out to mixtures of porcine and bovine DNA reference in various concentration 100 50 10 1 0,5 0,1 0,05 and 0,01 to confirm sensitivity of the method and to gelatine capsule shell samples. PCR products with the length of 212 bp and 398 were obtained in porcine positive samples only. Duplex PCR method has been optimized as sensitive intial method for molecular detection of porcine in gelatin capsule shells.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68668
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Cellular responses to stress including DNA damage show multiple options involving the mechanisms of growth arrest, DNA repair and programmed cell death or apoptosis. Failures in these mechanisms can result in oncogenesis or accelerated senescence. Much of the response is coordinated by p53, a nuclear phosphoprotein with a central role in the defences against physical, chemical and pathogenic agents which challenge the DNA integrity. The p53 pathways for mobilising the cellular defences are linked to the pRb/E2F pathways regulating the cell cycle progression. This paper aims to review the current understanding on the networks and main molecular machinery of these processes. In addition, the implications on cellular decision making for the defences as well as evolutionary aspects of these mechanisms are discussed in brief."
Jakarta: Journal of Dentistry Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djumadi
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Metode Penelitian : Mitokondria mempunyai fungsi sangat penting dalam menyediakan energi yang diperlukan sel untuk fungsi normalnya. Energi sel yang berupa adenosine triphosphate (ATP) dibentuk melalui proses fosforilasi oksidatif. Di dalam organel ini terdapat DNA mitokondria (mtDNA) yang bertanggung jawab dalam proses fosforilasi oksidatif mtDNA per mitokondria pada dasarnya tetap dalam semua tipe set, tetapi jumlah mtDNA dalam tiap sel somatik manusia sangat bervariasi pada sel yang berbeda. Dewasa ini analisis kuantitatif DNA mempunyai peranan penting dalam penelitian biologi dan aplikasi klinis. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknik PCR kuantitatif dengan standar internal yang dapat dipercaya, efektif, dan akurat, untuk kuantitasi jumlah salinan mtDNA pada berbagai jaringan manusia. Dalam metode penelitian ini, dilakukan konstruksi standar internal dengan mengamplifikasi fragmen DNA menggunakan primer L8655 dan H10952* (2298 pb). Juga dilakukan konstruksi standar normal dengan mengamplifikasi fragmen DNA pada daerah yang berada di dalam fragmen standar internal. Standar internal dan standar normal diklon di dalam bakteri Lscherichia coli. Reliabilitas standar internal diuji dengan mengkoamplifikasi standar internal dan standar normal menggunakan primer L10348 dan H 10943 pada daerah gen yang menyandi subunit tRNAArg, ND4L, dan ND4. Penelitian dilakukan pada sampel jaringan otopsi dari lima orang mayat dengan jumlah masing-masing 15 jaringan. Kuantitasi mtDNA berbagai jaringan dilakukan dengan mengkoamplifikasi cetakan standar internal di atas dan cetakan DNA target menggunakan primer L10348 dan H10943 (596 pb). Hasil amplifikasi didigesti dengan enzim restriksi Bgl I, selanjutnya dipisahkan secara elektroforesis, direkam pada foto hitam putih dan dianalisis menggunakan densitometer. Hasil analisis kuantitatif mtDNA dari berbagai jaringan manusia akan bermanfaat untuk mengetahui peranan variasi jumlah salinan mtDNA terhadap kapasitas jaringan dalam proses fosforilasi oksidatif dan akan memberikan referensi penting untuk penelitian lebih lanjut niengenai berbagai macam penyakit akibat mutasi mtDNA.
Hasil dan Kesimpulan : Hasil uji reliabilitas standar internal memberikan rata-rata hasil akhir sebesar 1,05 ng dari konsentrasi standar normal awal 1 ng (sebelum diamplifikasi). Dari hasil tersebut menunjuukan bahwa teknik PCR kuantitatif dengan standar internal merupakan teknik yang akurat dan efisien. Dari hasil penelitian yang relatif awal menggunakan teknik PCR kuantitatif dengan standar internal menunjukkan indikasi bahwa jumlah salinan mtDNA pada jaringan ginjal, jantung, serebelum, hati, basal ganglia, dan kortek serebri lebih banyak dari jaringan yang lain. Hal ini sesuai dengan fungsi metabolisme energi yang tinggi dari jaringan tersebut."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Sani
"ABSTRAK
Identifikasi forensik sangat penting dalam penanganan kasus kriminal, kecelakaan, maupun bencana alam. Identifikasi forensik dilakukan untuk membantu proses investigasi dan mengembalikan korban kepada keluarga yang benar. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk membantu proses identifikasi forensik ialah analisis DNA dari sampel tulang. Tulang dipilih karena merupakan bagian tubuh yang paling awet dari proses pembusukan dan pelapukan dibandingkan bagian tubuh lainnya. Namun, tulang yang ditemukan di tempat kejadian perkara memiliki jumlah yang terbatas, sehingga penggunaan tulang untuk ekstraksi DNA harus seminimal mungkin. Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan berat sampel yang efisien sehingga tidak merusak bentuk tulang sebagai barang bukti, namun dapat menghasilkan kesimpulan yang kuat. Penelitian dilakukan dengan mengektraksi DNA dari sampel tulang femur yang telah dijadikan bubuk terlebih dahulu. Bubuk sampel tulang diekstraksi menggunakan metode ektraksi organik fenol-kloroform. Hasil ekstraksi DNA kemudian dikuantifikasi menggunakan Real-Time PCR (RT-PCR). Hasil kuantifikasi DNA sampel tulang dari berat 100 mg, 150 mg, 200 mg, 250 mg, dan 300 mg didapatkan persamaan regresi linear y = 0,032x + 0,417, dengan y = berat DNA dan x = berat sampel tulang. Berdasarkan perhitungan dari rumus persamaan tersebut, berat minimal sampel tulang adalah sebesar 18,22 mg untuk 1 ng DNA.

ABSTRACT
Forensic identification is very important step for handling criminal, accident, and natural disaster cases. Forensic identification was done to assist the process of investigation and return the victim’s body back to their family. One of many methods that can help forensic identification process is DNA analysis from bone sample. Bone chosen because it’s weathering and decaying is slower than other tissues. Bones, found at the crime scene in limited amount, should be used with precaution. The aims of this research is to determine the minimum quantity of bone sample without damaging the bone profile as an evidence. Research was carried out by extracting DNA from femur bone samples that had been powdered beforehand. Bone powder samples were extracted using organic phenol-chloroform extraction. Quantification of DNA was performed by using Real-Time PCR (RT-PCR). The result of DNA quantification from bone samples quantity of 100 mg, 150 mg, 200 mg, 250 mg, and 300 mg were plotted to obtain linear regression equation y = 0,032x + 0,417, with y = DNA quantity and x = bone sample quantity. Derived from the equation, the minimum quantity of bone sample is 18,22 mg for 1 ng DNA.
"
2014
S61509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dale, Jeremy W.
New York: John Wiley & Sons, 2003
572.86 Dal f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Proboningrum
"Metil paraben merupakan salah satu bahan kimia yang banyak digunakan sebagai pengawet karena aktivitas antimikrobanya yang tinggi dan efektif dalam melindungi produk terhadap ragi dan jamur. Namun paparan metil paraben yang terus menerus dapat menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan dengan memproduksi spesi oksigen reaktif yang dapat memicu kerusakan oksidatif pada Asam Deoksiribonukleat (AND). Indikator biologis terjadinya kerusakan oksidatif DNA yang diamati pada penelitian ini adalah senyawa 8-Hidroksi-2'-Deoksiguanosin (8-OHdG). Melalui studi in vitro, diuji pengaruh penambahan metil paraben, waktu inkubasi 5 dan 7 jam, dengan dan tanpa radiasi sinar UVA pada kondisi pH 7,4 dan temperatur 37°C. Diperoleh hasil konsentrasi 8-OHdG tertinggi pada sampel 2-deoksiguanosin dengan penambahan metil paraben, waktu inkubasi yang lebih lama (7 jam), serta dengan paparan radiasi UVA. Sedangkan melalui studi in vivo, penambahan metil paraben pada pakan tikus menyebabkan terbentuknya senyawa 8-OHdG yang terdeteksi pada urin.

Methylparaben is considered as one of the most infamous material used as a preservative for its high and effective antimicrobe activity against yeast and fungi. Yet despite its advantages, being exposed to methyl paraben continuously can cause damaging effects towards health; which is caused by its contribution towards the production of Reactive Oxygen Species that may lead to Deoxyribonucleic Acid (DNA) damage through oxidative stress. The DNA Adduct 8-Hidroxy-2'-Deoxyguanosine (8-OHdG) is commonly used as a biological indicator for DNA oxidative damage in the body. Through in vitro studies, the amount of 8-OHdG production by methylparaben and Ultraviolet-A rays (UVA) exposure is analysed. In vitro analysis was conducted in physiological pH (7,4), with incubation time varied of 5 and 7 hours, temperature set to 37°C, with and without the exposure of UVA rays. The result was 8-OHdG formation peaked when 2'-deoxyguanosin was exposed to methylparaben and UVA rays for the longest period (7 hour). Meanwhile, through in vivo studies, known that rats exposed to methyl paraben will show an increase of 8-OHdG concentration."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Nur Insan Putra Dharmawan
"Latar Belakang: Cytomegalovirus (CMV) adalah virus yang dapat menginfeksi manusia dengan prevalens di populasi yang tinggi. Bukti terbaru menunjukkan bahwa CMV terkait dengan berbagai jenis kanker, termasuk kanker paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kaitan antara CMV dengan kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). Data dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk penelitian lebih lanjut mengenai kaitan antara CMV dan kanker paru di masa depan. Metode: Penelitian ini adalah suatu penelitian observasional dengan metode potong lintang untuk mengetahui proporsi DNA cytomegalovirus pada sampel jaringan KPKBSK. Sampel jaringan merupakan sampel formalin-fixed paraffin-embedded (FFPE) yang diambil disimpan di RSUP Persahabatan pada 2017-2023. Deteksi DNA CMV dilakukan menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dan elektroforesis. Data penyerta diambil dari rekam medis. Hasil: Sebanyak 87 sampel jaringan dari 87 subjek penelitian yang berbeda diikutkan dalam penelitian ini. Sebagian besar subjek penelitian adalah laki-laki perokok, memiliki indeks Brinkman berat dengan rerata usia 59,1 tahun. Proporsi DNA CMV yang terdeteksi pada sampel FFPE adalah 21%. Proporsi DNA CMV lebih tinggi pada sampel jaringan dengan mutasi EGFR positif meskipun tidak bermakna secara statistik (OR 2,63 (IK 95% 0,45 – 15,16)). Proporsi DNA CMV tidak berhubungan dengan status merokok, indeks Brinkman, metode pengambilan sampel jaringan, dan jenis KPKBSK. Proporsi DNA CMV lebih tinggi pada sampel jaringan dengan tanggal pengambilan yang lebih baru. Kesimpulan: Asam deoksiribonukleat CMV dapat ditemukan pada sampel FFPE KPKBSK dengan proporsi 21%. Proporsi DNA CMV lebih tinggi pada KPKBSK dengan mutasi EGFR.

Background: Cytomegalovirus (CMV) is a virus with high seroprevalence in general population. Recent evidence shows that CMV is linked to various types of cancer, including lung cancer. This study aims to determine the relationship between CMV and non-small cell lung carcinoma (NSCLC). We hoped that the data from this study will be useful for further research in elucidating the link between CMV and lung cancer. Method: This research is an observational study using a cross-sectional method to determine the proportion of CMV DNA in NSCLC tissue samples. Tissue samples are formalin-fixed paraffin-embedded (FFPE) samples taken and stored at Persahabatan Hospital on 2017-2023. The detection of CMV was carried out using polymerase chain reaction (PCR) and electrophoresis. Accompanying data was taken from medical records. Results: A total of 87 tissue samples from 87 different research subjects were included in this study. Most of the research subjects were male smokers, had a heavy Brinkman index with an average age of 59.1 years. The proportion of CMV DNA detected in FFPE samples was 21%. The proportion of CMV DNA was higher in tissue samples with positive EGFR mutations although not statistically significant (OR 2.63 (95% CI 0.45 – 15.16)). The proportion of CMV DNA was not related to smoking status, Brinkman index, tissue sampling method, and NSCLC subtype. The proportion of CMV DNA was higher in tissue samples with more recent collection dates. Conclusion:Cytomegalovirus DNA were detected in NSCLC FFPE samples with a proportion of 21%. The proportion of CMV DNA was higher in NSCLC with EGFR mutations."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rismayanti Erlindah
"Paparan zat karsinogen seperti benzena yang berasal dari lingkungan secara terus menerus diduga dapat memberikan kontribusi radikal yang dapat berinteraksi dengan DNA, sehingga menghasilkan 8-hidroksi-2?-deoksiguanosin (8-OHdG) yang menjadi biomarker kerusakan oksidatif DNA. Penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan basa DNA 2?-deoksiguanosin 5?-monofosfat dengan benzena. Pembentukan 8-OHdG dilakukan pada suhu 37 ºC dan 60 ºC, pH 7,4 dan 8,4, dengan waktu reaksi 5 jam serta dengan variasi Fe(II) dan H2O2 sebagai reagen Fenton. Hasil adduct dianalisis dengan HPLC reversed phase dengan detektor UV pada panjang gelombang 254 nm. Eluen yang digunakan adalah campuran buffer fosfat pH 6,7 10 mmol/L dan metanol (85:15). Pada penelitian ini diperoleh bahwa waktu retensi dGMP standar adalah 7,3 menit dan waktu retensi 8-OHdG standar adalah 9,0 menit. Pembentukan 8-OHdG dari dGMP dengan benzena dan penambahan Fe(II) pada pH 8,4 dan suhu 60 ºC menunjukkan hasil lebih banyak daripada pH 7,4 dan suhu 37 ºC. Hasil yang dilakukan dengan penambahan hidrogen peroksida juga menunjukkan pembentukan 8-OHdG yang lebih banyak pada pH 8,4 dan suhu 60 ºC daripada pH 7,4 dan suhu 37 ºC.

Carcinogenic substance exposure such as benzene from circles continue has predicted given radical that can interacted with DNA, which triggered product 8-hidroksi-2?-deoksiguanosin (8-OHdG) as biomarker oxidative DNA damage. Formation of 8-OHdG was performed by reacting the nucleotide 2?-deoxyguanosine -5?-monophosphate (dGMP) with benzene and added variation of Fe(II) with hydrogen peroxide as Fenton reagent, at 37 dan 60, pH 7,4 and 8,4, for 5 hour reaction time. The adduct obtained from these reaction were analyzed using reversed phase HPLC with UV detector at a wavelength of 254 nm. Eluent was used in this research was a mixture of phosphate buffer pH 6,7 10 mmol/L and methanol (85:15). The retention time of dGMP and 8-OHdG standart obtained at 7,3 minute and 9,0 minute respectively. Reaction between dGMP and benzene, Fe(II), and hydrogen peroxide showed that 8-OHdG formed as consequence of oxydative stress. 8-OHdG that formed from dGMP with benzena and added of Fe(II) in pH 8,4 and 60ºC in greater quantities than in pH 7,4 and 37ºC. Also 8-OHdG formed which by added of hydrogen peroxide has in greater quantities in pH 8,4 and 60ºC in greater quantities than in pH 7,4 and 37ºC."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>