Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8686 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tujuan: Untuk membuktikan bahwa olahraga yang sesuai dan minum obat dapat menurunkan tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 5 mmHg. Metode Penelitian eksperimen kuasi selama 8 minggu di antara karyawan suatu instansi di Jakarta bulan Maret?Agustus 2008. Semua pengidap prahipertensi dan hipertensi yang ditemukan saat survei diundang mengikuti penelitian eksperimen kuasi. Ceramah diberikan pada awal penelitian, dan konseling sekali seminggu tentang olah raga, minum obat antihipertensi, serta hal terkait upaya penurunan TDD. Analisis memakai regresi Cox. Hasil: Sebanyak 1016 dari 1300 karyawan mengikuti survei tekanan darah, 318 subjek mempunyai TDD 80 mmHg atau lebih. Dari 120 subjek yang sukarela mengikuti eksperimen kuasi sebanyak 104 subjek yang menyelesaikannya. Dibandingkan dengan subjek yang tidak berolahraga dan juga tidak minum obat antihipertensi, subjek yang berolahraga sesuai dan minum obat antihipertensi teratur mempunyai kemungkinan penurunan TDD ≥ 5 mmHg lebih 12 kali [risiko relatif suaian (RRa) = 12,32; 95% interval kepercayaan (CI) = 0,65-234,54; P = 0,095], sedangkan subyek yang berolahraga sesuai atau minum obat antihipertensi namun tidak teratur mempunyai kemungkinan penurunan TDD ≥ 5 mmHg hampir 11 kali (RRa = 10,94; 95% CI = 2,04-58,74; P = 0,05. Subjek dengan TDD = 90-99 mmHg dibandingkan dengan yang TDD = 80-89 mmHg mempunyai kemungkinan penurunan TDD ≥ 5 mmHg 4,8 kali (RRa = 4,75; 95% CI = 1,19-18,65). Subjek yang obes, dengan denyut nadi istirahat bradikardia, serta tekanan nadi rata-rata tinggi tidak terjadi penurunan TDD ≥ 5 mmHg dengan olahraga dan minum obat antihipertensi. Kesimpulan: Kombinasi olahraga sesuai dan minum obat antihipertensi menurunkan TDD ≥ 5 mmHg di antara pengidap (pra-)hipertensi diastolik. Namun pada subjek yang obes, dengan denyut nadi istirahat bradikardi atau tekanan nadi rata-rata tinggi TDD tidak dapat diturunkan dengan olahraga dan minum obat antihipertensi.

Abstract
Aim: To prove that proper exercise and taking antihypertensive medicine may reduce diastolic blood pressure (DBP) by ≥ 5 mmHg. Method: A quasi-experimentation study was done on employees of a government bureau in Jakarta, for 8 weeks from March to August 2008. All prehypertensive and hypertensive subjects were detected through a survey prior to the quasi-experimentation study. A talk was given at the beginning of the quasi-experimentation study, and weekly counseling sessions on exercise, taking medications, and other related topics continued for 8 weeks. Cox regression was used for calculating relative risk. Results: A total 1,016 employees out of 1,300 were involved in this blood pressure survey. Of these, 318 subjects had a DBP of 80 mmHg or more. Out of 120 subjects who voluntarily participated, 104 subjects completed the quasi-experimentation study. Compared to those who did not exercise properly and did not take antihypertensive medicines, subjects who did exercise properly and took medicines regularly had a lower diastolic blood pressure DBP ≥ 5 mmHg by more than 12-fold [adjusted relative risk (RRa) = 12.32; 95% confidence interval (CI) = 0,65-234,54; P = 0.095. However subjects who exercised properly or took antyhypertensive medicines irregularly were found to lower their DBP ≥ 5 mmHg by almost 11 fold [adjusted relative risk (RRa) = 10.94; 95% confidence interval (CI) = 2.04-58.74]; P = 0.005. Subjects with DBP = 90-99mmHg had a decrease of DBP ≥ 5 mmHg 4.8 fold (RRa = 4.75; 95% CI = 1.19-18.65) compared to those with DBP = 80-89mmHg. Compared to the normal subjects, the obese, resting pulse rate bradycardia, and high average pulse pressure subjects had less probability of lowering DBP ≥ 5mmHg, by 87%, 90%, and 65%, respectively. Conclusion: Combine proper exercise and taking antihypertensive medicine was reduce DBP by ≥5 mmHg among DBP (pre-) hypertensive subjects. The obese, bradycardia, or high pulse pressure subjects failed to lowering their DBP ≥5 mmHg by proper exercise and taking antihypertensive medicine."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Disa Andanari
"Lansia merupakan individu dengan usia diatas 60 tahun dengan proses penuaan yang menyertainya. Semakin bertambah usia lansia maka akan semakin rentan terhadap penyakit, salah satunya hipertensi. Dengan keluhan yang paling banyak dialami oleh lansia adalah nyeri leher, dikarenakan kelelahan dan kurangnya latihan fisik yang dilakukan. Nyeri pada lansia menggambarkan ketidaknyamanan yang bermanifestasi sebagai kelelahan, ataupun ketegangan. Jika nyeri tidak diatasi maka dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Penelitian ini menganalisis penerapan evidence-based practices berupa intervensi unggulan dalam mengatasi nyeri leher kronis pada lansia dengan hipertensi di Panti Sosial di wilayah Jakarta Timur. Intervensi tersebut yaitu exercise promotion strength training melalui pilates yang dilakukan 30 menit setiap pertemuannya dengan frekuensi 2 minggu. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan tanda dan gejala nyeri leher kronis sekitar 3 sampai 4 skala setelah dilakukannya intervensi yang dievaluasi dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS), Neck Disability Index (NDI), dan The short-form McGill Pain Questionnaire (SF–MPQ). Berdasarkan hal tersebut, exercise promotion strength training melalui pilates dapat menjadi pilihan dalam mengatasi keluhan nyeri leher pada lansia dengan hipertensi. Selain itu, diharapkan dapat memberikan masukan kepada perawat dan staff lahan praktik untuk mengimplementasikannya dalam kegiatan sehari-hari.

The elderly are individuals over 60 years of age with an accompanying aging process. The older the elderly, the more vulnerable they are to disease, one of which is hypertension. The most common complaint experienced by the elderly is neck pain, due to fatigue and lack of physical exercise. Pain in the elderly describes the discomfort that manifests as tiredness, or tiredness. If pain is not treated, it can affect the quality of life of the elderly. This study analyzes the application of evidence-based practice in the form of superior interventions in dealing with chronic neck pain in elderly people with hypertension at Social Institutions in the East Jakarta area. The intervention is exercise promotion strength training through pilates which is carried out 30 minutes each meeting with a frequency of 2 weeks. The results showed that there was a decrease in the signs and symptoms of chronic neck pain by about 3 to 4 scales after the intervention was carried out which was evaluated using the Visual Analog Scale (VAS), Neck Disability Index (NDI), and The Short-form McGill Pain Questionnaire (SF-MPQ). Based on this, exercise promotion strength training through pilates can be an option for overcoming complaints of neck pain in the elderly with hypertension. In addition, it is hoped that it can provide input to nurses and practice staff to implement it in their daily activities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Putra Swi Antara
"Latar Belakang. Hipertensi merupakan faktor utama penyebab gagal jantung yang saat ini sudah menjadi pandemi dunia, terutama dalam bentuk gagal jantung dengan preservasi fraksi ejeksi ventrikel. Kontrol terhadap hipertensi secara tradisional dilakukan berdasarkan pemeriksaan rutin ke fasilitas kesehatan yang diikuti dengan pengaturan terapi yang diberikan. Saat ini pengukuran tekanan darah rumah ditempatkan sebagai pemeriksaan tambahan yang dapat memberikan informasi tambahan mengenai kontrol tekanan darah sehingga mencegah terjadinya kerusakan target organ. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara nilai pengukuran tekanan darah rumah dengan derajat disfungsi diastolik sebagai indikator kerusakan target organ.
Metode. Studi potong lintang yang dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UI / RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta pada kelompok pasien hipertensi dari poliklinik rawat jalan yang telah mendapatkan terapi rutin. Pengukuran tekanan darah rumah dilakukan dengan alat yang terstandarisasi. Pemeriksaan ekokardiografi lengkap terhadap parameter diastolik dilakukan dan dikelompokkan berdasarkan derajat disfungsi diastoliknya.
Hasil. Sebanyak 56 pasien ikut dianalisa dalam penelitian ini, dengan rerata umur subyek adalah 51,2 + 7,2 thn dan sebagian besar wanita (58,9%). Didapatkan disfungsi diastolik derajat I pada 11 subyek (19,6%), derajat II pada 19 subyek (33,9%). Parameter fungsi diastolik E/A memiliki hubungan linear yang paling signifikan terhadap TD Rumah sistolik setelah dikontrol terhadap usia, jenis kelamin, IMT, dan DM (R2=0,27;p<0,01). Uji ANOVA menemukan perbedaan rerata TD Rumah Sistolik yang signifikan antara fungsi diastolik normal dan disfungsi diastolik derajat 2 (p=0,02). Uji regresi logistik menemukan perbedaan yang signifikan antara TD Rumah sistolik <127 mmHg dengan TD >135 dengan OR 12,68 (IK 2.03-79.08;p<0.01).
Kesimpulan. Pengukuran TD Rumah Sistolik memiliki hubungan signifikan terhadap derajat disfungsi diastolik. Gangguan parameter fungsi diastolik dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih rendah daripada target yang umum digunakan saat ini.

Background. Hypertension the main factor leading to heart failure which has become a world pandemic, especially in the form of heart failure with preserved ejection fraction. Traditional control for hypertension comprise of regular outpatient clinic visits followed by adjustment of the drug regimen. Recently, home blood pressure monitoring has been been accepted as an additional tool to provide more information on blood pressure control and prevent target organ damage. This study aim to evaluate the relationship between home blood pressure measurement with the degree of diastolic dysfunction as an indicator of target organ damage.
Methods. A cross-sectional study performed at Cardiology and Vascular Medicine Department FK UI / National Cardiac Centre Harapan Kita, Jakarta, on a group of hypertensive patients in the outpatient clinic currently receiving active treatment. Home blood pressure measurement are performed with a standarized device. Full echocardiography study on diastolic function parameters are performed and grouped based on the diastolic dysfunction grade criteria.
Result. Fifty six patients are enrolled in this study with average age of 51,2 + 7,2 y.o. which are mostly women (58,9%). Grade I diastolic dysfunction was found in 11 subjects (19,6%), Grade II on 19 subjects (33,9%). One parameter of diastolic dysfunction, E/A ratio, have the strongest linear correlation with systolic HBP after adjusted for age, sex, BMI, and DM (R2=0,27;p<0.01). ANOVA test found a significant difference on mean of systolic HBPM between normal and grade II diastolic dysfunction (p=0.02). Logistic regression test showed significant difference between <127 and >135 mmHg of systolic HBPM with OR 12,68 (CI 2.03-79.08;p<0.01).
Conclusion. Systolic HBPM have a significant relationship to the degree of diastolic dysfunction. A worsening of diastolic function parameter can occur on a level of blood pressure lower then the target level commonly used today.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azizul Pin Zulfa
"Penurunan aktivitas fisik pada lansia menyebabkan lansia memiliki gaya hidup kurang gerak sedenter yang merupakan faktor risiko penyakit degeneratif seperti hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan tekanan darah pada lansia. Peneliti menggunakan desain cross sectional dan metode multistage random sampling n= 107, 71 berusia 60-69 tahun, 80,4 perempuan. Penelitian ini menggunakan A Physical Activity Questionnare for Elderly PAQE. Analisis bivariat dilakukan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah menggunakan uji chi-square menunjukan secara statistik ada hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan sistol p=0,013, OR=2,71 namun tidak ada hubungan signifikan dengan tekanan diastol p=0,117, OR=1,88. Hasil penelitian menyimpulkan aktivitas fisik yang rutin dilakukan dapat memperbaiki tekanan darah. Selain itu penanganan hipertensi pada lansia perlu ditingkatkan.

The decline in physical activity in the elderly causes them have less motion lifestyle which is a risk factor for degenerative disease such as hypertension. Hypertension is one of the leading causes of death in the world. This research aims to know the relation between physical activity PA and blood pressure BP in elderly. This research will use the cross sectional design and the multistage random sampling method n 107, 71 60 69 years, 80,4 female. A Physical Activity Questionnare for Elderly PAQE is also used in this research. The result of chi square test shows that PA is statistically associated with sistolic BP p 0,013, OR 2,71 but there is no correlation between PA and diastolic BP p 0,117. This study summarize that a physical activity routine can support better blood pressure. It also reveals that a development in the Hypertension treatment for the elderly is needed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S69257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonitah Azzahra
"ABSTRAK
Hipertensi pada remaja semakin meningkat dan menyebabkan peningkatan berbagai penyakit degeneratif lainnya ketika dewasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan yang paling berhubungan terhadap kejadian prehipertensi dan hipertensi pada remaja usia 15-18 tahun di SMA Negeri 3 Kisaran Kabupaten Asahan Sumatera Utara tahun 2016. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional yang dilakukan pada 145 responden kelas X dan XI. Variabel dependen yang diteliti adalah hipertensi dan prehipertensi sedangkan variabel independen yang diteliti adalah jenis kelamin, riwayat hipertensi keluarga, status gizi, asupan energi, asupan lemak, asupan natrium, asupan serat, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, keadaan stres dan durasi tidur.
br>
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi prehipertensi 42,1% dan hipertensi 12,4%. Berdasarkan hasil analisis bivariat terdapat perbedaan bermaknan antara prehipertensi dan hipertensi berdasarkan jenis kelamin (p value = 0,005), riwayat hipertensi keluarga (p value = 0,040), status gizi (p value = 0,012), asupan lemak (p value = 0,036), asupan natrium (p value = 0,031), asupan serat (p value = 0,010), aktivitas fisik (p value = 0,044), keadaan stres (p value = 0,043), dan durasi tidur (p value = 0,023). Sedangkan bedasarkan analisis multivariat, faktor dominan kejadian prehipertensi dan hipertensi adalah aktivitas fisik. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti hubungan kasualitas pada faktor-faktor tersebut dan untuk mencari apakah ada faktor dominan lain yang berhubungan dengan kejadian prehipertensi dan hipertensi pada remaja. Peneliti menyarankan agar siswa rutin melakukan pengukuran tekanan darah setidaknya sebulan sekali, aktif berolahraga paling sedikit tiga kali seminggu, memantau berat badan minimal sebulan sekali untuk memantau status gizi baik, dan menjaga asupan zat gizi dengan mengonsumsi makanan sesuai dengan pedoman gizi seimbang.

ABSTRACT
Hypertension in adolescents has increased and led to an increase in various other degenerative diseases when adults. The purpose of this study was to determine the most dominant factor that related to the incidence of prehypertension and hypertension in adolescents aged 15-18 years old at SMA Negeri 3 Kisaran Asahan District North Sumatra in 2016. The study used cross-sectional design which was conducted on 145 respondents of 10th and 11th grader. The dependent variables in this study is hypertension and prehypertension, while independent variables were gender, family history of hypertension, nutritional status, energy intake, fat intake, sodium intake, fiber intake, physical activity, smoking, stress and sleep duration.
The results showed that the prevalence of prehypertension and hypertension were 42,1% and 12,4% respectively. Based on the bivariate analysis, there were significant differences between prehypertension and hyepertension based on sex (p value = 0,005), family history of hypertension (p value = 0,040), nutritional status (p value = 0,012), fat intake (p value = 0,036), sodium intake (p value = 0,031), fiber intake (p value = 0,010), physical activity (p value = 0,044), stress (p value = 0,043), and sleep duration (p value = 0,023). While based on the multiariate analysis, the dominant factor of prehypertension and hypertension was physical activity.
Further research is needed to examine the relationship of causality on these factors and to explore whether there other dominant factor of prehypertension and hypertension among adolescents. The author suggests that the students should routinely check the blood pressure measurements at least once a month, exercise at least three times a week, monitoring the body weight at least once a month to maintain good nutrional status, and keep the intake of nutritionts by eating foods according to balanced nutriotional guidelines.
"
2016
S63406
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mellisya Ramadhany
"Hipertensi menduduki tempat kedua sebagai penyakit tidak menular terbanyak di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan kerusakan multi organ hingga kematian. Hipertensi yang terkendali diharapkan dapat menunda komplikasi. Saat ini, hampir seperlima penduduk Indonesia obes. Obesitas berkaitan dengan kemunculan hipertensi namun belum diketahui hubungannya terhadap pengendalian hipertensi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai hubungan obesitas terhadap kendali tekanan darah pasien hipertensi agar dapat membantu dalam penatalaksanaan hipertensi.
Desain penelitian adalah cross-sectional mempergunakan data rekam medik pasien hipertensi poliklinik IPD RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sejumlah 117 data terkumpul. Didapatkan prevalensi hipertensi tidak terkendali sebanyak 41%, dengan rasio terbanyak pada subjek laki-laki. Prevalensi obesitas sebesar 50,4%, dengan rasio terbanyak pada subjek perempuan. Pada kelompok obesitas didapatkan proporsi hipertensi terkendali 64,4%, dan hipertensi tidak terkendali 35,6%. Sedangkan pada kelompok tidak obes didapatkan proporsi hipertensi terkendali 53,4%, dan hipertensi tidak terkendali 46,6 % dengan nilai p = 0,228 (p>0,05), RP 0,765 dengan IK 95% 0,492 ? 1,188. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara obesitas dengan hipertensi tidak terkendali.

Hypertension is the second most prevalent non-communicable disease in Indonesia capable of causing multi organ damages even death. The essential target in hypertension management is to achieve controlled blood pressure in order to delay its complications. Nowadays, approximately one in five Indonesian has become obese. Obesity itself is highly associated with hypertension occurrence. Yet, there is no distinct evidence that show its association to hypertension control. Thus, this research is aimed to find the association between obesity in hypertensive patients to the blood pressure control.
Method used in this study is cross-sectional. As much as 117 secondary datas were collected from patients? medical records in Internal Medicine clinic diagnosed with hypertension. The prevalence of uncontrolled hypertension is 41% , dominated by male subjects. The prevalence of obesity among subjects is 50.4%, with higher proportion in females. Within the obese group, the proportion of controlled hypertension reaches 64.4%, while proportion for uncontrolled is 35.6%. Meanwhile, in the non-obese group, the proportion of controlled hypertension is 53.4%, whereas uncontrolled is 46,6%. The p-value result is 0.228 (p >0.05) with PR 0.765 with 95% CI 0.492 ? 1.188. Therefore, it can be concluded that there is no significant association between obesity with uncontrolled hypertension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tesa Irwana
"Peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8 dari total seluruh kematian secara global. Modifikasi gaya hidup seperti melakukan aktivitas fisik merupakan salah satu rekomendasi utama dalam penurunan tekanan darah. Dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat berkontribusi dalam penurunan tekanan darah. Namun demikian, di Indonesia proporsi aktivitas fisik kurang masih tinggi yaitu sebesar 26,1.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah dan hipertensi. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan data Riskesdas 2013. Analisis regresi linier dan regresi logistik dilakukan pada sampel 717.014 responden yang diperiksa tekanan darah sistolik dan diastolik pada pengukuran pertama, kedua dan ketiga Pertanyaan Riskesdas K05a, K06a dan K07a.
Hasil penelitian multivariabel didapatkan bahwa terdapat asosiasi antara aktivitas fisik dengan tekanan darah dan hipertensi, dengan perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik pada responden yang melakukan aktivitas fisik lebih rendah dibandingkan dengan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik. Semakin lama intensitas waktu aktivitas fisik, maka akan semakin besar penurunan tekanan darah sehingga risiko untuk mengalami hipertensi juga lebih kecil.

An increase of blood pressure is estimated to cause 7.5 million deaths or about 12.8 of the total global deaths. Lifestyle modifications such as physical activity is one of the main recommendations in decreasing blood pressure. By doing regular physical activity can contribute to the decrease of blood pressure. However, in Indonesia the proportion of less physical activity is still high at 26.1.
This study aims to see the relationship between physical activity with blood pressure and hypertension. This study is a quantitative study using secondary data of Riskesdas 2013. Linear regression and logistic regression analysis was performed on a sample of 717,014 respondents who examined systolic blood pressure and diastolic blood pressure at first, second and third measurements Question of Riskesdas K05a, K06a and K07a.
The result of multivariable research shows there is an association between physical activity with blood pressure and hypertension, the average difference of systolic blood pressure in respondents who do physical activity is lower than respondents who do not do physical activity. The longer of time intensity of physical activity, the greater decrease in blood pressure so the risk of hypertension is also smaller.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iif Afifatunnisa
"Lansia merupakan kelompok individu dengan usia lebih dari 60 tahun. Semakin bertambahnya usia, maka fungsi sistem-organ tubuh akan semakin menurun karena adanya perubahan struktur anatomi dan fisiologi pada jaringan tubuh. Salah satu sistem yang mengalami penurunan fungsi yaitu sistem kardiovaskular yang akan berdampak pada meningkatnya tekanan darah lansia. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk membantu menurunkan tekanan darah adalah slow deep breathing, yaitu teknik napas dalam yang dilakukan secara perlahan. Penulisan manuskrip ini bertujuan untuk menganalisis hasil intervensi keperawatan latihan slow deep breathing terhadap perubahan tekanan darah pada lansia di Kabupaten Cilacap. Intervensi latihan slow deep breathing dilakukan pada tiga lansia dengan posisi semi fowler atau high fowler dan lansia melakukan pernapasan dengan frekuensi napas 6 kali per menit, 4 detik inspirasi dan 6 detik ekspirasi, selama 15 menit setiap dua kali sehari selama 2 minggu. Hasil analisis terhadap latihan slow deep deep breathing pada lansia menunjukkan adanya penurunan tekanan darah sistolik sekitar 0 – 20 mmHg dan 0 – 10 mmHg pada diastolik. Latihan slow deep breathing merupakan intervensi yang sederhana dan aman sehingga diharapkan lansia dapat memasukannya ke dalam aktivitas harian untuk membantu mengontrol tekanan darah.

Elderly is a group of individuals with the age of more than 60 years. With increasing age, the function of the body's organ systems will decrease due to changes in the anatomical and physiological structures of body tissues. One system that has decreased function is the cardiovascular system which will have an impact on increasing the blood pressure of the elderly. One of the non-pharmacological therapies that can be done to help lower blood pressure is slow deep breathing, which is a slow deep breathing technique. The purpose of writing this manuscript is to analyze the results of nursing interventions with slow deep breathing exercises on changes in blood pressure in the elderly in Cilacap Regency. The slow deep breathing exercise intervention was carried out on three elderly people in a semi-fowler or high fowler position and the elderly breathed with a respiratory rate of 6 times per minute, 4 seconds of inspiration and 6 seconds of expiration, for 15 minutes twice a day for 2 weeks. The results of the analysis of slow deep deep breathing exercises in the elderly showed a decrease in systolic blood pressure of about 0-20 mmHg and 0-10 mmHg in diastolic. Slow deep breathing exercise is a simple and safe intervention so it is hoped that the elderly can incorporate it into daily activities to help control blood pressure. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Mustika Rahmayunia
"Latar Belakang
Sesuai dengan pernyataan American Heart Association (AHA) pada tahun 2021, bahwa hipertensi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Di Indonesia pun, angka prevalensi hipertensi mengalami kenaikan yang cukup drastis, yaitu dari angka 25,8% pada tahun 2013 menjadi 34,1% pada tahun 2018 diantara penduduk usia dewasa. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah adalah diet yang tidak sehat, aktivitas fisik, obesitas, kebiasaan merokok, serta genetik dan riwayat keluarga. Pada beberapa tahun terakhir, prevalensi hipertensi pada remaja mengalami peningkatan, hal ini bukanlah hal yang mengejutkan mengingat bahwa hipertensi pada usia dewasa dimulai pada masa kanak-kanak berdasarkan jurnal yangbditerbitkan Kurnianto et al. pada tahun 2020. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prevalensi prehipertensi dan hipertensi pada remaja dan dewasa muda, serta faktor-faktor-faktor yang berhubungan dengannya untuk dapat direncanakan intervensi dan perbaikan gaya hidup yang menurunkan risiko terjadinya hipertensi pada usia yang masih sangat muda.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang analitik data yang diperoleh dan diolah dari hasil pengisian kuesioner yang diberikan kepada Mahasiswa Baru Universitas Indonesia tahun 2022 yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Klinik Satelit Makara UI dengan total 9.200 mahasiswa. Prehipertensi dan hipertensi adalah variabel dependen yang merupakan tekanan darah rata-rata sistolik di atas 120 mmHg dan diastolik di atas 80 mmHg baik salah satu maupun keduanya sekaligus. Faktor-faktor risiko adalah berat badan, kebiasaan melakukan aktivitas fisik, Riwayat keluarga, dan kebiasaan merokok yang merupakan variabel independen. Hubungan akan bermakna secara statistic apabila nilai p<0,05.
Hasil
Dari total yang mengikuti pemeriksaan kesehatan, 8978 mahasiswa memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 3.404 (37,9%) yang mengalami kelebihan berat badan & obesitas (IMT 23), 6.908 (76,7%) yang tidak melakukan & tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur, 2.047 (22,8%) yang memiliki riwayat keluarga hipertensi, dan 543 (6,0%) yang memiliki kebiasaan merokok. Faktor risiko yang terbukti berhubungan dengan terjadinya prehipertensi dan hipertensi adalah berat badan, kebiasaan melakukan aktivitas fisik, Riwayat keluarga, dan kebiasaan merokok.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan kelebihan berat badan & obesitas, Riwayat hipertensi keluarga, kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik, sedangkan usia tidak signifikan.

Introduction
In accordance with the statement by the American Heart Association (AHA) in 2021, hypertension is the main cause of morbidity and mortality throughout the world. In Indonesia too, the prevalence rate of hypertension has increased quite drastically, namely from 25.8% in 2013 to 34.1% in 2018 among the adult population. Several factors that can cause an increase in blood pressure are unhealthy diet, physical activity, obesity, smoking habits, as well as genetics and family history. In recent years, the prevalence of hypertension in adolescents has increased, this is not surprising considering that hypertension in adulthood starting in childhood based on a journal published by Kurnianto et al. in 2020. This study aims to identify the prevalence of prehypertension and hypertension in adolescents and young adults, as well as the factors associated with it so that interventions and lifestyle improvements can be planned that reduce the risk of developing hypertension at a very young age.
Method
This research uses an analytical cross-sectional design, data obtained and processed from the results of filling out questionnaires given to New Students at the University of Indonesia in 2022 who underwent health checks at the Makara UI Satellite Clinic with a total of 9,200 students. Prehypertension and hypertension are dependent variables which are average systolic blood pressure above 120 mmHg and diastolic above 80 mmHg either one or both at the same time. Risk factors are body weight, physical activity habits, family history, and smoking habits which are independent variables. The relationship will be statistically significant if the p value <0.05.
Results
Of the total who took part in the health examination, 8978 students met the inclusion criteria. A total of 3,404 (37.9%) were overweight & obese (BMI 23), 6,908 (76.7%) did not do & did not engage in regular physical activity, 2,047 (22.8%) had a family history of hypertension, and 543 (6.0%) had a smoking habit. Risk factors proven to be associated with prehypertension and hypertension are body weight, physical activity habits, family history, and smoking habits.
Conclusion
This research shows a significant relationship between hypertension and overweight & obesity, family history of hypertension, smoking habits, and physical activity, meanwhile ages didn’t show significancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeane Andini
"Hipertensi merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Dari Riskesdas tahun 2007 dilaporkan prevalensi penduduk Indonesia usia di atas 18 tahun yang menderita hipertensi mencapai 31,7%. Hipertensi seringkali disertai perubahan-perubahan metabolik, salah satunya dislipidemia.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan kadar High Density Lipoprotein (HDL) terhadap kendali tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian dilaksanakan dengan metode cross sectional menggunakan data sekunder dari 117 rekam medis pasien hipertensi poliklinik penyakit dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Uji hipotesis dilakukan menggunakan uji Chi-square.
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah pasien hipertensi tidak terkendali sebanyak 48 pasien (41%). Jumlah pasien hipertensi tidak terkendali dengan kadar HDL rendah sebanyak 11 pasien (61,1%), sedangkan jumlah pasien hipertensi terkendali dengan kadar HDL rendah sebanyak 7 pasien (38,9%).
Dari penelitian ini didapatkan proporsi pasien hipertensi tidak terkendali dengan kadar HDL rendah secara signifikan lebih besar dibandingkan pasien hipertensi terkendali dengan kadar HDL rendah, namun nilai p=0,060 (p>0,05) yang didapatkan menyimpulkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara kadar HDL terhadap kendali tekanan darah pada pasien hipertensi poliklinik penyakit dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Hypertension is a major public health problem in Indonesia. Riskesdas 2007 reported the prevalence of Indonesia's population aged over 18 years who suffering hypertension achieve 31.7%. Hypertension is often accompanied by metabolic changes, one of them is dyslipidemia.
This study aims to prove the association of High Density Lipoprotein (HDL) level to blood pressure control in hypertensive patients. Research is carried out by cross sectional method using secondary data from 117 medical records of hypertensive patients at internal medicine clinic Cipto Mangunkusumo general hospital. Hypothesis testing is done using the Chi-square test.
From the results, the number of uncontrolled hypertensive patients were 48 patients (41%). The number of uncontrolled hypertensive patients with low HDL level were 11 patients (61.1%), while the number of controlled hypertensive patients with low HDL level were 7 patients (38.9%).
From this study, the proportion of uncontrolled hypertensive patients with low HDL level is significantly greater than controlled hypertensive patients with low HDL level, but the value of p = 0.060 (p> 0.05) were obtained concluded that no statistically significant relationship between the level of HDL to blood pressure control in hypertesive patients at internal medicine clinic Cipto Mangunkusumo general hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>