Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177140 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suryadi
"Risiko kredit adalah salah satu risiko yang dihadapi KPEI sebagai central counterparty di pasar modal Indonesia. Risiko kredit tersebut muncul karena adanya penyelesaian hak dan kewajiban Anggota Kliring (AK) ke KPEI, sehubungan dengan transaksi yang dilakukan di BEI. Salah satu rekomendasi dari BIS dan IOSCO, KPEI harus dapat mengelola risiko kredit terkait adanya kemungkinan kegagalan anggotanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menghitung risiko kredit (expected loss) AK menggunakan Factor Model yang diimplementasikan KPEI sebelum Juni 2012 dan Risk-Based Model yang diimplementasikan setelahnya dan kemudian membandingkannya. Juga dilakukan perhitungan risiko tambahan (unexpected loss) AK dengan menggunakan metode stress testing. Data yang digunakan adalah data penyelesaian hak dan kewajiban seluruh AK tanggal transaksi 25, 28 dan 29 Mei 2012 yang belum diselesaikan pada tanggal 30 Mei 2012. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengukuran risiko (expected loss) dalam kondisi pasar normal dengan metode Risk-Based Model memberikan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan metode Factor Model. Sedangkan untuk risiko dalam kondisi pasar stress (unexpected loss), 73% dari 113 AK yang diteliti mengalami tambahan risiko kredit terhadap KPEI.

Credit risk is one of the risks faced KPEI as a central counterparty in Indonesia's capital market. Credit risk arises due to the completion of the rights and obligations of the Clearing Member (CM) to KPEI. One of the BIS and IOSCO?s recommendations, KPEI should be able to manage credit risk related to a possible failure of its members. This study aims to measure and calculate the CM's credit risk (expected loss) using Factor Model implemented before June 2012 and the Risk-Based Model implemented afterwards and then compare them. Also performed the calculation of the additional risk (unexpected loss) using stress testing. The data used is the completion of the rights and obligations of data throughout the transaction date AK 25, 28 and May 29, 2012 that have not been settled on May 30, 2012. This study shows that the measurement of risk (expected loss) under normal market conditions by the of Risk-Based Model method gives a smaller value than Factor Model method. As for the risk in the stress market conditions (unexpected loss), 73% of 113 CMs have studied additional credit risk to KPEI."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T32233
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy
"Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998, 2005, dan 2008 membuat bank-bank mengalami kesulitan likuiditas. Kondisi tersebut menyebabkan risiko kredit/tingkat kredit bermasalah pada saat itu meningkat karena banyak perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu mengembalikan kredit yang dimiliki kepada bank. Di sisi lain, bank juga harus memiliki modal yang cukup untuk mengantisipasi penarikan dana besar-besaran pada suatu saat oleh nasabahnya. Peningkatan kredit bermasalah (NPL) membuat bank cukup rentan terhadap guncangan ekonomi yang akan terjadi jika bank tidak memiliki modal (CAR) yang cukup. Dalam kondisi ekonomi yang buruk (shock), bank perlu berhati-hati karena tidak ada yang dapat memperkirakan luas dan dalamnya krisis keungan. Oleh karena itu, bank harus melakukan stress testing secara berkala untuk memperkirakan kemampuan bank bertahan pada kondisi yang buruk. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Auto Regressive (VAR) yang mampu memperkirakan jangka waktu (lag) yang optimal yang dapat mempengaruhi variabel itu sendiri dalam persamaan regresi linier atau model yang dibentuknya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan inflasi dan nilai tukar IDR/USD berpengaruh positif terhadap NPL, sedangkan peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (GDP) dan BI Rate berpengaruh negatif terhadap NPL dengan lag 1 (1 kuartal). Pada saat terjadi shock, NPL akan meningkat dan mencapai NPL tertinggi pada 5 - 7 kuartal setelah terjadinya shock. Peningkatan NPL tersebut tidak sama untuk semua jenis bank. Berdasarkan struktur kepemilikan bank, Bank Campuran dan Bank Asing memiliki risiko kredit tertinggi, sedangkan BUSN Non Devisa dan BPD memiliki risiko kredit terkecil akibat terjadinya shock. Risiko kredit tersebut menyebabkan tingkat CAR Bank menurun namun masih berada di atas ketentuan Bank Indonesia, yaitu 8%.

Banks had liquidity problems in Indonesia monetary crisis in 1997-1998, 2005 and 2008. The condition caused credit risk/the level of non-performing loans (NPL) increased because many companies had financial difficulties and are not able to repay the loan to the Bank. On the other hand, Banks also must have enough capital to anticipation of massive withdrawals (rush) at any time by the customer. Increasing in non-performing loans makes banks quite vulnerable to economic shocks that would occur if the bank has no sufficient capital (CAR). In bad economic conditions (shock), Banks need to be careful because no one can predict the breadth and depth of the financial crisis. Therefore, Banks should conduct stress tests periodically to estimate the banks' ability to survive in harsh conditions. The methodology used in this research is the Vector Auto Regressive (VAR) that is able to estimate the length of time (lag) that can affect the optimal variable itself in a linear regression equation or model of the formation. The results of this research represented that the increase in inflation and exchange rate IDR/USD have positive effect on NPL, while the increase in Gross Domestic Product (GDP) and BI rate have negative effect on NPL with lag one (one quarter). In the time of a shock, NPL will increase and reached the highest NPL in 5 - 7 quarters after the shock. The increase in NPL is not the same for all types of banks. Based on the ownership structure of banks, the Joint Venture Bank and Foreign Owned Bank have the highest credit risk, while the Non-Foreign Exchange Commercial Bank and Regional Development Bank have the smallest credit risk due to shock. Credit risk causes Bank's CAR level declined but it remained above the Bank Indonesia regulation, which is 8%."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muslimah Mattjik
"Untuk mengetahui berapa besar modal yang harus dicadangkan untuk risiko pembiayaan, bank harus mengukur berapa besar potensi kerugian akibat risiko pembiayaan. Risiko pembiayaan dapat diukur dengan model standar dan model internal. Dengan studi kasus pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Harta Insan Karimah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar potensi kerugian risiko pembiayaan dengan model standar dan dengan model internal, manakah model yang lebih akurat, dan berapa besar penghematan modal yang harus dicadangkan dari selisih hasil pengukuran dengan kedua model tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data seluruh jenis pembiayaan pada BPRS Harta Insan Karimah pada tahun 2008, 2009 dan 2010. Model internal dilakukan dengan metode CreditRisk+ , sedangkan model standar dilakukan dengan menghitung Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 8/22/PBI/2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa modal yang harus dicadangkan untuk menutup kerugian akibat risiko pembiayaan dengan modal internal lebih kecil daripada dengan modal standar. Dibandingkan dengan actual loss yang terjadi, model internal lebih akurat dibandingkan dengan model standar. Maka BPRS Harta Insan Karimah dapat menghemat modal yang harus dicadangkan sebesar 72,5% pada tahun 2008, 75,3% pada tahun 2009, dan 83,8% pada tahun 2010.

To find out how much capital charge for financing risk, bank has to know how much potential loss regarding financing risk. Financing risk can be measured based on Standard Model and Internal Model. With case study at Shariah Rural Bank or Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Harta Insan Karimah, this research is aimed to find out how much potential loss regarding financing risk based on standar model and internal model, which model is more accurate, and how much capital charge that bank can save concerning the difference of measurement result between the two models.
The database used in this research is data of all kind of financing at BPRS Harta Insan Karimah taken from 2008 to 2010. The internal model based on CreditRisk+ method, while standard model based on WRA measurement by Bank Indonesia number 8/22/PBI/2006 on Minimum Capital Charge of Shariah-Based Rural Bank.
The measurement result shows that potential loss regarding financing risk based on internal model is lower than based standard model. Comparing with actual loss, internal model is more accurate than standard model. Then BPRS Harta Insan Karimah can save capital charge about 72,5% at year 2008, 75,3% at year 2009, and 83,8% at year 2010.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29873
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paul Setio Kartono
"Banyak fenomena yang terjadi dalam industri asuransi jiwa pada saat krisis ekonomi terjadi pada tahun 1998-2000. Nilai tukar mata uang asing yang naik tajam, suku bunga yang berfluktuasi, jatuhnya sektor perbankan, pengangguran meningkat. merupakan beberapa indikator krisis ekonomi yang memberi dampak yang sangat besar terhadap industri asuransi jiwa. pemerintah melalui Departemen Keuangan, kemudian mengeluarkan peratutan baru dalam pengukuran Batas Solvabilitas Minimum yaitu dengan metode RBC Peraturan baru tersebut dimaksudkan untuk lebih melindungi konsumen dan meningkatkan transparansi perusahaan asuransi jiwa.
Karya akhir ini mempunyai tujuan untuk meneliti apakah rasio RBC yang digunakan untuk menilai solvabilitas perusahaan asuransi jiwa berkorelasi dengan metode lain pengukuran tingkat kesehatan perusahaan asuransi jiwa. Metode pembanding yang dipilih adalah Ruin probability. Dalam beberapa literatur aktuaria seperti yang ditulis oleh Bowers, Daykin, Panjer. Wilimot dan lain-lain Ruin Probability merupakan metode pengukuran kesehatan perusahaan asuransi jiwa yang bersifat teoritis. Ruin probability merupakan pengembangan dan analisis stokastik pada teori risiko. Metode ini kontras dengan metode RBC yang menilai risiko berdasarkan perhitungan praktis pada perusahaan asuransi jiwa. Dengan memilih metode Ruin Probability sebagai pembanding RBC, diharapkan tulisan ini mempunyai nilai tambah.
Studi ini berdasarkan metodologi cross sectional analysis dalam mencari hubungan antara RBC dan Ruin Probability Cross sectional analysis dipilih karena peraturan mengenai RBC baru mulai diterapkan tahun 2000. Data yang digunakan adalah data keuangan tahun 2001, sedangkan analisis trend investasi menggunakan data dari tahun 1995.
Hipotesis pertama adalah RBC mempengaruhi Ruin Probability secara signifikan. pengujian dilakukan dengan uji F dan t pada model regresi linier antara RBC sebagai variabel independen dan Ruin Probability sebagai variabel dependen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa RBC tidak mempengaruhi Ruin Probability secara signifikan (tingkat signifikansi a=5%). Lemahnya korelasi antara RBC dan Ruin Probability diakibatkan oleh:
. Penerapan metode RBC yang masib barn dan pelaksanaanya bertahap, sehingga rasio RBC yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan asuransi masib terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara satu dengan yang lainnya
. Beeberapa ukuran dalam perhitungan Ruin Probability menggunakan benchmark dan beberapa indikator ekonomi yang mungkin kurang tepat dalam mencerminkan kondisi risiko yang sebenarnya.
. Dalam perhitungan RBC, beberapa sekuritas yang diterbitkan pemerintah tidak mempunyai risiko sama sekali. Dalam telaah teori dan hasil pengujian menunjukkan bahwa sekuritas pemerintah mempunyai risiko suku bunga yang tidak seharusnya diabaikan. Investasi pada beberapa instrumeb termasuk penyertaan langsung dan properti diberi angka factor yang cukup kecil dibanding dengan variansinya.
. Perhitungan nsiko akibat deviasi kewajiban pada metode RBC hanya memperhitungkan net amount at risk tanpa memperhitungkan jumlah polis yang ada. Menurut hukum bilangan besar, jumlah polis yang berbeda meskipun net amount at risk sama menghasilkan risiko yang berbeda.
Hipotesis kedua adalah apakah Ruin Probability kelompok sampe dengan RBC lebih besar dari 120% (sesuai dengan persyaratan pemerintah) secara statistic Iebih rendah daripada kelompok sampel dengan RBC lebih kecil dari 120%. Pengujian dilakukan dengan metode tes sampel independen dan uji Levene. Hasil pengujian mengindikasikan bahwa Ruin Probability kelompok sampel I (RBC>120%) secara statistik tidak lebih kecil daripada kelompok sampel 2 (RBC<120%), dengan tingkat signifikansi a=5%. Hasil lain dari pengujian ini menyebutkan bahwa variansi dan kelompok sampel 1 secara statistik Lebih kecil daripada kelompok sampel 2. Hal ini membawa penelitian kepada hipotesis ketiga.
Hipotesis ketiga sama dengan hipotesis pertama tetapi data yang digunakan adalah data pada kelompok sampel I yaitu perusahaan asuransi jiwa dengan RBC>120%. Ternyata hasil pengujian mengindikasikan bahwa untuk perusahaan asuransi jiwa dengan RBC>120%, rasio RBC secara signifikan mempengaruhi besar kecilnya Ruin Probability dengan tingkat signifikansi a=5%.
Hasil temuan ini memberikan implikasi kepada beberapa pihak. Bagi masyarakat konsumen asuransi jiwa, penilaian kesehatan perusahaan asuransi tidak hanya berdasarkan atas rasio RBC, tetapi sebaiknya menilai juga aspek kualitatifnya. Kemudian bagi Regulator, adalah tantangan untuk memperbaiki atau melengkapi peraturan yang sudah ada. Selanjutnya bagi akademisi dan peneliti lain, penelitian ini masih pada tahap awal dan dapat dilanjutkan dengan pengukuran-pengukuran dan metode yang iebih terperinci sehingga didapat hasil yang lebih akurat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T3799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Mudjiandoko
"ABSTRAK
Dengan perkembangan kodisi pasar keuangan selama lima tahun terakhir akibat
dari krisis subprime mortgage, pelaku pasar yakin bahwa pengukuran risiko pasar
nilai VaR masih harus dilengkapi dengan analisis stress testing nilai VaR.
Penelitian ini akan melakukan stress testing atas nilai VaR nilai tukar dolar AS
dan euro yang dihitung dengan metode Historical Simulation (HS), Volatility-
Weighted Historical Simulation (VWHS), dan Extreme Value Theory – Historical
Simulation (EVT-HS). Atas perhitungan nilai VaR yang didapat, akan dilakukan
stress testing berdasarkan scenario analysis yang mengikuti ketentuan dari Bank
Indonesia terkait dengan besaran perubahan dari nilai tukar yang dimaksud.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari ketiga model stress testing yang
disebut di atas, didapati bahwa model EVT-HS merupakan model yang terbaik
untuk digunakan dalam kondisi ekstrim. Dengan demikian, estimasi nilai stress
testing dengan menggunakan EVT-HS diharapkan dapat diaplikasikan dalam
pengawasan potensi risiko pihak perbankan karena akan berdampak pada
besarnya beban modal yang harus dicadangkan.

ABSTRACT
The progress of recent financial market in the last two years as a result of
subprime mortgage crisis, leads to the belief of the market players that value at
risk should be complemented with stress testing analysis. This research will run
stress testing analysis on VaR for US dollar and euro exchange rates which is
calculated by Historical Simulation (HS), Volatility Weighted Historical
Simulation (VWHS), and Extreme Value Theory – Historical Simulation (EVTHS).
Based on VaR calculation, stress testing will be conducted using scenario
analysis that will refer to Bank Indonesia provision related to the changes of such
exchange rates. Based on the research that has being carried out, from the three
stress testing models mentioned above, it is found that EVT-HS model is the best
model to be used for extreme condition. Thus, the estimated stress testing figures
using the EVT-HS model is expected to be applied in the banking sector for
capital adequacy calculation."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priasmoro
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besarnya risiko Kartu Kredit rnelalui pendekatan internal model Credit Risk + selain itu juga Bank ABC dapat mengukur besar kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) serta berapa besar economic capital yang hares disediakan oleh PT Bank ABC untuk meng-cover unexpected loss. Pembatasan masalah adalah bahwa Kartu Kredit yang dipergunakan adalah bersifat individual dan jumlahnya massal serta terdapat beberapa jenis Kartu Kredit sesuai limitnya, bahwa Kartu Kredit yang diteliti adalah periode tahun 2002- 2004, dan tidak membedakan jenis Kartu Kredit, exposure terbesar untuk Kartu Kredit di PT Bank ABC sebesar Rp 50 juta Rupiah , tidak terdapat jaminan deposito dan Default disebabkan oleh sesuatu hal yang berkaitan dengan kemampuan pembayaran dari Card Holder, yang bersumber dan penghasilan bulanan, usaha atau pendapatan lainnya.
Gambaran umum mengenai metodologi yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
1)Melakukan pengumpulan data debitur Kartu Kredit periode Januari 2002 sampai dengan Desember 2004.
2)Penyusunan Band dan Penyusunan Exposure Default per Band
3)Pengukuran Recovery Rate
4)Pengukuran Severity Loss atau Loss Given Default
5)Pengukuran Probability of Default dan Cumulative Probability of Default
6)Pengukuran Expected Loss dan Unexpected Loss
7)Pengukuran Economic Capital
8)Pengujian Validitas Model Credit Risk +
Credit Risk + adalah metode pengukuran risiko yang dikembangkan oleh Credit Suisse First Boston (CSFB)) pada Desember 1996. Dalam metode ini ada dua fokus yang dihadapi yaitu default dan non default serta fokus pada expected losses dan unexpected losses . Dalam metode Credit Risk+, tidak memperhatikan penyebab dari default. Data input berasal dari data histories yaitu data exposure debitur dan data exposure at default dari debitur dan frequency of default event terjadi akibat adanya default kredit dari serangkaian peristiwa.
Keuntungan Credit Risk+ adalah relatif mudah untuk diimplementasikan, karena hanya lebih fokus pada default, sehingga relatif membutuhkan sedikit estimasi dan inputs. Untuk setiap instrument, hanya diperlukan exposure at default dan mengukur probability of default. Credit Risk + cocak untuk kredit konsumer karena jumlah nasabah yang banyak dan kreditnya relatif lebih kecil.
Kelemahan Credit Risk+ yaitu mengasumsikan bahwa credit risk tidak mempunyai hubungan dengan market risk Selain iru Credit Risk+ mengabaikan migration risk, exposure setiap debitur tetap dan tidak sensitif dengan kualitas kredit atau variability dari interest rate. Selain itu Credit Risk+ melakukan pengukuran pada sekelompok nasabah sehingga sulit diketahui risiko kredit per nasabah.
Dalam mengukur nilai risiko kredit untuk produk Kartu Kredit di Bank ABC didasarkan pada pemikiran bahwa:
1. Produk Kartu Kredit adalah jenis kredit yang memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi mengingat pemberian fasilitas Kartu Kredit kepada nasabah tidak disertai jaminan dan bersifat konsumtif.
2. Adanya potensi pasar Kartu Kredit yang cukup besar di Indonesia, terutarna dengan semakin tingginya kebutuhan konsumsi masyarakat dan semakin berkembangnya pasar-pasar modem serta toko-toko yang menerima pembayaran dengan Kartu Kredit.
3. Adanya tingkat persaingan yang tinggi diantara bank-bank sebagai issuer Kartu Kredit sehingga pihak bank melakukan pemasaran Kartu Kredit nya secara agresif.
4. PT. Bank ABC belum mererapkan internal model khususnya Credit Risk+ untuk menghitung risiko kredit untuk produk Kartu Kredit nya.
Hasil pengukuran risiko kredit dengan menggunakan metode CreditRisk+ menunjukkan bahwa nilai unexpected loss adalah sebesar Rp. 37.180.000.000,- path tahun 2002, sebesar Rp. 40.508.000.000,- pads tahun 2003 dan sebesar Rp.46.540.000.000,- pada tahun 2004.
Besarnya unexpected loss ini hares ditutup dengan modal. Economic capital yang dapat menutup unexpected loss ini setiap tahunnya meningkat mulai dari Rp.22.932.000.000,- di tahun 2002, sebesar Rp. 23.660.000.000,- di tahun 2003 serta sebesar Rp.26.000.000.000,- di tahun 2004. Dari likelihood test ratio diketahui bahwa jumlah kejadian real loss yang melebihi nilai unexpected loss selama periode observasi adalah not atau tidak ada nilai yang melebihi nilai unexpected loss, yang berarti nilai LR yang diperoleh lebih kecil dari nilai kritis dengan tingkat keyakinan 95% atau LR < 3,841. Dengan dernikian dapat dikatakan bahwa metode pengukuran risiko dengan Credit Risk+ ini dapat diterima dan cukup akurat dalam mengukur unexpected loss ( VAR) kartu kedit. Dengan melihat kemudahan serta cukup sederhana dari penggunaan metode CreditRisk+ dalam mengukur risiko Kartu Kredit, maka Bank ABC dapat mempertimbangkan metode CreditRisk+ ini dalam pengukuran risiko Kartu Kredit di Bank ABC. Penggunaan internal model lebih kecil dibandingkan dengan standardized model dalam penggunaan modal minimum maka dapat menjadi altematif model untuk menghitung risiko bagi pengelola Bank ABC. Mengingat bahwa karakteristik produk kredit konsumer seperti Kredit Kendaraan Bermotor, Kredit Pemilikan Rumah, dan Personal Loan mempunyai karakteristik yang sama dengan Kartu Kredit yaitu jumlah debitur banyak dengan nilai kredit relatif kecil dan bersifat individual, maka penggunakaan metode CreditRisk+ dapat digunakan jugs untuk mengukur risiko kredit untuk consumer loan diluar produk kartu kredit tersebut.
Kurang tersedianya database yang baik akan berpengaruh terhadap kualitas pengukuran internal model Credit Risk +, oleh karena itu Bank ABC harus meningkatkan kualitas dari database Kartu Kredit nya secara detail terutama pada pengelompokkan debitur berdasarkan Band, data recovery, data default per Band. Karena tingkat recovery yang rendah maka Bank ABC harus terus meningkatkan peran collectionnya agar recovery rate Kartu Kredit terus meningkat.

The purpose of this research is to find out how high the risk of Credit Card by using the method of internal model Credit Risk +. Aside from that, Bank ABC can also measure the expected loss and the unexpected loss, as well as the amount of economic capital that has to be provided by PT Bank ABC to cover the unexpected loss.
The problem limitation is that the Credit Cards that are used are individual cards in a mass number. Also, there are some types of Credit Card according to the limit, that the Credit Cards being inspected are of the 2002 - 2004 period, and not being differentiated based on the types, the biggest exposure for Credit Card in PT Bank ABC is 50 millions Rupiah, and there's no collateral and Default available, caused by something that has to do with paying ability of the Card Holder, which is determined by their monthly income.
A general view on the method that's going to be used is as follows:
1) Collecting data of Credit Card Holder in the period of January 2002 - December 2004.
2) Arranging Band and Exposure Default per Band
3) Measuring the Recovery Rate
4) Measuring the Severity Loss or Loss Given Default
5) Measuring the Probability of Default and Cumulative Probability of Default
6) Measuring Expected Loss and Unexpected Loss
7) Measuring the Economic Capital
8) Testing the Validity of Model Credit Risk
Credit Risk + is a method of measuring the risk which was developed by Credit Suisse First Boston (CSFB) in December 1996. In this method, there are two focus points that are being dealt with. One is the default and non-default, and the other is the expected losses and unexpected losses. In the Credit Risk+ method, the cause of the default is not to be concerned. Input data comes from history data. They are the exposure data of the Card Holder and the data of exposure at default of the Card Holder and the frequency of default event which is caused by a series of events.
The benefit of using Credit Risk+ method is quite easy to be implemented because it focuses more to the default, so that it needs only few estimation and inputs. For each instrument, we only need exposure at default and counting the probability of default. Credit Risk + method are suitable for consumer credit due to the high number of accounts and the credit is relatively lower.
The weakness of Credit Risk+ method is the assumption that credit risk does not relate to market risk. It excludes migration risk, and the exposure of each Card Holder is constant and insensitive to the credit quality or the variability of interest rate. In addition, Credit Risk+ method does the measuring to a group of Card Holders, and that makes it difficult to find out the risk of each Card Holder
Measuring the value of credit risk for Credit Card product at Bank ABC are based on these following thoughts:
1. Credit Card product is a credit type that has quite high risk, concerning the approval of Credit Card facility to costumers does not qualify collateral and the function induces consumerism.
2. The increasing consumerism among Indonesian people, the development of modern markets, and the more shopping places that allow costumers use their credit cards thus increase the potential market of Credit Card in the country.
3. Tight competition among banks that issue Credit Card products leads to the agressive way of marketing Credit Cards.
4. PT. Bank ABC has not implemented the internal model, especially Credit Risk+ , to calculate the credit risk for their Credit Card product.
The risk measuring with Credit Risk+ method shows that the value of unexpected loss equals to Rp. 37.180.000.000,- in the year of 2002, Rp. 40.508.000.000 2003, and Rp.46.540.000.000,- in 2004.
The unexpected loss has to be covered by capital. Economic capital that covers the unexpected loss increases every year, starting Rp 22.932.000.000,- in 2002, Rp 23.660.000.000,- in 2003, and Rp.26.000.000.000,- in 2004.
From the likelihood test ratio we can tell that the sum of real loss that's bigger than the value of unexpected loss during the observation period equals to zero. There is no value bigger than the value of unexpected loss, which means the LR value is smaller than risky value with the assurance level of 95% or LR < 3,841. In brief, the risk measuring method Credit Risk+ can be accepted and is accurate enough in measuring the unexpected loss (VAR) of credit card.
Based on the simplicity of the Credit Risk+ method, Bank ABC can take into considerations of using the method to measure the Credit Card risk in their company.
The use of internal model is smaller than the standardized model in the minimum use of capital, thus it can be an alternative model to measure the risk for Bank ABC.
Regarding that consumer credit products such as Car Loan, Housing Loan, and Personal Loan has the similar characteristics with Credit Card, that is high number of Customer with credit value that's relatively small and individual, thus Credit Risk+ method can also be used to measure credit risk for consumer loan other than the credit card itself. The lack of the right database will affect on the quality of internal model Credit Risk measurement. Thai's why Bank ABC has to improve the quality of their credit card database, especially in the classification of Card Holder based on Band, data recovery, and data default per Band.
Due to the low recovery level, Bank ABC has to improve their collection role so that the Credit Card recovery level will increase."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesri Nasria
"

Sejak lebih dari dua dasawarsa penerapan sistem Perbankan Syariah di Indonesia, berbagai studi yang membahas tentang issue mengenai praktik dan pembaruan teori pun semakin berkembang seiring dengan tingginya minat masyarakat muslim di Indonesia akan produk keuangan berbasis syariah. Salah satu tantangan dalam pertumbuhan suatu sistem perbankan adalah kemampuannya dalam menghadapi risiko yang dapat muncul bahkan dalam keadaan ekstrim sekalipun. Tingkat gagal bayar yang tinggi membuat pihak perbankan tidak hentinya berupaya untuk mencari strategi terbaik yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi kerugian. Belum lagi resesi ekonomi berkepanjangan bahkan krisis ekonomi masih menjadi permasalahan yang paling mengkhawatirkan seluruh sektor keuangan. Penelitian ini kemudian dilakukan untuk melihat ketahanan bank syariah di Indonesia terhadap guncangan ekonomi, khususnya secara makro,  menggunakan model untuk macro stress test  risiko kredit untuk sektor perbankan berdasarkan analisis scenario.

 


Since more than two decades of implementation of Sharia Banking sistem in Indonesia, various studies that discuss issues concerning the practice and the renewal of theory have also grown along with the high interest of the Muslim community in Indonesia for sharia-based financial products. One of the challenges within the growth of a banking sistem is its ability to deal with risks that can arise even in extreme circumstances. The high default rate makes the banks endlessly try to find the best strategy that can be done to minimize losses. Furthermore, prolonged economic recession and even the economic crisis is still the most worrying problem for the entire financial sektor. This research then conducted to look at the resilience of Islamic banks in Indonesia to economic shocks, particularly at a macro level, using a model for macro stress tests of credit risk for the banking sektor based on scenario analysis.

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Agus Salim
"Tesis ini membahas mengenai Kewajiban Perusahaan Pialang Berjangka yang merupakan Anggota Kliring Berjangka untuk membayarkan Margin dan Dana Kliring, Transaksi pada Perdagangan Berjangka Komoditi merupakan transaksi yang berisiko tinggi dimana para pelaku dapat saja memperoleh keuntungan yang sangat besar akan tetapi dapat juga menperoleh kerugian yang sangat besar pada waktu yang dekat. Untuk meminimalkan hal tersebut maka dibentuklah Lembaga Kliring Berjangka yang berfungsi untuk menjamin penyelesaian pembayaran setiap transaksi Pialang Berjangka yang merupakan Anggotanya, keberadaan Lembaga Kliring tersebut dapat memberikan kepastian dalam pembayaran setiap transaksi yang ada di Perdagangan Berjangka Komoditi, akan tetapi di lain hal untuk menjamin pembayaran dan/atau penyelesaian tersebut dilakukan oleh Lembaga Kliring Berjangka maka Anggota Lembaga Kliring Berjangka berkewajiban untuk menyetorkan Margin dan Dana Kliring, apabila Anggota Kliring Berjangka tidak mengakui adanya transaksi yang dilakukannya dimana transaksi tersebut sudah dijamin penyelesaiannya oleh Lembaga Kliring Berjangka maka hal tersebut akan menjadi permasalahan tersendiri dan memerlukan perlindungan hukum untuk melindungi Lembaga Kliring dari hal-hal tersebut di masa yang akan datang.

This thesis explored about the obligation of Futures Brokerage Company as a Member of Derivative Clearing House to pay Clearing Fund and Margin. Transaction in futures commodity trading is a high risk transaction, where the party who conduct Futures Commodity Trading can obtain huge profit and huge loss within adjacent. Derivative Clearing House is established to minimize such high risk transaction. The function of Derivative Clearing House is to guarantee payment completion upon every transaction conducted by Futures Brokerage, which is a member of such Derivative Clearing House. The existence of Derivative Clearing House can give certainty in payment upon every transaction in Futures Commodity. Nevertheless to be able to guarantee the payment and/or to complete the transactions by Derivative Clearing House, the member of Derivative Clearing House (Futures Brokerage) is oblige to pay the Clearing Fund and Margin. If such member of Derivative Clearing House did not acknowledge the transaction which has been done whereas such transaction had been guaranteed by the Derivative Clearing House, hence it will become a distinct issue. To be able to solve that issue and any similar issue in the future, the Derivative Clearing House needs legal protection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41564
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Tiami Adela
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor pasar (market), ukuran (size), dan nilai (value) pada Fama and French Three Factor Model terhadap excess return portofolio menggunakan metode value weughted dan equally weighted terhadap saham perbankan di Negara ASEAN ? 4. Faktor ini juga menguji faktor pasar (market) dan faktor term structured pada Intertemporal Capital Asset Pricing Model (ICAPM) pada saham perbankan ASEAN - 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya faktor pasar (market) yang secara signifikan mempengaruhi excess return portofolio saham perbankan pada Fama and French Three Factor Model secara value weighted dan equally weighted. Faktor term structured pada Intertemporal Capital Asset Pricing Model menunjukkan hasil yang signifikan hanya jika diujikan pada excess return portofolio saham perbankan menggunakan metode equally weighted.
This research aims to determine the effect of market, size, and value on Fama and French Three Factor Model toward portofolio excess return using value weighted and equally weighted method on ASEAN ? 4 banking stock. This research also determine the effect of market factor and term structured factor on Intertemporal Capital Asset Pricing Model on ASEAN ? 4 banking stock. The result shows only market factor which has significant effect towards banking stock portofolio excess return on Fama and French Three FactorModel, using both value weighted dan equally weighted. The term structured factor on Intertemporal Capital Asset Pricing Model has significant effect towards banking stock portofolio excess return using equally weighted method."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S66316
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Ristiani
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji dua model yang paling sering digunakan dalam menduga expected return portofolio yaitu Fama-French Three Factors model dan CAPM Capital Asset Pricing Model, manakah yang lebih lebih baik dalam menduga expected return portofolio industri non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI . Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel return bulanan dari tahun 2013 hingga 2017. Hasil penelitian menunjukan dari kedua model yang digunakan, model tiga faktor Fama-French adalah model yanglebih baik dalam menjelaskan expected return jika dibandingkan dengan model CAPM Capital Asset Pricing Model.

The study aims to examine the two most commonly used models for estimating portfolio expected returns, Fama French 3 Factors model and CAPM Capital Asset Pricing Model , which one is the better model in estimating the expected return of non financial industry portfolio listed on the Indonesia Stock Exchange BEI. The study was conducted using monthly return samples from 2013 to 2017. The results show that from the two models used, the Fama French three factor model is a better model in explaining the expected return compared to the Capital Asste Pricing Model CAPM."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>