Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6020 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Latar belakang: Hipoksia mengakibatkan peningkatan ROS. Hingga saat ini, belum banyak diketahui mengenai peran MnSOD ? enzim antioksidan endogen utama ? pada respons adaptasi sel terhadap hipoksia. Penelitian ini bertujuan menganalisis ekspresi mRNA dan aktivitas spesifi k MnSOD pada darah, jantung dan otak tikus yang diinduksi hipoksia sistemik.
Metode: 25 ekor tikus Sprague Dawley diinduksi hipoksia sistemik di dalam ruang hipoksia (8-10% O2) selama 0, 1, 7, 14 atau 21 hari. Ekspresi relatif mRNA MnSOD dianalisis menggunakan Real Time RT-PCR. Aktivitas spesifi k MnSOD diukur dengan metode inhibisi xantin oksidase.
Hasil: Ekspresi relatif mRNA MnSOD pada darah dan jantung tikus menurun selama fase awal induksi hipoksia sistemik (hari ke 1) dan meningkat setelah hari ke 7, sedangkan ekspresi mRNA pada otak meningkat sejak hari ke 1 dan mencapai kadar maksimum pada hari ke 7. Hasil pengukuran aktivitas spesifi k MnSOD selama awal induksi hipoksia sistemik menyerupai hasil ekspresi mRNA. Pada kondisi hipoksia yang sangat lanjut (hari ke 21), aktivitas spesifi k MnSOD pada darah, jantung dan otak menurun secara signifi kan. Ekspresi mRNA MnSOD pada ketiga jaringan tersebut selama hari ke 0-14 induksi hipoksia sistemik berkorelasi positif dengan aktivitas spesifi knya. Selain itu, ekspresi mRNA dan aktivitas spesifi k MnSOD pada jantung berkorelasi kuat dengan hasil pada darah.
Kesimpulan: Ekspresi MnSOD pada fase awal dan lanjut induksi hipoksia sistemik mengalami regulasi yang berbeda. Ekspresi MnSOD pada otak berbeda dengan pada darah dan jantung, menunjukkan bahwa jaringan otak dapat lebih bertahan pada induksi hipoksia sistemik dibandingkan jantung dan darah. Pengukuran ekspresi MnSOD di dalam darah dapat digunakan untuk menggambarkan ekspresinya di dalam jantung pada keadaan hipoksia sistemik.

Abstract
Background: Hypoxia results in an increased generation of ROS. Until now, little is known about the role of MnSOD - a major endogenous antioxidant enzyme - on the cell adaptation response against hypoxia. The aim of this study was to determine the MnSOD mRNA expression and levels of specifi c activity in blood, heart and brain of rats during induced systemic hypoxia.
Methods: Twenty-five male Sprague Dawley rats were subjected to systemic hypoxia in an hypoxic chamber (at 8-10% O2) for 0, 1, 7, 14 and 21 days, respectively. The mRNA relative expression of MnSOD was analyzed using Real Time RT-PCR. MnSOD specifi c activity was determined using xanthine oxidase inhibition assay.
Results: The MnSOD mRNA relative expression in rat blood and heart was decreased during early induced systemic hypoxia (day 1) and increased as hypoxia continued, whereas the mRNA expression in brain was increased since day 1 and reached its maximum level at day 7. The result of MnSOD specifi c activity during early systemic hypoxia was similar to the mRNA expression. Under very late hypoxic condition (day 21), MnSOD specifi c activity in blood, heart and brain was signifi cantly decreased. We demonstrate a positive correlation between MnSOD mRNA expression and specifi c activity in these 3 tissues during day 0-14 of induced systemic hypoxia. Furthermore, mRNA expression and specifi c activity levels in heart strongly correlate with those in blood.
Conclusion: The MnSOD expression at early and late phases of induced systemic hypoxia is distinctly regulated. The MnSOD expression in brain differs from that in blood and heart revealing that brain tissue can possibly survive better from induced systemic hypoxia than heart and blood. The determination of MnSOD expression in blood can be used to describe its expression in heart under systemic hypoxic condition. "
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Dewi
"Tujuan: Menganalisis ekspresi gen manganese superoxide dismutase (MnSOD) pada jaringan jantung, otak dan darah tikus yang diinduksi hipoksia sistemik.
Desain: penelitian eksperimental in vivo dengan menggunakan hewan coba.
Metode: Sampe! penelitizm ini adalah 25 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley (Rarms novergicus L), yang dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok I tikus tanpa perlakuan hipoksia sebagai kontrol, kelompok II, III, IV dan V adalah kelompok tikus dengan perlakuan hipoksia 10% O2 selama 1, 7, 14 dan 21 hari. Setelah perlakuan tikus dimaiikan, kemudian darah, otak dan jantung tikus diambil untuk diperiksa tingkat ekspresi mRNA dengan menggunakan real time RT PCR dengan pewamaan SYBR green, serta diukur aktivitas spesifik MnSOD dengan menggunakan kit RanSOD® dengan ditambahkan NaCN untuk menghambat aktivitas CuZn SOD.
Hasil: Pada hipoksia awa] (1 hari) ekspresi relatif mRNA MnSOD dan aktivitas spesifik MnSOD menunjukkan penurunan di darah dan jantung, sedangkan pada otak tidak te1jadi penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan hipoksia sistemik perlindungan antioksidan pada otak terjadi lebih awal dibandingkan jantung dan darah. Pada hipoksia awal di jantung dan darah, mulai terjadi peningkatan ROS sehingga aktivitas spesink MnSOD menurun, namun belum dapat menstimulasi peningkatan eksprsi mRNA-nya_ Pada hipoksia I-I4 hari baik ekspresi mRNA maupun aktivitas spesiiik MnSOD pada ketiga jaringan tersebut mengalami peningkatan sejalan dengan lamanya hipoksia. Pada hipoksia lanjut (21 hari) terjadi korelasi negatif antara ekspresi relatif mRNA dngan aktivitas spesiiik MnSOD di jantung dan darah. Hal ini mnmgkin disebabkan karena produksi ROS yang sangat masif, sehingga ekspresi MRNA terus ditingkatkan namun stres oksidatif belum dapat diatasi, sedangkan pada otak fenomena tersebut tidak terjadi. Hal ini diduga karena peningkatan ROS pada hipoksia lanjut masih dapat diatasi dengan aktivitas enzim MnSOD yang tersedia tanpa harus meningkatkan ekspresi mRNA-nya. Hasil ini menunjukkan bahwa otak cenderung lebih dilindungi dalam keadaan hipoksia sistemik dibandingkan janrung dan darah. Hasil analisis uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa perubahan ekspresi relatif MRNA dan aktivitas spesifik MnSOD pada induksi hipoksia sistemik pada darah sejalan dengan perubahannya pada jantung dan otak.
Kesimpulan: Setiap jaringan mempunyai pola ekspresi gen MnSOD dan aktivitas MnSOD yang berbeda-beda pada kondisi hipoksia. Terdapat perbedaan regulasi ekspresi gen MnSOD antara hipoksia sistemik awal dan lanjut. Pengukuran ekspresi MnSOD (mRNA dan aktivitas spesifik) pada darah dapat sekaligus menggambarkan ekspresi tersebut pada jantung dan otak.

Background: The aim of this study is to determine the gene expression of manganese supenoxide dismutase (MnSOD) in rat?s heart, brain and blood induced by systemic hypoxia.
Design: This study is an in vivo experimental study.
Method: This study was conducted on 25 male Sprague Dawley rats (Rattus no1°e:~_gicn.s~ L) which were divided into 5 groups and subjected to systemic hypoxia by placing them in hypoxic chamber supplied by 10% O3 for O, l, 7. I4, 2.1 days. respectively. Rats were sacrified after treatment, and the blood. heart and brain were used for measurement of relative mRNA level ofMnSOD with real time RT PCR and measurement of spesitic activity of MnSOD enzyme using RanSOD® kit.
Result: Determination of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) in rat blood and heart cells under early hypoxic induction (1 day) resulted in the lower levels compared to the level in control group. After l day of hypoxic induction the gene expression level was then increased and again decreased under very late hypoxic condition (21 days) compared to the control. This suggests that the blood and heart cells at early hypoxia have not enough time to provide more MnSOD enzyme through gene expression to eliminate the sudden accumulation of ROS. In contrast to the results in heart and blood cells. the gene expression of MnSOD in brain cells were demonstrated to be increased since early systemic hypoxia (day I) up to day l4_ and tends to decrease under late hypoxic condition (day 21) although the level still slightly higher compared to the level in control group. Under late hypoxic condition (21 days). the capacity of1VlnSOD to eliminate the accumulated ROS has been saturated as found in brain cells, or even reduced to the lower level than in normal condition as found in blood and heart cells. This study could demonstrate that brain cells have different pattern of gene expression of MnSOD compared to blood and heart cells during several time points of hypoxic induction, particularly at early stage. It should also be considered that the levels of gene expression of MnSOD in each tissue were distinct although measured under the same condition. Analysis of Pearson correlation test shows that pattern of gene expression ot`MnSOD in blood cells is appropriate with the pattern in heart and brain cells under hypoxic condition.
Conclusion: Every tissue has the different pattern of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) under hypoxic condition There is different regulation of MnSOD gene expression at early and late hypoxia Analysis gene expression of MnSOD in blood cells could represent the analysis of gene expression of MnSOD in heart and brain cells under hypoxia condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32890
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Rosita
"ABSTRACT
Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu ancaman kesehatan yang mematikan, Pasien TB yang tidak mendapat pengobatan tepat dapat menjadi sumber infeksi di komunitas. Metode deteksi yang efektif sangat diperlukan dalam penanganan TB. Pemeriksaan biakan dahak merupakan metode baku emas (gold standard) namun memerlukan waktu relatif lama dan mahal. Pemeriksaan mikroskopik merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan di negara endemik TB. Namun demikian metode tersebut memiliki sensitivitas yang rendah, tidak mampu dalam menentukan kepekaan obat dan memiliki kualitas yang berbeda karena dipengaruhi oleh tingkat keterampilan petugas laboratorium. Hal tersebut diharapkan dapat diatasi dengan penggunaan pemeriksaan Tes Cepat Molekular (TCM) yang lebih cepat dibandingkan uji kepekaan dan dapat mengidentifikasi keberadaan kuman TB yang resistens terhadap rifampisin. Metode pemeriksaan TCM yang saat ini digunakan di Indonesia dengan menggunakan Xpert MTB/Rif. Penggunaan Xpert MTB/Rif telah direkomendasikan oleh WHO sejak tahun 2010. Sampai akhir 2017, telah terpasang 51 mesin TCM di Provinsi DKI Jakarta. Sehingga dilakukan penelitian untuk megetahui pemanfaatannya dengan melihat utlisasi TCM dan faktor yang mempengaruhi utilisasinya. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan wawancara terhadap petugas laboratorium di 13 fasilitas kesehatan yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta, sedangkan data sekunder didapat dari laporan utilisasi TCM tahun 2017. Data primer dianalisis untuk mendapatkan informasi hal-hal yang mungkin mempengaruhi utilisasi TCM di suatu fasilitas kesehatan. Sedangkan data sekunder dianalisis untuk mendapatkan infromasi utilisasi TCM, tipe terduga yang diperiksa dengan TCM dan hasil pemeriksaan TB dengan TCM. Dari hasil peneltian didapatkan bahwa utlisasi TCM tahun 2017 sebesar 23,28%. Faktor yang mempengaruhinya yaitu masih ada fasilitas kesehatan yang belum memiliki jejaring pemeriksaan untuk pemeriksaan TCM serta masih adanya permintaan pemeriksaan mikroskopik BTA untuk diagnosis walaupun telah tersedia alat TCM di fasilitas kesehatan tersebut. Terkait dengan hal itu, maka jejaring untuk pemeriksaan TCM harus tersedia untuk seluruh fasilitas kesehatan yang telah terpasang alat TCM serta sosialisasi kepada klinisi atau dokter peminta pemeriksaan TB mengenai teknologi pemeriksaan TCM, alur pemeriksaan dan perawatan terduga TB, permintaan dan interpretasi hasil pemeriksaan TCM penting untuk dilakukan.

ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is one of the deadliest health threats, TB patients who do not receive proper treatment can be a source of infection in the community. Effective detection methods are needed in handling TB. Sputum culture is a gold standard method but takes along time and costs are quite expensive. Microscopic examination is an examination that is widely used in endemic TB countries. However, this method has a low sensitivity, is unable to determine drug sensitivity and has different qualities because it is influenced by the level of skill of laboratory technician. This is expected to be overcome by the use of Rapid Molecular Test which is faster than sensitivity testing and can identify the presence of M. tuberculosis that are resistant to rifampicin. Until the end of 2017, 51 machines have been installed in DKI Jakarta Province. So research is conducted to find out its utilization by looking at the utilization value of Rapid Molecular Test and the factors that influence its utilization. The study was conducted by collecting primary data and secondary data. Primary data was obtained by interviewing laboratory officers in 13 health facilities in the DKI Jakarta Province, while secondary data was obtained from the 2017 TCM utilization report. Primary data were analyzed to obtain information on matters that might affect TCM utilization in a health facility. While secondary data were analyzed to obtain information on TCM utilization, the type of TB suspect examined by TCM and the results of TB testing with TCM. From the results of the research, it was found that the utilization of Rapid Molecular Test in 2017 was 21.74%. The factors that influence it are that there are still laboratory that do not have a laboratory network for Rapid Molecular examination and there is still a demand for AFB examination for diagnosis even though rapid molecular equipment is available at the laboratory. Related to this, the laboratory network for rapid molecular examinations must be available for all laboratories that have installed Rapid Molecular machine. Socialization to clinicians who requesting TB examination regarding Rapid Molecular examination technology, TB diagnostic alghorithms, requests and interpretation of Rapid Molecular examination results must be done."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singleton, Paul
Chichester: John Wiley & Sons, 2001
R 579.03 SIN d
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander, Steve K.
New York : McGraw-Hill, 2004
579.07 ALE l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Masagus Zainuri
"Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas spesifik enzim MnSOD, katalase dan OPT pada sel hati tikus yang diinduksi hipoksia sistemik dan hubungannya dangan stres oksidatif. Sampel penelitian ini adalah jaringan had tikus jantan strain Sprague Dawley (Rattus novergieus L), yang diinduksi hipoksia sistemik kmnik 1,7,14 dan 21 hari. Pada homogenat hati tikus dilakuksn beberapa pomeriksaan, yaitu pemeriksaan aktivitas spesifik MnSOD, aktivitas spesifik katalase, aktivitas spesifik enzim OPT, kadar MDA dan pemeriksaan senyawa karbonil.
Dari penelitian ini didapatkan hasil tidak adanya perubahan bennakna pada aktivitas spesifik MnSOD, OPT, dan kadar karbonil. Pada hipoksia 7 dan 21 hari terjadi penurunan bermakna aktivitas spesifik katalase, dan kadar MDA menurun bertuakna peda bipoksia 21 hati.
Dari hasil analisis didapat bubungan negatif antara MnSOD dan katalase dengan kerusakan oksidatif, disimpulkan bahwa MnSOD dan kstalase berperan dalam mencegah kerusakan oksidatif. Analisis hubungan aktivitas spesifik OPT dengan kerusakan oksidatif didapat hubungan negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan OPT di hati dapat dipaksi sebagai indikator kerusakan oksidatif.
Dari basil penelitian ini disimpulkan bahwa jaringan hari memiliki sistem pertahanan antioksidan yang adekuat, sehingga sel hati cukup tahan terhadap terjadinya kerusaknn oksidalif.

The aim of this study was to analyze the specific activities of MoSOD, catalase and GPT in rat liver cells induced by systemic hypoxia related to oxidative stress. The samples were obtained from liver tissue of Spmgue Dawley rats at days I, 7, 14, and 21 of citronic systemic hypoxia and were used to measure specific activity ofMnSOD, catalase, GPT, and the levels ofMDA, and protein carbonyis.
Results showed that there were not significant alteration of specific activity ofMnSOD, ofGPT, and levels of carbonyls. At days 7 and 21 of hypoxic induction there were significant decrease of catalase specific activity. Levels of MDA significant decreased at days 21.
Based on correlation analyzing it can be concluded that MnSOD and catalase had a role in prevent oxidative damage. Correlation analyzing of OPT specific activity and oxidative damage showed negative correlation. This means that decreased of GPT specfic activity in liver could be used as oxidative damage indicator.
It is concluded that liver tissue provided with adequate antioxidant defense mechanism which makes Uver cells survive during hypoxic oxidative insult.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32819
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Davis, Rowland H.
Oxford: Oxrord University Press, 2003
572.8 DAV m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny Budiman
"Perubahan iklim telah merubah konten atmosfir. Salah satu bentuk perubahan iklim adalah meningkatnya gas rumah kaca, karbon dioksida. Peningkatan karbon dioksida bisa memberikan perubahan metabolic kepada sel-sel organisme. Sel imun, PBMC, bisa terpengaruh melalui perubahan ekspresi gen. MnSOD, sebuah antioksidan, komponen penting saat stres oksidatif, akan diteliti guna mengetahui adaptasi sel. Untuk melihat perubahan PBMC pada hiperkapnia, kami membuat model dimana pertama, PBMC diinkubasi pada konsentrasi CO2 di 5% dan 15%, selama 24 dan 48 jam. Kemudian, RNA diisolasi dengan TriPure Isolation Reagent dan ekspresi gen diukur secara kuantitatif dengan RT-qPCR untuk melihat ekspresi MnSOD. Hasil penelitian menunjukan penurunan ekspresi yang signifikan saat 15% CO2 dibandingkan dengan 5% CO2 selama 24 jam. Selama 48 jam, terdapat penurunan yang tidak signifikan. Hasil pada 24 jam bisa karena beberapa faktor, seperti menambahnya aktivitas diikuti dengan ekspresi gen yang rendah karena cukupnya protein untuk mendorong balik stress oksidatif, atau mungkin karena kerusakan DNA karena stres oksidatif, dan juga pengaruh factor transkripsi NF-kB. Sementara, pada 48 jam, terdapat penambahan tidak signifikan dari 24 jam dikarenakan oleh panjangnya waktu. Untuk rekomendasi, kami sarankan membuat riset dimana kadar protein diukur.

Climate change has changed the atmospheric contents. One of the main features of climate change is the rise of greenhouse gas carbon dioxide. Carbon dioxide elevation give out metabolic changes occurring to organisms’ cells. Immune cells, PBMC, may be affected by it, through gene expression changes. MnSOD, an antioxidant, a crucial component in oxidative stress, is observed to know the cell’s adaptation. To observe PBMC changes in hypercapnia, we constructed a model where firstly, the PBMCs are incubated in 5% and 15% of CO2, for 24 and 48 hours, resulting in four treatments. Then, we isolated the RNA from PBMC with TriPure Isolation Reagent and measure the quantitative gene expression using RT-qPCR to observe MnSOD expression. The result of PCR will be compared between 15% and 5% using the Livak method. The result shows a significant decrease in gene expression at 15% CO2 compared with 5% CO2 at 24 hours, and at 48 hours, there was insignificant decrease. The result in 24 hours may be due to several factors, such as the increasing activity followed by low expression as the cells has obtained enough MnSOD proteins to tackle back oxidative stress, or perhaps because of DNA damage due to oxidative stress, and also NF-kB as transcription factor influence. Meanwhile there’s 48 hours, the insignificance increases from 24 hours level is due to timespan. In recommendation, we suggest doing a research where we observe the protein activity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klaus Aktories, editor
"This volume brings together contributions from experts in the field of Pasteurella research. Its covers areas such as comparative genomics, pathogenic mechanisms, bacterial proteomics, as well as a detailed description and analysis of PMT and its interaction with host tissues, cells, immune system, and signalling pathways."
Berlin: [, Springer], 2012
e20418027
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinda Arty Laksmita
"Tujuan: Mengevaluasi efek pemberian sitikolin dalam menekan kerusakan retina tikus dengan intoksikasi metanol.
Metode: Lima belas ekor tikus Sprague-Dawley dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok tanpa perlakuan (A), kelompok metanol yang diobservasi di hari ke-3 (B1) dan ke-7 (B2), serta kelompok metanol dan sitikolin yang diobservasi di hari ke-3 (C1) dan ke-7 (C2). Tikus pada kelompok perlakuan (B dan C) ditempatkan pada inhalation chamber berisi gas N2 O:O2 selama eksperimen, dilanjutkan dengan pemberian metanol via oral gavage dengan dosis inisial 3,2 gr/kg dan dosis tambahan 1,6 gr/kg. Tikus kelompok C mendapat sitikolin via oral gavage dengan dosis 1 gr/kg setiap 24 jam. Enukleasi dilakukan pada akhir eksperimen. Pada preparat retina dilakukan pemeriksaan histopatologi fotoreseptor dan sel ganglion retina, serta imunohistokimia ekspresi bcl-2 dan caspase-3.
Hasil: Densitas sel ganglion tikus terintoksikasi metanol yang mendapat sitikolin lebih tinggi dibandingkan yang tidak mendapat sitikolin di hari ke-3 dan ke-7 (p<0,001). Lapisan ganglion tikus yang mendapat sitikolin tidak setebal lapisan ganglion tikus yang tidak mendapat sitikolin, menandakan edema yang lebih ringan. Tikus dengan sitikolin menunjukkan ekspresi bcl-2 ganglion yang lebih tinggi, serta caspase-3 yang lebih rendah dibandingkan tikus tanpa sitikolin.<
Kesimpulan: Pemberian sitikolin memiliki efek dalam menekan kerusakan lapisan ganglion retina tikus dengan intoksikasi metanol.

Aims: To evaluate effect of citicoline administration in suppressing retinal damage due to methanol intoxication.
Methods: Fifteen Sprague-Dawley rats were divided into five groups including normal group (A), groups with methanol only, observed on day-3 (B1) and day-7 (B2), and groups with methanol and citicoline, observed on day-3 (C1) and day-7 (C2). Rats in group B and C were placed in an inhalation chamber filled with N2 O:O 2 during the experiment, then methanol was administered via oral gavage. Citicoline 1 gr/kg every 24 hours was administered via oral gavage for group C. Enucleation was done and rats retina were prepared for histopathology and immunohistochemistry examination to evaluate photoreceptor morphology, retinal ganglion cell (RGC) density, bcl-2 and caspase-3 expression.
Result: RGC density of citicoline-treated intoxicated rats was higher than no-citicoline intoxicated rats, either on day-3 (p<0.001) or day-7 (p<0.001). Ganglion layer thickness of citicoline-treated intoxicated rats was thinner than no-citicoline intoxicated rats, which means citicoline-treated rats had milder ganglion layer edema. Citicoline-treated rats showed higher bcl-2 and lower caspase-3 expression than no-citicoline rats. No differences was found in photoreceptor findings among groups.
Conclusion: Citicoline administration showed effect in suppressing rat’s retinal ganglion layer damage in methanol intoxication.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>