Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149855 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Barus, Josye Andreas
"Skripsi ini membahas mengenai kepailitan pada Badan Usaha Milik Negara berdasar UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Untuk mengetahui bagaimana permohonan pailit pada Badan Usaha Milik Negara di Indonesia, maka dibahas juga mengenai jenis-jenis Badan Usaha Milik Negara, karakteristik dari Badan Usaha Milik Negara sebagai Badan Hukum, permodalan serta pengelolaan keuangan, dan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit berdasar Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Skripsi ini disusun dengan metode penulisan hukum normatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif analitis. Selanjutnya kesimpulan dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa Badan Usaha Milik Negara dapat diajukan permohonan pailit selain oleh Menteri keuangan berdasar Pasal 2 ayat (5) dimana jenis Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk persero dimungkinkan untuk dimohonkan pailit oleh para kreditornya secara langsung. Melalui penelitian ini diharapkan mampu memberi jawaban mengenai kepailitan pada BUMN berdasarkan UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

This Mini-thesis discusses about the State Owned Enterprise Bankcruptcy based on Bankcruptcy and Suspension of Payment Law No.37 Year 2004. To know the process state owned enterprise bankcrupcy in Indonesia, will be discusses about state owned enterprise various, state owned enterprise characteristic and the party who will be requirement state owned enterprise bankcrupt. This research is the legal research with with a normative juridicial normative method that is descriptive analytical. This Research conclude that state owned enterprise bankcrupt can requirement with other person out of the Ministry of Finance. Therefore, with the Research can solve this problem about state owned enterprise banckruptcy based on Bankcuptcy and Suspension of Payment Law No.37 Year No.2004."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S437
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Pandu
Jakarta: Indonesia legal Center Publishing, 2006
346.078 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Michaell Yose Andersen
"Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Keberadaan BUM Desa tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Namun terdapat kekurangan atau kekosongan hukum dalam pengaturan tentang BUM Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tersebut yakni terkait dengan konstruksi yuridis dari BUM Desa sebagai suatu subyek hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dikarenakan dikarenakan penelitian ini mencoba untuk mengkaji norma hukum yang terdapat dalam peraturan-peraturan perundangan yang berlaku terkait dengan BUM Desa serta terkait dengan kepailitan badan usaha yaitu Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa: Pertama, BUM Desa merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum, namun dalam perkembangannya BUM Desa dapat menjadi badan usaha yang berbadan Hukum. Kedua, BUM Desa dapat diajukan Pailit berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepalitian dan PKPU.

Village Owned Enterprises (BUM Desa) are business entities whose capital is wholly or partly owned by the village through direct investment originating from separated village assets aimed at the welfare of the community. The existence of BUM Desa is regulated in Law Number 6 of 2014 concerning Villages. However, there is a legal deficiency or vacuum in the regulation regarding BUM Desa in Law Number 6 of 2014 which is related to the juridical construction of BUM Desa as a legal subject in Indonesia. . This study uses a normative juridical research method because this research tries to examine the legal norms contained in the applicable laws and regulations related to BUM Desa and related to bankruptcy of business entities, namely Law Number 6 of 2014 concerning Villages and Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. The results of the research that has been carried out can be concluded that: First, BUM Desa is a business entity that is not a legal entity, but in its development BUM Desa can become a legal entity. Second, BUM Desa can be filed for bankruptcy based on Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations (Bankruptcy Law and PKPU.)"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Triana Budiarti
"Hukum Kepailitan merupakan cara penyelesaian utang piutang yang cepat agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi para kreditur. Hukum Kepailitan di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Kepailitan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nornor 87). Menurut undang-undang tersebut, persyaratan untuk dinyatakan pailit adalah apabila debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Utang harus dapat dibuktikan secara
sederhana. Dengan demikian, harus ada ukuran atau kriteria utang sebagai landasan agar pembuktian utang secara sederhana tersebut dapat dilakukan. Akan tetapi, kriteria tersebut tidak ditemukan dalam undang-undang kepailitan. Di pihak lain, tradisi peradilan di Indonesia menganut sistem civil law. Dalam sistem ini asas precedent tidak berlaku secara mutlak, sehingga pntusan hakim terdahulu dalam perkara yang serupa tidak mengikat hakim kemudian. Para hakim di pengadilan civil law memutuskan perkara berdasarkan pada peraturan perundang-undangan terulis. Apabila peraturan perundang-undangan itu tidak mengatur secara jelas, hakim memiliki kewenangan untuk melakukan penafsiran (interpretasi). Akibat tidak adanya definisi utang, maka kebebasan interpretasi tersebut dapat menimbulkan terjadinya berbagai pengertian utang, yang pada akhirnya
menyebabkan tidak adanya kepastian hukurn. Keadaan ini dapat berdampak terhadap berkurangnya investor asing di Indonesia. Oleh karena itu, dalam upaya memberi kepastian hukum, harus ada rumusan utang dalam hukum kepailitan di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Noviana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36891
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fellicia Rahma Fitri
"Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan eksekusi jaminan benda tetap berupa hipotik kapal laut dan hak tanggungan atas tanah dalam hal kepailitan. Pada umumnya pelaksanaan eksekusi harta pailit dilakukan oleh Kurator sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”). Akan tetapi UUK-PKPU memberikan kewenangan kepada kreditur pemegang hak jaminan untuk dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, dimana ketentuan Pasal tersebut sejalan dengan diakuinya hak separatis dari pemegang jaminan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pelaksanaan eksekusi hipotik kapal laut dalam kepailitan PT Putrajaya Offshore Lines dan pelaksanaan eksekusi hak tanggungan atas tanah dalam kepailitan PT Kepsonic Indonesia, masing-masing pelaksanaan eksekusinya memiliki hambatan dan resiko tersendiri. Hambatan dan resiko tersebut patut untuk diulas lebih mendalam dikarenakan kedua obyek jaminan tersebut merupakan obyek yang sering dijadikan jaminan pelunasan utang kepada bank dan dapat ditemui dalam beberapa kasus kepailitan. Untuk itu penulis akan meneliti bagaimana pelaksanaan eksekusi benda tetap dan hambatan-hambatan yang dimiliki dalam kasus kepailitan PT Putrajaya Offshore Lines dan kasus kepailitan PT Kepsonic Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Dari hasil penelitian, penulis mendapatkan bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan benda tetap berupa hipotik kapal laut dan hak tanggungan atas tanah, masing-masing memiliki resikonya tersendiri sehingga kreditur pemegang jaminan perlu memperhitungkan potensi ancaman dan resiko yang dapat muncul dalam pelaksanaan eksekusi tersebut, sebelum memutuskan untuk melakukan eksekusi sendiri dengan pembatasan-pembatasan sebagaimana diatur dalam UUK-PKPU atau melalui kurator.

This thesis discusses about the execution of fixed objects securities in the form of hypothec over ships and security right over lands in the event of bankruptcy. In general, curator is authorized to perform the execution of bankruptcy assets in accordance with the Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payments (“Bankruptcy Law”). However, the Bankruptcy Law gives an authority to the secured creditors to execute their rights as if the bankruptcy does not occur. In the execution of Hypothec over Ships of PT Putrajaya Offshore Lines’s bankruptcy case and the execution of security right over lands and buildings of PT Kepsonic Indonesia’s bankruptcy case, each execution has its own obstacles and risks. Such obstacles and risks are ought to be reviewed because both of security objects are often to be used as security under loan agreement with the bank and such security objects are often to be found in several bankruptcy cases. Therefore, the writer hereby researches on how the execution of the fixed assets and its obstacles in the case of PT Putrajaya Offshore Lines and PT Kepsonic Indonesia’s bankruptcy. The method of the research is using literature method based on juridical normative basis. The writer found that as the result of this research, the implementation of execution of fixed assets securities either in the form of mortgage over ships or security right over lands and buildings have its own risks and therefore the secured creditor needs to calculate the potential obstacles and risks before deciding to perform the execution by itself with the limitation as stipulated in the Bankruptcy Law or deliver it to the curator.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58714
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bachry Soetjipto
"Di dalam Undang-undang Nomar 4 T ahun 1 998 tentang "Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Alas Undang-Undang teutang Kepailitan" telah diatur secara tegas mengenai pemberesan harta pailit, jika debitor dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga. Dua opsi pemberesan harta pailit yang dibcrikan undang-undang ada dua Pertama, pemberesan harta pailit dengan penjualan di muka umum melalui mekanisme pelelangan umum. Kedua, pemberesan hafta pailit melalui mekanisme penjualan di bawah tangan, dengan seizin Hakim Pengawas.
Pemberesan harta pailit melalui mekanisme pelelangan umum, pada dasarnya merupakan alternatif yang tepat dan cepat dalam era globalisasi dan reformasi dewasa ini, karena penjualan secara lelang bersifat objektif kompetitif, transparan, built in control dan otentik. Objektif, karena setiap peserta lelang memiliki bak dau kewajiban yang sama, tidak ada prioritas diantara peserta lelang. Kompetitif, karena mekanisme penawaran menciptakan persaingan bebas diautara para peserta lelang. Transparan, karena lelang dilaksanakan secara terbuka dan sebelumnya dilakukan pengumuman lelang di mass media cetak. Built in Control, artinya lelang dilaksanakan di bawah pengawasan publik, karena lelang dilakukan di depan umum. Otentik, karena dari setiap pelaksanaan lelang diterbitkan Risalah Lelang yang rnerupakan Akta Otentik. Dengan Risalah Lelang secara hukum Pembeli/Pemenang Lelang dapat mempertahankan haknya dan dapat dijadikan sebagai alat bukti kepemilikan setelah dilakukan balik nama. Pada akhirnya, dengan penjualan hafta pailit melalui mekanisme pelelangan umum diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek pelelangan tersebut.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia dewasa ini, institusi hukum yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan pelelangan umum, adalah Kantor Lelang Negara, yang nomenklaturnya sekarang berubah menjadi Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara, atau disingkat KP2LN."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handari Rozellini
"Skripsi ini membahas mengenai adanya cessie piutang dalam hukum kepailitan, khususnya pada suatu permohonan pernyataan pailit. Terdapat berbagai persoalan seperti dilakukannya cessie atas sebagian piutang oleh kreditor untuk menciptakan kreditor baru sehingga terpenuhi salah satu syarat mengajukan permohonan pailit, yaitu adanya dua atau lebih kreditor.
Berdasarkan hal tersebut, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Apakah cessionaris termasuk dalam kreditor yang didefinisikan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) 2. Bagaimana mekanisme pembuktian sederhana terhadap adanya cessie piutang dalam suatu permohonan pernyataan kepailitan atas debitor?
Pada akhirnya, peneliti memperoleh kesimpulan bahwa cessionaris termasuk dalam kreditor yang didefinisikan dalam Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU sepanjang cessie piutang yang dilakukan tersebut tidak bertentangan dengan syarat sahnya cessie. Peneliti juga memperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan mekanisme pembuktian sederhana dalam hal adanya cessie piutang pada suatu permohonan pernyataan pailit. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif.

The focus of this thesis is on the existence of debt assignment in bankruptcy law, particularly in relation to a petition for declaration of bankruptcy. There are various issues regarding debt assignment, such as partial debt assignment by a creditor to create a new creditor (cessionaris) so that the requirement for there to be two or more creditors, in order to submit a bankruptcy petition, is fulfilled.
Based on the preceding, the Writer formulated and discussed the following problems: 1) Are cessionaris classified as creditors defined in Article 2 paragraph (1) of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation For Payment of Debts (UUK-PKPU) 2. How is the ordinary evidentiary mechanism implemented towards debt assignment in a petition for declaration of bankruptcy exist.
At the end, the Writer arrived at the conclusion that cessionaris are classified as creditors defined in Article 2 paragraph (1) UUK-PKPU to the extent that the debt assignment is not contrary to the requirements for a debt assignment to be valid. The Writer also came to the conclusion that there is a different ordinary evidentiary mechanism in the case of a debt assignment in a petition for declaration of bankruptcy. This research is in the form of a normative juridical with a descriptive typology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61536
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>