Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4403 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Latar Belakang: Sebagian populasi lebih rentan untuk terserang penyakit arterosklerosis dibandingkan dengan populasi lain. Etnis India mempunyai mortalitas yang tinggi untuk penyakit jantung koroner (PJK) dibandingkan dengan etnis Cina dan Melayu. Antibodi terhadap oxLDL (Ab-oxLDL) diproduksi sebagai respons imun dan insidens PJK di berbagai etnis berhubungan dengan respon imun ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kadar Ab-oxLDL dan kadar lipid di kalangan 3 etnis mayoritas di Malaysia. Metode: Penelitian ini melibatkan 150 subjek sehat di Malaysia yang terdiri dari 50 etnis Melayu, 50 etnis Cina dan 50 etnis India. Kadar Ab-oxLDL diukur dengan menggunakan metode enzim immunoassai dan kadar trigliserida dan kolesterol diukur dengan menggunakan metode enzimatik. HDL-kolesterol diukur menggunakan metode presipitasi dan LDL-kolesterol dihitung menggunakan formula Friedewald. Hasil: Kadar Ab-oxLDL [adjusted mean (95% CI)] paling tinggi dikalangan etnis Melayu [1404 (1202-1607) mU/mL] diikuti oleh etnis Cina [1026 (829-1223) mU/mL] dan India [954 (744-1163) mU/mL] (P = 0.006), sementara kadar HDL-C paling tinggi dikalangan etnis Cina [1.53 (1.44-1.61) mmol/L] dikuti oleh etnis Melayu [1.44 (1.35-1.53) mmol/L] dan India [1.35 (1.26-1.45) mmol/L] (P = 0.035). Kesimpulan: Hasil penelitian membuktikan bahwa kadar Ab-oxLDL dan HDL-C berbeda-beda berdasarkan etnis dan Ab-oxLDL mungkin mempunyai sifat antiaterogenik dikalangan etnis Melayu.

Abstract
Background: Some populations are more susceptible to atherosclerotic diseases than others. Indians had a higher mortality due to coronary heart disease (CHD) than Chinese and Malays. Antibodies to oxidized low density lipoprotein (Ab-oxLDL) are produced as an immune response to oxidized low density lipoprotein (oxLDL). The difference in prevalence of CHD among the ethnic groups may be related to the immune response. The objectives of this study were to determine the serum Ab-oxLDL levels and lipid profile among the three major Malaysian ethnic groups. Methods: The participants of this study were 150 healthy subjects consisting of 50 Malays, 50 Chinese and 50 Indians. Serum Ab-oxLDL was measured by enzyme immunoassay method. Serum triglycerides and total cholesterol were measured by enzymatic methods. Serum high density lipoprotein cholesterol (HDL-C) was measured by precipitation method and low density lipoprotein cholesterol (LDL-C) was calculated using Friedewald formula. Results: AboxLDL level [adjusted mean (95% of CI)] was highest in Malays [1404 (1202-1607) mU/mL] followed by Chinese [1026 (829-1223) mU/mL] and Indians [954 (744-1163) mU/mL] (P = 0.006) and HDL-C level was highest in Chinese [1.53 (1.44-1.61) mmol/L] followed by Malays [1.44 (1.35-1.53) mmol/L] and Indians [1.35 (1.26-1.45) mmol/L] (P = 0.035). Conclusion: Our results indicate that Ab-oxLDL and HDL-C levels differed by ethnic and AboxLDL may have antiatherogenic properties among Malaysian ethnic groups."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universiti Sains Malaysia. School of Medical Sciences], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisah Ibrahim Ahmad
"Latar Belakang: Mayoritas penelitian menemukan hubungan periodontitis dengan penyakit jantung koroner (PJK), namun hubungan status periodontal penderita PJK dengan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) sebagai faktor risiko aterosklerosis penyebab PJK belum diteliti.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara kadar LDL dengan status periodontal PJK.
Metode: 60 penderita PJK dan 40 kontrol diperiksa status periodontal (PBI, PPD, CAL) dan darah perifer untuk dinilai kadar LDL.
Hasil: Ditemukan perbedaan kadar LDL (p=0,005) antara PJK dengan non PJK, korelasi kadar LDL dengan PPD (p=0,003) dan CAL (p=0,013) pada penderita PJK, dan PPD (p=0,001), CAL (p=0,008) pada non PJK, namun tidak ada korelasi kadar LDL dengan PBI (p=0,689) pada penderita PJK, PBI (p=0,302) pada non PJK.
Kesimpulan: Terdapat korelasi antara kadar LDL dengan status periodontal.

Background: Studies found an association between periodontitis and coronary heart disease (CHD), but relationship between periodontal status CHD patients with LDL (Low Density Lipoprotein) levels, as risk factors for atherosclerosis, has not been studied.
Objective: To analyze relationship between LDL and periodontal status CHD.
Methods: Periodontal status of 60 CHD, 40 controls wasd examined (PBI, PPD, CAL) and their blood was taken to assess levels LDL.
Result: Found significant differences LDL (p=0.005), correlation LDL with PPD (p=0.003) and CAL (p=0.013) CHD, and PPD (p=0.001), CAL (p=0.008) non-CHD, but no significant correlation LDL with PBI (p=0.689) CAD and PBI (p=0.320) non-CAD.
Conclusion: There is a correlation between the LDL level with periodontal status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Elvi
"Tujuan: Mengetahui hubungan antara asupan asam lemak tak jenuh tunggal (ALTJT) serta faktor-faktor lainnya dengan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) plasma penderita penyakit jantung koroner (PJK).
Tempat: Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian kasus-kontrol tanpa berpasangan, yang telah disetujui oleh panitia tetap penilai etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sebanyak 134 orang penderita PJK diikut sertakan dalarn penelitian ini, terdiri dari 67 orang kelompok kasus (kadar kolesterol HDL plasma <35 mg/dL) dan 67 orang kelompok kontrol (kadar, kolesterol HDL plasma (35 mg/dL). Pengambilan subyek penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling. Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik demografi, asupan zat gizi makro dengan metode tanya ulang 1x24 jam dan food frequency questionnaire (FFQ) semikuantitatif 3 bulan terakhir, kebiasaan olahraga, merokok, minum alkohol, indeks massa tubuh (IMT) dan rasio lingkar pinggang/lingkar panggul (rasio Lpi/Lpa).
Hasil: Berdasarkan karakteristik demografi, kelompok kasus dan kontrol setara. Asupan ALTJT kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan kelompok kasus namun tidak berbeda bermakna. IMT kedua kelompok berada pada kategori obes I dan tidak berbeda bermakna. Terdapat hubungan yang bermakna antara rasio Lpi/Lpa dengan kadar kolesterol HDL plasma (p=0,034;OR=2,55; 95%CI=1,06-6,15). Didapatkan korelasi positif yang bermakna antara asupan ALTJT dengan kadar kolesterol HDL pada kelompok kontrol Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara rasio Lpi/Lpa dengan kadar kolesterol HDL plasma pada kelompok kontrol (p=0,03;r=0.23). Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara variabel-variabel lain yang diteliti dengan kadar kolesterol HDL plasma.
Kesimpulan:
1. Terdapat korelasi positif yang bermakna antara asupan ALTJT dengan kadar kolesterol HDL plasma pada kelompok control.
2. Terdapat korelasi negatif yang bermakna dari rasio Lpi/Lpa dengan kadar kolesterol HDL plasma pada kelompok kontrol.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara rasio Lpi/Lpa dengan kadar kolesterol HDL plasma.
4. Hubungan antara asupan ALTJT (15% dari kalori total dengan kadar kolesterol HDL plasma, pada penelitian ini belum dapat dibuktikan.)

Objective: The aim of this study was to determine the relationship between of mono unsaturated fatty acid (MUFA) intake and other factors with plasma high density lipoprotein (HDL) cholesterol level on coronary heart diseases (CHD) patients.
Place: Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Method: The design was unmatched case- control study, which has been approved by ethical committee Faculty of Medicine University of Indonesia. One hundred and thirty four patients with CHD as subjects of the study, consist two groups. 67 subjects as case (plasma HDL cholesterol < 35 mg/dL) and 67 subjects as control group (plasma HDL cholesterol (35 mg/dL) respectively. Consecutive sampling method was used to obtain the subjects. Data collected were demographic characteristics, macronutrient intake using 24 hours recall and semiquantitative food frequency questionnaire (FR)) method in the last three month, smoking habit, alcohol consumption, exercise, body mass index (BMI), and waist hip ratio (WHR) measurements.
Results: Demographic characteristic of both groups were similar. MUFA intake in the control group was higher than case, but no significant difference was found between groups. No significant difference was found in term of the BMI between case and control group. There was significant relationship between WHR and plasma HDL cholesterol (p0.034; OR=2,55; 95%CI= 1,06-6,15). Significant positive correlation between MUFA intake and plasma HDL cholesterol in the control group was found (p=O,Ol;r~,29). There was significant negative correlation between WHR and plasma HDL cholesterol in the control group (p=),03;r=-0,23). Other variables did not show any relationship with plasma HDL cholesterol.
Conclusion:
1. There was significant positive correlation between MUFA intake and plasma HDL cholesterol and negative correlation between WHR and plasma HDL cholesterol in the control group.
2. There was significant relationship between WHR and plasma HDL cholesterol. Relationship between of MUFA intake (l5% total calorie and plasma HDL cholesterol has not been proved yet.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeffri
"Latar belakang: Sindrom koroner akut SKA merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Mortalitas SKA dari berbagai studi di luar negeri diketahui berhubungan dengan kadar kalium serum saat admisi. Penelitian mengenai hubungan kadar kalium serum dengan mortalitas pada SKA masih perlu dilakukan karena adanya kemajuan dalam terapi kardiovaskular yang cukup pesat terutama pada era PCI saat ini dan adanya hasil yang bertolakbelakang antara studi terbaru dengan panduan yang ada.
Tujuan: Menilai hubungan antara kadar kalium serum saat admisi dengan mortalitas selama perawatan pasien SKA in-hospital mortality.
Metode: Data kadar kalium dan kematian diperoleh dari rekam medis dengan desain studi kohort retrospektif terhadap 673 pasien SKA yang dirawat dengan sindrom koroner akut di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Keluaran utama yang diamati berupa mortalitas selama perawatan. Analisis bivariat dengan Pearson Chi-square dan multivariat menggunakan regresi logistik dilakukan untuk menentukan hubungan antara kadar kalium serum abnormal dengan kematian pada sindrom koroner akut.
Hasil dan Pembahasan: Subjek yang datang dengan kadar kalium serum yang abnormal K < 3,50 mEq/L atau > 5,0 mEq/L saat admisi sebesar 24,22 163 pasien , sedangkan grup dengan kalium normal sebesar 510 subjek 75,78. Dari analisis regresi logistik, setelah adjustment terhadap faktor perancu eGFR, didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar kalium serum abnormal saat admisi dengan mortalitas selama perawatan dengan nilai p = 0,04 adjusted RR 2,184; 95 CI: 1,037-4,601. Terjadi peningkatan risiko mortalitas pada subjek dengan kadar serum kalium 4,0-

Background: Acute coronary syndrome ACS is the leading cause of increased morbidity and mortality across the globe. This mortality was known to be associated to the serum potassium level on admission. More studies are still needed due to rapid advancement in cardiovascular medicine especially in the era of interventional cardiology and also the conflicting results that exist between recent studies and established guidelines.
Aims: To determine association between serum potassium levels on admission of subjects with acute coronary syndrome and in-hospital mortality.
Methods: Included in the study were 673 acute coronary syndrome patients hospitalised in Indonesian National Cipto Mangunkusumo Hospital. The outcome of the study was all-cause in-hospital mortality. Logistic regression models adjusted for risk factors, hospital treatment, and co-morbidities were constructed.
Results: Total of 163 patients 24,22 with abnormal serum potassium K < 3,50 mEq/L or > 5,0 mEq/L and 510 subjects with normal serum potassium 75.78. Logistic regression analysis after adjustment of the confounder eGFR shows significant association between serum potassium level on admission and in-hospital mortality with p value of 0,04 adjusted RR 2.184; 95 CI: 1.037-4.601. The risk of dying for patients with serum potassium of 4.0-.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Effendi Rustan
"ABSTRAK
Tujuan:
Untuk mengetahui hubungan antara kadar kromium serum dengan kadar insulin, gula darah, HbAlc, profit lipid dan tingkat oklusi koroner pada penderita baru penyakit jantung koroner.
Tempat : Bagian Cath-Lab RS Jantung Harapan Kita.
Bahan dan Cara:
Penelitian dilakukan pada laki-laki di atas usia 35 tahun yang memenuhi kriteria dikumpulkan data mengenai sosio-ekonomi, keadaan kesehatan, gaya-hidup, aktivitas, IMT, asupan makanan, proporsi zat dan pemeriksaan tekanan darah, kadar kromium serum, insulin, gula darah, HbAlc, profil lipid dan tingkat oklusi koroner.
Karakteristik subyek disajikan secara deskriptif, sedangkan analisis dilakukan dengan uji statistik chi kuadrat, t, Mann Whitney, dan uji korelasi Spearman.
Hasil:
Dari 65 subyek penelitian yang diteliti, umur rata-rata 51.17 + 7.44 tahun, terbanyak (60 %) antara 40 - 55 tahun, 73.9% golongan ekonomi menengah atas, prevalensi DM 13.8%, Hipertensi 16.9%, Merokok 69.2%, olahraga 28%, Obese dan gemuk 52.3%, aktivitas ringan 100%. Asupan nutrisi secara kualitatif sesuai dengan anjuran diit Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia, secara kuantitatif subyek dengan tingkat oklusi > 50%, mempunyai asupan protein hewani dan kolesterol yang lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan subyek dengan tingkat oklusi < 50%, dan telah jauh di atas AKG. Nilai rata-rata kromium serum 8.08 ug/L. Nilai ini 431 lebih rendah dari nilai normal. Nilai insulin, gula darah puasa dan trigliserida masih berada dalam batas normal. Nilai HbAlc, LDL, HDL dan Total kolesterol berada dalam batas yang diwaspadai. Berdasarkan Triad Lipid 98.5% menderita Dislipidemia.
Berdasarkan tingkat oklusi koroner, didapatkan 44 orang subyek dengan tingkat oklusi >50%, dan 21 orang dengan tingkat oklusi <50% . Subyek dengan tingkat oklusi >50% mempunyai kadar LDL dan total kolesterol yang lebih besar secara bermakna. Kadar kroaium, insulin, gula puasa, HbAlc, trigliserida dan HDL kolesterol tidak berbeda secara bermakna. Pada tingkat oklusi koroner <50%, tidak ada korelasi yang bermakna antara kromium serum dengan faktor-faktor resiko. Pada tingkat oklusi koroner >50% ada korelasi yang bermakna kromium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol.
Kesimpulan:
Tidak ada hubungan antara kromium serum dengan kadar gula puasa, profil lipid dan tingkat oklusi koroner. Pada tingkat oklusi > 50% ada korelasi yang bermakna antara kroaium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Indrawati L
"ABSTRACT
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah komplikasi terbanyak dan penyebab kematian utama pada diabetes melitus tipe 2 (DMZ). Pada DM, kejadian kematian akibat PJK lebih besar 4-5 kali dibandingkan pada non-DM. PJK pada DM.2 dipengaruhi oleh berbagaifaktor risiko, diantaranya adalah komponen F ramingham Score. Penelitian ini bertujuan untuk menilai komponen F ramingham sebagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap PJK pada DM.2. Penelitian ini berjenis analitik dengan desain penelitian cross sectional, dilakukan di RSUD Budhi Asih Jakarta. Total sampel adalah 1 3 2 pasien DM.2 selama lebih dari 10 tahun dengan teknikpengambilan sampel consecutive sampling. Dari 132 sampel yang diteliti, 105 orang (79,5 oo) berumur Z55 tahun, 85 orang (64,300) memiliki kolesterol total berisiko, 58 orang (43, 9°o) ber-HDL rendah, 96 orang( 72, 7 0 o) memiliki tekanan darah tinggi, 18 orang (13, 600) merokok, dan 72 orang (54,5 00) memiliki PJK. Uji bivariat menggunakan chi-square dengan a=0, 05 menunjukkan bahwafaktor yang memiliki pengaruh terhadap PJK pada DMZ adalah umur (p=0, 041), kolesterol total (p=0, 032), dan HDL (p=0,010). Adapun yang tidak berpengaruh adalah tekanan darah (p=0,301) dan perilaku merokok (p=0, 54 7). Uji multivariat menggunakan regresi logistik menunjukkan variabel yang paling berpengaruh adalah kolesterol total tinggi (p=0, 010, 0R=3,512). Kesimpulannya, faktor risiko yang berpengaruh terhadap PJK pada DM.2 adalah umun kolesterol total, dan HDL, sementara yang tidak berpengaruh adalah tekanan darah dan merokok.Adapun faktor yang paling berpengaruh adalah kolesterol total tinggi."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI , 2017
355 JIPHAN 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mutarobin
"Coronary Artery Disease (CAD) atau Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu gangguan fungsi jantung yang disebabkan karena otot miokard kekurangan suplai darah akibat adanya penyempitan dan tersumbatnya pembuluh darah jantung. Kondisi ini dapat mengakibatkan perubahan pada berbagai aspek, baik fisik, psikologis, maupun sosial yang berakibat pada penurunan kapasitas fungsional dan kenyamanan. Rehabilitasi jantung merupakan program pencegahan, pengobatan, pemulihan yang aman serta efektif untuk menilai kapasitas fungsional jantung, hemat biaya, mudah diterapkan pada kelompok besar, dan dapat ditoleransi dengan baik.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh 6-MWT terhadap kapasitas fungsional jantung dan kenyamanan pada pasien PJK. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment, dengan desain pre-post with control group. Teknik consecutive sampling digunakan untuk merekrut 57 responden yang terbagi menjadi 29 responden kelompok kontrol dan 28 responden kelompok intervensi. Pengumpulan data kapasitas fungsional jantung dilakukan dengan VO2 max dan kenyamanan menggunakan Short General Comfort Questionnaire (SGCQ).
Hasil pengukuran menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan kapasitas fungsional dan kenyamanan sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok dengan p-value < 0,001. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, 6-MWT dapat digunakan sebagai modalitas keperawatan bagi pasien PJK. 6-MWT hendaknya dijadikan bagian integral dari manajemen rehabilitasi fase 3 pada pasien PJK.

Coronary Heart Disease (CHD) is a disorder of cardiac function caused a deficiency of blood supply to a myocardial muscle. This condition may result in changes various aspects of physical, psychological, and social that will a decrease of functional capacity of the heart and patients comfort. Heart rehabilitation is a safe, effective and effective prevention, treatment, recovery program to assess cardiac functional capacity, cost-effective, easy to apply to large groups, and well tolerated.
The purpose of this study was to identify the impact of 6-MWT on the heart functional capacity and comfort of CHD patients. This study was a quasiexperiment, with a pre and post with control group design. The consecutive sampling technique was used recruited 57 respondent divided into 29 respondent in the control group and 28 respondent in the intervention group. A VO2 max of functional capacity and Short General Comfort Questionnaire (SGCQ).
There were significant differences in functional capacity and comfort before and after treatment in control and intervention groups with the p-value < 0,001. This study suggests that the 6-MWT can be used as a nursing modality for patients with CHD Post. 6-MWT should be made an integral part of phase 3 rehabilitation management in CHD patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fauzi Shibly
"Sejak lebih dari 25 tahun yang lalu muncul bukti-bukti yang menunjang hipotesis bahwa meningkatnya homosistein plasma merupakan faktor risiko aterosklerosis, Berbagai studi kasus kontrol retrospektif, prospektif maupun intervensi telah dilakukan dan membuktikan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko independen PJK. Pada satu meta-analisis dari 15 studi, rasio odds untuk PJK pada subjek dengan hiperhomosisteinemia adalah 1,7. Salah satu risiko penting terjadinya hiperhomosisteinemia adalah rendahnya asupan vitamin yang berperan pada metabolisme homosistein yaitu asam folat, vitamin B12 dan vitamin B6. Telah dilakukan penelitian deskriptif analisis terhadap 70 subyek PJK sebagai kasus dan 36 subyek sebagai kontrol di RS Jantung Harapan Kita dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kadar homosistein plasma pada penderita PJK dan kontrol serta hubungannya dengan asam folat dan vitamin B12 yang diketahui berperan mempengaruhi kadar homosistein plasma. Hasil pemeriksaan homosistein plasma, didapatkan rerata kadar homosistein plasma pada kelompok kasus maupun kontrol diatas normal (12,2 6,9 dan 13,1 + 3,6 Umol/L) dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok ini. Frekuensi defisiensi vitamin B12 masing-masing didapatkan 30% pada kelompok PJK dan kelompok tanpa PJK. Hal yang sangat menyolok didapatkan pada penelitian ini adalah defisiensi asam folat yang mencapai 82% pada kasus dan 83% pada kelompok kontrol. Korelasi antara homosistein plasma dengan vitamin B12 dan asam folat, didapatkan adanya korelasi negatif lemah yakni masing-masing r=-0,3 (p= 0,0004) dan r= -0,25 (p= 0,0095). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan.
1. Pada subyek PJK 61% kadar homosistein plasmanya diatas normal dan 80% pada subyek tanpa PJK.
2. Terdapat korelasi negatif lemah antara homosistein plasma dengan vitamin B12 serum dan asam folat.
3. Hal yang menyolok dari hasil penelitian ini adalah tingginya angka defisiensi asam folat pada kelompok PJK (82%) dan 83% pada kelompok tanpa PJK. 4. Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam kadar homosistein antara kasus dengan kelompok kontrol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Puspitasari
"ABSTRAK
Penyakit Jantung Koroner adalah pembunuh nomor satu di dunia, sulit ditangani
karena banyak faktor risiko yang berkontribusi. Penelitian bertujuan untuk
mengidentifikasi perilaku hidup pekerja PT. BXX yang dibentuk oleh faktor
predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor pendorong, menggunakan sequential
exploratory design, dimulai dengan pengambilan data kuantitatif untuk melihat
gambaran faktor risiko perilaku hidup, diikuti kualitatif melalui Focus Group
Discussion untuk memperdalam analisis faktor risiko yang teridentifikasi. Hasil
telitian mend apatkan perilaku hidup sebagian besar pekerja PT. BXX tidak sehat,
yaitu 57,89% responden kurang konsumsi sayur dan buah, 46,05% responden
tidak berolahraga, 40,79% kurang olahraga, dan 93,42% responden mengalami
kelebihan berat badan dan kegemukan.

ABSTRACT
Coronary Heart Disease is the number one killer in this world, it is difficult to be
cured because there are many factors that contributing on it. This research aims to
identify life behavior of PT. BXX workers which formed by pre-disposing factors,
enabling factors, and reinforcing factors. Sequential exploratory design is used by
collecting quantitative data at the beginning to describe the risk factors of life
behavior, followed by the qualitative data which is collected by holding a Focus
Group Discussion to analyze the identified risk factors further. This research
result shows that the life behavior of majority of PT. BXX workers are unhealthy,
which are explained more that 57.89% of the respondents are consuming less
vegetable and fruit, 46,05% of the respondents are not working out, and 93,42%
of the respondents are overweight and obese"
2017
T48318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Indrawati
"ABSTRAK
Prevalensi PJK di Indonesia masih sangat tinggi dan masih menjadi penyebab
kematian tertinggi untuk penyakit kardiovaskular. Diperlukan upaya pencegahan
baik primer maupun sekunder untuk pengendalian faktor risiko PJK tersebut.
Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor yang berhubungan dengan
kemampuan pasien PJK melakukan pencegahan sekunder. Desain penelitian ini
adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah
responden PJK 68 orang dan sudah menjalani coroner angiography. Data
dikumpulkan menggunakan kuesioner pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi,
dukungan keluarga dan sumber informasi serta kemampuan melakukan
pencegahan sekunder faktor risiko dengan acuan kuesioner KAP. Hasil penelitian
ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan melakukan
pencegahan sekunder faktor risiko meliputi pengetahuan (p=0,010), sikap
(p=0,0001), persepsi diri (p=0,003), motivasi (p=0,001), dukungan keluarga
(p=0,016. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik diperoleh bahwa faktor
yang paling dominan berhubungan dengan kemampuan pasien PJK adalah sikap
dalam melakukan pencegahan sekunder faktor risiko PJK. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan acuan dalam pengembangan program edukasi kesehatan dan
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang berfokus pada PJK.

Abstract
The prevalence of CHD in Indonesia is still very high. It still becomes the leading
cause of death among other diseases. Control of risk factors for CHD prevention
requires both primary and secondary. This study aimed to analyze factors related
to the ability of secondary prevention of CHD patients. This study was designed
as a descriptive analytic with cross sectional approach. This study involved 68
CHD patients who had undergone angiography. Six instruments were used to
measure knowledge, attitudes, self-perception, motivation, family support and
information resources, and Knowledge Attitude Practice (KAP) questionnaire to
determine the ability to perform risk factors secondary prevention. The results
showed that factors related to ability to perform the risk factors secondary
prevention were including knowledge (p = 0,010), attitude (p = 0,0001), self
perception (p = 0,003), motivation (p = 0,001), family support (p = 0,016),
sources of information (p = 0,757). Multivariate logistic regression model analysis
showed that most dominant factor associated with CHD patient?s ability is the
attitude (B = 5,13). The result of this study can be used as a reference for health
education development and to promote nursing care focused on CHD patients."
2012
T31743
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>