Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wisnu Nuraga
"Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada industri
dapat menurunkan produktifitas pekerja. Dermatitis kontak akibat kerja terjadi karena pekerja mengalami kontak
dengan bahan kimia, termasuk logam yang menimbulkan kelainan kulit. Tujuan utama penulisan ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja yang terpajan bahan kimia
pada sebuah perusahaan otomotif di Indonesia, Cibitung Jawa Barat. Penelitian bersifat deskriptif. Subyek penelitian
berjumlah 54 responden diambil secara acak dengan stratified random sampling. Hasil dari penelitian yang semuanya
kontak dengan bahan kimia termasuk logam, 74% (40 pekerja) mengalami dermatitis kontak akibat kerja: akut 26% (14
pekerja), sub akut 39% (21 pekerja), dan kronik 9% (5 pekerja) adalah subyek penelitian yang mengalami dermatitis
kontak. Berdasarkan analisis statistik multivariat terdapat 3 faktor yang sangat mempengaruhi kejadian dermatitis
kontak ini, yaitu lama kontak, frekuensi kontak, dan yang paling dominan adalah penggunaan alat pelindung diri
(APD). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat insidensi laju 65% per seratus pekerja, dan prevalensi 74% per
seratus pekerja. Perlu ada upaya meminimalisasi dermatitis kontak dengan meningkatkan kesadaran pekerja untuk
menggunakan sarung tangan yang tepat dan meningkatkan pengetahuan pekerja.
Occupational contact dermatitis is one of skin disease in industrial settings which may reduce
worker productivities. The occupational contact dermatitis occurs when workers are come into contact with chemicals
at part of the worker?s body. This chemical contact could lead to an occupational contact dermatitis. The objective of
this research is to investigate factors related to the occupational contact dermatitis at the worker who come into contact
with chemicals used in industrial automotive company in Indonesia, Cibitung Jawa Barat. The study design is a
descriptive research. The research subjects were selected using a stratified random sampling, and the total subjects were
54 person. The data were collected based on physical examination by a medical doctor, and the research questionnaire.
Result from this study indicated that 74% (40 workers) experience dermatitis contact: acute dermatitis contact 26% (14
workers), sub acute 39% (21 workers), and chronic 9% (5 workers). Furthermore, data analysis using a multivariate
statistical analysis indicated that there are three major factors related to the occurence of contact dermatitis: duration of
contact, frequency of contact and the use of personal protective equipment (PPE) particularly gloves. In conclusion,
incidence rate of occupational dermatitis contact at industrial setting is 65%/100 worker, and prevalence rate of
occupational dermatitis contact at industrial setting is 74%/100 worker. In order to minimize the occupational contact
dermatitis it is recommended to raise the workers awareness, the correct type of gloves used specifically to the type of
chemicals, as well as improving the workers knowledge."
[Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2008
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Nuraga
"Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada industri dimana dapat menurunkan produktifitas pekerja. Dermatitis kontak akibat kerja terjadi oleh karena pekerja kontak dengan bahan kimia termasuk Iogam sehingga menimbulkan kelainan kulit yaitu dermatitis kontak akibat kerja. Tujuan utama penulisan ini adalah untuk diketahuinya factor-faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja yang terpajan bahan kimia di PT Moric Indonesia Cibitung Jawa Barat tahun 2006. Penelitian bersifat deskriptif. Subyek penelitian diambil secara acak dengan stratified random sampling yang berjumlah 54 responden.
Hasil dari penelitian yang semuanya kontak dengan bahan kimia termasuk logam, 74,07% (40 pekerja) mengalami dermatitis kontak akibat kerja : akut 25,92% 14 pekerja, sub akut 38,9% (21 pekerja), dan kronik 9,25% (5 pekerja) adalah subyek penelitian yang mengalami dermatitis kontak. Berdasarkan analisis statistic multivariat terdapat 3 faktor yang sangat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak ini yaitu: lama kontak, frekuensi kontak, dan yang paling dominan adalah penggunaan alat pelindung diri (APD). Kesimpulan dari penelitian ini adalah insidensi rate 64,81% per seratus pekerja, dan prevalensi rate 74,07% per seratus pekerja, Untuk meminimalisasi dermatitis kontak dengan meningkatkan kesadaran pekerja dengan penggunaan sarung tangan yang tepat, berdasar pengetahuan pekerja yang baik."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Lestari
"PT Inti Pantja Press Industri (IPPI) sebagai perusahaan yang bergerak dibidang otomotif khususnya pressing body dan chasis mobil, menggunakan bahan kimia iritan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit pekerja. Selain bahan kimia yang digunakan, berbagai penyebab tidak langsung (indirect causes) yang terdapat dalam diri pekerja juga memiliki potensi untuk memperparah penyakit dermatitis kontak. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak. Disain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan pendekatan kuantitatif yang kemudian dideskripsikan untuk menggambarkan hubungan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Objek penelitian ini adalah populasi pekerja yang menggunakan bahan kimia. Populasi tersebut berjumlah 80 orang yang berasal dari empat bagian kerja yaitu pekerja di bagian produksi (handwork), maintenance (plant service dan die shop), quality control, dan inventory finish part (pemberian anti rust). Sampel yang diteliti meliputi seluruh pekerja dari keempat bagian kerja tsb, sehingga tidak dilakukan pemilihan sampel. Metode untuk pengumpulan data adalah kuesioner dimana responden diminta untuk mengisi sendiri kuesioner yang dibagikan (self-completion questionnaire). Pekerja di PT IPPI yang mengalami dermatitis kontak berjumlah 39 orang (48,8%). Sebanyak empat dari tujuh faktor yang diteliti dengan uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95% memiliki hubungan yang bermakna dengan dermatitis kontak. Empat faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan dermatitis kontak yaitu jenis pekerjaan dengan p value 0,02 dan odds ratio 3,4 (1,305-8.641), usia dengan p value 0,042 dan odds ratio 2,8 (1,136-7,019), lama bekerja dengan p value 0,014 dan odds ratio 3,5 (1,383-9,008), riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya dengan p value 0,042 dan odds ratio 5,9 (1,176-29,103). Sedangkan tiga faktor lainnya yaitu riwayat alergi, personal hygiene, dan penggunaan APD tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna.

Factors Related to Contact Dermatitis on Workers at PT Inti Pantja Press Industri. PT Inti Pantja Press Industri (IPPI) is an automotive manufacturing industry for car pressing body and car chassis. In the manufacturing process, its uses a variety of chemicals which may cause contact dermatitis for workers. There are other factors which may cause the contact dermatitis to workers worsen including indirect causes. The objective of this research is to investigate factors related to contact dermatitis in workers at PT IPPI. Research is conducted using a cross sectional design with quantitative approach which describe factors affecting the development of workers contact dermatitis. Research subjects are all the worker who uses chemicals during the work process (80 workers) consists from 4 (four) different sections: production (handwork), maintenance (plant service and die shop), quality control, and inventory finish part. Methodology used for data collection was using a questionnaire in which respondents were asked to fullfill a self-completion questionnaire. Results suggested that workers at PT IPPI experienced contact dermatitis are 39 workers (48,8%). There are 4 (four) factors were investigated using chi-square test (95% level of confidence) which are significantly related to contact dermatitis, including: type of work {p value 0,02, odds ratio 3,4 (1,305-8,641)}; age {p value 0,042, odds ratio 2,8 (1,136-7,019)}; working period {p value 0,014, odds ratio 3,5 (1,383-9,008)}; history of dermatitis at previous workplace {p value 0,042, odds ratio 5,9 (1,176-29,103)}. Factors which are not related to contact dermatitis are history of allergy, personal hygiene, and the use of PPE (Personal Protective Equipment)."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Ruhdiat
"Penyakit kulit akibat kerja merupakan tiga besar penyakit akibat kerja yang banyak dilaporkan. Penyebab yang paling banyak terjadinya dermatitis kontak dengan bahan kimia, yang menyebabkan dermatitis kontak sebanyak 80%. Dermatitis kontak akibat kerja akan menyebabkan gangguan kenyamanan dan penurunan produktifitas kerja sehingga perlu diketahui dan dikendalikan. Penelitian ini merupakan sebuah observasi bersifat deskriptif yang dilihat secara cross sectional di laboratorium kimia di Jawa Barat tahun 2006. Tujuan utama untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja laboratorium kimia di PT Sucofindo. Dengan subyek penelitian adalah populasi pekerja analis. Seluruh subyek di wawancarai dengan kuesioner dan dilakukan pemeriksaan fisik ujud kelainan kulit. Suhu dan kelembaban udara dilihat dari data sekunder yang dilakukan oleh perusahaan setiap bulan. Dari 61 subyek penelitian yang diwawancara dan diperiksa, 100% kontak dengan bahan kimia, 86,86% dermatitis kontak akibat kerja, dengan insidensi rate sebesar 75,41 per seratus pekerja dan prevalensi rate sebesar 86,88 perseratus pekerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak adalah lama kontak, frekuensi kontak, dan pemakaian APD (sarung tangan dan jas lab). Resiko terjadinya dermatitis kontak, sebesar 116 kali pada pekerja tanpa APD, sebesar 3,9 kali pada pekerja dengan riwayat atopi, dan sebesar 0,4 kali pada pekerja mempunyai perilaku mencuci tangan. Kesimpulannya adalah insidensi dan prevalensi rate dermatitis kontak akibat kerja di PT Sucofindo Laboratorium masih tinggi. Dengan faktor-faktor yang mempengaruhi adalah adanya kontak, pemakaian alat pelindung diri, lama kontak dan frekuensi kontak, dengan faktor yang paling dominan adalah pemakaian alat pelindung diri. Saran-saran perlu ditingkatkannya kepedulian manajemen terhadap bahaya kontak dengan bahan kimia. Melakukan review standar operasi prosedur pemakaian sarung tangan menurut jenis dan kegunaannya. Training bagi semua pekerja mengenai bahaya kontak bahan kimia, dan perlu peningkatan program peduli kesehatan kulit sebagai upaya preventif terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.

Work related skin disease is reported as top three of occupational disease. The most happening of occupational contact dermatitis due to contact with chemicals, causing contact dermatitis as approximately 80%. Occupational contact dermatitis will influence work and reduce productivity therefore it is important to recognize and controlled.This research represent a observation have the character of descriptive seen by cross sectional at a chemical laboratory in West Java in 2006. Especial target: to see factors influencing occupational contact dermatitis at worker of chemical laboratory in PT Sucofindo. By subject research is worker of analyst at chemical laboratory. All subject in holding an interview with using questioner and conducted by physical examination of existence of husk disparity. Temperature and humidity are obtained from data of secunder done by company each month. From 61 subject of research interviewed and checked, 100% contact with chemicals, 86,86% occupational contact dermatitis, by incidence rate equal to 75,41 1 100 workers and prevalence rate equal to 86,88 1 100 worker. Factors influencing the happening of contact dermatitis duration of contact, frequency of contact, and usage personal protective equipment (gloves and lab coat). Risk of contact dermatitis, equal to 116 times worker without personal protective equipment, equal to 3,9 times of worker with history atopy, and equal to 0,4 times worker have personal hygiene. Conclusion of research is still height rate of incidence and prevalence rate of occupational contact dermatitis in PT Sucofindo Laboratory. The most dominant factors is usage of personal protective equipment (gloves and lab coat). With suggestion require to improve of caring management to dangerous chemical especially it contact with them. Standard operating procedures must be reviewed usage of gloves according to his usefulness and type. Training must be conducted to improve appropriate program in order to prevent occupational contact dermatitis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Manuel
"Telah dilakukan penelitian terbadap pekerja industri logam informal di PIK. Jakarta. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prevalensi dermatitis kontak tangan pada pekerja industri logam infol1llal di PIK. Jakarta, dan mengetahui hubungau umur, tingkat pendidikan, masa kerja, frekuensi penggunaan alat pelindung diri, kebersihan tangan setelah kerja, riwayat atopi diri, dan riwayat atopi keluarga terbadap dermaatitis kontak tangan. Metnde penelilian ini menggnnakan studi cross-sectional dengan uji statistik chi kuadrat (bivariat) dan analisa multivariat daugan logistik regresi. Dari 51 subyek yang menderita dermatitis kontak sebanyak II oraug (21,56%). Faktor-faktor yang mempunyai hubungan be!1llakea dengan teljadinya dermatitis kontak adalah masa kelja (p9),021) dan :frekuensi penggunaan sarung tangan (p9),028), sedangkan umur, tingkat pendidikan, kebersihan Iangan setetah kelja, riwayat atnpi diri, dan riwayat atopi keluarga tidak ditemukan mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya d0!1llatitis kontak.

A study was held to informal metal industry workers at P!K, Jakarta. The objective was to identify the prevalence of hand contact dermatitis in informal metal industry workers and the related factors i.e: age, level of education, length of work, frequency of hand gloves usage, personal hygiene, history of personal atopy, and history of handly atopy. The design used in this study was cross sectional methnd. Descriptive and analytic statistics were chi square (bivariate) and multivariate analysis with logistic regression function. From 51 subjects, II person (21,56%) were found with band contact dermatitis. The results showed that length of work (p=0.021) and frequency of hand gloves usage (p=0.028) have a significant relationship with hand contact dermatitis, however related factors i.e: age, level of education, personal hygiene, history of personal atopy,and history of fumily atopy have no significant relationship with band contact dermatitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T21031
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Kusriastuti
"Tujuan penelitian ini adalah untut mengetahui hubungan bagian kerja terhadap kejadian dermatitis kontak serta faktor~faktor yang mempengaruhinya. Sumber data untuk penelitian ini adalah data primer yang diambil dengan wawancara dan pemeriksaan fisik pada pekerja- pekerja industri tahu di Kelurahan Utan Kayu Utara, tahun 1992. Setelah dilakukan pembersihan data didapat responden 152 orang. Dan sebanyak 32 orang bekerja di bagian penyaringan (21%).
Dari hasil analisa data diperoleh bahwa pekerja di bagian penyaringan mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena dermatitis kontak dibanding pekerja yang hekerja di bagian lainnya dengan tingkat signifikansi p= 0.000. Risiko tersebut meningkat 7 kali setelah di"adjust" oleh faktor jam kerja dan jenis kelamin. Terdapat juga perbedaan menurut umur, masa kerja, pindah bagian, pemakaian alat pelindung, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna.
Dalam rangka upaya menurunkan risiko terjadinya dermatitis kontak pada pekerja di industri tahu maka dianjurkan untuk :
- memakai alat pelindung yang baik dan berlr.
- mekanisasi peralatan dengan teknologi tepat guna.
- penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan kerja bagi para pekerja.
- penataran bagi petugas kesehatan yang akan membina wilayah mengenai program kesehatan kerja."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-3732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widowati Soebaryo
"ABSTRAK
TUJUAN (1) Menentukan peningkatan risiko terjadinya DK-T pada individu dengan DA-K; (2) Menetapkan gejala Minis DA-K tertentu yang berperan pada perkembangan DA-K menjadi DK-T dan dipengaruhi oleh faktor imunogenetik HLA kelas I; (3) Menetapkan efek imunitas selular disertai dengan peningkatan kadar IgE yang mempengaruhi perkembangan DA-K menjadi DK-T; (4) Menetapkan jenis HLA kelas I tertentu yang menentukan peningkatan derajat risiko terjadinya DK-T; (5) Menentukan derajat sakit DK-T pada individu dengan DA-K sebagai akibat pajanan oleh deterjen.
TEMPAT PENELITIAN Berbagai lokasi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo; Makmal Terpadu RSCM-FKUI; Labotratorium Transplantasi Makmal Terpadu RSCM-FKUI.
SUBJEK PENELITIAN Pekerja kebersihan lantai (PKL)
RANCANGAN PENELITIAN Merupakan penelitian analitik dengan (A) membandingkan pengaruh faktor intrinsik yang terdiri atas faktor individu, faktor imunogenetis, dan faktor imunologis pada responden dengan (DA-K(+)) terhadap responden (DA-K(-)) yang terpajan deterjen untuk terjadinya DK-T. Desain yang diterapkan ialah studi kasus kontrol; (B) melakukan pengamatan selama 5 bulan terhadap sejumlah responden (yang bekerja kurang dari 2 bulan) terhadap perkembangan patogenesis DA-K menjadi DK-T akibat pajanan dengan deterjen. Desain yang diterapkan ialah studi longitudinal prospektif (terbatas).
HASIL Diantara 220 PKL yang memenuhi syarat, sebanyak 136 menderita DK-T. (1)
Pada lingkup gejala klinis didapatkan DA-K merupakan faktor risiko intrinsik terjadinya DK-T, peningkatan skor DA-K diikuti oleh peningkatan skor DK-T dengan korelasi cenderung linear. Ditemukannya riwayat atopi pada diri maupun keluarga berupa asma bronkial dan rinitis alergik merupakan faktor proteksi untuk terjadinya DK-T, sedangkan adanya riwayat dermatitis atopik meningkatkan risiko terjadinya DK-T. Keratosis pilaris, hiperlinearitas palmaris, dan xerosis merupakan gejala Minis primer DA-K yang meningkatkan risiko terjadinya DK-T. (2) Pada lingkup faktor imunologis didapatkan peningkatan kadar IgE dalam serum pada kadar yang lebih rendah sebagai akibat pajanan dengan antigen lingkungan pada kelompok kasus. Sel Th CD3+CD4+ dan rasio sel Th : Ts (CD3+CD4+ CD3+CD8+), serta sel NK (CDI6+CD56+) berperan pada derajat sakit DK-T. Se! MC (CD 16+CD56+) teraktivasi oleh sitokin yang dikeluarkan keratinosit sebagai akibat kerusakan sawar kulit oleh deterjen, (3) Pada lingkup faktor imunogenetis didapatkan temuan HLA-B15 lebih banyak pada kontrol dengan nilai p < 0.05 dan RR < 1; terlihat kecenderungan bersifat protektif dengan fraksi etiologik sebesar 60 %. HLAB53 didapatkan pada derajat sakit berat sehingga diperkirakan merupakan petanda untuk derajat sakit berat pada DK-T.
(4) Lingkup faktor risiko ekstrinsik mendapatkan waktu pajanan ? 2jam/hari meningkatkan risiko terjadinya DK-T. Perbedaan derajat sakit DK-T lebih terlihat pada pH < 10, dan peningkatan pH menaikkan risiko terjadinya DK-T. (5) Analisis studi diagnostik menggunakan uji McNemar menunjukkan xerosis merupakan prediksi Minis terjadinya DK-T dengan sensitivitas 40 % dan spesifisitas 70 %, dan HLA-B15 berperan sebagai faktor proteksi. (6) Pengamatan longitudinal prospektif terbatas yang dilaksanakan selama 5 bulan terhadap responden baru yang bekerja < 2 bulan menemukan bahwa seluruh responden menderita DK-T pada akhir pengamatan. Responden DA-K(+) mempunyai kecendrungan menderita DK-T lebih awal dibandingkan dengan responden DA-K(-).
KESIMPULAN (I) Sesuai dengan peningkatan skor atopi yang diikuti dengan peningkatan skor DK-T, maka dapat disimpulkan bahwa DA-K merupakan risiko intrinsik untuk terjadinya DK-T (2) beberapa gejala klinis primer meningkatkan risiko terjadinya DK-T, terutama riwayat pemah menderita dermatitis atopik pada diri atau keluarga dan ditemukannya xerosis kutis karena xerosis akan menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga mempermudah masuknya bahan iritan ke dalam kulit (3) sel Th CD4+, rasio sel Th : Ts (CD3+CD4+ 1 CD3+CD8+), dan sel NK (CD16+CD56+) meningkatkan risiko terjadinya DK-T derajat berat. Kerusakan sawar kulit akan mengaktifkan sel NK(CD16+CD56+) sebagai respons terhadap sitokin yang diproduksi akibat kerusakan keratinosit (4) HLA-B15 merupakan faktor proteksi untuk terjadinya DK-T dan HLA-B53 cenderung merupakan petanda untuk menderita DK-T berat (5) xerosis kutis dapat berperan sebagai prediktor Minis untuk terjadinya DK-T pada individu dengan DA-K (6) pajanan deterjen bersifat basa yang terjadi ? 2 jam/hari dalam waktu 5 bulan menyebabkan DK-T pada seluruh responden yang bekerja tanpa alat pelindung dengan kecenderungan menderita DK-T lebih awal pada responden DA-K(+) dibandinglcan dengan responden DA-K(-).

ABSTRACT
TITLE Clinical prediction of hand dermatitis in person with atopic skin diathesis
PURPOSE To identify the role of intrinsic and extrinsic risk factors of the pathogenesis of hand dermatitis
SETTING Several different parts of Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Makmal and Tranplantation Laboratory, Faculty of Medicine of the University of Indonesia, Jakarta.
STUDY SUBJECTS Cleaning service workers
METHODS An analytical study comprises of two parts have been conducted as follows : (1) Case-control study to identify the role of intrinsic and extrinsic risk factors in the pathogenesis of hand dermatitis (2) Limited longitudinal (prospective) study was performed among workers who have done the work less than 2 month, to find out the immunopathogenesis of hand dermatitis in persons with atopic skin diathesis.
The clinical sign of atopic skin diathesis consisted of the history of atopic diseases in oneself or history in the family, pityriasis alba, Dennie-Morgan line, Hertoghe sign, kheilitis, keratosis pilaris, food intolerance, palmar hyperlinearity, white dermographism, xerosis, and reduce itch threshold were evaluated to found out the clinical risk factors.
Immunological factors such as IgE in the blood was examined by Micro particle Enzyme Immunoassay (META) and cellular immunity by flow-cytometry was preformed at the Makmal Laboratory, Faculty of Medicine of the University of Indonesia, Jakarta. Immunogenetic factors such as HLA type I was examined by microlymphocytotoxicity at the Makmal Transplantation Laboratory, Medical Faculty of the University of Indonesia, Jakarta. Statistical analysis was performed mostly with the chi-square method.
RESULTS Two hundred twenty out of 241 cleaning service workers were involved in this study. Ninety four out of 136 who suffered from hand dermatitis were recruited as the case and 84 workers who were normal (without hand dermatitis) served as the control group. (1) Atopic skin diathesis was proved as an intrinsic risk factor for hand dermatitis in the case-control study conducted. Keratosis pilaris, kheilitis, hiperkeratosis palmaris, and xerosis were found significantly as the intrinsic risk factors for hand dermatitis by using the multivariate analysis. (2) Statistical analysis of the immunological factors stated that T lymphocyte CD3+ and Natural Killer cell were proven to be the immunological risk factors for hand dermatitis. Keratinosit, after exposed to irritant, produced and released different kinds of cytokine, - included epidermal derived natural killer cell activating factor, which could activate Natural Killer cells. Increasing value of the blood IgE was observed with the mean value higher in the case group than in the control group (by using the one-sided t test) with the p value < 0.05 after the logarithmic transformation. (3) Statistical analysis of the immunogenetic factor revealed HLA-B 15 was found higher in the control group than in the case group with p value 0.022 assuming a protective factor (OR < 1) for hand dermatitis with a high (60%) etiologic fraction.
(4) Exposure time ? 2 hours/day was statistically significant as an extrinsic risk factor for hand dermatitis. Low pH (< 10) clearly showed the difference between the severe and the mild form of hand dermatitis. (5) Longitudinal study with 5 month observation period consisted of 18 cleaning service workers entering the job less than 2 month, resulted in hand dermatitis for all workers by the end of the observation period. (6) Xerosis cutis could be considered as the clinical predictor for hand dermatitis in person suffering from atopic skin diathesis.
CONCLUSION: (1) Atopic skin diathesis was found to be an intrinsic risk factor for hand dermatitis (2) Kheilitis, keratosis pilaris, hiperlinearis palmans, and xerosis were clinical risk factors for hand dermatitis (3) T cell CD3+ and NK cell CD16+CD56+ were the immunological risk factors for hand dermatitis (4) the immunogenetic risk factors showed that HLA-B 15 was considered having a protective role and HLA-B53 was considered as the sign of the severe from of hand dermatitis (5) Xerosis cutis could be considered as the clinical predictor for hand dermatitis in person suffering from atopic skin diathesis (6) longitudinal prospective study revealed that all the newly-working workers (less then 2 month starting the work) by the end of 5 month observation period suffered from hand dermatitis with the tendency that hand dermatitis appeared earlier in person with atopic skin diathesis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
D382
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ni Ketut Mirra Betri A
"ABSTRAK
Paparan panas yang ekstrem bisa mengakibatkan penyakit akibat kerja dan luka. Iklim kerja yang tinggi bisa mengakibatkan sengatan panas, panas yang berlebihan, kram panas, atau ruam panas. Panas juga dapat meningkatkan risiko cedera pada pekerja karena dapat menyebabkan telapak tangan berkeringat, kacamata pengaman yang berkabut, dan pusing. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perakitan suku cadang yang memiliki proses produksi panas yang dapat memajan pekerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tingkat tekanan panas pada lapangan kerja 2, bagaimana keluhan subjektif akibat panas yang dirasakan para pekerja dan faktor apa saja yang berpengaruh. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan melakukan pengukuran langsung tekanan panas pada 10 titik pengukuran dan pengukuran langsung terhadap pekerja menggunakan kuesioner. Pengambilan data di dilakukan pada 129 pekerja shift 1. Analisis data digunakan uji statistik menggunakan perangkat lunak statistik. Dan didapatkan hasil berupa seluruh pekerja di lapangan kerja 2 seluruhnya merasakan iklim kerja yang panas melebihi NAB yang berlaku di Indonesia dan seluruhnya merasakan keluhan subjektif akibat panas. Faktor kovariat yang memiliki hubungan signifikan dengan keluhan subjektifnya adalah status hidrasi p value = 0,000 dan status kesehatan p value = 0,002 . Dikarenakan adanya pajanan panas berlebih pada lapangan kerja 2 maka perusahaan harus melakukan pengendalian teknis, administrated dan personal pekerja untuk meminimalisir kejadian tekanan panas dan keluhan subjektif yang dirasakan pekerja.

ABSTRACT
Exposure to extreme heat can result in occupational illnesses and injuries. Heat stress can result in heat stroke, heat exhaustion, heat cramps, or heat rashes. Heat can also increase the risk of injuries in workers as it may result in sweaty palms, fogged up safety glasses, and dizziness. This study was conducted on a spare parts assembly company that has a hot production process that can expose its workers. This study aims to see the description of the level of heat stress on work area 2, how subjective complaints caused by the heat felt by workers and what factors are influential. This study uses cross sectional method by conducting direct measurement of heat pressure at 10 points of measurement and direct measurement to workers using questionnaire. Data collection was done on 129 workers shift 1. Data analysis used statistical test using statistical software. And the results obtained in the form of all workers in work area 2 entirely exposed to heat pressure and entirely feel the climate is hot overpass Indonesia rsquo s TLV subjective complaints due to heat. Covariate factors that have significant relationship with subjective complaints are hydration status p value 0,000 and health status p value 0,002 . Due to excessive heat exposure in work area 2, the company must perform technical, administrated and personal controls to minimize the incidence of heat stress and subjective complaints felt by workers."
2017
T48198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Ratnawati
"ABSTRAK
Perkembangan industri mempunyai pengaruh besar kepada lingkungan, karena unit produksi mengubah sumber alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah yang bisa mencemarkan bahkan merusak lingkungan. Karena itu perlu diusahakan teknik dan cara produksi yang memperkecil bahkan meniadakan dampak negatif terhadap lingkungan.
P.T HENKEL - INDONESIA (HI), merupakan perusahaan yang memproduksi bahan kimia baik organik maupun anorganlk dengan status Penanaman Modal Asing (PIMA). Limbah yang dihasilkan berupa Limbah cair, gas maupun padat, namun limbah utama yang menjadi masalah berupa Limbah cair (volume : 80 m 3 per hall). Limbah cair dari PT. HI dibuang ke Sungai Kalibaru. Berdasarkan SK Gub. KDKI No. 582 Tahun 1995 dan SK. Gub. K.D. Tingkat I Jawa Barat, Sungai Kalibaru termasuk dalam golongan D (peruntukan usaha perkotaan ).
Pengolahan limbah yang telah dilakukan adalah secara fisik, kimia dan biologis (secara aerob dengan lumpur aktif). Meskipun sudah dilakukan pengolahan, ada beberapa parameter belum memenuhi Baku Mutu yaitu COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biological Oxygen Demand), dan padatan terlarut atau OS (Dissolved Solid). Berdasarkan data swa-pantau selama 2 tahun, efektifitas penurunan COD melalui proses koagulasi dalam rangkaian sistem pengolahan limbah hanya 60%, sedangkan DS yang seharusnya juga berkurang kenyataanya tidak berkurang bahkan semakin meningkat.
Tujuan dari peneiitian ini adalah menyelldki Idnerja dare variasi penggunan Alum yang dicampur dengan karbon aktif dalam meningkatkan efektifitas proses koagulasi serta mencari kondisi optimum dan percampuran Alum dan Karbon Aktif. Selain itu juga untuk melihat karakteristik dari Lumpur yang dihasilkan dalam rangka untuk menghindari terjadinya transfer limbah antar media.
Metode yang digunakan adalah True Experimental, pengolahan data stasistik digunakan dalam melihat hubungan sebab akibat serta menyatakan seberapa besar hubungan sebab aklbat tersebut yaitu penurunan COD, padatan terlarut (OS), padatan tersuspensi (5S), Kekeruhan. Pengambilan sampel dilakukan dari berbagai Bak Penampungan yang menampung limbah dan berbagal proses sebelum masuk ke Bak Ekuafisasi. Percobaan dilakukan di labor atom Teknik Penyehatan - Fakultas Sipil dan Perencanaan Universitas Indonesia, Depok. Data hasil percobaan dianalisa dengan menggunakan metode statistik ANAVA (Analysis of Varians) melalui penggunaan program SPSS for MS Windows release 6.0 dan dilanjutkan dengan Uji Bella Nyata Terkecil (BNT) atau Least Significant Difference (LSD).
Hasil percobaan menyimpulkan hal - hal sebagai benkut :
1. Pemakaian Alum dicampur dengan Karbon Aktif secara efektif dapat meningkatkan kinerja proses koagulasi dalam pengolahan kimia.
2. Pemakaian Alum yang dicampur dengan Karbon Aktif dapat menurunkan kadar COD dari 4.725 mg/l menjadi 187 mg/l (96%), kadar DS dari 8.950 mg/l menjadi 5.579 mg/l (55%), kadar SS dan 16,5 mg/l menjadi 1,5 mg/I (99,8%) dan kekeruhan dan 28,5 FTU menjadi 4 FTU (99,6%). Sementara itu sebagai pembanding, koagulasi dengan Alum saja tanpa penambahan Karbon Aktif hanya menurunkan kadar COD dari 4.725 mg/l menjadi 510 mg/l (89%), kadar DS dari 12.450 mg/l menjadi 8.950 mg/l (28%), 55 dad 1.430 mg/1 menjadi 16,5 mg/l (98,8%) dan kekeruhan dari 1.080 FTU menjadi 28,5 FM (97,4%).
3. Kondisi optimum dari percampuran Alum dan Karbon Aktif adalah Alum I A00 mg/I dan Karbon afktff = 8.000 mg/I.
4. Untuk menghindari transfer Iimbah antar media, disarankan lumpur yang dihasilkan dari proses kimia tidak dibuang namun dimanfaatkan karena masih mengandung logam Ni dan Zn. Hai ini perlu peneiltian lebih lanjut.
5. Selain karena kurang efektifnya proses koagulasi apabila memakai hanya Alum saja, faktor manusia juga menyebabkan kadar limbah yang keluar dan (PAL melebihi Baku Mutu. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pembinaan terhadap sumber daya manusia yang menangani limbah. Hal ini bisa dilakukan melalui penyuluhan atau memberikan pengetahuan praktis mengenai penanganan limbah.
Daftar Kepustakaan : 35 (1956 -1995 )

ABSTRACT
Chemical Treatment of Waste Water Using Alum - Active CarbonIndustrial development has strong impact on environment. This is due to the fact that most production units always change natural resources into new product and waste material which, in turn tend to ruin life ecosystem, resulting in either short or long term impacts. Therefore, it is necessary to find a production technology, which is able to minimize or even eliminate negative impact on the environment.
PT. HENKEL INDONESIA (H I), - is a private company producing various organic and inorganic chemicals. The plant consists of several production units and release some solid, liquid, and gaseous wastes. The liquid waste is drained from the Washing Tank and liquid from the production unit floor are the main problem so far (80 m3/ day). The liquid waste is discharged into Kalibaru river where, according to Jakarta Governor's Decree (SK Gub. KDKI No. 582 Tahun 1995) and West Java Governor's Decree (5K. Gub. KD Tingkat I Jawa Barat No.660.311SK1694-BKPMD182), the river is classified as class for municipal usage. Actually HI treated the waste, particularly liquid waste, by was of physical, chemical and activated sludge biological treatment respectively. However, there still some waste parameters exceeding the threshold e.g. COD, BOD and DS while up to now the waste is continuously poured into the body water of Kalibaru river. Based on the statistical data collected by Hl staff during the last 2 years, the effectively of COD treatment by chemical coagulation method is only approximately 60 %, while DS cannot be decreased but it has even increased instead.
The aim of this experiment are to figure out the performance of chemical coagulation where Alum and Active Carbon chemicals are introduced to the treatment process in order to enhance the effectively as well as to find out the optimum condition of the combination. In addition the experiment also to analyze the sludge characteristics to prevent waste transfer between two media that may occur.
The method used in the experiment is True Experimental, a statistical approach to find out the cause and effect relationship and the method will state how close the relationship is. The sample was taken on November, 14, 1996 and the experiments were undertaken at The Civil Engineering & Planning Laboratory, University Of Indonesia, Depok.The data obtained are analyzed by statistical method namely the ANAVA (Analysis of Varians ) by using SPSS program for Windows release 6.0 and followed by LSD ( Least Significant Difference ).
The results of the experiments lead to the following conclusions:
1. In general, introducing a combination of Active Carbon and Alum can effectively increase the performance of Chemical Coagulation as a whole
2. The combination has decreased COD from 4,725 mg/l to 187 mg/l (96%), DS from 12,450 mg/l to 5,579 mg/l (55%), SS from 16.5 mg/l to 1.5 mg/l (99.8%) and turbidity from 28,5 FTU to 4 FTU (99.6%), respectively. Compared to coagulation with Alum without Active Carbon the decrease in COD was from 4,725 mg/l to 510 mg/l (89%), DS from 12,450 mg/l to 8,950 mg/l (28%), SS from 1,430 mg/l to 16.5 mg/l (98.8%) and turbidity from 1,080 FTU to 28.5 FTU (97.4%).
3. The optimum condition is reached when the composition of Alum is 1,400 mg/l and Active Carbon is 8,000 mg/l.
4. In order to avoid waste transfer between two media, it is not recommended to dispose it on soil, but should be used for other beneficial purposes, instead of its Zn and Ni content. For this purpose further research is needed.
5. In addition to the ineffective coagulation process, the human factor also plays a role towards the parameter level of waste. Therefore, the treatment unit personnel needs upgrading by organizing practical training to increase knowledge and skill in the treatment process.
Total of references : 35 (1956 - 1995 )
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>