Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93869 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evianna Marsini
"ABSTRAK
Pasar adalah salah satu dari pusat pelayanan, yang inerupakan bagian dari kegiatan kehidupan kota yang mernpunyai fungsi pelayanan. Artin ya, yang jasanya diper-
lukari oleh anggota masyarakat. Sebagai pusat pelayanan ekonomi bagi penduduk di sekitarnya, pasar berfungsi inenyalurkan barang-barang bagi penduduk di wilayah yang berdekatan derigannya.
Masalah yang diajukan dalain penelitian mi adalah bagainiana pola persebaran dan hirarkhi pusat pelayanan di Kotamadya Surakarta, serta jangkauan pelayanan kebu- tuhan sehani-hari niaupun kebutuhan bukan sehari-hani tiap-tiap pusat pelayanan tersebut.
Dari penelitian diketahui terdapat tiga kelas pasar di Kotamadya Surakarta, yaitu pasar kelas 1, pasar
kelas 2 dan pasar kelas 3.
Persebaran pasar di Kotamadya Surakarta berdasar- kan pada suatu tradisi belanja penduduknya, bukan atas dasar efisiensi seperti yang dikemukakari oleh Christaller.
Jangkauan pelayanan pasar untuk kebutuhan sehari- hari dan kebutuhan bukan sehari-hari, terdekat dimiliki oleh pasar kelas 3. Sedangkan jangkauan pelayanan ter- jauh kebutuhan sehani-hani dan kebutuhan bukan sehari-
hari dimiliki oleh pasar kelas 1.

"
1995
S33513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Priyanto
"ABSTRAK
Pertumbuhan dan arus Perpindahan penduduk dan desa
ke kota yang cukup tinggi, telah menimbulkan berbagai
masalah di perkotaan. Salah satu masalah perkotaan
yang serius adalah tumbuh dan meluasnya pemukiman
kumuh. Keadaan lingkungan yang demikian tentu akan
sangat tidak menguntungkan baik dari segi keamanan,
kesehatan penduduk, kenyamanan dan keindahan, maupun
dari segi kebijakan pemerintah dalain usaha
meningkatkan Icualitas sumberdaya manusia.
Salah satu upaya yang dilakukan dan dikembangkan oleh
pemerintah dalam pembangunan lingkungan penmukiman
kumuh adalah melalui Program Perbaikan Kampung atau
Program KIP (Kampung Improvement Program), yang
bertumpu pada ide Tri Bina dengan pembangunan yang
sifatnya fisik. Kotamadya Surakarta sebagai salah
satu kota budaya di Propinsi Jawa Tengah juga tidak
terlepas dari masalah pemukiman kumuh. Salah satu
kawasan pemukiman kumuh di Daerah Kotamadya
surakta terletak di Kelurahan Semanggi, Kecamatan
Pasar Kliwon. Program KIP di Surakarta dilakukan
mulai tahun 1994/1995 hingga 1999/2000.
penelitian tesis membahas: 1) Bagaimana dampak
program perbaikan kampung tersebut terhadap perbaikan
lingkungan fisik?; 2) Apakah program perbaikan
kampung telah menyentuh terhadap perbaikan kondisi
kesehatan dan sosial masyarakat lingkungan
pemukiman kumuh?
Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana
persepsi masyarakat tersebut terhadap manfaat
program perbaikan lingkungan fisik, mengetahui
berapa besar pengaruh program KIP terhadap perbaikan
kualitas hidup terutarna derajat kesehatan dan sosial
masyarakat di wilayah perumahan kumuh dan
mengevaluasi keberhasilan Program KIP.
Lokasi penelitian ini di Kelurahan Semanggi,
Kecamatan Pasar Kliwon, Kotamadya Surakarta,
khususnya di wilayah pemukiman kumuh yang memperoleh
bantuan Program KIP. penelitian dilaksanakan selama
dua bulan dan bulan Maret hingga Mei 1997.
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk di
Kelurahan Semanggi yang berjumlah 22.316 Jiwa
tercakup ke dalam 20 RW. Sampel penelitian ini adalah
130 orang responden yang berasal dan RW 010, RW 04,
RW 018, dan RW 02 yaitu wilayah yang mendapat Program
Periode tahun 1994/1995. Pengambilan sampel
dilakukan dengan dua cara yaitu purposive random
sampling dan simple random sampling.
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan
desain ex post facto. Jenis dan instrumen yang
digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah pengumpulan data primor berupa hasil wawancara
dan kuesioner, serta data sekunder yang diperoleh
daro beberapa instansi pemerintah.
pengukuran variabel dalam penelitian ini dilakukan
dengan pengarnatan dan studi komparasi kondisi
vaniabel lingkungan fisik dan kondisi variabel
lingkungan sosial antara sebelum mendapatkan program
KIP dan setelah mendapatkan Program RIP. Komparasi
atau perbandingan tersebut dilakukan dengan
menggunakan data kuesioner yang diberikan kepada
responden untuk selanjutnya diuji secara statistik
inferensial chi-kuadrat.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa masyarakat
Kelurahan Sernanggi Kotarnadya Surakarta menganggap
Program NIP bermanfaat bagi mereka. Dalam hal
perbaikan kualitas hidup, terutama derajat. Kesehatan
dan sosial masyarakat, Program KIP menunjukkan adanya
Pengaruh yang cukup besar.
Keberhasilan Program Perbaikan Kampung (RIP) dapat
dilihat pada hampir seluruh aspek kondisi tempat
tinggal, seluruh aspek kesehatan, dan hampir seluruh
aspek sosial ekonomi masyarakt. Program KIP
menunjukkan adanya kebehasilan dalam aspek perubahan
jenis rumah, lantai rumah, sumber air bersih, saluran
pembuangan air limbah, keadaan jalan, kondisi air
bersih, kondisi tanah, dan kondisi udara. Berkaitan
dengan kondisi tempat tinggal, Program KIP tidak
berhasil memberikan perubahan jenis penerangan dan
tempat pembuangan sampah
Dalam aspek kesehatan Program KIP terbukti
Menunjukkan perubahan dalam hal penyakit yang
diderita, sumber air bersih, sarana kesehatan,
manfaat sarana kesehatan, dan sarana wc umum.
Berkaitan dengan kondisi Sosial ekonomi masyarakat,
program KIP menunjukkan keberhasilan dalam perubahan
kegiatan belajar anak, penngkatan usaha dan jumlah
pendapatan. Program KIP tidak berhasil memberikan
manfaat bagi kegiatan-usaha dan penataan lingkungan.
Sebagian besar dan mereka menunjukkan partisipasi
atau peran sertanya pada waktu pelaksanaan KIP maupun
pemeliharan hasil KIP. Perilaku responden di dalam
pelaksanaan KIP maupun pemeliharaan hasil KIP adalah
perilaku yang bermotivasi. Perilaku responden menjadi
berarti karena dimiliki beberapa peranan atau
tanggung jawab yang mengarahkan perilakunya. Peranan
tadi diperoleh dan lingkungannya (terutama
masyarakat) dalam bentuk interaksi sosial. Perilaku
dalam pemeliharaan sarana hasil KTP
adalah suatu keluaran dan kepribadian responden.

ABSTRACT
The growth and the flow of citizens removal from
village to town is extremely high and has inflicted
to a various problems of urban affairs. One of them
seriously grown and extended considerably were
slummed settlement. Such environmental condition is
certainly very unfavorable, either in terms of
security, public health, beauty and comfort as well
as government?s policy in the effort to improve the
quality of human resources.
One of the efforts which is carried out and
developed by the government in slum settlement
environtmental rehabilitation is through the Kampong
Improvement Program of KIP which rest on Tri
Bina idea by development saving physical
characteristic. The municipality of Surakarta as One
of cultural town in the Central Java Province is
also not independent of slammed settlement problems
one of them is located in Kelurahan Semanggi,
subdistrict of Pasar Kliwon. KIP Program in
Surakarta Was Carried Since 1994/1995 to
1999/2000.
This thesis discusses: 1) What is the impact to
Kampong Improvement Program towards physical
environment?; 2) whether or not the Kampong
Improvement Program has touched the improvement of
social health Condition and the slummed settlement
facilities?
This research is designed to find out how people?s
perception to the benefit of physical surroundings
improvement program, to find out the magnitude of
the impact of environmental improvement program
towards the quality of life, especially the degree
of health and social conditions in the area of slumm
settlement, and to evaluate the achievement of KIP
Program.
The location of this research is Kelurahan Semanggì,
Subdistrict of Pasar Kliwon, Municipality of
Surakarta, which obtained Kip Program support.
Whereas the time of research took place about two
months from March to May 1997.
The populatíon of this research were the inhabitants
of Kelurahan Semanggi totaled 22.316 people
djstributed in some 20 RW. The sample of this
search included 130 respondents cominq from RW 10,
04, RW 18, and RW 02, all of which obtain during
the. 1994/1995 period. Sampling was carried out by
way of proportional random sampling and simple
random sampling.
This research represents a survey using ex post
facto design. The instrument of this research was
primary data collection in the form of interview and
questionairs, along with secondary data obtained
front several goverment agencies.
variable measurement in this research was carried
out by observation and comparative study of physical
environmenta). condition and social condition between
before and after obtaining KIP Program. Said
comparation was obtained by using a questionair data
given to respondents for further test on a
inferential manner using Chi-square.
The results of this research concluded that people
of Kelurahan Semanggi, Municipality of Surakarta
considered that the KIP Program is of great benefit.
In case of life quality improvements especially
people?s health quality the KIP Program showed a
fairly large influence.
The success of Kampung Improvement program (KIP) can
be seen at the condition of silence, health, and
People T5 social economy. Most of them showed
Participative role in the implementation of KIP as
Well as safeguarding the results The Respondent? s
behavior in the implementation as well as
safegurding the results of KIP are motivated and
purpose directed behavior. It will become
significant because it has several roles and
responsibility directing its behaviour. Such- role is
obtained from their environment (especially the
people) in the form of social interaction.
participative behavior safeguarding. the results of
KIP is an output of respondent?s personality.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Widiatmo
"Penelitian ini bertitik tolak dari belum optimalnya kinerja dan peran Orsos, baik sebagai pilar partisipan masyarakat maupun mitra pemerintah yang andal, dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Ketergantungan dana pada pihak eksternal mau pun kelemahan manajerial merupakan kendala utama dalam mewujudkan hal itu. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan mencoba mendeskripsikan pola kepemimpinan yang diterap kan pengelola orsos yang menjadi- subyek penelitian . Dengan upaya itu, diharapkan juga akan memberikan gambaran mengenai manajemen organisasi, serta mencerminkan sejauhmana kesiapan orsos, dalam menyambut tantangan di akhir PJP II, dimana 75% sasaran pembangunan kesejahteraan social dan usaha kesejahteraan sosial akan menjadi tanggung jawab masyarakat.
Dengan tipologi pola kepemimpinan Hillel Schmid, sebagai piranti analisis, mama pendeskripsian pola kepemimpinan dimaksud diarahkan pada penerapan pendelegasian wewenang dan orientasi kepemimpinan atas lingkungan organisasi. Di samping itu, juga akan dicoba diungkap apakah pola kepemimpinan yang diterapkan memiliki hubungan dengan perkembangan organisasi yang bangan organisasi yang bersangkutan.
Dari penelitian yang dilakukan terungkap bahwa pola kepe mimpinan yang diterapkan oleh 11 (sebelas) orsos yang menjadi subyek penelitian, pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu (a) pola desentralisasi-eksternal-, pada orsos tipe A dan tipe B, serta (b) pola semi desentralisasi-internal, pada or sos tipe C dan tipe D. Kenyataan ini sekaligus memperlihatkan bahwa pola kepemimpinan yang diterapkan pimpinan organisasi ternyata tidak selalu berhubungan dengan perkembangan organisasi yang bersangkutan. orsos tipe E. yang notabene dapat di anggap dalam tahap perkembangan titik tengah, ternyata dapat menerapkan pola desentralisasi-eksternal, dan bukannya pola desentralisasi-internal ataupun sentralisasi eksternal seperti yang diperkirakan. Kemudian orsos tipe D, yang notabene da pat dianggap dalam tahap perkembangan awal, ternyata dapat me nerapkan pola semi desentralisasi-internal, dan bukannya pola sentralisasi-internal seperti yang diperkirakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T10140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunasri
1995
S33538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kus Sularso
"ABSTRAK
Penyakit Tb paru terdapat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Upaya pemberantasan penyakit Tb paru di Indonesia telah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda, yaitu pada tahun 1908 oleh suatu perkumpulan ( CVT ), yang selanjutnya menjadi yayasan ( SCUT ). Setelah kemerdekaan dilakukan oleh pemerintah, pada tahun 1952 programnya terdiri atas vaksinasi BCG dengan didahului test Mantoux, pengobatan penderita dan penyuluhan kesehatan .
Pemerintah mengharapkan pada akhir Pelita V prevalensi penyakit Tb paru di Indonesia menjadi 2,4 per 1000 penduduk, dan pada tahun 2000 menjadi 2 per 1000 penduduk. Kenyataannya pada awal Pelita V penyakit Tb paru masih dinyatakan sebagai masalah kesehatan di Indonesia.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah : Mendapatkan informasi tentang pengaruh faktor risiko terhadap kejadian Tb paru BTA + dalam rangka meningkatkan kegiatan Program Pemberantasan Penyakit Tb Paru di Kotamadya Surakarta. Secara Khusus yang diteliti adalah pengaruh tinggal serumah dengan tersangka penderita Tb paru, kontak dengan tersangka penderita Tb paru yang tidak berobat, tinggal dirumah yang berventilasi kurang , tinggal dikamar yang berventilasi kurang, tinggal dikamar yang masuknya cahaya matahari kurang, tinggal dirumah yang padat penghuni, pengaruh tinggal dalam kamar yang padat penghuni, kontak lama dengan tersangka penderita Tb paru, pengaruh tinggal dalam kamar yang lenmbab, merokok, terhadap terjadinya kasus Tb paru BTA + di Kotamadya Surakarta.
Penelitian dilakukan dengan metode kasus kontrol. Sebagai kasus dipilih penderita TB Paru BTA + yang berobat ke pelayanan kesehatan dibawah pengawasan Dinas Kesehatan Kotamadya Surakarta. Kontrol diambil dari tetangga terdekat penderita Tb paru BTA +. Cara pemilihan kontrol dilakukan secara acak dengan mengundi diantara penghuni serumah, yang berumur diatas 14 tahun. Data dikumpulkan dengan menggunakan daftar pertanyaan dan isian. Ditentukan kasus sejumlah 202 orang dan kontrol 202 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Faktor risiko yang terbukti mempunyai hubungan dengan terjadinya penderita Tb paru BTA + adalah kontak dengan tersangka penderita Tb paru. Orang yang kontak dengan tersangka penderita Tb paru mempunyai kemungkinan 3,027 ( 1,24 - 7,39 ) kali terkena Tb paru dibanding dengan orang yang tidak kontak dengan tersangka penderita Tb paru Tak ada interaksi antara kontak dengan tersangka penderita
Tb paru dengan faktor risiko tinggal dirumah yang berventilasi kurang , tinggal dikamar yang berventilasi kurang, tinggal dikamar yang masuknya cahaya matahari kurang, tinggal dirumah yang padat penghuni, tinggal dalam kamar yang padat penghuni, tinggal dalam kamar yang lembab, dan merokok.
Faktor risiko ventilasi kamar dan kepadatan penghuni serumah menjadi konfonding antara faktor risiko kontak dengan tersangka penderita Tb paru dengan terjadinya penderita Tb paru BTA +.
Berdasarkan hasil penelitian ini diusulkan untuk mengadakan penelitian dengan mengambil kontrol sedemikian rupa sehingga dapat diketahui faktor lingkungan apakah yang berpengaruh terhadap terjadinya penderita Tb paru BTA +.
Sambil menunggu penelitian yang lebih baik dapat, ditingkatkan penanganan kepada penderita dan kontak serumah , serta ventilasi kamar, dan kepadatan penghuni serumah dalam usaha mengurangi penularan Tb paru di Kotamadya Surakarta sesuai dengan hasil penelitian ini.
Daftar Pustaka : 60 ( 1974 -- 1992 )"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Agung Satyawan
"Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia dalam dekade belakangan ini melaju pesat. Keadaan ini tidak diikuti oleh kemampuan kota untuk mengakomodasikan pertumbuhan penduduk. Manifestasi yang segera tampak dari situasi ini adalah bertambahnya para pekerja yang bekerja di sektor informal. Penanganan pemerintah terhadap sektor ini ternyata bersifat mendua. Di satu pihat pemerintah memuji kreativitas para pekerja sektor informal, tetapi di lain pihak, kurang melindungi keberadaan sektor ini dengan membatasi ruang geraknya. Situasi semacam ini akan segara menimbulkan asumsi bahwa para pekerja sektor informal memendam potensi untuk mengadakan gerakan politik radikal. Namun kenyataanya, gerakan politik radikal ini jarang terjadi.
Penelitian ini hendak mencari jawab mengapa gerakan politik radikal jarang dilakukan oleh para pekerja sektor informal meskipun pada kenyataannya mereka ini menghadapi pembatasan ruang gerak dalam melakukan pekerjaannya. Jawaban pertanyaan itu dapat ditinjau dari orientasi politik para pekerja sektor informal. Orientasi politik dalam pengertian ini adalah struktur mental seseorang yang berupa kesiapan untuk memberi respon terhadap obyek-obyek politik. Orientasi politik ini dapat dipilah menjadi tiga komponen yaitu kognitif yang berisi kepercayaan, afektif berisi perasaan dan evaluatif yang berisi penilaian terhadap obyek-obyek di dalam sistem politik. Masing-masing komponen tersebut berisi tiga sifat yaitu konformis, apatis, dan skeptis. Sifat konformis mempunyai makna adanya tanggapan yang sesuai dengan sistem politik yang berlaku. Sifat apatis menunjukkan tidak ada tanggapan terhadap sistem politik dan sikap skeptis mempunyai arti bahwa tanggapan tersebut terdapat ketidaksesuaian terhadap sistem politik.
Ada dua hipotesa yang diajukan dalam konteks penelitian ini. Pertama semakin tinggi status sosial ekonomi akan membentuk orientasi politik yang sesuai dengan sistem politik. Yang kedua, peranan agen-agen sosialisasi politik juga akan berpengaruh terhadap kesejajaran orientasi politik dnegan sistem politik.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sangkrah Kotamadya Surakarta. Kota Surakarta dipilih berdasarkan faktor bahwa kota ini secara historis mengandung potensi konflik yang berdimensi sosial, ekonomi dan politik. Kelurahan Sangkrah dipilih karena keluarahan ini merupakan kelurahan terpadat penduduknya dan paling banyak warganya bekerja di sektor informal.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian nesar responden mempunyai orientasi politik konformis yaitu orientasi politik yang sesuai serta , mendukung sistem politik yang berlaku. Atas dasar hal ini, sangat beralasan bahwa para pekerja sektor informal jarang melakukan gerakan politik radikal.
Disamping itu, tiadanya geraka politik radikal juga diakibatkan karena masyarakat yang bekerja di sektor informal bukanlah kelompok yang teroganisir. Hal ini disebabkan sangat beragamnya jenis pekerjaan di sektor informal dan tingginya mobilitas pekerja sektor informal baik ditinjau dari segi pekerjaan maupundari segi tempat berusaha.
Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa status sosial ekonomi tinggi cenderung mempunyai orientasi politik konformis. Selain itu, campur tangan pemerintah terhadap agen-agen sosialisasi politik dapat membentuk orientasi politik yang bersifat konformis."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Angkutan kota di Kota Surakarta,adalah merupakan sarana angkutan yang diperuntukkan bagi masyarakat kota dan daerah sekitarnya,dalam rangka mobilitas penduduk untuk membantu aktivitas kegiatan ekonomi,sosial dan keperluan lainnya untuk mengetahui kondisi eksekutif pelayanan angkutan kota terutama kinerja pelayanan di lakukan survei opini dari pemakai/pealanggan yang sekaligus mendapat responden tentang harapan yang di inginkan...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Wijayanti
"Desentralisasi penduduk ke kota-kota pinggiran membentuk pusat perbelanjaan suburban. Kajian mengenai Desentralisasi dan Pusat Perbelanjaan merupakan salah satu fenomena di perkotaan yang menimbulkan multiplier effect, salah satunya adalah pergerakan pengunjung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik persebaran hirarki pusat perbelanjaan serta mengetahui pola pergerakan pengunjung dan fungsi pelayanan hirarki pusat perbelanjaan. Variabel yang digunakan adalah hirarki pusat perbelanjaan, dan pola pergerakan pengunjung, dengan teknik kuota sampling serta analisis penyebaran dan interelasinya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa persebaran hirarki pusat perbelanjaan berhubungan positif dengan jumlah penduduk. Pola pergerakan pengunjung menunjukan bahwa hirarki pusat perbelanjaan tidak memiliki hubungan dengan besaran pergerakan. Namun semakin tinggi hirarki ukuran pusat perbelanjaan maka motif pergerakan semakin beragam sehingga faktor jarak tidak menjadi penghambat pergerakan. Berdasarkan pola pergerakan pengunjung terlihat bahwa sebagian besar hirarki pusat perbelanjaan berperan sebagai pusat pelayanan dan setiap pusat perbelanjaan memiliki karakteristik pelayanan yang berbeda.

Decentralization to suburban area develops suburban shopping center. Study of decentralization and shopping centre is one of the phenomena in urban areas that cause a multiplier effect, one of them is movement of visitors. The purpose of this research was to determine the dispersion of the shopping center hierarchy then determine the pattern of visitor's movement and service functions of the shopping center hierarchy. The variables are Pattern of Visitor's Movement and Shopping Center Hierarchy, with a quota sampling and analysis of distribution and interrelations.
The result of this research show that the dispersion of shopping center hierarchy has a positive connection with a number of population. Pattern of Visitor's Movement indicates that shopping center hierarchy doesn't have connection with the amount of movement. However, the higher of hierarchy of shopping centers also affected to various motive, so that the distance's factor does not obstacle of movement. Based on pattern of visitor's movement show that many of shopping center hierarchy is a service center and every shopping centers have a different characteristic.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1056
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maskuri
"An Analysis on the Quality Service of The Management of the Multiple-floored Low-Priced Housings (Case Study of the Multiple-floored Low-priced Housing at the Karang Anyar Village, Sawah Besar Sub District, of Central Jakarta District, in the Province of the Jakarta Capital City)The village Karang Anyar is one of many slum areas found in the Central Jakarta District. But not categorized as illegal housings, since the area has been inhabited for decades and passed on trough some generations, furthermore in the land with once was set in fire that devastate all the housings on it, many of the people living there are already granted with Certificate for the land they occupied.
The Development of the Multiple-floored Low-priced Housing provided by the Local Government of the Capital City of Jakarta is part of it's service to the public, in order to meet the need for homes for city inhabitants. It is expected that the management of the multiple-floored housings to provide good service quality for the satisfaction the occupants of the multiple-floored housings.
Service represents the implementation of the policy with has been formulated by the policy maker in this case, The Capital City of Jakarta Housing Agency. The service quality referred to including facility service implementation at the Multiple-floored Low-priced Housings at the Karang Anyar village, from unsatisfied up to extremely unsatisfied.
The above mentioned matter is due to the lack of personnel to undertake the task on the field as the Person In charge on the location, as will as the inadequate operational cost allocated for the maintenance of the Multiple-floored Low-priced housings, which is caused by the collected can not cover the operational cost need.
This research is finding out whether there is correlation or gap between the inhabitant's perception and expectation on the service quality of Multiple-floored housings management as well as the level of quality service implementation which is provided by the management of the Karang Anyar's Multiple-floored Low-priced housings.
This research is a descriptive analysis and a case study based, the analysis is performed quantitatively, which can describe clearly factors of the Multiple-floored housings services. The Quantitative analysis is used due to the inclusion of research variables which is aimed at resolving the existing current problem.
In this research the respondents are taken from some of the inhabitants of the Multiple-floored Housings involving 150 family heads out of totally 360 family heads occupied the housings.
The data collection method used in this research is the questionnaire method in the form of questions list addressed directly at the inhabitants of the Multiple-floored housing based o the accidental sampling technique for those taken as respondent in this research.
This kind of Data collection technique is applied to collect main data which '?ill be used to evaluate/answer questions in this research, besides by using study case . Since the case study method has variations can be either simple or even' complex . This case study can be implemented in one or more places at the same time.
The outcome of this research reveals description of gap between perceptions and expectations of the occupants against the level of service provided by the management of the Karang Anyar Multiple-floored Low-priced Housings. The highest gap level figure is earned at the reliability dimension measurement reading - 2.48 with satisfaction level scores 42 %. the inhabitants fail to be satisfied according to their expectations. While the occupants satisfaction level from all dimensions (tangible, reliability, responsiveness, assurance, and empathy) stand at 47 °/o with gap level of -2.21. therefore there is a gap between perception and expectation of the inhabitants of the Multiple-floored Low-priced housings of 53%. Therefore an improvement is obviously needed on all dimension of quality service, in order to meet the expectations of the inhabitants as the user of the service provided.
Bibliography 60 books ( year 1973 - 2003 )"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awan Setiawan
"Dengan terbitnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintahan yang mengatur otonomi yang lebih luas bagi Pemerintah Daerah. Demikian dengan Kota Surakarta, merupakan salah satu Pemda yang berada di Propinsi Jawa Tengah, dalam melaksanakan kegiatan pelayanan dan pembangunan tidak terlepas juga dengan sumber pendanaan yang tersedia. Untuk sumber pendanaan pembangunan, sebagian besar dibiayai dari penerimaan sumbangan dan bantuan, sedangkan pendanaan rutin sebagian besar dibiayai dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan penerimaan dari bagian bagi hasil pajak/bukan pajak.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota termasuk Kotamadya Surakarta diharapkan memiliki kemandirian/kemampuan yang lebih besar. Namun, sampai saat ini masih banyak masalah yang dihadapi Kabupaten/Kota terkait dengan upaya meningkatkan penerimaan daerah, antara lain timpangnya kebutuhan daerah dengan kapasitas fiskal; kualitas layanan publik yang masih memprihatinkan menyebabkan produk layanan publik yang sebenarnya dapat dijual ke masyarakat direspon secara negatif; Lemahnya infrastruktur dan prasarana dan sarana umum; Berkurangnya dana bantuan dari pusat (DAU yang tidak mencukupi); dan Belum diketahui potensi Pendapatan Asli Daerah yang mendekati kondisi.Guna menunjang otonomi di Kota Surakarta, maka yang diperlukan tidak hanya kewenangan, kelembagaan, sumber daya manusia, pendanaan, sarana dan prasarana, akan tetapi yang terpenting adalah pengelolaan komponen-komponen tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan daerah di Kota Surakarta dikaitkan dengan ketergantungan fiskal terhadap Pemerintah Pusat, menunjukkan bahwa Derajat Desentralisasi Fiskal yang diperoleh sebelum dan sesudah UU Desentralisasi Fiskal diberlakukan masih relatif rendah, demikian Pula untuk hasil. analisis terhadap Derajat Otonomi Fiskal (DOF) baik sebelum dan sesudah UU Desentralisasi Fiskal menunjukkan rata-rata hasil yang relatif rendah. Sehingga dari kedua model tersebut dapat menyebutkan bahwa kinerja keuangan Kota Surakarta masih relatif rendah untuk mampu melakukan pembiayaan sendiri secara optimal (kondisi ini apabila dilihat dari total penerimaan daerah tanpa adanya sumbangan/bantuan baik dari Pemerintah Pusat atau Propinsi).
Mengenai hasil analisa posisi Fiskal daerah yang dihitung berdasarkan Indeks Pengumpulan Pendapatan Asli Daerah (IPAD), elastisitas PAD terhadap PDRB, serta Potensi Pajak dan Retribusi Daerah, menunjukkan bahwa hasil Nilai IPAD masih rendah. Sedangkan dilihat dari hasil analisis elastisitas diperoleh nilai elastis atau dapat dikatakan E>1. Kondisi ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kota Surakarta mampu membiayai pengeluaran pembangunan dengan asumsi sebagian besar anggaran tersebut diperoleh dari sumbangan / bantuan yang berasal dari Pemerintah Pusat atau Propinsi. Untuk hasil data yang diolah Pemerintah Daerah Kota Surakarta mengenai potensi pajak, semua jenis pajak daerah wilayah Kota Surakarta pada era sebelum atau sesudah UU No. 34/2000 mempunyai kiasifikasi pada umumnya masuk dalam kategori berkembang, sedangkan untuk retribusi memiliki kategori prima, potensial dan berkembang.
Hasil analisa tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kota Surakarta belum dapat secara optimal untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya.
Adapun beberapa saran yang dapat diajukan terkait dengan dengan penelitian ini maupun untuk pengkajian di masa mendatang adalah upaya-upaya penciptaan sumber-sumber penerimaan daerah baik dari pajak ataupun retribusi dan juga peningkatan kemampuan manajemen Pemerintahan Daerah Kota Surakarta terutama dalam hal pengelolaan dan pengalokasian sumber-sumber penerimaan agar efisien dan efektif.
Sedangkan ketidakoptimalan Kota Surakarta dalam pengelolaan dan pengendalian manajemen fiskalnya untuk peningkatan potensi PAD sebaiknya dilakukan melalui upaya-upaya intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi daerah serta peningkatan peluang investasi terutama sektor/bidang strategic yang menjadi prioritas pembangunan daerah Kota Surakarta."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>