Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157348 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amah Majidah Vidyah Dini
"Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah kemungkinan peningkatan kejadian yang terus menerus dari vector borne disease. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa variasi iklim (jumlah hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban) memiliki hubungan bermakna dengan insiden DBD di Kota Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara faktor iklim (suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban, dan kecepatan angin) dengan kejadian DBD di Kabupaten Serang tahun 2007-2008. Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder faktor iklim dan jumlah kasus DBD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor iklim suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari,
kelembaban, dan kecepatan angin dengan angka insiden DBD di Kabupaten Serang tahun 2007-2008. Hal ini disebabkan karena kurang lamanya durasi data yang diambil, kurang lengkapnya data iklim yang didapat, dan kurangnya frekuensi data insiden DBD yang diambil.
One of the impacts of climate change is the possibility of continuous increase in the incidence of vector borne disease. Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a vector-based disease that causes many deaths in tropical countries. Previous research stated that climate variation (number of rainy days, solar radiation, humidity) was significantly related to the high incidence of dengue in Bogor city.
The purpose of this research is to know the description and the correlation between climatic factors (temperature, rainfall, rainy days, solar radiation, humidity and wind speed) and the incidence of DHF in Serang District in 2007-2008. The data collected include secondary data on climatic factors and the number of dengue cases. The results of this study indicate that there was no significant correlation between the climate factors (temperature, rainfall, rainy days, solar radiation, humidity, and wind speed) and the incidence rate of DHF in Serang District in 2007-2008. The reasons
for this are the following: the data were not collected for a sufficiently long period of time; the obtained climate data
were incomplete; and there was insufficient data on the frequency of DHF incidences taken."
Universitas Indonesia, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amah Majidah Vidyah Dini
"Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah kemungkinan eningkatan kejadian yang terus menerus dari vector borne disease (Munasinghe, 2003). Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penelitian Silaban (2005) menyatakan bahwa variasi iklim (jumlah hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban) memiliki hubungan bermakna dengan insiden DBD di Kota Bogor. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara faktor iklim (suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban, dan kecepatan angin) dengan kejadian DBD di Kabupaten Serang tahun 2007- 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder faktor iklim dan jumlah kasus DBD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor iklim suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban dan kecepatan angin dengan angka insiden DBD di kabupaten Serang pada tahun 2007-2008."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwit Gemiwati
"Dalam lima tahun terakhir, Pekanbaru merupakan kota endemis demam berdarah dengue (DBD) dengan kejadian kasus setiap bulan dengan angka insiders yang melebihi angka nasional (20 per 100.000 penduduk). Keberadaan tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor demam berdarah diduga dipengaruhi oleh keadaan seperti curah hujan, hari hujan, indeks hujan, kelembaban dan suhu. Dalam studi ini diteliti hubungan iklim sebagai faktor risiko dengan angka bebas jentik (ABJ) dan dengan angka insiden demam berdarah dengue.
Untuk menganalisis faktor-faktor risiko iklim terhadap ABS dan angka insiden demam berdarah dilakukan studi ekologi di Kota Pekanbaru Propinsi Riau. Data lklim (curah hujan, hari hujan, indeks hujan, suhu dan kelembaban) selama 7 tahun terakhir (1995-2001) dikumpulkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah I Stasiun Meteorologi Pekanbaru, sedangkan ABJ insiden DBD diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan Dinar Kesehatan Propinsi Riau. Hubungan iklim dengan angka bebas jentik, angka bebas jentik dan angka insiden dan iklim dengan angka insiden DBD dengue dianalisis menggunakan uji korelasi, regresi linier sederhana dan regresi linier ganda dengan metoda backward untuk mendapatkan prediksi model hubungan. Karena data ABJ tersedia dalam triwulan maka data iklim yang semula tersusun sebagai data bulanan diubah menjadi data triwulan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ABJ mempunyai hubungan bermakna dengan suhu (p = 0,044) yang berpola positif dengan keeratan sedang (r = 0,383) dan kelembaban (p = 0,017) yang berpola negatif dengan keeratan sedang (r = -0,446). Selanjutnya regresi liner menunjukkan bahwa model hubungan suhu dengan ABJ adalah ABJ = 73,6 + 0,76 x suhu, sedangkan model hubungan kelembaban dengan ABJ adalah ABJ = 124,3 -- 0,36 x kelembaban. Namun, ABJ dengan angka insiden DBD dan iklim dengan angka insiden DBD tidak mempunyai hubungan bermakna. Disimpulkan bahwa sebagian variabel iklim merupakan faktor risiko ABJ tetapi tidak terbukti bahwa ABJ merupakan faktor risiko DBD.
Daftar bacaan : 40 (1986-2002)

The Relationship Between Climate Factors, Free Vectors Number, and Number of Dengue Incidences in Pekanbaru City Since 1995 Until 2001In the last five years Pekanbaru has been an endemic city of dengue hemorigic fever (DHF) where cases are found monthly with the incidence exceeded the national rate ( 20 per 100.000 population). The existence of breeding places of Aedes aegypti, a DHF vector, are believed to be associated with climate such as rainfall, rainy day, temperature and humidity. This study is aimed to explore association between climatic variables as environmental risk factor with Container Index (Cl, as free-larvae percentage) and with DHF incidence.
To analyze this association, an ecological study has been carried out in Kota Pekanbaru, the Province of Riau. Climate data (rainfall, rainy day, rain index, relative humidity, and temperature) during the last seven years (1995-2001) were collected from the Regional Division I of Meteorology and Geophysics Station, Pekanbaru, whereas CI and DHF incidence were obtained from Health District and Health Province Office, Pekanbaru. The association of climatic variables with CI, Cl with DHF incidence, and climate with DHF incidence were analyzed using correlation, simple linear regression, and multiple linear regression with backward method to generate prediction models. As the CI data were available in trimontly, the climate data were converted accordingly.
Statistical analyses show that CI has significantly associated with temperature (p = 0,044) positively and moderately ( r = 0,383) and with relative humidity (p = 0,017) negatively and moderately ( r = -0,446). Further, linear regression indicates that the association model of temperature with Cl is CI = 73,6 + 0,76 x temperature, while the association model of relative humidity with CI is CI = 124,3 - 0,36 x RR However, CI with DHF incidence and climate with DHF incidence are not significantly associated. It is concluded that particular climatic variables are risk factors of CI but it cannot be proved that CI is a risk factor for DHF incidence.
References: 40 (1986-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 12730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Slamet Mulyati
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S26490
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Alicia
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Dea Plasenta
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut dengan pendarahan minor atau mayor, trombositopenia, dan kebocoran plasma yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. WHO mencatat sejak tahun 1968-2009, Indonesia menjadi negara urutan pertama di Asia Tenggara dengan kasus DBD terbanyak dan urutan kedua di dunia. Di tahun 2015, Kemenkes RI telah mencatat peningkatan jumlah Kabupaten/Kota yang terjangkit DBD di Indonesia. Dari 384 Kabupaten dan Kota meningkat menjadi 446 Kabupaten dan Kota. Salah satu Kabupaten/Kota dengan kasus DBD yang tinggi adalah Kota Tangerang Selatan. Bahkan, pada tahun 2014, Kota Tangerang Selatan menjadi penyumbang kasus DBD terbanyak di Provinsi Banten dengan 768 kasus. Terdapat faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab tingginya kasus DBD, yaitu faktor iklim, kepadatan penduduk, dan populasi nyamuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor iklim, kepadatan penduduk, dan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021. Penelitian ini menggunakan desain studi ecological time series dengan metode kuantitatif dan analisis korelasi dan regresi linear ganda. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan; Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan; dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara suhu, kelembaban, dan ABJ dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 (p = 0,016; r = -0,282) (p = 0,000; r = 0,506) (p = 0,000; r = -0,558), sementara untuk curah hujan dan kepadatan penduduk menunjukkan hasil tidak signifikan dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 (p = 0,064; r = 0,220) (p = 0,759; r = -0,037). Dari hasil regresi linear ganda, didapatkan hasil bahwa variabel yang masuk model akhir adalah variabel kelembaban dan ABJ dan dapat menjelaskan 39,9% variasi variabel dependen kejadian DBD (R square = 0,399). Variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 adalah variabel kelembaban.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute febrile disease with minor or major bleeding, thrombocytopenia, and plasma leakage caused by the dengue virus and transmitted by the Aedes aegypti mosquito vector. WHO noted that from 1968-2009, Indonesia became the first country in Southeast Asia with the most dengue cases and the second in the world. In 2015, the Indonesian Ministry of Health has recorded an increase in the number of districts/cities infected with dengue fever in Indonesia. From 384 regencies and cities, it increased to 446 regencies and cities. One of the districts/cities with high dengue cases is South Tangerang City. In 2014, South Tangerang City became the largest contributor to DHF cases in Banten Province with 768 cases. There are factors that can be the cause of high dengue cases, namely climate factors, population density, and mosquito populations. The purpose of this study was to determine the relationship between climatic factors, population density, and larval free rate (LFR) with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021. This research uses an ecological time series design study with quantitative methods and correlation analysis and multiple linear regression. This study uses secondary data from the South Tangerang City Health Office; Central Bureau of Statistics of South Tangerang City; and the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). The results of this study are that there is a significant relationship between temperature, humidity, and LFR with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021 (p = 0.016; r = -0.282) (p = 0.000; r = 0.506) (p = 0.000 ; r = -0.558), while rainfall and population density showed insignificant results with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021 (p = 0.064; r = 0.220) (p = 0.759; r = -0.037). From the results of multiple linear regression, it was found that the variables that entered the final model were humidity and LFR variables and could explain 39.9% of the variation in the dependent variable of DHF incidence (R square = 0.399). The most influential variable on the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016- 2021 is the humidity variable."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Desi Ermaleni Br
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti sangat peka terhadap faktor iklim, khususnya curah hujan, suhu, dan kelembaban. Curah hujan di Kota Yogyakarta dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi antara 1.660-2.500 milimeter per tahun mendukung ketersediaan habitat nyamuk. Suhu dan kelembaban di Kota Yogyakarta berada pada rentang suhu dan kelembaban optimum nyamuk untuk bertumbuh dengan baik yaitu pada suhu 25-27°C dan kelembaban antara 60-80%. Sehingga Insiden DBD di Kota Yogyakarta masih tinggi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan iklim terhadap insiden DBD. Studi ekologi dilakukan selama 3 bulan menggunakan data skunder. Unit analisis yang digunakan adalah bulan Januari-Desember dari tahun 2004-2013. Selanjutnya akan dianalisis secara statistik dan grafik. Curah hujan dengan insiden DBD tahun 2004-2013 memiliki r sebesar 0,333 dengan korelasi sedang dan pola positif dan nilai p sebesar 0,002. Suhu dengan insiden DBD memiliki r sebesar 0,186 dengan korelasi lemah dan nilai p sebesar 0,051. Kelembaban dengan insiden DBD memiliki r sebesar 0,571 dengan korelasi kuat dan pola positif dan nilai p sebesar 0,000. Curah hujan dan kelembaban tahun 2004-2013 memiliki hubungan yang signifikan dengan insiden DBD. Sedangkan suhu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan insiden DBD.

Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) is spread by Aedes Aegypti is extremely sensitive toward climate, particularly the intensity of rainfall, temperature, and humidity. The intensity of the rainfall which is approximately 1.660-2500 millimeter/year supports the mosquito habitation in Yogyakarta. The temperature and damp in Yogyakarta are in the temperature and humidity optimum where mosquito can grow well; temperature 25-27?C and humidity between 60-80%. Thus, DHF in Yogyakarta is still high. The aim of this research is to analyze the correlation between climate toward DHF incidence.This research uses ecology study and community vulnerability which is done in three months using secondary data. The analisys unit are January-December period 2004-20013. It is analyzed in accordance with statistic and graphic. The intensity of rainfall with DHF incidence in 2004-2013 has r 0,333 with the average correlation and positive pattern and p value 0,002. The temperature with DHF incidence has r 0,186 with weak correlation and positive pattern and p value 0,051. The humidity with the DHF incidence has r 0,571 with a strong correlation and positive pattern and p value 0,000. Rainfall and humidity in 2004-2013 had a significant correlation with the incidence of DHF. While the temperature has no significant correlation with the incidence of DHF."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Ratnasari
"Demam berdarah dengue (DBD) di Kulon Progo mengalami fluktuasi selama 10 tahun terakhir dan pada tahun 2013 insiden naik 3 kali lipat dari tahun 2012. Faktor iklim dipercaya mempengaruhi keberadaan jentik Aedes aegypti yang berpengaruh terhadap insiden DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi faktor iklim dan angka bebas jentik (ABJ) dan dengan kejadian DBD di Kabupaten Kulon Progo, DIY tahun 2008-2013. Hubungan suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran matahari, curah hujan, dan angka bebas jentik terhadap angka insiden DBD menggunakan studi ekologi time series dan dianalisis dengan uji korelasi. Data iklim bulanan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Propinsi D.I.Yogyakarta. Data ABJ dan insiden DBD diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo.
Hasil penelitian menyatakan bahwa suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran matahari, dan curah hujan tidak memiliki korelasi dengan ABJ (p>0,05). Insiden DBD memiliki korelasi dengan kelembaban (r = 0,277 ; p = 0,032), lama penyinaran matahari (r = -0,355 ; p = 0,003), dan curah hujan (r = 0,335 ; p = 0,004), sementara variabel suhu, kecepatan angin, dan ABJ tidak terbukti memiliki korelasi dengan insiden DBD. Bebrapa faktor iklim memiliki korelasi terhadap munculnya insiden DBD di Kabupaten Kulon Progo.

Dengue in Kulon Progo have a fluctuation for past 10 years and in 2013 the incidence inceased up to three times higher than incidence in 2012. Climatic factors have well-defined roles in Aedes aegypti larval indices and dengue transmision. The aim of this study is to find out the correlation between climatic factors and larval indices, and with dengue incidence in Kulon Progo District year 2008-2013. The relationship between temperature, humidity, wind speed, sunshine duration, larval indices, and dengue incidence were studied using ecological time series study, and were analyzed by correlation test. Monthly reported climate data were obtained from the Meteorology, Climatology, and Geophysics Departement of Yogyakarta. Larval indices and monthly reported dengue incidences were obtained from the Health District Office of Kulon Progo.
The result of this study showed that temperature, humidity, wind speed, sunshine duration and rainfall have no significant correlation with larval indices (p>0,05). Dengue incidence was significantly correlated with humidity (r = 0,277 ; p = 0,032), sunshine duration (r = -0,355 ; p = 0,003), and rainfall (r = 0,335 ; p = 0,004), furthermore, temperature, wind speed, and larval indices were found out to have no significant correlation with dengue incidences. Some of climatic factors have a correlation with the occurence of dengue incidences in Kulon Progo District.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55039
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Adrian
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang seringkali melanda Indonesia dan disebabkan oleh virus dengue dari nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Iklim merupakan salah satu faktor yang diketahui dapat mempengaruhi kejadian DBD. Selama tahun 2014-2020, Kabupaten Bogor menjadi wilayah dengan jumlah kasus meninggal akibat DBD tertinggi di Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor iklim dengan kejadian DBD di Kabupaten Bogor pada tahun 2017-2021 dengan desain studi ekologi. Hasil penelitian dengan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa faktor kelembaban (r=0,351; p=0,006) dan curah hujan (r=0,258; p=0,046) memiliki hubungan berkekuatan sedang dengan kejadian DBD, sedangkan suhu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DBD (p>0,05).

Dengue haemorrhagic fever (DHF) is a disease that frequently affects Indonesia and caused by the dengue virus from infected Aedes aegypti mosquitoes. Climatic factors are known to affect DHF incidence. In 2014-2020, Bogor Regency became the region with the highest DHF deaths in West Java. This study aims to analyze several climatic factors with DHF incidence in Bogor Regency in 2017-2021 using an ecological study design. Using Spearman’s rank correlation coefficient, the results indicate that humidity (r=0,351; p=0,006) and rainfall (r=0,258; p=0,046) have a moderate effect on DHF incidence, while temperature has no effect on DHF incidence (p>0,05)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Astarina
"Demam berdarah dengue di Kota Administrasi Jakarta Selatan mengalami fluktuasi selama 5 tahun terakhir dan pada tahun 2016 angka insiden naik lebih dari 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor iklim curah hujan, kelembaban, suhu dan kepadatan penduduk dengan angka insiden DBD. Studi ini merupakan studi ekologi time series dan dianalisis dengan uji korelasi. Data angka insiden DBD diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Data iklim bulanan diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Jakarta. Data kepadatan penduduk diperoleh dari Badan Pusat Statistika DKI Jakarta. Hasil penelitian menyatakan bahwa suhu dan kepadatan penduduk tidak memiliki hubungan bermakna dengan angka insiden DBD p > 0,05 . Angka insiden DBD memiliki hubungan yang bermakna dengan curah hujan r = 0,384 ; p = 0,002 , kelembaban r = 0,496 ; p = 0,000.

Dengue hemorrhagic fever DHF in South Jakarta Administration City was fluctuating during 2012 2016 and in 2016 the incidence rate IR was more than tripled from the previous year. This study aims to determine the relationship between climatic factors rainfall, humidity, temperature and population density with the incidence rate IR of DHF. This study is a time series ecology study and was analyzed by correlation test. Incidence rate IR data was obtained from the South Jakarta District Health Office. Monthly climate data was obtained from the Meteorology, Climatology and Geophysics Department of Jakarta. Population density data was obtained from the Central Statistics Department of DKI Jakarta. The results demonstrate that temperature and population density have no significant correlation with dengue incidence rate p 0,05 . The incidence rate IR had a significant correlation with rainfall r 0.384 p 0.002 , humidity r 0.496 p 0,000."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68781
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>