Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100345 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pestisida golongan organofosfat bersifat menghambat aktivitas enzim kolinesterase di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lamanya pajanan organofosfat terhadap aktivitas enzim kolinesterase dalam darah petani. Penelitian dilakukan pada anggota Gabungan Kelompok Tani Kelurahan Campang pada tahun 2009 menggunakan desain studi potong-lintang dan pengambilan sampel dengan metode sampel acak sederhana (56responden). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengukuran kolinesterase dalam darah responden menggunakan Livibond Cholinesterase Test Kit AF267. Hasil penelitian menunjukkan seluruh responden mengalami keracunan dengan proporsi 71,4% keracunan ringan dan 28,6% keracunan sedang. Hasil analisis uji bivariat dengan uji chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara lama pajanan (lama bekerja sebagai
petani penyemprot, lama menyemprot per minggu, dan waktu terakhir menyemprot) terhadap tingkat keracunan. Dibutuhkan peran pemerintah dalam memberikan pendidikan dan pelatihan bagaimana menggunakan pestisida secara aman dan pentingnya alat pelindung diri untuk menurunkan tingkat keracunan pengguna pestisida.
Organophosphate pesticides can inhibit blood cholinesterase in human body. This study aimed to find relationship between length of exposure of organophosphate pesticides with cholinesterase enzyme activity in the farmers? blood. The study was conducted at the Joint Farmers Group in Kelurahan Campang year 2009 using crosssectional
study design and sampling by the simple random sampling method (56 respondents). Data collection was carried out by interview and blood cholinesterase was measured using the Livibond Cholinesterase Test Kit AF267. Results showed that 100% farmers were poisoned, with 71.4% suffer from light-over-exposure and 28.6% moderateover
exposure. Bivariate test analysis using chi-square test showed that there are no statistically significant relationship between the length of exposure (year of working as pesticide farmer, spraying time per week, and the last time spraying) with poisoning level (over-exposure probable and serious-over exposure). It takes the role of government to educate and trained farmers how to use pesticide safely and the importance of personal protective equipment to reduce the
poisoning level. "
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Sekretariat Jenderal DPR RI. Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi., Sekretariat Jenderal DPR RI. Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi.], 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Rasyidah
"Penggunaan pestisida selain bermanfaat bagi pertanian namun juga berpotensi menimbulkan efek toksisitas bagi manumur dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor risiko keracunan pestisida berdasarkan konsentrasi enzim cholinesterase pada petani holtikultura. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan sampel penelitian 92 petani holtikultura penyemprot pestisida yang berada di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara umur dengan keracunan pestisida p=0,036 . Sementara itu, uji statistik bivariat pada variabel lain menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara pemakaian APD p = 0,273 , masa kerja p = 0,392 , takaran pestisida p = 0,49 , metode penyemprotan p = 0,171 , pengetahuan petani p = 0,095 , dan kebersihan badan p = 0,947 terhadap keracunan pestisida pada petani. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor risiko umur petani berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida. Pada penelitian selanjutnya diharapkan ada penelitian lebih lanjut yang mengaitkan antara konsentrasi pajanan di lingkungan dengan keracunan pestisida.

The use of pesticides not only give beneficial to agriculture but also potentially cause toxic effects for humans and the environment. The study design is cross sectional and the sample study is 92 holticultural farmers who are spraying pesticides in Cikajang District, Garut Regency, West Java. Bivariate analysis showed that there was relation between age to pesticide poisoning p 0,036 . Meanwhile, there were no significant relation between personal protective equipment PPE usage p 0,273 , working periode p 0,392 , pesticide dose p 0,49 , spray methode p 0,171 , farmer knowledge p 0,095 , and personal hygiene P 0,947 to pesticide poisoning on farmer. The conclusion of this research is behavioral risk factor has no association on the incidence of pesticide poisoning. In future studies, there is expected to be further research that analyse the association between the presence of exposure in the environment with pesticide poisoning."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69271
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berliana Nur Kholila
"ABSTRAK
Meningkatnya pertumbuhan penduduk menyebabkan pemenuhan kebutuhan pangan juga meningkat. Hal ini menyebabkan petani akan semakin intensif dalam pemanfaatan pestisida. Kecamatan Cakung adalah salah satu kecamatan yang dipertahankan sebagai zonasi pertanian sawah sehingga pemerintah mulai memperkenalkan biopestisida untuk kegiatan pertanian. Penggunaan biopestisida menjadi alternatif menggantikan pestisida untuk menjaga hasil panen. Masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahui persepsi petani tentang biopestisida dan strategi penerimaan biopestisida untuk kegiatan pertanian. Tujuan penelitian ini adalah menyusun strategi penerimaan biopestisida oleh petani berdasarkan persepsi petani. Metode yang digunakan adalah metode campuran (mixed method) dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi agar petani menerima biopestisida untuk kegiatan pertanian adalah penyuluhan yang disertai dengan pendampingan berkala oleh aktor pemerintahan. Kesimpulan penelitian ini adalah penerimaan biopestisida oleh petani dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan dan pendampingan berkala.

ABSTRACT
Increasing growth of population causes the increment of food needs fulfillment. This will cause farmers to be more intensive in using pesticides. Cakung Subdistrict is one of the subdistricts that is maintained as agriculture zoning, so that biopesticides for agriculture are introduced. The use of biopesticides has become an alternative to replace pesticides. The problems in this research are the unknown perception of farmers regarding biopesticides and strategies for accepting biopesticides for agricultural activities. The purpose of this study is to develop strategies for acceptance of biopesticides by farmers based on perceptions of farmers. This research used a mixed method with a quantitative approach. The results of this research indicate the strategy for farmers to accept biopesticides for agricultural activities is counseling accompanied by periodic assistance by government actors. The conclusion of this study is the acceptance of biopesticides by farmers can be done by conducting regular counseling and assistance."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyna Rachmanniar
"Pestisida golongan organo fosfat dan karbamat adalah pestisida yang paling banyak digunakan petani dalam membasmi serangga dan merupakan golongan pestisida yang dapat menurunkan aktifitas enzim kolinesterase dalam darah manusia yang terpapar pestisida. Tinggi rendahnya aktivitas enzim kolinesterase menjadi indikator tinggi rendahnya tingkat keracunan dan dapat dijadikan indikasi keberadaan pestisida dalam darah. Populasi studi penelitian ini adalah seluruh petani holtikultura yang rentan terpajan pestisida di wilayah Desa Cibodas, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Penelitian menggunakan studi analitik observasional dengan desain cross-sectional, danjumlah sampel sebanyak 57 petani penyemprot. Pengumpulan data dengan cara wawancara dan pemeriksaan enzim kolinesterase pada darah petani di Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Jakarta dengan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukan 25,5 sampel darah tidak normal atau 14 orang dengankadar enzim kolinesterase dibawah 5,4 kU/L. Usia Petani penyemprot 50,9 masih berusia produktif yaitu antara 18 sampai 49 tahun. Berdasarkan statistik, faktor umur, status gizi, frekuensi pajanan, durasi kerja, penggunaan alatpelindung diri APD dan tingkat pengetahuan petani tentang pestisida tidak berhubungan dengan kadar enzim cholinesterase dalam darah petani sayuran.

Organophosphate and carbamate pesticides are the most widely used pesticides of farmers in eradicating insects and are a class of pesticides that can decrease Cholinesterase enzyme activity in human blood exposed to pesticides. The lowlevel of cholinesterase enzyme activity is an indicator of the high level ofpoisoning and can be an indication of the presence of pesticides in the blood. Thestudy population of this study is all horticultural farmers who are vulnerable toexposure to pesticides in the area of Desa Cibodas Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. The study used an observational analytical study with cross sectional design, and a sample size of 57 farmers. Data collectionby interviewing and examination of cholinesterase enzyme on farmer 39's blood at Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Jakarta by spectrophotometric method. The results showed 25.5 abnormal blood sample or 14 people with cholinesterase enzyme levels below 5.4 kU L. Age of sprayer Farmers 50.9 are still productive age between 18 to 49 years. Based on statistics, age factor, nutritional status, exposure frequency, duration of work, use of personal protective equipment PPE and the level of knowledge of farmers about pesticides are not related to cholinesterase enzyme levels in the blood of vegetable farmers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wakhyono Budianto
"Pestisida, yang digunakan oleh petani untuk mengendalikan hama tanaman, dapat juga menimbulkan permasalahan pada lingkungan maupun manusia. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah masih adanya petani yang mengalami dampak negatif akibat penggunaan pestisida. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan model pencegahan dampak negatif penggunaan pestisida sintetik pada petani berbasis sosial budaya. Metode penelitian adalah observasional dengan desain crossectional dan pendekatan analisis mix method yaitu kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian sebagian besar petani terdampak (78%) akibat penggunaan pestisida. Para petani memiliki persepsi baik (64,7%) tentang pestisida sintetik dan setuju (65,3%) menggunakannya. Petani berperilaku kurang baik dalam menyimpan (49,3%) menyemprotkan (34%), dan menangani residu pestisida (42,67%). Perilaku petani dalam mencampur pestisida sebagian besar tidak baik (62,64%). Sebesar 82% petani tidak menggunakan APD lengkap dalam menangani pestisida. Petani merasakan pengaruh faktor karakteristik budaya mereka terhadap penggunaan pestisida sintetik. Kesimpulan penelitian ini adalah faktor sosial dan budaya masyarakat berhubungan signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap terjadinya dampak negatif penggunaan pestisida.

Pesticides are applied by the farmers for control plant pests but can also cause problems for the environment and human being. The problem in this study is that there are still many farmers who had negative impacts due to pesticides. The purpose of this research was to formulate a statistic model for preventing the negative impacts of using synthetic pesticides on farmers based on social culture. The research method is observational with a cross-sectional design and a mixed method analysis approach, which quantitative and qualitative. The results of the study showed that most of the farmers (78%) were affected by the used of pesticides. Farmers have a good perception (64.7%) about synthetic pesticides and agree (65.3%) to use them. Storing behaviour of the farmer is not good enough (49.3%) spraying (34%), and handling pesticide residues (42.67%). Most of the farmer behaviour in mixing pesticides was not good (62.64%). 82% of farmers do not use complete PPE in handling pesticides. Farmers perceived that their social and cultural characteristics influence them to control the plant pests by applying synthetic pesticides. The conclusion of this study is that social and cultural factors have a significant corelation, both directly and indirectly to the negative impact of pesticide use."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Afni Afifah
"Latar belakang: Produktivitas pertanian yang tinggi di Kabupaten Brebes berpotensi untuk menimbulkan berbagai gangguan kesehatan akibat pestisida pada pekerja tani. Beberapa penelitian sebelumnya pada lokasi yang sama menunjukan bahwa terdapat beberapa efek kesehatan, baik akut maupun kronis yang dialami pekerja tani akibat pajanan pestisida.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran golongan pestisida yang banyak digunakan, aktivitas enzim kolinesterase darah, gejala gangguan saraf, dan gejala gangguan kulit serta hubungannya dengan faktor lama pajanan dan karakteristik individu.
Metodologi: Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Sampel merupakan petani dan buruh tani pada lima desa di Kecamatan Kersana yang berjumlah 121 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode quota sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur, pengukuran status gizi, dan pengukuran enzim kolinesterase darah.
Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa pestisida yang paling banyak digunakan adalah golongan piretroid dan avermektin (26%). Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah gejala gangguan saraf dengan lama pajanan per minggu (p=0,015). Hubungan yang signifikan juga terdapat antara jumlah gejala gangguan kulit yang dialami dengan faktor lama bekerja (p=0,045), lama pajanan per minggu (p=0,005), umur (p=0,002), jenis kelamin (p=0,044), dan kebiasaaan cuci tangan setelah bekerja dengan pestisida (p=0,000).
Kesimpulan: Pestisida yang paling banyak digunakan adalah golongan piretroid dan avermektin. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah gejala gangguan saraf dengan lama pajanan per minggu. Hubungan yang signifikan juga terdapat antara jumlah gejala gangguan kulit yang dialami dengan faktor lama bekerja, lama pajanan per minggu, umur, jenis kelamin, dan kebiasaaan cuci tangan setelah bekerja dengan pestisida.

Backgrounds: Brebes Region is one of various region which has high productivity in agricultural products, so this region has a potency for any health effects due to pesticide exposure. Several studies have shown that many health effects has occured in agirucultural workers in Brebes.
Objectives: This research’s objectives are knowing the groups of pesticide that commonly used, red blood cell cholinesterase activity, symtomps of neurological and skin disorders and their associatons with length of exposure and individual characteristics.
Methods: This research is located on Kersana sub-District, Brebes District, Central Java. Samples are farmers and fam labourers who live in five village on Kersana District. The number of samples is 121 persons. Quota sampling methods hava chosen by researchers to collect the samples. Data collecting was done by structured-interview, cholinesterase measurement, and nutritional status measurement.
Results: The result has shown that pesticide group which commonly used are phyretroid and avermectin. There is an significant association between the number of neurological disorders and length of exposure in week (p=0,015). There are also significant association between the number of skin disorders with working periods (p=0,045), length of exposure in week (p=0,005), age (p=0,002), gender (p=0,044), and hand-washing behaviours after working with pesticides (p=0,000).
Conclusions: Pesticide group which commonly used are phyretroid and avermectin. There is an significant association between the number of neurological disorders and length of exposure in week. There are also significant association between the number of skin disorders with working periods, length of exposure in week, age, gender, and hand-washing behaviours after working with pesticides.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Yanto
"ABSTRAK
Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan agro industri menuntut peningkatan produksi pertanian yang semakin tinggi, padahal lahan pertanian yang subur semakin menyusut untuk berbagai kepentingan pembangunan non pertanian. Oleh karena itu pengembangan pertanian semakin mengarah kepada lahan-lahan marjinal (khususnya di luar Pulau Jawa), seperti lahan rawa pasang surut dan lebak.
Sebagai wilayah potensial pengembangan pertanian, peranan lahan rawa pasang surut sebagai sumberdaya akan semakin strategic, tidak hanya untuk menyangga produksi pangan nasional, industri pedesaan dan pengembangan wilayah, tetapi secara khusus pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut terutama dikaitkan dengan program transmigrasi yang diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Salah satu program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh Pemrrintah Daerah Tingkat I Lampung, yaitu pendayagunaan sumberdya rawa dengan rata reklamasi di daerah Rawa Mesuji Tulang Bawang (Rawa Jitu), Lampung Utara. Kebijaksanaan pembangunan Rawa Jitu mencakup beberapa aspek, antara lain: (1) kebijaksanaanreklamasi area seluas ± 20.000 hektar dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan pengembangan wilayah pertanian; (2) kebijaksanaan transmigrasi lokal (pemukiman kembali penduduk) eks perambah hutan dengan sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan petani, dengan dukungan pembangunan sarana dan prasaranafisik, prasarana sosial, ekonomi dan kelembagaan . Pada satu sisi program ini mencakup aspek peningkatan produktivitas lahan, peningkatan pendapatan dan kesejahterean petani secara layak dan berkesinambungan. Namun pada sisi lain program pengembangan wilayah pertanian yang terkait dengan program translok juga akan berdampak pada lingkungan fisik, biologi, serta sosial ekonomi dan budaya
Untuk melihat keragaan akhir dari program pengembangan wilayah pertanian tersebut, maka secara khusus dilakukan penelitian yang pengkajiannya meliputi aspek: (1) pengembangan wilayah pertanian Rawa Jitu; (2) dampak terbadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya, khususnya tingkat kesejahteraan petani; serta (3) analisis aspek pengembangan wilayah. Secara khusus dapat dirumuskan masalah-masalah penelitian, antara lain:
1. Bagaimanakah tahapan dan proses pengembangan wilayah pertanian di Rawa
2. Bagaimanakab kondisi lingkungan di daerah Rawa Jitu yang menyangkut aspek fisik, biologi, geologi dan sosial ekonomi;
3. Bagaimanakah keragaan akhir beberapa indikator kunci sosial ekonomi dan budaya petani, seperti: kependudukan agro ekosistem, tingkat kesejahteraan (tingkat kemiskinan, distribusi pendapatan, struktur pengeluaran rumah tangga); pola hubungan sosial dan kondisi kesehatan masyarakat; serta
4. Bagaimanakah bentuk hubungan antara tingkat pendapatan dengan beberapa variabel produksi, seperti: (a) luas riil lahan garapan; (b) jumlah biaya tunas untuk input produksi, (a) jumlah alokasi tanaga kerja; (d) jumlah biaya tunai untuk tenaga kerja luar keluarga; (e) tingkat pendidikan; (f) pengalaman bertani
Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus di wilayah eks proyek reklamasi Rawa Jitu IV, dengan mengambil daerah eks Satuan Pemukiman. (SP-2 dan SP-3) sebagai daerah studi. Unit sampel yang menjadi obyek penelitian adalah rumah tangga petani eks peserta translok. Untuk itu diambil sebanyak 100 rumah tangga petani (lebih kurang 10 % dari total rumah tangga yang ditempatkan di kedua daerah penelitian), dengan metode acak sederbana. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder yang dihimpun dengan Teknik Triangulasi (prosedur yang menggunakan beberapa metode secara indepanden? yaitu kuesioner, wawancara, observasi dan studi kepustakaan). Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, menggunakan fasilitas program komputer SPSS for Window.
Rawa Jitu terbentuk di antara dua sungai besar, yaitu Sungai Mesuji dan Sungai Tuang Bawang yang dipengaruhi aktivitas pasang surut Laut Jawa. Daerah ini merupakan rawa belakang (back swamps), semula merupakan kawasan hutan konversi dengan ekosistem hutan rawa yang kaya akan berbagai jenis flora dan fauna. Pengembangan wilayah pertanian dilakukan dengan pembangunan. saluran drainase yang berfungsi ganda, yaitu: (1) sebagai pembuang kelebihan air dan menurunkan kadar konsentrasi garam-garam yang terakumulasi dalam tanah melalui proses pencucian; (2) sebagai sarana transportasi air (saluran navigasi).
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpullkau beberapa hal sebagai berikut:
1. Melalui program transmigrasi lokal, masing-masing rumahtangga petani mendapat alokasi lahan rata-rata seluas 1,904 hektar (berupa lahan pekarangan, lahan usaha-I dan lahan usaha II); perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas social untuk mendukung tercapainya kesejahteraan petani Tingkat produktivitas lahan yang dicapai masih relatif rendah, yaitu rata-rata 2,587 ton per ha untuk tanaman padi dan 4,305 ton per ha untuk tanaman jagung.
2. Pengembangan wilayah pertanian Rawa Jitu, secara umum memberikan dampak terbadap kesejahteraan petani, yang dapat terlihat dari keragaan beberapa indikator: (a) Tingkat pendapatan per kapita per tahun telah mencapai rata-rata Rp. 366.523; (b) Dikaitkan dengan kriteria tingkat kemiskinan Sayogyo (1977) dan kriteria berdasadran SK Menteri Transmigrasi Nomor 269/Men/1984, ternyata pendapatan tersebut telah berada di atas garis kemiskinan atau setara dengan 458,15 kg beras berdasarkan harga setempat; (e) Berdasarkan distribusi pendapatan terlihat bahwa Gird Ratio untuk wilayah Rawa Jitu adalah 0,21 yang berarti penyebaran pendapatan di kalangan petani relatif merata; (d) Demikian juga halnya jika digunakan kriteria dari Bank Dunia, ternyata 40 % kelompok petani berpendapatan rendah ternyata telah menerima 26,11 % bagian pendapatan ; (e) Dari sisi pengeluaran per kapita per bulan, di daerah Rawa Jitu telah mencapai rata-rata Rp. 42.914 yang berarti telah berada di atas rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Lampung, yaitu Rp. 18.244,- dan angka Good Service Ratio 2,97;
3. Setelah bermukim lebih kurang 7 tahun masing-masing rumah tangga petani memiliki kekayaan rata-rafa Rp. Rp. 482.260; dan luas rumah tempat tinggal mencapai 42,13 m2 dan luas ruang per orang 8,425 m2. Kondisi tersebut ternyata belum memenuhi standar perumahan yang ditetapkan Departemen PU, yaitu 50 m2 atau konsumsi ruang rata-rata 10 m2 per kapita;
4. Pengembangan wilayah pertanian disamping memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan petani, juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan, yang dapat diidentifikasi, antara lain: Dampak fisik dan Biologi berupa: (a) kondisi tanah; (b) kondisi hidrologi; (c) hama tanaman dan tumbuhan pengganggu; (d) sumberdaya energi konvensional; (e) habitat satwa liar. Dampak Sosial Ekonomi Budaya, berupa: (a) keanekaragaman masyarakat; (b) kesehatan masyarakat; (e) sistem transportasi; (d) ketenagakerjaan
5. Secara khusus petani akan melakukan adaptasi social budaya, di daerah pemukimannya yang baru. Dalam perkembangan tahap lanjut terdapat beberapa bentuk kelembagaan hubungan kerja pertanian dan kelembagaan Penguasaan lahan, sebagai respon petani terhadap kendala-kendala fisik dan sosial ekonomi di daerah Rawa Jitu. Bentuk-bentuk hubungan kerja pertanian tersebut antara lain: (a) upah borongan; (b) upah harian; (c) sistem derepan; (d) giliran kerja atau tukar tenaga. Sedang kelembagaan penguasaan tanah yang berkembang antara lain: (a) sistem penyakapan; (b) sistem sewa dan sistem gadai;
6. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, diketahui bahwa pendapatan petani di daerah Rawa Jitu dipengaruhi oleh beberapa peubah, antara lain: (a) Luas rill lahan garapan; (b) total input produksi; (c) alokasi tenaga kerja; (d) biaya tunai yang dikeluarkan untuk tanaga kerja luar keluarga; (e) tingkat pendidikan dan (f) pengalaman berusahatani. Hal ini ditunjukkan oleh F hitung = 607,64 yang lebih besar dari F tabel = 3,60. Berdasarkan nilai R2 = 0,97 dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani memang dipengaruhi oleh peubah-peubahnya.
Disarankan dalam menyusun strategi pembangunan Rawa Jitu pada tahap lanjut, hendaknya mempertimbangkan aspek peningkatan produksi pertanian, penyebaran fasilitas pelayanan, rencana pemekaran wilayah dan peningkatan kualitas hidup serta pelestarian lingkungan (perlindungan terhadap habitat tumbuhan dan satwa langka yang masih tersisa).
Daftar Kepustakaan : 64 (1979 -1996)

ABSTRACT
Increased of population and development of agro-industry rewire improvement of agricultural products, while the fertile land has been becoming limited for non agricultural development Therefore, the agricultural development tends to move to less fertile area (marginal land) outside Java, such as tidal swamp area and backs-swamp.
The role of tidal swamp area is very potential not only for supporting national food productions, rural industry, and regional development, but also in linking with transmigration program for agricultural production, income improvement, and farmers welfare.
One of agricultural development has been underway by the Government of Lampung Province is the use of swamp resource through reclamation in Mesuji Tulang Bawang (Rawa Jitu), North Lampung. The policy development is Rawa Jitu included such several as: (1) policy of swamp reclamation in the area of + 20,000 hectare with objectives to increase land production and regional development, (2) policy of local transmigration/translok (resettlement) for former forest squatter with the goals to improve farmer welfare, supported by physical infrastructure, social, economic, and institutional facilities. On one aspect, this program covers aspect of sustainable improvement of land productivity, income, and farmer welfare. On the other hand, this program could alter physical, biological, socio-economic and cultural environments.
In order to evaluate the present performance, this research intends to investigate aspects, such as: (1) agricultural area development of Rawa Jitu, (2) the development impacts on socio-economic and culture, especially on level of fume's welfare, and (3) analysis of regional development
More specifically, the research formulates the problems as followed:
1. how the steps and processes of regional development in Rawa Jitu were developed
2. how the initial condition of physical, biological, geological, and socio-economic environment existed
3. how does the present performance of key economic indicators such as: demography, agro ecosystem, welfare conditions (poverty level, income distribution, structure of household expenditures), and pattern of community social relationship, health status; and
4. how does the relationship between income level and factors such as: (a) size of land holding, (b) input production costs, (c) labor allocation, (d) costs for non family labor, (e) education level, and (f) farming experiences.
This research used case study of ex reclamation project of Rawa Jitu IV. Location of study was in Units of Settlement (SP-2 and SP-3). This research employed household sample of formers translok participants. The research randomly selected 1 00 households (approximately 10% of the total population in the area). Data being collected included primary and secondary data using triangulation method (method which used several separate techniques, e.g. questionnaire, interview, observation, and library study). Data analysis was using qualitative and quantitative approach helped by SPSS computer program.
Rawa Jitu was formed by two big rivers, i.e.: Mesuji and Tulang Bawang rivers. This area is constantly influenced by tidal activities of Java sea. This area formerly was conversion forest, with swamp ecosystem rich with flora and fauna The agricultural area development was underway by making drainage canals which have multiple functions for (1) spill way of excessive water and reducing salt concentration which was accumulated in the soil through leaching processes, and (2) water transportation facilities (navigation canals).
The research concluded the followings:
1. On average each translok family received 1.904 ha of land which consisted of house yard, farm land-I, and farm land-II); housing and public facilities to support farmers welfare. Land productivity was relatively low, ie.: 2.587 ton paddy per hectare, and 4.305 ton per hectare of corn;
2. The agricultural area development of Rawa Jitu has given positive impacts on farmers welfare given the following indicators: (a) average annual per capita income was Rp366,523; (b) considering Sajogjo's (1977) poverty criteria and Ministry of Transmigration. decision No. 269/Men11984, that income was well above the poverty line which was 458.15 kg equal rice; (c) gini ratio index was 0.21 which indicated that the income distribution was relatively equal; (d) using World Bank criteria, it was showed that 40% of low income farmer group received 26.11% of total income; (e) using expenditure approach, the monthly expenditure was Rp42,914, well above Lampung expenditure average, i.e.: Rp18.244, and Good Services Ratio was 2.97;
3. After settling for 7 years, each household family has asset of Rp482,260 and the size of house yard was 42.13 m2 per family or 8.425 m2 per person. These conditions have not meet with that Public Works Department criteria, Le.: 50 m2 per family and 10 m2 per capita;
4. Agricultural area development not only provide positive impacts on farmers' welfare, but also causing negative impacts on the environment: (A) physical and biological impacts, such as: (a) soil conditions, (b) hydrological conditions, (c) pest and weeds, (d) conventional energy resources, (e) wild habitat (B) socio, economic, and culture, such as: (a) social gap, (6) community health, (c) transportation system, (d) employment;
5. In particular, farmers will make socio and economic adjustment as a response to physical and economic constraints in Rawa Jitu. In further development, there has been established types of institutional working relationship in agriculture (contract system, waging system, derepaiz system, and work shifting) and land tenure (land tenancy, land rent, pawning system)
6. Analysis of multiple linear regression suggested that all factors have significantly influenced to the farmers income. This was shown by F test =607.64 bigger F table = 3.60. The value of R2 = 0.97 which indicated that all independent variables have clearly explained the dependent variable.
The study concluded that in formulating the future ofRawa TJtu., the Government ofLampung Province should consider the improvement of agricultural production, distribution of public services, planning of area development, improvement of quality of life, and environmental sustainability.
E. Refrences : 60 (1979 -1996)
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suksestioso
"Bagi masyarakat awam pada umumnya kurang mengenal tentang P3A singkatan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air. Demikian pula di kalangan petani. Namun bagi masyarakat Kabupaten Kulon Progo, P3A ternyata sudah dikenal. P3A bisa dikatakan organisasi petani yang dibentuk oleh pemerintah melalui kebijakan yakni Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1984. Karena dibentuk pada masa pemerintahan Orde Baru, maka kesan `adanya keseragaman' masih melekat. Kesan ini terbukti pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Hal lain yang menonjol pada P3A adalah berasaskan Pancasila di setiap daerah yang terdapat tanaman padi baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa.
Penelitian ini tidak bermaksud menggugat keberadaan organisasi tersebut yang notabene sudah terbentuk, khususnya di Kabupaten Kulon Progo. Melainkan ingin mengidentifikasi, mengenali, dan mengetahui keberhasilan maupun kegagalannya setelah diberdayakan. Istilah yang lazim dipakai bagi P3A adalah sudah berkembang, sedang berkembang, atau belum berkembang? Berdasarkan penelitian yang menelusuri faktor kesejarahannya, maka teridentifikasi tiga unsur yakni kelembagaan P3A kurang dinamis, pengetahuan tentang teknis operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi kurang menguasai, dan iuran air/anggota kurang lancar. Dari ketiga unsur inilah pemerintah berupaya memberdayakan P3A melalui Tim Pendamping Petani/TPP dan pelatihan-pelatihan.
Tujuan pemberdayaan antara lain agar organisasi P3A yang sudah berbadan hukum merasa kuat, sehingga posisinya sama seperti perusahaan-perusahaan lain. Dari segi teknis agar P3A mampu mengelola jaringan irigasi, meskipun hanya pada taraf jaringan sekunder atau tersier. Berbadan hukum di sini berarti organisasinya legal, diakui keberadaannya oleh aparat maupun masyarakat.
Sehingga ke depan mempunyai bargaining position terhadap pihak-pihak yang ingin bekerjasama dengan P3A. Kecuali itu P3A diwajibkan memiliki nomor rekening sendiri untuk menyimpan uang hibah, bantuan dari Pemerintah/Pemda, dan hasil iuran para anggotanya. Ketiga kekuatan seperti organisasi, teknis, dan keuangan inilah diharapkan P3A mampu mengelola dirinya sendiri, organisasinya, dan lingkungannya untuk menuju pada pembangunan secara berkelanjutan yang pada akhimya kegiatan-kegiatan P3A merupakan ketahanan bagi daerahnya. Apalagi Kabupaten Kulon Progo memiliki 228 P3A unit yang sangat memungkinkan untuk melakukannya.

The term of P3A, stands for Perkumpulan Petani Pemakai Air (Water User Association/WUA) is not well-known by people in general, even by farmers themselves as the relevant parties. However, we can find different view in Kulon Progo district, where the people have reached eligible understandings on the P3A. The association was initiatialy established by the central government under Presidential Instruction No. 2 of 1984. As it was established in the era of the New Order (Orde Baru) with top-down approach, the impression of "uniformity" is unavoidable, as figure out in the Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) the management adopted.
Besides, it is in general for any WUA with paddy field -both inside and outside Java Island- to adopt the Pancasila as their organizational ideological base.
This research is not aimed to argue the existence of the established organization, especially in Kulon Progo District. It is mainly intended to identify, comprehend, and find out the successes and failures of the organization after implementation for operational review purposes. With respect to performance of the organization, terminology of developed, developing and under develop is commonly use. Based on a specific research discovering the historical existence of the organization, we find three main problems faced by the organization management, such as: (1) institutional arrangement of WUA is inadequately dynamic, (2) insufficient knowledge of irrigation operation and maintenance, and (3) a great number of feesarrear. To deal with the above-mentioned problems and to empower the association, the central government provides technical assistance by establishing the Tim Pendamping Petani/TPP (Farmer Counterpart Team) and required trainings.
To empowerment role played the central government is intended to empower any WUA with established legal status for being in the same level of capability with other enterprises. It is also intended to create WUA with eligible capability to manage overall irrigation scheme which they are responsible to the stakeholders In case of a WUA has had established legal status, it is recommended to have a bank account for fee collection from members, to finance sustainable operation. The Kulon Progo District with 228 WUA's is very competent to execute it.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kambey, Jopie H.A.
"Masalah kesehatan masyarakat dimasa mendatang diperkirakan adalah masalah kesehatan yang berkenaan dengan pekerjaannya atau biasa dikenal dengan masalah kesehatan kerja. Meskipun petani merupakan bagian terbesar dari angkatan kerja masalah kesehatan kerja pertanian masih belum banyak dikenal khususnya yang berkenaan dengan beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan kerja petani.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kapasitas kerja para petani, beban kerja para petani, bagaimana gambaran beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya kesehatan pada petani, serta bagaimana gambaran penyakit-penyakit/gangguan yang berhubungan dengan lingkungan kerja petani.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yang dilakukan di 8 Desa dari 2 Kecamatan di Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Jumlah sampel yang diambil adalah 274 petani ektif penggarap yang bekerja di sawah dan 238 rumah petani. Analisa data dilakukan secara manual, teknik analisa digunakan analisa persentase frekwensi distribusi dan analisa Chi-square.
Hasi1 penelitian menunjukkan bahwa umumnya profit kapasitas kerja, beban kerja dan beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja petani adalah buruk. Ternyata para petani dengan kapasitas kerja dan beban kerja yang berat masih harus mengalami resiko atau ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan kerja mereka.
Beberapa penyakit/gangguan yang berhubungan dengan pekerjaan petani yang ditemukan dalam penelitian ini adalah :
1. Dermatitis (dermatosis akibat kerja).
2. Gangguan yang berhubungan dengan masalah ergonomik seperti backpain, myalgia.
3. Penyakit-penyakit pernafasan dengan kelainan ventilasi obstruktif dan restriktif.
4. Keracunan pestisida.
Dalam karya tulis ini juga telah dibahas penatalaksanaan masalah kesehatan kerja petani.
Disarankan agar program Upaya Kesehatan Kerja (UKK) sektor pertanian harus segera dilaksanakan/disempurnakan. Untuk itu ada 3 upaya strategis yang perlu dikembangkan yaitu : Bina program , Bina institusi dan Bina profesi. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2016
R 630.92 IND p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>