Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179275 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Swastya Dwi Putra
"Multidrug Resistant Organism adalah bakteri yang resisten terhadap satu atau lebih kelas antibiotika. Infeksi MDRO menyebabkan kegagalan terapi pada beberapa jenis antibiotik dan meningkatkan kesulitan untuk penyembuhan. Infeksi MDRO cukup banyak ditemukan pada pelayanan kesehatan terutama di bagian Intensive Care Unit karena pengaruh beberapa faktor risiko yang diantaranya pemakaian alat medis intensif, status imunologis yang lemah, dan transmisi dari petugas kesehatan. Penggunaan alat medis intensif terutama adalah tracheal tube adalah faktor risiko terjadinya kolonisasi bakteri Pseudomonas sp yang tidak jarang ditemukan di ICU adalah MDR-Pseudomonas sp. Oleh karena itu, data mengenai kejadian kolonisasi MDR-Pseudomonas sp. yang dihubungkan dengan riwayat penggunaan tracheal tube di ICU dibutuhkan untuk melakukan usaha pencegahan infeksi MDR-Pseudomonas sp. di rumah sakit.
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional analitik yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo , Jakarta Pusat pada bulan Januari hingga Juni 2012. Data diambil dari data sekunder yang berasal dari kultur sputum dari 111 pasien yang dirawat di ICU pusat RSCM. Sampel diambil dengan metode consecutive sampling. Data yang didapat oleh peneliti dianalisis dengan metode chi-square, dengan p=0.05. Hasil yang didapatkan adalah prevalensi 8,1%, RP>1, nilai kemaknaan p=0.164, dan IK 95% 0.986 ; 2.787. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penggunaan tracheal tube dengan infeksi MDR-Pseudomonas sp.

Multidrug Resistance Organism (MDRO) is bacteria resist with one or more antibiotics group. MDRO can cause the failure of treatment in some types of antibiotics and increases the difficulty for healing. MDRO infection commonly found in health services, especially in the Intensive Care Unit due to the influence of several risk factors including intensive use of medical devices, the lack of immunological status, and transmission of health workers. The use of medical devices, particularly tracheal tube, is a risk factor of colonization MDR- Pseudomonas sp. Therefore, we need data of MDR- Pseudomonas sp. colonization in Indonesia Hospital associated with administration history of tracheal tube in patients of adult ICU. So the practitioner can use these data for prevention and control of infection MDR- Pseudomonas sp. in hospital especially in ICU.
This is an analytical cross sectional study conducted at central ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital on January, 2011 until June, 2012. Samples taken from secondary data derived from sputum examinations and medical records of 111 patients in ICU RSCM. We select the sample by consecutive sampling method. Data were analyzed with chi-square method, with p = 0.05. The results are prevalence 8,1%, RP> 1, the value of significance p = 0164, and 95% CI 0986; 2787. These results suggest that there is no association between administration history of tracheal tube and incidence of infection by MDR- Pseudomonas sp.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beladenta Amalia
"Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah salah satu jenis Multidrug-resistant organism (MDRO) yang cukup endemik di banyak fasilitas kesehatan, terutama di rumah sakit bagian Intensive Care Unit (ICU). Riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU dinilai telah menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kolonisasi MRSA pada pasien. Permasalahan muncul ketika diketahui bahwa pasien ICU yang memiliki kolonisasi MRSA berisiko tinggi mengalami infeksi MRSA. Oleh karena itu, diperlukan data mengenai kejadian kolonisasi MRSA yang dihubungkan dengan riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU. Dengan demikian, kejadian kolonisasi MRSA di rumah sakit Indonesia dapat diturunkan.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi swab (hidung, ketiak, dan rektum) dan rekam medik 109 pasien ICU Pusat RSCM dari bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi MRSA baik pada pasien yang memiliki riwayat rawat di rumah sakit sebelum masuk ICU ataupun tidak. Data dianalisis dengan uji Chi-square.
Hasil perbandingan data antara proporsi pasien yang positif memiliki kolonisasi MRSA dan memiliki riwayat rawat di rumah sakit sebelumnya dengan proporsi pasien positif mengalami kolonisasi MRSA dan tidak dirawat di rumah sakit sebelumnya adalah RP=1,206 dengan nilai kemaknaan p=0,307 dan IK95% -3,087; 5,499. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara kolonisasi MRSA dengan riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU.

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is one of the Multidrug-resistant organism (MDRO) which has been quite endemic in many healthcare facilities, especially in the Intensive Care Unite (ICU) of hospitals. History of patients’ hospitalization before ICU admission was considered to be one of risk factors for MRSA colonization in patients. Problems arised after known that ICU patients with MRSA colonization are at high risk of MRSA infection. Therefore, we need data of MRSA colonization associated with history of patients’ hospitalization before ICU admission. So that, the incidence of MRSA colonization in Indonesia hospitals can be reduced.
This is an analytic cross sectional study using secondary data results from microbiological examination of swabs (nose, armpit, and rectum) and medical records of 109 patients from the Central ICU RSCM on January 2011 until August 2011. Samples selection was done by consecutive sampling. Microbiological examination results which are used in this study were the results of MRSA resistance test both in patients who had history of hospitalization before ICU admission or those who had not. Data is analyzed with Chi-square.
The result of data comparison between proportion of patients with positive MRSA colonization and had history of hospitalization to the proportion of patients with positive MRSA colonization and had not history of hospitalization before is RP=1,206 with significance value p=0,307 and IK95% -3,087; 5,499. This suggests that there is no significant relationship between MRSA colonization and the history of patients’ hospitalization before ICU admission.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artati Murwaningrum
"Latar Belakang: Infeksi HAP oleh bakteri multidrug-resistant (MDR) menyebabkan mortalitas yang tinggi, lama rawat yang memanjang dan biaya perawatan yang tinggi. Karena itu perlu diketahui gambaran faktor risiko terjadinya infeksi bakteri MDR pada pasien HAP.
Tujuan: Mengetahui gambaran faktor risiko terjadinya infeksi bakteri MDR pada pasien HAP di RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian dengan desain Kohort retrospektif menggunakan rekam medik pasien HAP yang memiliki hasil kultur sputum di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2015-2016 dengan metode total sampling. Pasien HAP diklasifikasikan menjadi terinfeksi bakteri MDR dan terinfeksi bakteri bukan MDR berdasarkan kategori resistensi isolat yang paling resisten pada sputum yang pertama kali didiagnosis MDR. Evaluasi gambaran faktor risiko dilakukan kepada semua subjek. Seluruh analisis dilakukan menggunakan program Microsoft Excel.
Hasil: Proporsi HAP selama tahun 2015 dan 2016 berturut-turut adalah 6,12 dan 6,15/1000 admisi. Proporsi pasien HAP yang terinfeksi bakteri MDR selama tahun 2015 dan 2016 berturut-turut adalah 95% dan 82,1%. Gambaran proporsi faktor risiko infeksi bakteri MDR pada pasien HAP RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2015-2016 mulai dari yang paling tinggi ke yang paling rendah berturut-turut adalah riwayat pemakaian antibiotik 90 hari sebelum diagnosis (100%), albumin <2.5 g/dL (100%), Charlson Comorbidity index≥3 (95,9%), usia> 60 (95,2%), lama rawat> 5 hari (92,5%), riwayat pemasangan NGT (92,1%), riwayat perawatan ICU/HCU sebelumnya (81,8%) dan penggunaan steroid setara prednison>10 mg/hari atau ekivalen selama>14 hari (28,6%).
Simpulan: Proporsi infeksi bakteri MDR pada pasien HAP RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2015 dan 2016 berturut-turut adalah 95% dan 82,1% dengan proporsi faktor risiko infeksi bakteri MDR yang paling tinggi adalah pada pasien dengan riwayat pemakaian antibiotik 90 hari sebelum diagnosis dan albumin <2.5 g/dL.
>
Background: Multi-drug Resistant (MDR) Hospital-acquired Pneumonia (HAP) is associated with high mortality, prolonged hospital stay and high cost. Therefore, it is important to have description risk factors distribution for MDR HAP.
Aim: To have description of risk factors proportion for infection with MDR bacteria in HAP patients hospitalized in Cipto Mangunkusumo General Hospital.
Methods: A Cohort retrospective study with total sampling methode was conducted to collect medical records of HAP patients hospitalized in 2015-2016. Patients were classified as infected with MDR bacteria and infected with non-MDR bacteria based on the most resistant category of the sputum firstly diagnosed infected with multidrug-resistant bacteria. Risk factors evaluation were conducted to all subjects. All analysis was done using Microsoft Excel.
Results: Proportion of HAP during 2015 and 2016 respectively were 6.12 per 1000 admission and 6.15 per 1000 admission. Proportion of HAP patients infected with MDR bacteria in 2015 and 2016 were 95% and 82,1% respectively. MDR bacteria in 2015 and 2016 were 95% and 82,1% respectively. Description of risk factors proportion for infection with MDR bacteria from the highest to lowest respectively were prior antibiotic use 90 days before diagnosis (100%), albumin level <2.5 g/dL (100%), Charlson Comorbidity index≥3 (95,9%), age >60 years (95,2%), hospitalization>5 days (92,5%), NGT insertion (92,1%), prior ICU/HCU hospitalization in the last 90 days (81,8%) and prior steroid use equivalent to prednisone >10 mg/day for >14 days (28,6%).
Conclusion: Proportion of HAP patients infected with MDR bacteria in 2015 and 2016 were 95% and 82,1% respectively with the highest risk factors proportion for infection with multidrug-resistant bacteria were prior antibiotic use in 90 days before diagnosis and albumin <2,5 g/dL."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syahda Suwita
"Tujuan penelitian adalah diketahuinya pengaruh pemberian suplementasi makanan cair 500 kalori per hari berturut-turut dari awal radiasi sampai radiasi ke 20 terhadap kadar albumin serum dan berat badan pasien kanker nasofaring yang menjalani kemoradioterapi. Penelitian ini merupakan uji klinis paralel, membandingkan kelompok yang mendapat suplementasi makanan cair disertai penyuluhan gizi dan diet sehari-hari (P) dengan kelompok yang hanya mendapat penyuluhan gizi dan diet sehari-hari saja (K). Sebanyak 18 pasien kanker nasofaring yang menjalani kemoradioterapi yang memenuhi kriteria dibagi dalam dua kelompok secara randomisasi blok. Data yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, stadium penyakit, asupan energi dan protein dengan food recall 1 x 24 jam Serta kebutuhan energi dan protein dengan rumus Harris- Benedict. Pemeriksaan kadar albumin semm Serta berat badan dilalcukan pada awal dan akhir perlakuan. Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan dan berpasangan Serta uji Mann Whitney dengan batas kemaknaan 5%. Diperoleh 8 orang di kelompok P dan 8 orang di kelompok K dengan usia 18-59 tahun yang mengikuti penelitian secara lengkap. Tidak ada perbedaan data awal yang bermakna antara kelompok P dan kelompok K. Pcnurunan ltadar albumin serum pada kelompok P Iebih rendah daripada kelompok K. Diperoleh rerata persentase penurunan berat badan pada kelompok P yang kurang 2,24 % dari kelompok K, namun secara statistik tidak bermakna. Pemberian suplementasi makanan cair 500 kalori per hari berturut-turut dari awal radiasi sampai radiasi ke 20 tidak dapat mempertahankan kadar albumin serum dan mengurangi rerata persentase penurunan berat badan pada kelompok perlakuan.

The aims of this study were to investigate the influence of 500 calorie per day liquid food supplementation from the first day of chemoradiotherapy until twenty times radiation therapy on serum albumin level and body weight in nasopharynx cancer patients undergoing chemoradiotherapy. The study was a parallel randomized clinical trial.` Eighteen subjects of nasopharynx cancer patients treated with a targeted chemoradiotherapy were selected using certain criteria. The randomly (block randomization) eighteen subject were divided into two group. The treatment group received 500 calorie per day liquid food supplementation from the first day of treatment until twenty times radiation therapy, nutrition counseling and daily diet; the control group received nutrition counseling and daily diet alone. This study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Department of Radiotherapy. Data collected included age, gender, body weight and tall, body mass index, intake of energy and protein, and using l x 24 hours food recall. Laboratory 'findings (serum albumin levels) were done before and after intervention. For statistical analysis, impaired t-test, paired t-test and Mann Whitney were used with the level of significance was 5%. Eight subjects in the treatment group and Eight subjects in the control group completed the study and analyzed. The characteristic data of the two groups at baseline were not significantly different, therefore they were closely matched at baseline. There were decrease of serum albumin in both group, but it was lower in the treatment group than the control group, although it is not statistically significant (p>0,05). There were a 23,24 % relative reduction in weight loss in the treatment group but it is not statistically significant. In conclusions, the influence of 500 calorie per day liquid -food supplementation from the first day of chemo radiotherapy until twenty times radiation' did not preserve serum albumin level and were not reduction in weight loss in the treatment group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32853
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Keiko
"Enterobacteriaceae merupakan salah satu penyebab terpenting infeksi nosokomial dan komunitas. Resistensi Enterobacteriaceae terhadap agen antimikroba menyulitkan tatalaksana penyakit serta meningkatkan biaya pelayanan kesehatan. Salah satu mekanisme resistensinya adalah produksi enzim extended-spectrum beta-lactamase (ESBL). Salah satu faktor yang memudahkan timbulnya infeksi bakteri resisten adalah penggunaan alat medis invasif, contohnya tracheal tube. Oleh karena itu, diperlukan data mengenai kejadian infeksi ESBL di rumah sakit Indonesia yang dihubungkan dengan penggunaan tracheal tube sehingga dapat dilakukan usaha pencegahan dan kontrol ESBL. Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan kultur mikrobiologi sputum dan rekam medik 111 pasien ICU Pusat RSCM dari bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Kultur sputum pasien yang menggunakan tracheal tube maupun tidak diuji resistensinya. Data dianalisis dengan uji Chi-square, p=0,05. Hasil perbandingan data antara proporsi pasien yang positif terinfeksi Enterobacteriaceae penghasil ESBL dan menggunakan tracheal tube dengan proporsi pasien yang positif terinfeksi Enterobacteriaceae penghasil ESBL dan tidak menggunakan tracheal tube adalah RR >1 dengan nilai kemaknaan p=0.003. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tracheal tube merupakan faktor risiko terhadap kejadian infeksi Enterobacteriaceae penghasil ESBL.

Enterobacteriaceae is one of the most important cause of nosocomial and community-acquired infection. Resistance of Enterobacteriaceae to antimicrobial agents causes difficult choice of antimicrobial agents and increase healthcare cost. One of the mechanism of resistance is the production of extended-spectrum beta-lactamase (ESBL) enzyme. One of the factors contributing to the infection of resistant bacteria is the use of invasive medical devices, for example tracheal tube. Therefore, data for the emergence of ESBL-producing Enterobacteriaceae infection associated with the use of tracheal tube in hospitals in Indonesia is needed so that prevention and control of infection can be established. This research is an analytic cross sectional study using secondary data results from microbiological examination of sputum culture and medical records of 111 patients from the Adult ICU RSCM in January 2011 until August 2011. Sputum culture of patients using and not using tracheal tube were tested for resistance. The data is analyzed with Chi-square, p=0,05. The result of data comparison between proportion of patients with positive ESBL-producing Enterobacteriaceae infection using tracheal tube to the proportion of patients not using tracheal tube is RR > 1 with significance value p=0.003. This suggests that the use of tracheal tube is the risk factor of ESBL-producing Enterobacteriaceae infection."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avy Retno Handayani
"Pseudomonas sp. Dikenal karena kemampuannya yang bersifat pathogen oportunis.Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa resistensi bakteri ini terhadap antibiotika semakin meningkat berdasarkan isolasi dari laboratorium. Prevalensi Pseudomonas sp.didapatkan lebih banyak secara bermakna pada Intensive Care Unit (ICU) dibandingkan pada ruang perawatan non-intensif, Salah satunya adalah akibat ICU memungkinkan terjadinya antibiotic pressure yang lebih besar karena penggunaan antibiotika yang lebih agresif, dimana penggunaan antibiotika dinilai telah menjadi factor risiko diperolehnya organism ini. Dengan mengetahui hubungan factor risiko dengan kejadian bakteri Pseudomonas sp. Yaitu penggunaan antibiotik, diharapkan para praktisi kesehatan lebih waspada dalam penanganan pasien infeksi terutama di ICU.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi kultur (darah, sputum, dan/ataujaringan) dan rekam medik 111 pasien ICU Dewasa RSCM dari tanggal 10 Januari 2011 hingga 9 Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi Pseudomonas sp.baik pada pasien yang memiliki riwayat penggunaan antibiotikaa taupun yang tidak. Data dianalisisdenganuji Chi-square, p=0.05. Hasilperbandingan data antaraproporsipasien yang positif terinfeksi bakteri Pseudomonas sp.dan memiliki riwayat penggunaan antibiotika dengan proporsi pasien positif terinfeksi bakteri tersebut dan tidak menggunakan antibiotika adalah RP >1 dengan nilai kemaknaan p=1.000 dan IK95% 1.259; 1.779. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika dapat menjadi factor risiko terhadap kejadian infeksi bakteri Pseudomonas sp.

Pseudomonas sp. known for its ability to be opportunistic pathogens.Some epidemiological shows that bacterial resistance to antibiotics is increasing by the isolation of the laboratory.Pseudomonas sp. bacteria is a microorganism which produce an enzyme that could hydrolyze penicillin, first, second, and third generation cephalosporins, and aztreonam (except cephamycin and carbapenem) which its activity could be inhibited by beta lactam inhibitor. The prevalence of Pseudomonas sp. was showed more significant in Intensive Care Unit (ICU) than in non-intensive care unit, because the bigger antibiotic pressure is more liable to happen in ICU where the antibiotic use is more aggressive. The use of antibiotic is considered to be the risk factor of Pseudomonas sp. infection. Therefore, we need the data of prevalence of Pseudomonas sp. bacteria associated with the use of antibiotics in ICU in Indonesia, so the health practitioner could use it to prevent and control the infection of Pseudomonas sp. bacteria in ICU.
This is an analytical cross sectional study conducted at adult ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital on 10th of January, 2011 until 9th of August, 2011. Samples were taken from secondary data derived from culture examinations and medical records 111 patients in ICU RSCM. The samples were selected by consecutive sampling.
This study use the result of Pseudomonas sp.resistance test in patients with or without history of antibiotic use. The data were analyzed with Chi-square method, p=0.05. The results are RP >1, the value of significance p=1.000 and 95% CI 1.259; 1.779. These results show that the use of antibiotics may be a risk factor of Pseudomonas sp. bacteria infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book gathers present knowledge on the involvement of ABC transporters in drug transport and resistance. Bringing together updated information from an otherwise-scattered field of scientific literature, this resource helps researchers in pharmaceutical science in discovering drugs able to counteract multidrug resistance in diseases like cancer. It examines ABC transporters not only at the cancer cell, but also in other important physiological localizations. This book covers these topics as well as the pharmaceutical and medicinal modulation and inhibition of ABC transporters, helping pharmaceutical researchers discover drugs to counteract multidrug resistance in diseases like cancer."
Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, 2009
e20375113
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Merlinda Veronica
"Latar belakang. Kerentanan terhadap infeksi dan peningkatan resistensi antibiotik menempatkan pasien luka bakar pada risiko infeksi yang disebabkan oleh multidrug-resistant organism (MDRO), kondisi ini dapat berlanjut menjadi sepsis yang dapat meningkatkan tingginya morbiditas dan mortalitas.
Metode. Penelitian kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien yang di rawat di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2020 sampai Juni 2022.
Hasil. Total 160 subjek dalam kurun waktu penelitian dengan usia < 60tahun sebanyak 82,5%, memiliki komorbid 16,88%, penyebab terbanyak luka bakar adalah api  86,25%, penggunaan alat medis sebanyak 90,63% dengan median lama rawat 14 hari. Patogen MDRO tersering Gram negatif adalah K. pneumoniae, 91%), Enterobacter sp (22,32%) dan Acinetobacter (20,54%), pasien infeksi MDRO yang meninggal sebanyak 45%. Pada analisis bivariat ditemukan pengaruh infeksi MDRO terhadap mortaltas pasien luka bakar (RR1,103; IK 95% 1,004-1, 211,; p=0,046). Setelah di-adjusted dengan variabel perancu yaitu: usia, komorbid, TBSA, penggunaan alat medis, lama rawat dan dianalisis multivariat ditemukan variabel yang berpengaruh terhadap mortalitas infeksi MDRO adalah lama rawat dan usia.
Simpulan. Terdapat pengaruh infeksi MDRO pada angka mortalitas pasien luka bakar. Mortalitas pasien luka bakar akibat infeksi MDRO lebih besar (45%) dibandingkan dengan Non MDRO (21,43 Patogen MDRO Gram negatif tersering adalah K.pneumonia e.

Background. Susceptibility to infection and increased antibiotic resistance place burn patients at risk of infection caused by multidrug-resistant organisms (MDRO), this condition can progress to sepsis which can increase morbidity and mortality.
Method. Retrospective cohort study using medical record data of patients treated at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo in the period January 2020 to June 2022.
Results. Total of 160 subjects in the study period with age < 60 years were 82,5%, had comorbidities 16.88%, the most common cause of burns was fire 86.25%, the use of medical devices was 90.63% with a median length of stay of 14 days . The most common Gram-negative MDRO pathogens were K. pneumoniae Enterobacter sp (22.32%) and Acinetobacter (20.54%), MDRO infected patients who died were 45%. Bivariate analysis found increased risk of mortality on MDRO infection among burn patient (RR 1,103; 95% CI 1,004-1,211, p=0.046). After adjusting for the role variables, namely: age, comorbidities, TBSA, use of medical devices, length of stay and multivariate analysis, it was found that the MDRO infection mortality were length of stay and age.
Conclusion. MDRO infection increases mortality in of burn patients. Mortality of burn patients due to MDRO infection is greater (45%) compared to Non MDRO (21.43%). The most common Gram-negative MDRO pathogen is K.pneumoniae.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Selvi Nafisa Shahab
"Latar Belakang: Bakteri resistan multiobat (MDR) dapat dibawa oleh pasien yang baru masuk perawatan inap dan menjadi sumber penyebaran di rumah sakit hingga menyebabkan. Namun, pemeriksaan deteksi bakteri MDR pada awal perawatan belum menjadi standar. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan media cair selektif yang digunakan dalam kultur bakteri untuk mengetahui prevalensi kolonisasi bakteri MDR pada pasien saat admisi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Untuk mengembangkan media cair selektif, dilakukan uji stabilitas cakram carbapenem. Cakram carbapenem yang paling stabil digunakan untuk suplementasi media cair untuk bakteri batang Gram negatif resistan carbapenem (CR-GNB). Media cair selektif yang digunakan adalah tryptic soy broth (TSB) yang ditambahkan cakram antibiotik yang sesuai dengan bakteri resistan yang akan diperiksa. Media kemudian menjalani uji limit deteksi dan uji spesifisitas. Saat admisi rawat inap, subjek menjalani pengambilan spesimen dan pengisian kuesioner. Spesimen skrining yang digunakan adalah swab tenggorok, swab pusar, swab rektal, swab nasal, dan swab ketiak.
Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil uji stabilitas, cakram imipenem adalah yang paling stabil. Media cair selektif yang digunakan untuk CR-GNB, Enterobacterales penghasil beta-lactamase spektrum luas (ESBL-PE), dan Staphylococcus aureus resistan methicillin (MRSA) adalah TSB dengan vancomycin-imipenem (limit deteksi < 1,5×10-1 CFU/mL), vancomycin-cefotaxime (limit deteksi < 1,5×10-1 CFU/mL), dan cefoxitin (limit deteksi 1,5×100 CFU/mL), berurutan. Dari 100 pasien yang diikutsertakan dalam penelitian, prevalensi kolonisasi bakteri MDR saat admisi rawat inap adalah 63%. Faktor yang berhubungan dengan kolonisasi bakteri MDR adalah riwayat penggunaan alat medis invasif dan komorbiditas, sedangkan faktor yang berhubungan dengan kolonisasi CR-GNB adalah riwayat penggunaan antibiotik.
Kesimpulan: Prevalensi kolonisasi bakteri MDR pada pasien saat admisi rawat inap di RSCM tahun 2022 adalah 63% yang berhubungan dengan riwayat penggunaan alat medis invasif dan komorbiditas.

Background: Multidrug-resistant (MDR) bacteria could be carried by newly admitted patients and become a source of spread in the hospital amd causing infections. However, the detection of MDR bacteria on admission has not been a standard. Therefore, we developed selective liquid media to culture MDR bacteria to get the prevalence of MDR bacteria colonization in patients on admission in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital.
Method: To develop selective liquid media, we performed carbapenem disc stability testing. The most stable carbapenem disc was used to supplement the liquid media in detecting carbapenem-resistant Gram-negative bacilli (CR-GNB). Selective liquid media used for the detection was tryptic soy broth (TSB) with added antibiotics based on the target bacteria. We performed a limit detection test and specificity test on the developed media. While admitted to the hospital, we took samples from subjects and interviewed them to fill out a questionnaire. The specimens used for this study were throat swabs, navel swabs, rectal swabs, nasal swabs, and armpit swabs.
Results: Based on the stability test, imipenem disc was the most stable. Selective media used for CR-GNB, extended-spectrum beta-lactamase-producing Enterobacterales (ESBL-PE), and methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) were TSB with vancomycin-imipenem (detection limit < 1,5×10-1 CFU/mL), vancomycin-cefotaxime (detection limit < 1,5×10-1 CFU/mL), dan cefoxitin (detection limit 1,5×100 CFU/mL), respectively. Of 100 patients included in the study,the prevalence of MDR bacteria colonization on admission was 63%. Factors associated with MDR bacteria colonization were the recent use of invasive medical devices and comorbidity, while a factor associated with CR-GNB colonization was the recent use of antibiotics.
Conclusion: Prevalence of MDR bacteria colonization in patients on admission in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in 2022 was 63% and was associated with the recent use of invasive medical devices and comorbidity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Triangto
"Osteosarkoma digolongkan sebagai salah satu keganasan tersering pada usia remaja dan dewasa muda. Sampai saat ini, angka kesintasan osteosarkoma di Indonesia masih rendah. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa angka kesintasan bergantung pada diagnosis histopatologik. Selain itu, telah ditemukan sebuah pola insidens umum yang berhubungan dengan usia, jenis kelamin, dan lokasi tumor. Maka itu, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara usia dan lokasi tumor, juga untuk mengetahui profil osteosarkoma di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2006-2011.
Desain penelitian ini adalah potong lintang, dan data diperoleh dari departemen Patologi Anatomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebanyak 187 kasus osteosarkoma. Uji chi-square telah digunakan untuk menganalisis hubungan.
Dari hasil penelitian ini, ditemukan mayoritas pasien adalah laki-laki (58.8%) dan kebanyakan berusia remaja dan dewasa muda (61%). Predileksi tersering adalah bagian tulang panjang ekstremitas bawah (54.3%), telah ditemukan hubungan yang bermakna dengan usia remaja dan dewasa muda (p = 0.018). Selain itu, diagnosis yang tersering ditemukan adalah osteosarkoma konvensional sebanyak 93% dari populasi sampel.
Kesimpulan yang bisa diambil adalah pasien remaja memiliki kemungkinan dua kali lipat lebih tinggi untuk terkena osteosarkoma pada tulang panjang, disebabkan adanya keterlibatan dari lempeng pertumbuhan di tulang.

Osteosarcoma had been classified as one of the most common malignancy in the adolescents. Until recently, osteosarcoma survival rate in Indonesia is still considered low. Previous studies mentioned that survival rates are dependent on histopathologic diagnosis. Interestingly, a common incidence pattern was found and was associated to age, gender and sites. Therefore, this study was meant to describe the association between predilection site and age, as well as presenting the profile of osteosarcoma in Cipto Mangunkusumo hospital in 2006-2011.
This cross-sectional study took place in the Department of Anatomical Pathology Cipto Mangunkusumo hospital, where 187 osteosarcoma cases were found. Chisquare test was used to analyze the association.
It was revealed in the results that the sample was predominated by males (58.8%), and majority of the cases were adolescents (61%), The most common site affected is long bones of the lower extremities (54.3%), and this was found to be associated with the incidence in adolescents (p = 0.018). Accordingly, the most common diagnosis found was conventional osteosarcoma, accounting for 93% of the sample.
In conclusion, adolescent patients were found to be roughly two times more likely to develop conventional osteosarcoma on long bones, suggesting possible growth plate involvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>