Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191557 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faris
"Industri tekstil, khususnya batik menghasilkan limbah cair yang berasal dari proses pewarnaan. Limbah cair batik, selain mengandung senyawa pewarna yang kompleks, tetapi juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut dan terurai dalam air. Banyak cara yang telah diteliti untuk mendapatkan proses pengolahan yang paling optimal, salah satunya adalah dengan mengkombinasikan pengolahan fisik, kimia, dan biologi. Proses pengolahan biologis sangat membutuhkan proses pendahuluan, yaitu untuk mendapatkan kondisi rasio BOD/COD = 0,6 yang menyatakan bahwa air limbah mempunyai biodegradabilitas yang cukup baik.
Tujuan dari studi ini adalah menguji jenis dan dosis optimum dari koagulan untuk mencapai rasio BOD/COD = 0,6 serta menguji apakah pengolahan dengan proses oksidasi dan adsorbsi karbon aktif efektif untuk menurunkan warna limbah cair batik. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah koagulasi-flokulasi dengan FeSO4 dan PACl, adsorbsi karbon aktif granular dari tempurung kelapa, dan oksidasi dengan KMnO4.
Limbah batik yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai nilai COD sebesar 1936 ppm, BOD sebesar 667,5 ppm (rasio BOD/COD= 0,34), pH sebesar 9,95, TSS 4200 ppm, dan warna 8660 PtCo. Rasio BOD/COD = 0,6 berhasil dicapai saat dosis koagulan FeSO4 sebesar 3 g/L dan PACl sebesar 1,5 g/L. Oksidasi dengan KMnO4 menunjukan nilai removal warna yang semakin membaik saat kondisi limbah cair batik semakin asam. Kondisi optimal dicapai saat dosis KMnO4 sebesar 60 mL/L dengan tingkat removal warna sebesar 83,11% pada pH 3. Adsorbsi karbon aktif dinilai tidak cukup efektif karena perbandingan 1 gram karbon aktif berbanding 10 ml sampel limbah hanya dapat menurunkan warna sebesar 18%.

The textile industry, especially produce wastewater that comes from dyeing process. The wastewater from Batik, not only containing dye complex compounds, but also contain synthetic ingredients that difficult to dissolve and decompose in water. Many ways that has been studied to gain the optimal processing, one of which is to combine the processing of physical, chemical, and biological. Biological treatment process requires the pre-processing to get the condition of the BOD / COD ratio = 0.6 which states that the biodegradability in the wastewater is good enough.
The purpose of the study is to test the optimal type and dose from the coagulant to get the ratio BOD/COD = 0,6 and also to test whether the processing with oxidation process and adsorption of activated carbon are effective to lower batik’s wastewater. The process used in this study is a coagulation-flocculation with FeSO4 and PACl, adsorption with granular activated carbon of coconut shell, and oxidation with KMnO4.
Batik's wastewater that used in this study has a value of COD at 1936 ppm, BOD at 667.5 ppm, pH about 9.95, TSS at 4200 ppm, and color at 8660 PtCo. The ratio of BOD/COD = 0.6 was gained when the dose of coagulant, FeSO4 at 3 g/L and PACl at 1.5 g/L. Oxidation with KMnO4 showed greater values of color removal when the condition of batik’s wastewater are more acidic. Optimal condition is gained when the dose of KmnO4 at 60 ml /L with color removal rate of 83.11%. Activated carbon adsorption is not effective enough because of the ratio of 1 gram of activated carbon versus 10 mL samples of wastewater can only remove the color by 18%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S44495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Jati Windriyo
"Air limbah adalah hambatan lingkungan utama untuk pertumbuhan industri tekstil selain masalah kecil lainnya seperti limbah padat dan pengelolaan limbah sumber daya. Industri tekstil menggunakan banyak jenis pewarna sintetis dan mengeluarkan banyak air limbah yang sangat berwarna karena penyerapan pewarna oleh kain sangat buruk. Air limbah batik yang sangat berwarna ini sangat mempengaruhi fungsi fotosintesis pada tanaman. Ini juga berdampak pada kehidupan akuatik karena penetrasi cahaya yang rendah dan konsumsi oksigen. Ini juga bisa mematikan bagi bentuk kehidupan laut tertentu karena terjadinya komponen logam dan klorin hadir dalam pewarna sintetis. Oleh karena itu, air limbah tekstil ini harus diolah sebelum dibuang. Dalam penelitian ini, pengolahan simultan dari Koagulasi-Flokulasi dan Ozon (O3) dipilih untuk mengolah air limbah tekstil dan ozon diharapkan dapat mengurangi dosis koagulan. Oleh karena itu, penambahan bahan kimia dapat sangat dikurangi dalam proses tersebut. Variasi dalam penelitian ini diperlukan untuk mendapatkan kondisi operasi perawatan yang optimal dan dapat dicapai melalui Jar Test dan reaktor skala lab kami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, HOC mencapai hasil degradasi dan reduksi lumpur yang lebih baik dibandingkan dengan proses pengolahan tunggal, yaitu koagulasi-flokulasi dan ozonasi. Untuk dicatat, efektivitas HOC hanya berhasil dalam dosis rendah dosis koagulan, seperti 100 dan 200 ppm. Di atas angka itu, dosis koagulan tidak memerlukan bantuan ozon, karena pada 300 ppm koagulasi mendominasi proses pengolahan.

Wastewater is a major environmental impediment for the growth of the textile industry besides the other minor issues like solid waste and resource waste management. Batik industry uses many kinds of synthetic dyes and discharge large amounts of highly colored wastewater as the uptake of these dyes by fabrics is very poor. This highly colored textile wastewater severely affects photosynthetic function in plant. It also has an impact on aquatic life due to low light penetration and oxygen consumption. It may also be lethal to certain forms of marine life due to the occurrence of component metals and chlorine present in the synthetic dyes. Therefore, this textile wastewater must be treated before their discharge. In this research, Hybrid Ozonation-Coagulation (HOC) was chosen to treat the textile wastewater and ozone is expected to reduce the dosage of coagulant. Therefore, the addition of chemical can be greatly reduced in the process. Variation in this research is required to obtain the optimum operating condition of treatment and can be achieved through Jar Test and our lab scale reactors. The results showed that, HOC achieved the better results of degradation and sludge reduction comparing to single treatment process, namely coagulation-flocculation and ozonation. To be noted, effectiveness of HOC only works out in the low dosage of coagulant dose, such as 100 and 200 ppm. Above that number, the coagulant dose does not need the help of ozone, due to the fact that at 300 ppm coagulation dominating the treatment process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunisa Vaditasari
"Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) di Indonesia selalu menghasilkan residu lumpur yang sebagian besar langsung dibuang ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Salah satu upaya untuk mengurangi lumpur yang dibuang ke badan air adalah dengan memanfaatkan kembali lumpur ke dalam proses Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi (KFS). Dalam aplikasi pada penelitian ini, pemanfaatan lumpur dilakukan dengan lima variasi yaitu penentuan dosis optimum koagulan, dosis optimum lumpur, dosis lumpur pada dosis optimum koagulan, dan dosis koagulan pada dosis optimum lumpur. Setelah seluruh variasi dilakukan dilanjutkan dengan identifikasi variabel bebas yang signifikan melalui full factorial design.
Metode yang digunakan adalahjartest menggunakan air baku Sungai Ciliwung dan lumpur IPAM Cibinong serta koagulan alum (Al2(SO4)3). Pada kajian penentuan dosis optimum koagulan divariasikan mulai dari 10 ppm - 50 ppm. Pada kajian penentuan dosis lumpur terlebih dahulu dilakukan uji karakteristik lumpur yang menentukan lumpur yang akan digunakan. Variasi pemanfaatan kembali lumpur dimulai dari 1%-10% dengan interval 1% dalam volume 500 mL beaker glass. Dalam setiap variasi yang dilakukan, dihitung parameter-parameter yang mempengaruhi kajian tersebut antara lain kekeruhan, suhu, pH, KMnO4, Fe, dan Koliform total.Lumpur yang tepat digunakan berupa lumpur sedimentasi Kombinasi paling tepat adalah variasi ke-5 dengan kombinasi dosis optimum lumpur sebesar 5% dan dosis koagulan 37.5 ppm. Penyisihan kekeruhan berturut-turut 97.46% & 97.23%, KmnO4 18.23% & 13.3%, Fe 84% & 85.74%, serta koliform total sebesar 98.86% dengan pH 6.69 dan suhu 27.5°C.
Hasil ini didukung dengan identifikasi variabel bebas dengan metode full factorial design dimana hasil paling signifikan dalam menyisihkan kekeruhan dan koliform total adalah interaksi antara koagulan dan lumpur dan dalam menyisihkan KmnO4 dan Fe adalah dosis koagulan. Pemanfaatan kembali lumpur tidak dapat mengurangi pemakaian koagulan, namun dapat meningkatkan efisiensi penyisihan kontaminan.

Water Treatment Plant (WTP) in Indonesia always produce sludge residuals that are directly discharged into the water body without being processed first. One of the measures to reduce sludge that is discharged into the water bodies is to reuse sludge in coagulation-floculation-sedimentation (K-F-S) processes. In the application of this study, sludge resirculation is conducted with five variations which are the optimum dosage of coagulant, the optimum dosage of sludge, sludge dosage at optimum dosageof coagulant, coagulant dosage at optimum dosage of sludge. After all variations conducted, continue with identification of significant independent variables using full factorial method.
The method used is jartest using raw water from Ciliwung River and Sludge from IPAM Cibinong with alum coagulant (Al2(SO4)3). In studies deterimining the optimum coagulant dose varied 10 ppm - 50 ppm. In determining optimum dose of sludge first tested the sludge characteristics to determine the sludge that will be used. Sludge reuse varied from 1%-10% with 1% intervalin500 mL volume of beaker glass. Parameters tested from each variations are turbidity, temperature , pH, KMnO4, Fe, and Total Coliform. Sludge use is sedimentation sludge. The most appropriate combination is the fifth variation with 5% sludge optimum dosage and coagulant optimum dosage 37.5 ppm. Allowance turbidity removal were 97/46% & 97.23%, KMnO4 18.23% & 13.3%, Fe minerals 84% & 85.74%, and total coliform 98.86% with pH 6.69 and temperature 27.5°C.
This result is supported by independent variables identification with full factorial design method which the most significant in removing turbidiy and total coliform in water is interactions between coagulant and sludge and in removing KMnO4 and Fe is coagulant dosage. Sludge reuse cannot reduce coagulant dosage, but able to improve contaminant removal efficiency.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huriya
"Teknologi membran saat ini sudah banyak diaplikasikan untuk mengolah limbah berbagai industri, salah satunya dapat industri tahu. Namun di Indonesia, pengolahan limbah industri tahu masih menggunakan metode konvensional dan belum memenuhi baku mutu pemerintah, sehingga dibutuhkan metode pengolahan yag lebih efektif. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan preparasi serta menguji kinerja membran polisulfon dengan proses filtrasi untuk pengolahan limbah cair industri tahu. Penelitian ini diawali oleh preparasi membran polisulfon (PSf) dengan pelarut n-metil-2-pirolidon (NMP) dan aditif polivinilpirolidon (PVP) dengan metode inversi fasa dan teknik imersi presipitasi, dengan variasi massa PVP sebanyak 0,15 gram; 0,25 gram; dan 0,35 gram. Membran yang telah dipreparasi kemudian dikarakterisasi menggunakan SEM, FTIR, serta sudut kontak. Limbah cair tahu sebagai umpan filtrasi telah melalui proses pre-treatment dengan metode koagulasi-flokulasi. Kemudian limbah umpan tersebut difiltrasi menggunakan membran PSf/NMP/PVP dengan variasi umpan 4, 5, 6, dan 7 bar. Penambahan konsentrasi PVP meningkatkan porositas dan hidrofilisitas, namun penambahan PVP yang berlebihan akan meningkatkan viskositas membran sehingga membuat membran menjadi lebih padat. Hal ini yang menyebabkan fluks air dan fluks permeat mengalami kenaikan pada membran PSf/NMP/PVP0,15 dan PSf/NMP/PVP0,25 namun namun menurun pada PSf/NMP/PVP0,35. Rejeksi COD dan TDS yang dihasilkan pada penelitian berkisar antara 8,3% hingga 60,53% dan 4,77% hingga 28,57%; sedangkan rejeksi TSS dan kekeruhan yang dihasilkan berkisar antara 16,67% hingga 75% dan 8,3% hingga 75%; dan pH berkisar antara 7,28 hingga 7,58.
.....Membrane technology nowadays is applied for wastewater treatment in multiple industries, one of them is the tofu industry. However in Indonesia, tofu industrial wastewater treatment still uses the conventional method that has yet to meet the government’s quality standards, so a more effective treatment method is needed. This research aimed to prepare and examine the performance of polysulfone (PSf) membrane using n-methyl-2-pyrrolidone (NMP) solvent and polyvinylpyrrolidone (PVP) additive according to phase inversion method by immersion precipitation technique, with PVP mass variation of 0,15; 0,25; and 0,35 grams. Membrane that has been prepared is then characterized by undergoing several tests of SEM, FT-IR, and contact angle. First, tofu wastewater as feed has been through the pre-treatment process using coagulation-flocculation method. The feed is then filtrated using prepared PSf/NMP/PVP membranes with pressure variation of 4, 5, 6, and 7 bars. The addition of PVP concentrations increases porosity and hydrophilicity, but the excessive addition of PVP will increase membrane viscosity thereby making the membrane denser. This is what causes the water flux and permeate flux to increase in PSf/NMP/PVP0,15 and PSf/NMP/PVP0,25 membranes but decrease in PSf/NMP/PVP0,35 membrane. The COD and TDS rejection percentages resulted in this research ranged from 8,3% up to 60,53% and 4,77% up to 28,57%; the TSS dan turbidity rejection percentages ranged from 16,67% up to 75% and 8,3% up to 75%, meanwhile the pH varies from 7,28 to 7,58."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Aditya
"Limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu masih mengandung padatan tersuspensi dan oksigen terlarut yang dapat mencemari perairan. Oleh karena itu harus diturunkan kadarnya sebelum dibuang. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kombinasi metode koagulasi-flokulasi dan mikrofifltrasi untuk mengolah limbah cair industri tahu. Koagulan yang digunakan pada penelitian ini adalah PAC dan membran yang digunakan adalah keramik. Variasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pH limbah 6 hingga 9; tekanan pada proses mikrofiltrasi 0,5 bar, 1 bar, 1,5 bar. Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pH 7 pada tahap koagulasi-flokulasi dan tekanan 1 bar pada proses mikrofiltrasi. Kombinasi proses ini menghasilkan penyisihan COD sebesar 71 , TSS sebesar 98 dan kekeruhan sebesar 97.

The wastewater generated from tofu plant still contains suspended solids and oxygen dissolved that can contaminate water. Therefore, the levels must be lowered before being discharged. This study aims to look at the performance of combination of coagulation flocculation and microfiltration for treating wastewater from tofu plant. Coagulant will be used in this study is PAC and the membrane will be used is ceramic. Variations are made on this study that wastewater pH of 6, 7, 8 and 9 microfiltration pressure of 0,5 bar, 1 bar and 1,5 bar. The best result were obtained from this research that pH 7 is the optimum condition for coagulation flocculation process and 1 bar is the optimum condition for microfiltration. This combination resulted 71 removal of COD, 98 of TSS and 97 of turbidity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Aprilia
"Usaha bengkel yang ditangani oleh ahli mekanik atau montir ditujukan agar pemilik kendaraan bermotor dapat melakukan perawatan dan perbaikan terhadap kendaraan mereka. Selain membuka lapangan pekerjaan, usaha bengkel juga berpotensi untuk mencemari lingkungan karena menghasilkan limbah oli. Salah satu cara pengolahan limbah oli adalah dengan sistem desalinasi air laut yang memanfaatkan exoelectrogenic bacteria sebagai agen pendegradasi senyawa-senyawa organik pada limbah oli. Microbial Desalination Cell (MDC) adalah pengembangan dari Microbial Fuel Cell (MFC), merupakan metode yang dapat menghilangkan kandungan garam dalam air laut menggunakan listrik yang dihasilkan oleh bakteri dari air limbah. Sistem MDC terus mengalami perkembangan, salah satunya dengan memodifikasi reaktor menjadi Stacked Microbial Desalination Cell (SMDC) yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi kinerja dari MDC. Pada penelitian ini, menggunakan konfigurasi reaktor 2-SMDC dengan batang grafit sebagai anoda dan CFC yang dilapisi karbon aktif sebagai katoda serta katolit kalium permanganat. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi massa karbon aktif sebesar 0, 2, dan 4 g. Parameter uji dalam penelitian ini terdiri dari COD, produktivitas listrik, dan pH. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan variasi massa karbon aktif paling optimum yaitu 4 g dengan penurunan COD sebesar 57,808% serta menghasilkan produktivitas listrik sebesar 0,000561 W/m3.

Garage shop has potential to pollute the environment because it produces oil waste. One way to treat oil waste is a seawater desalination system that uses exoelectorgenic bacteria as an agent for the degradation of organic compounds contained in oil waste. Microbial Desalination Cell (MDC) is a development of Microbial Fuel Cell (MFC), a method that can eliminate salt content in seawater using electricity generated by bacteria from wastewater. MDC system continues to experience development, one of which is to modify the reactor into a Stacked Microbial Desalination Cell (SMDC) which serves to improve efficiency of the performance of MDC. In this research, using a 2-SMDC reactor configuration with graphite rods as anode, CFC coated with activated carbon as a cathode and potassium permanganate as catholyte. Independent variables used in this research were active carbon mass variations of 0, 2, and 4 g. Parameters that will be obtained are COD, electrical productivity, and pH. The results obtained in this study indicate that the optimum mass variation of activated carbon is 4 g with a COD reduction of 57,808% and produces electrical productivity of 0,000561 W/m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berliana Cahya Ningtias
"Air limbah domestik yang mengandung konsentrasi karbon dan amonia yang tinggi dapat diolah dengan proses Moving Bed Biofilm (MBB) yang merupakan biological hybrid antara pertumbuhan melekat dengan tersuspensi. Penelitian ini bertujuan mengetahui persentase penyisihan karbon dan amonia, serta menentukan waktu tinggal hidrolis optimal. Penelitian ini merupakan skala laboratorium dengan mengkombinasikan reaktor anoksik dan aerobik MBB. Penelitian dimulai dengan proses seeding selama 4 minggu dilanjutkan dengan pengolahan dengan variasi waktu tinggal hidrolis. Berdasarkan hasil penelitian ini, persentase penyisihan COD dengan waktu tinggal hidrolis 12, 16 dan 20 jam adalah 75,7%; 83,7%; dan 91,0% dan penyisihan amonia adalah 79,4%; 91,0%; dan 92,3%. Waktu tinggal hidrolis yang optimal menurunkan konsentrasi COD dan amonia air limbah menggunakan proses anoksik aerobik MBB adalah 20 jam. Pengolahan dengan biological hybrid ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam menyisihkan konsentrasi karbon dan amonia dalam air limbah domestik.

Domestic wastewater contains high organic carbon and ammonium concentration which can be treated by moving bed biofilm process. It is a biologycal hybrid between attached and suspended growth process. The purposes of this research were to determine the removal percentage of organic carbon and ammonium concentration in domestic wastewater, and to investigate optimum hydraulic residence time. Experiment was carried out in a laboratory scale to study the combine anoxic and an aerobic reactor condition. The treatment process is preceeded by a 4-week seeding process continued with variation of hydraulic residence time. Based on these results, the removal percentage of COD for each hydraulic residence time of 12, 16, and 20 hours were 75,7%; 83,7%; and 91,0%, the removal percentage of ammonium were 79,4%; 91,0%; and 92,3%. The optimum hydraulic residence time in removing organic carbon and ammonium concentration domestic wastewater using anoxic aerobic MBB is 20 hours. This biological hybrid treatment can be an alternative to remove organic carbon and ammonium in domestic wastewater."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ja`far Shodiq
"Limbah cair yang mengandung senyawa fenolik (seperti fenol dan p-klorofenol) merupakan limbah yang dilaporkan sebagai limbah berbahaya dan tersebar luas sebagai limbah seperti di industri kimia, tekstil, farmasi, pestisida dan domestik yang menyebabkan kuantitasnya meningkat dan menjadikannya sebagai salah satu sumber utama penyebab polusi air. Sehingga dibutuhkan pengolahan bagi limbah yang mengandung senyawa fenolik. Teknik ozonasi merupakan metode yang efektif untuk mengolah ini karena selektivitas dan kemampuan oksidasi yang tinggi dari ozon. Di samping itu pada suasana basa, ozon dapat terdekomposisi menjadi radikal hidroksil yang sangat reaktif sehingga degradasi limbah fenolik dapat berlangsung maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel, dan variabel penting optimum yang digunakan untuk mengolah limbah fenol dan p-klorofenol sintesis dengan teknik ozone-nanobubble, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengolahan ozone-nanobubble dalam mendegradasi limbah, serta membandingkan keefektifan degradasi pada kedua jenis limbah. Variabel optimum pengolahan ditentukan dari beberapa proses awal yang dilakukan meliputi produktifitas ozonator, kelarutan ozon, dan kuantifikasi radikal hidroksil. Variabel optimum didapatkan voltase plasmatron 14,40 kV, laju alir umpan gas oksigen 0,5 LPM, dan pada pH awal 10. Penambahan nanobubble pada proses ozonasi diharapkan dapat meningkatkan efektivitas degradasi. Pada menit ke-30 dari pengolahan, penambahan mekanisme nanobubble dapat meningkatkan efektivitas degradasi ozonasi pada limbah fenol 2,60%, dan p-klorofenol sebesar 0,26%, dengan persentase peningkatan yang lebih tinggi seiring dengan semakin cepatnya proses ozonasi. Limbah sintesis p-klorofenol memiliki kemampuan teroksidasi yang lebih mudah 2,07 kali lipat ketika dilakukan pada variabel optimum di menit ke-30, dan meningkat lebih tinggi pada menit-menit awal pengolahan.

Liquid waste containing phenolic compounds (such as phenol and p-chlorophenol) is waste that reported as hazardous and widespread as waste such as in the chemical, textile, pharmaceutical, pesticide and domestic industries which causes its quantity to increase and used as one of the main sources of water pollution. pollution. So, it is necessary to treat waste containing phenolic compounds. The ozonation technique is an effective method for treating this because of the selectivity and high oxidizing ability of ozone. In addition, in an alkaline environment, ozone can decompose into highly reactive hydroxyl radicals so that the degradation of phenolic waste can be maximized. This study aims to determine the influence variables, and important variables used to treat phenol waste and p-chlorophenol synthesis with the ozone-nanobubble technique, this study also aims to determine the effectiveness of ozone-nanobubble treatment in degrading waste, as well as compare the effectiveness of degradation in both types. Waste treatment variables determined from the initial processes carried out include ozonator productivity, ozone solubility, and quantification of hydroxyl radicals. The optimum variable obtained is plasmatron voltage of 14.40 kV, oxygen gas feed flow rate of 0.5 LPM, and at initial pH 10. The addition of nanobubbles in the ozonation process expected to increase the effectiveness of the degradation. At the 30th minute of processing, the improvement of the nanobubble mechanism could increase the effectiveness of the degradation of ozonation on 2.60% phenol waste, and 0.26% p-chlorophenol, with a higher percentage increase along with the faster ozonation process. The p-chlorophenol synthesis waste has the ability to oxidize which is 2.07 times easier when carried out at the optimum variable in the 30th minute and increases higher in the early minutes of processing."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahreza Muhammad
"Penelitian tentang elektroflotasi untuk pemisahan limbah pewarnaan batik telah dilakukan. Ada 2 cairan yang diflotasi, yaitu zat warna batik dan limbah pewarnaan batik. Gelembung dihasilkan dengan elektrolisis menggunakan elektroda alumunium alloy dengan luas permukaan anoda dan katoda adalah 116 cm2 dan 98 cm2. Variasi tegangan yang digunakan adalah 5, 10, 15, 20, dan 25 V. Diameter yang dominan pada 5, 10, 15, 20, dan 25 V adalah 205 – 255 μm dan 5 – 55 μm serta volume gelembung yang didapat tiap 20 detik adalah 0.39, 1.3, 2.4, 3.43, dan 4.55 mL. Pada zat warna batik didapatkan persen pengurangan TSS, warna, dan kekeruhan pada tegangan 5, 10, 15, dan 20 V adalah 73.81%, 29.7%, 40.64%; 68.08%, 89.05%, 82.21%; 96.97%, 71.57%, 74.07%; 49.8%, 74.72%, 16.47%. Pada limbah batik didapatkan persen penurunan TSS, warna, dan kekeruhan yang terbaik adalah 97.09%, 98.6%, dan 99.16% terjadi pada tegangan 10 V dengan penambahan 50 gram tawas dan perbandingan air dan limbah 1:14.

The research on electroflotation for Batik waste separation has been done. There are 2 fluids, dye of batik and batik waste. Bubbles are generated by electrolysis using aluminum alloy electrodes which the enode and kathode surface areas are 116 cm2 and 98 cm2. Variation of applied voltages are 5, 10, 15, 20, and 25 V. The dominant size of bubbles which are measured are range between 205 – 255 μm and 5 – 55 μm. Bubble surface areas obtaining per 20 seconds are 0.39, 1.3, 2.4, 3.43, and 4.55 mL. In batik dyes, percent reduction of TSSs, colors, and turbidities at voltage 5, 10, 15, and 20 V 73.81%, 29.7%, 40.64%; 68.08%, 89.05%, 82.21%; 96.97%, 71.57%, 74.07%; 49.8%, 74.72%, 16.47%. in batik waste, the best percent reduction of TSS, color, and turbidity which occured at a voltage 10 V with the addition 50 gr alum and waste and water ratio 1:14 is 97.09%, 98.6%, and 99.16%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyo Sarwanto Moersidik
"Limbah cair rumah sakit yang mengandung limbah klinis jika dibuang ke badan penerima tanpa pengolahan lebih dahulu dapat membahayakan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, pengolahannya diperlukan untuk menghasilkan effluen yang sesuai dengan standar effluen yang diisyaratkan yang diindentifikasikan dalam parameter Padatan Tersuspensi, Zat Organik (KMnO4),BOD, COD, N dan P.
Salah satu cara mereduksi kontaminan yang terkandung dalam limbah cair rumah sakit adalah dengan proses pengolahan secara fisis-kimiawi dengan menggunakan bahan koagulan PAC (Polyaluminiumrium Chloride) dikenal sebagai koaguian yang mampu mereduksi secara optimal kandungan turbiditas dalam pengolahan air bersih.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas reduksi PAC jika digunakan dalam pengolahan limbah cair, khususnya limbah cair rumah sakit. Penelitian dilakukan di lapangan dengan menggunakan alat simulasi pengolahan fisis-kimiawi. Pemeriksaan dilakukan terhadap kondisi air baku dan air hasil olahan dengan parameter uji melipuli pH, Turbiditas, Padatan Tersuspensi, Zat Organik (KMnO4), BOD, COD. N-Amonia dan P. Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan Jar test guna mengetahui dosis optimum yang akan diterapkan selama penelitian. Dengan membandingkan hasil pemeriksaan air olahan dengan hasil pemeriksaan air bakunya dapat diketahui tingkat reduksi dari koagulan PAC yang menunjukkan efektifitasnya.
Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa PAC jika digunakan dalam pengolahan limbah cair - khususnya limbah rumah sakit - memang cukup efektif dalam mereduksi turbiditas, yaitu dengan dosis 50 mg/l didapat reduksi turbiditas maksimum 79%; tetapi tidak cukup efektif dalam mereduksi kontaminan lainnya dimana reduksi pada kontaminan lainnya maksimum hanya 56% (Zat Organilr KMnO4). Penggunaan unit saringan pasir cepat sesudah proses koagulasi tidak banyak manambah tingkat reduksi kontaminan, dimana turbiditas tersebut hanya naik menjadi 82%. Selain hasil penelitian yang berkaitan dengan penggunaan koagulan PAC lersebut, diperoleh pula tingkat effisiensi yang rendah dari alat simulasi yang pada umumnya berada di bawah harga kisaran effisiensi pengolahan teoritis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>