Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61945 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rozan Fauzan
"Penelitian ini membahas citra maskulinitas dalam iklan cetak parfum “Le Mâle” dari Jean Paul Gaultier. Pada umumnya, iklan parfum laki-laki mencitrakan maskulinitas sebagai karakter yang aktif dan dominan. Dengan menggunakan metode semiotika, penelitian ini bertujuan melihat citra maskulinitas ditampilkan melalui tanda-tanda yang dihadirkan dalam iklan, seperti warna, pakaian, wajah, rambut, pose tubuh, latar tempat, aksesoris, kemasan, tipografi, teks, dan logo. Dari tanda-tanda itu, ditemukan citra Maskulinitas baru oleh Gautier ini merupakan bentuk pemaknaan baru terhadap gender.

This research examined the image of masculinity on the print advertisement "Le Mâle" of Jean Paul Gaultier. Generally, men‟s perfume advertisement illustrates masculinity as an active and dominant character. By using a semiotic method, this research aims to look for an image of masculinity showed by signs presented on advertisements such as colours, clothes, faces, hairstyles, poses, background settings, accessories, packaging, typography, text, and logo. Based on those signs, we can find a new image of masculinity, which is a fusion of the masculine character and the feminine one. The new masculinity from Gaultier is a new form of meaning toward gender."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44338
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Adelia Savira
"Dalam beberapa tahun terakhir AXE, produk perlengkapan mandi untuk pria, telah diminta dari media untuk pergantian strategi mereka yang tiba-tiba yang merupakan citra diri AXE tentang 'garis perawatan halus yang dirancang untuk meningkatkan kepercayaan diri pria dengan membantu mereka melihat dan merasakan gaya hidup mereka. terbaik” yang berarti reputasi mereka sebagai produk yang akan selalu membantu pria mendapatkan wanita dengan lebih mudah dengan kampanye yang tidak jauh dari hasrat, kesuksesan, rayuan, maskulinitas, dan daya tarik seksual. Perubahan tersebut cukup signifikan dari reputasi dan strategi mereka sebelumnya tentang maskulinitas, maskulinitas hegemonik yang ternyata merugikan, yang banyak mendapat perhatian tidak hanya dari media tetapi juga dari audiensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan stereotip maskulinitas dalam iklan produk AXE. Analisis Wacana Multimodal akan digunakan untuk menjelaskan hubungan antara stereotip gender, bahasa, dan identitas. Kajian kualitatif ini mengkaji perkembangan iklan AXE dengan menggunakan empat versi iklan AXE sebagai contoh, yaitu dari tahun 2002, 2007, 2012, dan 2017 dalam kaitannya dengan maskulinitas dan stereotip gender. Hasilnya menunjukkan bahwa AXE membangun konsep maskulinitas mereka dalam iklan mereka pada maskulinitas hegemonik, tetapi untuk mempertahankan relevansi merek mereka, mereka mengubahnya menjadi kampanye maskulinitas anti-toksik, terlepas dari reputasi awal mereka.

In recent years AXE, a toiletries product for men, has been asked from the media for the sudden switch of their strategy which was AXE’s own self defined image of ‘a refined grooming line designed to boost guys’ confidence by helping them look and feel their finest” means their reputation has always been that of a product that would help men to get women more effortlessly with campaigns not far from desire, success, seduction, masculinity and sex-appeal. The change is quite significant from their prior reputation and strategy about masculinity, which was hegemonic masculinity that turned out to be harmful, that has gained a lot of attention not only from the media but also from the audience. The aim of the study is to explain the stereotypes of masculinity in advertisements for AXE products. Multimodal Discourse Analysis will be used to explain the relation between stereotype gender, language, and identity. This qualitative study examines the development of AXE advertisements using four versions of AXE advertisements as examples, which are from 2002, 2007, 2012, and 2017 in relation to masculinity and stereotype gender. The results demonstrate that AXE constructed their concept of masculinity in their commercial on hegemonic masculinity, but in order to maintain their brand relevant, they converted it into an anti-toxic masculinity campaign, despite their initial reputation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Juan Tanggo Laksono
"Advertisement has become one of the most important marketing strategy in readyto-drink (Ready-to-Drink) tea industry. Statistically, national advertisement expenditure for the tea category in the last ten years has always been growing double digits. In advertisement, there are two important antecedents that believed to influence the purchase intention, which are attitude toward advertisement and attitude toward brand. This study attempts to investigate whether consumers’ attitude toward advertisement that they are exposed (Aad) to have an influence on their attitude towards brand (Ab) and purchase intention (PI) of the advertised product. The study is empirical in nature and focusing on Indonesian consumers. Approximately 384 respondents participated in this study by answering a structured questionnaire with online survey method. This study found that consumers’ attitude toward advertisement has significant and positive influence on their attitude toward brand as well as on their purchase intention. The results also showed that attitude toward brand partially mediates between attitude toward advertisement and purchase intention. The findings in this study seek to give insight about the importance of advertisement to be adopted by practitioners in their strategic marketing as it helps in communicating positive brand attitude and influencing consumers’ intention to purchase the advertised product, especially in the growing Indonesian market."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Martono
[s.l.]: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2010
JPK 16:6(2010 )
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Alfisyahr
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana iklan calon presiden dapat mempengaruhi proses pembentukan brand attitude dan intention to vote pada calon presiden menggunakan cognitive respond model. Penelitian ini mengangkat mengenai efektivitas dari iklan politik yang saat ini mulai gencar dilakukan oleh partai ataupun tokoh politik sebagai bagian dari media kampanye mereka.
Berdasarkan 151 sampel responden, peneliti menemukan bahwa pada iklan Rizal Mallarangeng, pesan dan sumber informasi pada iklan tidak efektif dalam mempengaruhi pembentukan brand attitude. Sementara pada iklan Prabowo Subianto ditemukan bahwa pesan tidak berpengaruh dan hanya source yang berpengaruh terhadap pembentukan brand attitude. Faktor familiarity responden terhadap tokoh berpengaruh secara signifikan sehingga ditemukan perbedaan hubungan antar variabel pada kedua objek penelitian.

This thesis studied on how president candidate advertisement can affects the audience brand attitude and intention to vote toward the candidates, using the cognitive respond model. This research is brought up by questioning the political advertisement effectiveness, that has been used extensively by political parties or figures as a part of their main campaign media.
Based on 151 respondents, researcher has found that on Rizal Mallaranggeng advertisement, the message and source of the advertisement are not effectively affecting the process. Meanwhile, the source factors on Prabowo Subianto advertisement has been found effectively affecting the brand attitude, even though the message is not. Familiarity to the figures has been found to be factors that difference the relationship model between the two research object."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25433
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Garinzafira Shabrina
"Penelitian ini membahas mengenai pengaruh kesesuaian antara artis dengan konsumennya terhadap sikap konsumen pada iklan, merek produk dan pengaruhnya pada intensi pembelian konsumen. Penelitian ini menggunakan iklan fiktif dengan menggunakan dua artis, yaitu artis like (Agnes) dan artis dislike (Syahrini) dan dua produk (Smartphone dan Parfum). Sampel dalam penelitian ini adalah orang-orang yang tinggal di wilayah Jabodetabek yang berusia di atas 18 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian antara artis dengan konsumen mempengaruhi sikap konsumen terhadap iklan dan intensi pembelian konsumen, namun tidak pada sikap konsumen terhadap merek. Selain itu, hasil juga menunjukkan bahwa kesesuaian antara artis dengan produk dalam iklan mempengaruhi sikap konsumen terhadap iklan, merek, dan intensi pembelian dari konsumen. Hasil yang diperoleh pun menunjukkan pengaruh dari masing-masing variabel penelitian yang berbeda tergantung pada artis yang digunakan dalam iklan.

The main focus of this study is the influence between celebrity-consumer congruence on attitude toward the ad, attitude toward the brand, and purchase intention. This study is using a fictions advertising using two different celebrities, like celebrity (Agnes) and dislike celebrity (Syahrini) and also products (Smartphone and Perfume). The sampel in this study is people lived in Jabodetabek area aged more than 18 years old.
The result shows the congruence between celebrity and consumer influencing consumer's attitude toward the ad and purchase intention, but not consumer's attitude toward the brand. This study also shows the congruence between celebrity and the product influencing consumer's attitude toward the ad, attitude toward the brand, and purchase intention. The result in this study also shows that the influence between each variables will be different depending on the celebrity used (Agnes and Syahrini).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dyah Wijayanti
"Laki-laki yang maskulin didefinisikan dengan kemachoan, berotot dan dekat dengan kekerasan, struktur membuat laki-laki yang dikatakan "ideal" ini memiliki posisi yang lebih tinggi dibanding yang "tidak ideal". Hal ini secara tidak langsung memberikan kekuasaan pada laki-laki. Laki-laki dan kekuasaan yang berelasi hadir dalam sebuah ranah politik yang sifatnya membuat kelahiran akan konsep dominasi itu sendiri, dengan begitu dapat dikatakan bahwa dominasi maskulinitas yang terjadi bukan disebabkan tanpa alasan. Persoalan Maskulinitas akan dibahas secara mendalam dengan menggunakan teori dari Pierre Bordieu.

Male masculine defined, muscular and close to violence, the structure makes men say "ideal" has a higher position than the "not ideal". This indirectly gives power to men. Man and power are related is present in a political sphere that are making the birth of the concept of domination itself, so it can be said that the dominance of masculinity that occurs is not caused without reason. Masculinity issues will be discussed in depth by using the theory of Pierre Bordieu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S62686
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Nurfaidah
"Tesis ini membahas representasi maskulinitas yang terdapat dalam korpus berupa film yang berjudul Malaikat Bayangan dan Malaikat Tanpa Sayap. Penelitian ini dilakukan sebagai penelitian kualitatif melalui pendekatan cultural studies. Penelitian ini menggunakan beberapa teori berikut, yaitu maskulinitas Reeser dan Beynon, metafora konseptual dari Lakoff dan Johnson, metafora multimodal Forceville, dan struktur film dari Boggs dan Petrie, serta Nathan Abrams, et.al. Reeser dan Beynon memandang maskulinitas sebagai satu konsep yang dinamis, cair, dan kompleks. Kedua korpus penelitian tersebut memiliki perbedaan, antara lain, dalam latar tahun produksi, genre, atau setting. Film Malaikat Bayangan mengangkat tema maskulinitas imperial dengan latar era kolonial. Sosok maskulin imperial, Thomas, mengabdikan diri sepenuhnya pada kepentingan negara tanpa mengaharapkan imbalan materi. Untuk itu maskulin imperial dituntut untuk tidak menjalin hubungan yang terlalu intim dengan lawan jenis serta memiliki kemampuan untuk menguasai diri seutuhnya. Jika dikaitkan dengan teori Reeser, sosok maskulin imperial dalam film Malaikat Bayangan tidak berkonstitusi dengan jenis maskulinitas lain. Namun, dalam sebuah penyamaran, Thomas tidak dapat menghindari untuk mengadopsi unsur-unsur dari kluster lain, seperti metroseksual dan narcissist. Sementara itu, Film Malaikat Tanpa Sayap mengangkat konsep maskulinitas breadwinner yang dapat berkonstitusi dengan jenis maskulinitas lain, yaitu new man as a nurturer dan maskulinitas imperial. Sosok maskulin yang diangkat di dalam tesis ini merupakan sosok yang dianggap sebagai malaikat (malaikat metaforis). Metafora konseptual yang muncul sebagai penguat tokoh malaikat metaforis cenderung untuk mengarah pada sikap, sifat, serta peristiwa yang dialami oleh para tokoh. Dalam film Malaikat Bayangan, sosok Thomas memenuhi kriteria sebagai malaikat karena ia mengabdi dengan sepenuh hati tanpa pernah memikirkan imbalan materi; memiliki kekuatan fisik dan batin yang prima; patuh pada aturan, dan cernat. Sementara itu, film Malaikat Tanpa Sayap menampilkan tokoh Amir sebagai sosok yang dianggap sebagai malaikat. Tokoh Amir tanpa menunjukkan kontak fisik mampu memberikan kontribusi besar bagi anaknya sendiri dan orang lain. Konsep maskulinitas tersebut didukun unsur sinematografis (teknik pengambilan gambar, penentuan ukuran gambar, teknik pencahayaan) dan unsur naratif (tema, alur, latar, dan penokohan).

This thesis discusses the representation of masculinity in Malaikat Bayangan (1987) and Malaikat Tanpa Sayap (2012). This is a qualitative research with cultural studies approaches. There are several theories used in this study: Reeser (2010) and Beynon (2002) masculinities, Lakoff and Johnson's (2003) conceptual metaphor, Forceville's (1996) multimodal metaphor, and film structures from Boggs & Petrie (2008) and Nathan Abrams, et al (2001). Both movies have differences, especially in these points: year of production, genre, or setting. However, they were assumed to share common concepts of masculinity. Malaikat Bayangan provided representation of imperial masculinity. The imperial masculine gave his life serving the state totally without material orientation. He was not allowed to have an overly intimate relationship with women and ought to have a perfect stamina. Based on Reeser's view, the imperial masculine figure in Malaikat Bayangan can not be substituted with another type of masculinity. However, on certain occasions, the main character must be adaptive to elements of other clusters, such as metrosexual and narcissist. On the other hand, Malaikat Tanpa Sayap provided a fluid masculinity concept. The breadwinner can be subsituted with other types of masculinity, such as nurturer or imperial masculinity. The thesis focuses on masculine figures that are metaphorically regarded as angels. Conceptual metaphor application is related to their attitudes, characteristics, and experiences. In Malaikat Bayangan, Thomas gives his total commitment for the state without material reward. He has the most powerfull energy, obedient, and has good precision. Meanwhile, Malaikat Tanpa Sayap is featuring Amir as a metaforic angel in a different way. Through his own fight, without physical contact as Thomas, which is associated to the contemporary period, Amir fulfills his angelic criteria. The concept of masculinity that emerges in both movies is supported by the cinematographic elements (shooting technique, size of the image, or lighting techniques) and narrative elements (theme, plot, setting, and characterization)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Yuliana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui redefinisi maskulinitas yang dianalisis melalui masculine performativity yang dilihat pada praktik dan pemaknaan pemakaian produk perawatan kulit pada laki-laki. Studi-studi terdahulu menunjukkan laki-laki yang memakai produk perawatan kulit, berguna untuk menjaga penampilan serta menarik perhatian lawan jenis, akan tetapi, belum banyak studi yang melihat fenomena ini sebagai bentuk redefinisi dari maskulinitas, khususnya dalam konteks pemakaian produk perawatan kulit pada laki-laki. Dengan memakai konsep masculine performativity oleh Butler dan body practice dari Shilling sebagai pisau analisis, peneliti berargumen bahwa laki-laki memakai produk perawatan kulit sebagai praktik yang dilakukan secara berulang dan terus-menerus sebagai cara untuk menunjukkan identitas gender mereka. Temuan penelitian menunjukkan bahwa praktik tubuh pada laki-laki yang memakai produk perawatan kulit bertujuan untuk mencapai bentuk tubuh yang mereka inginkan. Sementara, pemaknaan maskulinitas yang terdapat dalam pemakaian produk perawatan kulit dilakukan secara berulang dan konsisten yang dianggap sebagai maskulinitas modern, yaitu laki-laki yang peduli dengan penampilan wajah. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi, yaitu studi yang menggambarkan pengalaman beberapa individu dari suatu fenomena. Sumber data dari studi ini adalah wawancara mendalam dengan informan yang memiliki kriteria sebagai laki-laki yang memakai produk perawatan kulit dan content creator laki-laki di bidang beauty (skincare enthusiast).

This study aims to determine the redefinition of masculinity which is analyzed through masculine performativity which is seen in the practice and meaning of using skin care products for men. Previous studies have shown that men who use skin care products are useful for maintaining their appearance and attracting the attention of the opposite sex, however, not many studies have looked at this phenomenon as a form of redefinition of masculinity, especially in the context of using skin care products for men. man. Using Butler's concept of masculine performativity and Shilling's body practice as an analytical tool, the researcher argues that men use skin care products as a practice that is carried out repeatedly and continuously as a way to show their gender identity. Research findings show that men's body practices using skin care products aim to achieve the body shape they desire. Meanwhile, the meaning of masculinity contained in the use of skin care products is carried out repeatedly and consistently which is considered as modern masculinity, namely men who care about facial appearance. This study uses a qualitative approach with the type of phenomenological research, namely a study that describes the experiences of several individuals from a phenomenon. The data sources of this study are in-depth interviews with informants who have criteria as men who use skin care products and male content creators in the beauty field (skincare enthusiast).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destia Nur Arafah
"Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terdapat pergeseran representasi maskulinitas dalam film perang, di mana citra tradisional prajurit “ideal” yang maskulin telah sedikit demi sedikit tergantikan oleh citra tentara yang lebih “feminin.” The Yellow Birds (2017) adalah sebuah film Hollywood kontemporer mengenai perang yang mengangkat isu maskulinitas dalam dunia militer dengan menantang ideologi maskulinitas yang bersifat hegemonik dalam dunia militer. Makalah penelitian ini akan menganalisis konstruksi dan representasi maskulinitas yang diangkat oleh film tersebut dengan meneliti fitur-fitur eksplisit dan implisit, seperti simbol, penggunaan bahasa, dan aksi, yang muncul selama film berlangsung. Analisis dilakukan dengan menerapkan berbagai teori yang berkaitan dengan isu maskulinitas, seperti konsep maskulinitas militer, dan teori yang berhubungan dengan setiap fitur yang dianalisis, seperti simbolisme dan penggunaan bahasa oleh pihak atasan utuk menunjukkan kekuasan terhadap bawahan. Penelitian ini menunjukkan bahwa film The Yellow Birds berusaha menantang ideologi maskulinitas yang bersifat hegemonik dalam dunia militer dengan cara memanusiakan tokoh prajurit, mengkritik institusi militer, dan menampilkan tokoh prajurit sebagai korban dari maskulinitas hegemonik militer.

A number of research has found that there has been a shift in the representation of masculinity in war movies, in which the image of traditional masculine “ideal” soldier has gradually been replaced by the image of a more “feminine” soldier. The Yellow Birds (2017) is a contemporary Hollywood war movie which grapples with the issue of masculinity by challenging the notion of hegemonic military masculinity. This research paper will analyze the movie’s construction and representation of masculinity by examining the explicit and implicit elements, such as symbols, language use, and actions, which appear throughout the movie. To do so, it employs various theories and concepts related to the issue, such as the concept of military masculinity, and those related to each of the features of the movie, such as symbolism and the use of language as a means by the superior to demonstrate power over the subordinates. This research demonstrates that the movie attempts to contest hegemonic military masculinity by means of humanizing the characters, criticizing the military institution, and presenting characters as victims of hegemonic military masculinity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>