Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117353 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Taufiqurrakhman
"Skripsi ini membahas tentang perlakuan perpajakan atas beban kerugian piutang tak tertagih yang dihapusbukukan yang mencakup latar belakang, permasalahan dan perbedaan penafsiran antara DJP dan perbankan mengenai piutang tak tertagih pada industri perbankan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian ini untuk menunjukkan tentang perlakuan perpajakan penghapusbukuan kredit bermasalah beserta permasalahan yang timbul selama proses penghapusbukuan kredit bermasalah, seperti pajak tidak mengenal hapus buku, kebijakan perpajakan tidak konsisten dalam memakai metode pembebanan kerugian dan tidak ada kepastian hukum dalam kebijakan perpajakan atas beban kerugian piutang tak tertagih yang dihapusbukukan. Permasalahan tersebut mengakibatkan perbedaan penafsiran antara DJP dan perbankan mengenai 'upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir', pencantuman informasi NPWP debitur pada daftar piutang yang dihapusbukukan dan pencadangan piutang tak tertagih yang telah dihapusbukukan secara komersial.
Di akhiri dengan penulis memberikan saran agar peraturan perpajakan melakukan beberapa penyelarasan dengan peraturan perbankan seperti memperbolehkan penghapusbukuan kredit bermasalah sepanjang tidak melebihi 5%, memohon kepada menteri keuangan untuk menghapuskan atau tidak mewajibkan pencantuman NPWP pada daftar piutang debitur yang dihapusbukukan dan membuat peraturan pemerintah yang spesifik mengenai penghapusbukuan kredit bermasalah.

This thesis discusses about the tax treatment for bad debt expense are written-off that include background, problem and and differences in interpretation between Directorate General of Taxes (DGT) and banks regarding bad debts in the banking industry. This research is a qualitative descriptive.
The results of this thesis to demonstrate the taxation treatment of non performing loans write-off with problems that arise during the process off non performing loans write-off, such taxes are not familiar with write-off, tax policy is inconsistent in using the method of loading losses and there is no legal certainty in tax policy at the loss of bad debts written off. These problems lead to differences in interpretation between DGT and banking regarding 'last or maximum collection efforts', inclusion of NPWP debitor information on the receivables written off list and provision of bad debts written-off in commercial.
In the end the author advises tax laws do some alignment with banking regulations such as allowing non performing loans write-off provided they do not exceed 5%, appealed to the Minister of finance eliminate inclusion of NPWP or not require on the list of debtors receivables written off and made ​​specific regulations regarding write-off.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Kurniadi Asyari
"Sesuai peraturan Bank Indonesia dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, bank dapat melakukan hapus buku dan mengeluarkan piutang kategori macet dari neraca serta mencatatnya dalam rekening administratif. Namun, dalam perpajakan tidak dikenal istilah hapus buku dan hapus tagih. Perlakuan Pajak Penghasilan ketika bank menghapus buku piutang tak tertagih menimbulkan perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak dan juga antara Majelis Hakim.
Hasil analisis menunjukkan bahwa saat piutang tak tertagih dihapus buku, upaya penagihan masih terus dilakukan sehingga belum merupakan penagihan maksimal atau terakhir. Dengan belum memenuhi ketentuan fiskal, piutang tak tertagih tersebut masih berada dalam saldo akhir cadangan pada golongan kualitas macet karena belum terjadi pembebanan pada perkiraan cadangan dan juga tidak terjadi dua kali pembentukan cadangan. Pembentukan cadangan pada tahun dilakukannya hapus buku akan sama jumlahnya secara komersial dan fiskal.
Mengingat persoalan penghapusan piutang hanya merupakan beda waktu, peraturan pajak perlu memperjelas kedudukan piutang yang nyatanyata tidak dapat ditagih, yaitu sama dengan hapus tagih. Selanjutnya, perlu dilakukan penyesuaian peraturan perpajakan mengenai saat pembebanan kerugian dari piutang tak tertagih dan pengertian penagihan maksimal atau terakhir. Dengan demikian, harmonisasi antara peraturan perpajakan dengan peraturan Bank Indonesia perlu dilakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi fiskus dan Wajib Pajak.

In accordance with Bank Indonesia regulation and Indonesian Banking Accounting Guidelines (PAPI), the bank can write off and remove loss category accounts of the issued also recorded it off balance sheet. However, in terms of taxation not recognized written off and charged off bad debts. Income tax treatment when a bank write off bad debts caused disagreement between the taxpayer by the Directorate General of Taxes and also among the judges.
The analysis results showed that when bad debts written off, collection efforts still continue to do so has not already made a maximum or last effort. Not fulfilled tax requirement, the accounts are still in ending balances of allowance of the loss collectibility because allowance accounts has not debited and also bad debts expense do not made twice. Bad debt expense in the year of write off will be the same amount of commercial and fiscal.
The issue of deductible write off is a time different only, tax laws need to clarify the position of debts which are actually uncollectible, which is equal to charged off bad debts. Furthermore, adjustments need to be done as well as the imposition of tax laws regarding loss of bad debts and the maximum or last effort interpretation. Thus, harmonization of tax laws with Bank Indonesia regulations need to be done in order to provide legal certainty for tax officer and taxpayer.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldi Prima
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan dasar argumentasi Direktorat Jenderal Pajak bahwa piutang tak tertagih pada PT BNI, Tbk tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto serta mengetahui upayaupaya yang dilakukan PT BNI, Tbk dalam menghadapi perbedaan pendapat dengan pihak DJP mengenai perlakuan perpajakan atas piutang tak tertagih.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analisis deskriptif. Data diperoleh dengan wawancara secara mendalam. Berdasarkan peraturanperaturan perpajakan yang berlaku saat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih atau yang telah dihapus bukukan oleh PT BNI, Tbk dapat dibiayakan sepanjang piutang tersebut berasal dari transaksi bisnis wajar sesuai dengan usaha perbankan dan Bank telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.

This thesis aims to identify and analyze difference arguments of Directorate General of Taxesthat the non-performing loans at PT BNI,Tbkcan not be expensed from gross incomeand to determine the efforts that will be undertaken by PT BNI,Tbk in the face of disagreements with the Directorate General of Taxes regarding the tax treatment of non-performing loans.
This research method is descriptive interpretive. The data are collected by means of deep interview. In conclusion, according to the applicable regulations of taxation, uncollectible loans or non-performing loans write off by PT BNI,Tbk can be recognized as long as the receivable are from fair transactions in accordance with banking business and Bank has made maximum and final efforts to collect the receivable.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanza Sekar Andini
"Perlakuan akuntansi atas penyisihan pencadangan piutang tak tertagih mengalami perubahan cukup signifikan, sejak diterapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 71 yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020, terutama pada metode perhitungan atas Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Metode perhitungan atas CKPN pada PSAK 71, menggunakan expected loss dengan sifat forward-looking. Atas perubahan ketentuan akuntansi tersebut, belum diiringi dengan perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 tahun 2009 dan PMK No. 219 tahun 2012. Hal ini menimbulkan permasalahan untuk ditinjau secara lebih lanjut. Salah satu perusahaan yang terdampak dengan perubahan ini adalah PT XYZ. Penelitian ini bertujuan menganalisis implikasi yang ditimbulkan atas perbedaan perlakuan secara akuntansi dan pajak atas penyisihan piutang tak tertagih pada PT XYZ tahun 2022. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik analisis dalam pengumpulan data yang digunakan adalah metode deskriptif. Pada penelitian ini, data diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam terhadap beberapa narasumber yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan PSAK 71 cenderung menaikkan CKPN yang dimiliki perusahaan. Selanjutnya, dikarenakan PT XYZ merupakan industri yang diperbolehkan untuk melakukan pembebanan atas pencadangan piutang secara pajak, maka perbedaan yang terjadi terdapat pada selisih besar CKPN menurut akuntansi dan pajak. Dengan demikian, atas penerapan PSAK 71, akan berpengaruh terhadap koreksi fiskal pada CKPN yang menjadi lebih besar, dibandingkan saat penerapan PSAK 55.

The accounting treatment for the provision for allowance for doubtful accounts has changed significantly, since the implementation of Statement of Financial Accounting Standards 71 ​​which became effective on January 1, 2020, especially in calculating Allowance for Impairment Losses (CKPN). The calculation method for CKPN in PSAK 71 uses expected loss with forward-looking characteristics. The change in accounting provisions has not been followed by a change in Minister of Finance Regulation (PMK) No. 81 of 2009 and PMK No. 219 of 2012. This raises issues for further review. One of the companies affected by this change is PT XYZ. This study aims to analyze the implications arising from differences in accounting and tax treatment of allowance for doubtful accounts at PT XYZ in 2022. This research uses a qualitative approach. The analysis technique used in data collection is the descriptive method. This study obtained data from literature studies and in-depth interviews with several relevant sources. This study's results indicate that applying PSAK 71 tends to increase the company's CKPN. Furthermore, because PT XYZ is an industry that is allowed to charge for provisioning receivables taxably, the difference that occurs is in the large difference in CKPN according to accounting and tax. Thus, the implementation of PSAK 71 will affect the fiscal correction in the CKPN which becomes larger, compared to the implementation of PSAK 55."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Khaeranie Malik
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis perlakuan Pajak Penghasilan atas pembebanan biaya piutang tak tertagih yang terjadi pada sengketa pajak PT ABC dan untuk menganalisis implikasi cost of taxation yang timbul pasca terjadinya sengketa pajak atas biaya piutang tak tertagih tersebut. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah metode penelitian kuantitatif. Data yang digunakan pada skripsi ini diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam kepada beberapa narasumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diangkat. Berdasarkan hasil analisis, atas biaya piutang tak tertagih yang dihapuskan oleh PT ABC, tidak dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto karena tidak dipenuhinya ketentuan untuk melampirkan beberapa dokumen pada saat pelaporan SPT Tahunan. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut disebabkan oleh tingkat kepatuhan pajak PT ABC yang masih rendah dan adanya bunyi ketentuan yang belum mencerminkan asas kepastian (certainty), yang kemudian menimbulkan perbedaan pendapat antara PT ABC dengan pemeriksa. Kemudian, cost of taxation yang harus ditanggung PT ABC pasca terjadinya sengketa pajak tersebut, yang disebabkan oleh ketidakpatuhannya adalah besarnya pokok pajak yang kurang dibayar beserta sanksi administrasinya, perasaan tidak nyaman, serta waktu yang terbuang untuk mengurus sengketa perpajakan yang terjadi. Sedangkan cost of taxation yang harus ditanggung oleh pemerintah sebagai akibat dari regulasi yang tidak jelas adalah hilangnya potensi penerimaan negara dari pajak untuk pembangunan, waktu yang dikorbankan untuk menyelesaikan sengketa dengan PT ABC, serta perasaan tidak tenang dan was was terhadap keputusan dan putusan yang akan terbit. Biaya piutang tak tertagih, Pajak Penghasilan, dan sengketa pajak.

This thesis aims to analyze income tax treatment toward the imposition of cost of uncollected receivables incurred in PT ABC and to analyze the implications of cost of taxation arising in accordance with tax dispute of costs of uncollectible recivables. The research method used in this thesis is quantitative research method. The data used in this thesis is obtained by conducting in-depth interviews with several informants who are relevant to case of this thesis. Based on the results of the analysis, the cost of uncollected receivables incurred in PT ABC cannot be charged as a deductible expense because the provisions to attach several documents at the time of reporting of the Annual Tax Return cannot be fulfilled by PT ABC. The not fulfilment of the provisions is triggered by the level of tax compliance of PT ABC which is still low, and wording of the provisions that have not reflected certainty aspect. Those two major causes then trigger argument between PT ABC and tax auditor. Then, the cost of taxation that must be borne by PT ABC after the tax dispute occurs, which is caused by its non-compliance is the amount of the underpayment income tax principal along with administrative sanctions, feelings of discomfort, and time wasted in managing tax disputes that occur. While the cost of taxation that must be borne by the government as a result of unclear regulations is the loss of potential state revenue from taxes for development, time sacrificed to resolve disputes with PT ABC, and feelings of unease and anxiety about decisions and decisions that will be issued."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfano Abdurrasyad Franedi,author
"Putusan Banding yang dijadikan studi kasus pada penelitian ini terkait dengan sengketa penafsiran dalam hal penerapan ketentuan pajak penghasilan atas pembebanan kerugian yang timbul dari piutang tak tertagih. Bank XYZ mengakui adanya kerugian dari piutang tak tertagih melalui pembentukan cadangan yang telah dibentuk pada tahun-tahun sebelumnya, sedangkan pada saat melakukan penghapusan piutang, kerugian tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan sehingga tidak mempengaruhi pos biaya pada laporan laba rugi. Di sisi lain, pemeriksa berpendapat bahwa pencadangan dan penghapusan merupakan dua peristiwa yang berbeda, sehingga pada saat melakukan penghapusan piutang tak tertagih, Bank XYZ harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan Majelis Hakim yang mengabulkan seluruh permohonan banding telah memenuhi asas kepastian hukum dalam memutus sengketa yang terjadi antara Bank XYZ dengan pihak otoritas perpajakan, khususnya dari segi pendefinisian atau penafsiran. Hal ini dikarenakan putusan Majelis Hakim telah tepat dan sesuai dalam penerapan ketentuan perpajakan mengenai pembebanan atas kerugian piutang tak tertagih bagi industri perbankan, khususnya Bank XYZ.

Appeal Verdict which are used as case studies in this study are related to interpretation disputes in terms of the application of income tax provisions to the imposition of losses arising from uncollectible accounts. Bank XYZ recognizes losses from uncollectible receivables through the formation of reserves that have been formed in previous years, while at the time of elimination of accounts receivable, the loss is charged to the estimated reserves so as not to affect the cost of income statement. On the other hand, the examiner is of the opinion that the reserves and deletions are two different events, so that when carrying out the elimination of uncollectible accounts, XYZ Bank must fulfill the requirements as stipulated in the tax provisions. The results of the study indicate that the Judges decision that granted all appeal requests fulfilled the principle of legal certainty in deciding disputes that occurred between Bank XYZ and the tax authorities, especially in terms of defining or interpreting. This is because the Judges decision is appropriate and appropriate in the application of tax provisions regarding the imposition of losses on bad debts for the banking industry, especially Bank XYZ."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Lestari
"Tesis ini mengambarkan mengenai perlakuan akuntansi dan perpajakan atas piutang tidak tertagih pada perusahaan pembiayaan konsumen (consumer finance). Perumusan masalah dalam tesis ini adalah mengenai aspek akuntansi dan perpajakan yang terkait dengan piutang tidak tertagih dalam hal pencadangan piutangnya, penghapusan piutang tidak tertagih, pelunasan kembali piutang yang telah dihapuskan, serta sita jaminan. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal pencadangan piutang tidak tertagih, antara aspek akuntansi dan perpajakan terdapat perbedaan yang mencolok dimana secara akuntansi perusahaan melakukan pencadangan atas piutang tidak tertagihnya, namun secara perpajakan tidak diperkenankan sehingga terdapat beda sementara (temporary different). Dalam hai penghapusan piutang tidak tertagih terdapat juga perbedaan metode penghapusan sehingga hal ini juga mengakibatkan beda sementara (temporary different). Sedangkan apabila perusahaan menerima pelunasan atas piutang nasabah, baik secara akuntansi maupun perpajakan telah terdapat peraturan yang jelas yang mengakomodir transaksi tersebut Dalam hal sita jaminan yang dilakukan perusahaan atas agunan yang digunakan sebagai jaminan pada saat perikatan, dapat dilakukan apabila terdapat bukti positif dari pihak hukum/terkait, dan proses sita jaminan tersebut disepakati oleh kedua belah pihak (perusahaan pembiayaan dan nasabah).

This thesis explain about accounting and tax aspect of bad debt in consumer finance company. Main problem of this thesis is how to reserve the bad debt, write off the bad debt, repayment the bad debt, and confiscate the guarantee. The method in this thesis is a literature study and based on Financial Accounting Standard and Tax Rule in Indonesia. For bad debt, the accounting and tax aspect have a different treatment. In accounting aspect, consumer finance company can reserve their customer debt, but in tax aspect the consumer finance company can’t reserve the customer bad debt, so this different make a temporary different In a write off the debt there are any different write off method and it can caused temporary different. If the consumer finance company get the repayment of bad debt from their customer, in accounting and tax aspect have a fixed rule about that transaction. For confiscate the guarantee, consumer finance company just can do that if any positive evidence from legal party, and the confiscate process is accepted by a consumer finance company and their customer."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26030
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Puji Astuti
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai perlakuan perpajakan atas penghasilan usaha
jasa konstruksi yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. Penelitian yang
menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
studi pustaka dan wawancara mendalam ini, bertujuan untuk menganalisis
perlakuan perpajakan atas penghasilan usaha jasa konstruksi yang bersumber dari
dalam negeri jika ditinjau dari asas equity, serta menganalisis perlakuan
perpajakan atas penghasilan usaha jasa konstruksi yang bersumber dari luar negeri
jika tinjau dari asas equality. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pengenaan
pajak atas penghasilan usaha jasa konstruksi dalam negeri sesuai dengan prinsip
schedular tidak mencerminkan prinsip kesanggupan membayar bagi Wajib Pajak
karena tarif yang melebihi kewajaran. Di sisi lain, Perlakuan perpajakan atas
penghasilan usaha jasa konstruksi yang bersumber dari luar negeri tidak mencerminkan
asas equality jika dipandang dari sisi jenis penghasilan. Seharusnya diperlakukan equal
dengan penghasilan usaha jasa konstruksi dalam negeri, yaitu dengan penerapan tarif
skedular dari penghasilan bruto. Sehingga beban pajak antara penghasilan usaha jasa
konstruksi luar negeri sebanding dengan penghasilan usaha jasa konstruksi dalam negeri.
ABSTRACT
The research conveys about the tax treatment of construction service income
from internal and external resources. This research that used qualitative approach
by study literature and in-depth interviews for data collection, is aimed to analyze
the tax treatment of construction service income from internal resources based on
equity principle, and analyze the tax treatment of construction service income
from external resources based on equality principle. The results of this research
showed that the tax imposition in construction service income from Indonesia in
accordance with the schedular principle is not reflect “the ability to pay” of
taxpayer, because of over rate. On the other hand, the tax treatment of
construction service income from external resources is not reflect on equality
principle. The tax treatment of construction service income from internal and
external resources should be equal, by the treatment of schedular rates from gross
income. So that the tax burden between construction service income from internal
and external resources are proportional."
2014
S61227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Faisol
"Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan merupakan tonggak awal dikenalkannya dual banking system di Indonesia. Dual banking syslem tersebut meliputi perbankan konvensional dan perbankan syariah.
Perbankan syariah merupakan perbankan yang menjalankan operasionalnya berdasarkan prinsip - prinsip syariah yang bersumber pada ajaran IsIam. Pada dasarnya produk perbankan syariah dapal dibagi 3 ( tiga ) yaitu pendanaan, pembiayaan dan jasa.
Pembiayaan dapat dibagi menjadi 4 ( empai ) yaitu pembiayaan berdasarkan akad jual beli syariah ( bai' ), pembiayaan berdasarkan sewa ( Harsh ), pembiayaan berdasarkan bagi hasil dan pembiayaan Iainnya. Menurut Syafi'i Antonio bai' yang digunakan dalam perbankan syariah Indonesia adalah murabahah, salam dan isfishna.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dimulai dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Pasca Fatwa DSN-MUI tentang bunga haram, perbakan syariah mengalami pelumbuhan yang sangat pesat. Salah satu indikatomya adalah adanya pertumbuhan jumlah bank syariah baik yang berupa bank umum syariah, unit usaha syariah dan bank Perkreditan Rakyat Syariah. Pertumbuhan ini akan makin cepat seiring dengan adanya kebijakan office channelling dari Bank Indonesia yang memperbolehkan cabang bank konvensional memberikan Iayanan syariah.
Perkembangan perbankan syariah tersebut tidak diikuti dengan kebijakan perpajakan yang jelas terutama kebijakan Pajak Perlambahan Nilai. Pemerinlah memperlakukan transaksi perbankan syariah dengan Iandasan peraturan perpajakan yang masih bersifat umum. Salah satunya adalah Pernerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi dengan dasar akad jual beli syariah yailu murabahah, salam dan isfishna. Alasan Pemerintah adalah transaksi ini dianggap jual beli biasa sebagaimana perusahaan perdagangan. Kalangan Perbankan menganggap kebijakan tersebut tidak adil karena perbankan konvensional tidak dikenakan PPN.
Menurut mereka seharusnya Pemerintah memperlakukan murabahah, Salam dan istishna Sebagai salah salu produk perbankan sebagaimana ada dalam perbankan konvensional sehingga tidak ada pengenaan PPN. Latar belakang permasalahan inilah yang dijadikan acuan dalam penulisan tesis ini.
Dengan Iatar belakang permasalahan di atas, permasaIahan ulama yang diangkal dalam tesis ini adalah perlakuan PPN berdasarkan akad dan mekanisme yang terjadi di praktek perbankan syariah, permasaiahan pajak berganda pada perbankan syariah, upaya - upaya yang telah dilakukan DJP dalam menyelesaikan permasalahan dan upaya - upaya yang seharusnya dilakukan DJP dalam mengatasi permasaIahan.Tesis ini disusun dengan menggunakan banyak metode. Metode yang digunakan adalah studi pustaka , studi Iapangan dan wawancara.
Wawancara dilakukan terhadap stakeholder di Iingkungan perbankan syariah yaitu Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia , Direktoral Jenderal Pajak dan kalangan praktisi perbankan syariah.
Menurut Stotsky pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa keuangan adalah hal yang sulit dilakukan karena sulit untuk mengukur value added yang berhubungan dengan jasa keuangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan , transaksi murabahah, salam dan istishna dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai bila dilihat akad syariah yang digunakan dan mekanisme yang terjadi. Value added dari transaksi murabahah, salam dan istishna dapat dilakukan karena adanya marjin keuanlungan yang dapat diketahui secara jelas pada saat transaksi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada murabahah, salam dan istishna dapat menimbulkan permasalahan pengenaan pajak berganda pada perbankan syariah. Pajak berganda. ini terjadi pada saat penyerahan barang dari pemasok kepada nasabah dan penyerahan barang dari bank syariah kepada nasabah dimana nasabah harus menanggung PPN pada kedua waktu transaksi tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan di atas , perlu dilakukan upaya - upaya yang nyata dari Pemerintah, yang dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sejauh ini, DJP belum mengeluarkan peraturan yang berkailan Iangsung dengan perbankan syariah. Peraturan yang dipakai sebagai acuan DJP lerhadap transaksi syariah hanya aturan umum dalam peraturan Pajak Pertambahan Nilai. Produk yang dikeiuarkan hanya berupa surat unluk menanggapi pertanyaan Seputar problematika pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap transaksi syariah.
Unluk menyesuaikan dengan kelaziman perlakuan perpajakan atas transaksi perbankan syariah di negara - negara Iain , seharusnya Pemeriniah dapat memberikan kebijakan khusus terhadap perbankan syariah. Pemerintah melalui DJP seharusnya mengecualikan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai alas transaksi murabahah, safam dan istishna sebagaimana pemberian kredit dalam perbankan konvensional. Pengecualian ini dapat diluangkan dalam Undang - Undang Pajak Perlambahan Nilai di Pasal 4A atau Pasal 16B. Bila kebijakan ini diniatkan untuk jangka panjang, maka dapat dimasukkan dalam Pasal 4A. Bila kebiiakan ini diniatkan unluk jangka pendek maka dapat dimasukkan dalam Pasal 16B. Disamping itu, juga diperlukan peraturan - peraturan pelaksanaan terkait dengan praktek - praktek transaksi perbankan syariah.
Dalam penetapan peraturan perpajakan atas perbankan syariah, Pemerintah harus memperhatikan 2 ( dua ) faktor. Faktor pertama , Pemerintah hendaknya melibatkan pelaku - pelaku yang ada hubungan dengan perbankan syariah seperti Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan kalangan praktisi perbankan, Hal ini dilakukan agar ada persamaan interpretasi antara DJP dan kalangan perbankan syariah. Dengan kesamaan pandangan tersebut maka dapat meminimaiisir permasalahan perpajakan yang terjadi dalam perbankan syariah. Faktor kedua adalah Pemerinlah yang diwakili DJP hendaknya melakukan harmonisasi peraturan yang ditetapkan dengan peraturan - peraturan yang ditetapkan sehubungan dengan perbankan syariah.

Law number 10, 1998 concerning Banking is the first law to recognizing indonesia's dual banking system. Dual banking systems consist of conventional banking and islamic banking.
Islamic banking practices islamic's principles in their operational. There are so many products that offered by islamic banking. Basically , the products that islamic banking offer can be divided into three major types. Those are financing type , funding type dan service provision type. Financing type can he divided into four categories : financing Linder the principles of sale and purchase ( Bai' ) , financing under the principles of leasing ( ijarah ), financing under the principles ol` revenue sharing and financing under complementary contracts. Syafi'i Antonio said that bai' used at lndonesia's sharia banking consists of murabahah financing, salam financing and istishna financing.
Development of islamic banking in Indonesia was started by establishment Bank Muamalat Indonesia in 1991 Since the issuance of religious islamic opinion by DSN-MUI about haram interest, islamic banking grows very fast. One of indicator is sum of general islamic banking ( Bank Umum Syariah ), islamic work unit ( Unit Usaha Syariah ) and islamic public credit matters bank ( Bank Perkreditan Rakyat Syariah ). The growth is faster because of office channelling policy permitting branchs of the conventional banks to provide sharia services.
Development of islamic banking isn't balanced with clear tax policy especially value added tax policy. General tax rules apply to islamic banking transaction. Among the rules is value added tax rule on transaction based on bai` ( akad jual beli ) that consists of murabahah, salam and istishna. The government argues that murabahah, salam and istishna do common sell - buy transaction in the name manner as ordinary trading companies do. About that policy, some banking practitioners see government not fair because conventional banking non value added taxable. They say that murabahah, salam and istishna is one of banking procucts, so not value added taxable This is became critical point of this thesis.
With critical point problem as mentioned in the previous paragraph, important topics in this thesis are treatments of value added tax based on islamic contract ( akad ) and islamic banking mechanism, double taxation problem that islamic banking bears and solution to the problem. The method used in this research is that of qualitative descriptive analysis by means of literature, which emphasize books as an object and field of study , of data collection by interview and of the use of secunder data. The research limited only on sources of data ini several general islamic bankings. Object is interviews more engaged with DSN - MUI, Bank Indonesia and DJP.
Stotsky said that in principle, it is possible to measure value added in the banking sector because there are difficulty compute value added that attribute to each transaction. Based on the result of the research, murabahah, salam and istislma can be Value Added Taxable based on islamic contract and nature of transaction. Value Added Tax on murabahah, salam and istishna affect double taxation problem at islamic banking. This double taxation is happened in transfer of goods from supplier to bank customer and in transfer of goods from bank to bank customer. Bank customer pays value added tax twice on the time of transfer of goods in islamic banking transaction.
To solve that problem, should be there are some real movements by government. Until now, DJP doesn?t regulate any Special treatment of value added tax on islamic banking. Rules that used to treat islamic banking are still general rules in value added taxation. Until now, DJP has just answered taxation problem about murabahah.
To be inherent with tax treatment on islamic banking transaction in another countries, government should give special policy to islamic banking. Government should regulate that murabahah, salam and istishna are not Value Added Taxable and are equally with credit allocation at conventional banking. Exception to murabahah, salam and istishna could be regulated in taxation act rule to value added at article 4A or article 16B. Beside that, rules under the act must be regulated to support the practice of islamic banking transaction.
To regulate tax on islamic banking, government should pay attention to two factors. First. government should involve stakeholder at islamic banking, like Bank Indonesia. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia and islamic banking practitioner. This step must be done to inherent perception between DJP and islamic banking. The same perception can minintalize taxation problem in islamic banking. Second, government should harmonize taxation rules with islamic banking rules.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>