Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144799 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firman Habibi
"Pregelatinisasi pati singkong (PPS) mempunyai kemampuan mengembang yang baik akan tetapi daya ikatnya rendah,sehingga menyebabkan tablet menjadi rapuh, khususnya pada tablet cepat hancur. Untuk mengatasi kekurangan tersebut diantaranya adalah melalui modifikasi PPS dengan metode koproses. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat koprosesdari (PPS) dengan hidroksi propil metil selulosa(HPMC) yang selanjutnya digunakan dalam formulasi tablet cepat hancur.
Pada penelitian ini eksipien koproses dibuat dengan menggabungkan suspensi PPS dalam air dengan suspensi HPMC dalam air pada perbandingan 6:1, selanjutnya dikeringkan dengan drum dryer. Terhadap eksipien yang dihasilkan dilakukan evaluasi, selanjutnya digunakan dalam formulasi tablet cepat hancur. Proses pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah. Tablet cepat hancur dibuat 4 formula (formula ABCD), tablet yang dihasilkan dievaluasi sifat fisiknya yang meliputi kekerasan, keregasan, waktu pembasahan, waktu hancur sesuai dengan persyaratantablet cepat hancur yang baik.
Hasil evaluasi tablet yang dihasilkan menunjukkan hanya formula D yang dapat hancur sesuai dengan ketentuan Farmakope Eropa yaitu kurang dari 3 menit (88,16 ±10,61 detik), serta memiliki karakteristik sebagai berikut; kekerasan 1,73 kp ± 0,32, keregasan 0,69 ± 003,waktu pembasahan 142,66 ± 8,02 detik. Dapat disimpulkan bahwa hanya formula D memenuhi persyaratan tablet cepat hancur,baik sifat fisik maupun waktu hancur tablet.

Pragelatinized cassava starch (PCS) has a good ability to swelled but low binding capacity in tablet formulation, that causing the tablet to become brittle, especially in fast disintegrating tablets. To overcome the lack of them is through the modification of the PCS with the coprocess method. The purpose of this research was to create coprocess excipient from PCS with hydroxy propyl methyl cellulose (HPMC), then it was used in fast disintegrating tablets formulations by wet granulation method.
In this study an excipient coprocess was made by combining of PPS suspension in water with of HPMC suspension in water at a ratio of 6: 1, then dried with drum dryer. The excipient product was characterized of physical properties. After that, it used in fast disintegrating tablets formulations. The process of making the tablets was by wet granulation method in 4 formula (ABCD formula). The fast disintegrating tablets product was evaluated physical properties which include hardness, friability, wetting time, disintegrating time, in accordance with the requirements of a good fast disintegrating tablets.
The results of the evaluation of the resulting tablets indicate only formula D that can be disintegrated in accordance with the European Pharmacopoeia, which is less than 3 minutes (88,16 ± 10,61second), beside that another properties were; hardness 1.73 ± 0.32 kp, friability ± 0.69 003, wetting time 142,66 ± 8.02 seconds. The conclusion is formula D eligible as fast disintegrating tablets, not only physical properties but also disintegrating time.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melanie Hapsari
"Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan salah satu tanaman yang dianggap sebagai gulma yang dapat merusak ekosistem. Untuk mengurangi efek negatif dan meningkatkan nilai tambah dari eceng gondok, tanaman ini digunakan sebagai salah satu sumber alternatif dalam pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Proses pembuatan CMC meliputi beberapa tahapan yang dilakukan secara berurutan, yaitu alkalisasi, karboksimetilasi, netralisasi, purifikasi dan pengeringan. Dua tahap pertama dilakukan dengan mereaksikan serat selulosa eceng gondok yang telah diisolasi sebelumnya dengan NaOH dan ClCH2COOH dalam suatu media reaksi.
Pada penelitian ini digunakan campuran pelarut isobutil-isopropil alkohol. Kemudian, proses netralisasi dilakukan dengan menggunakan asam asetat, purifikasi dengan ethanol 96%, dan pengeringan dilakukan dengan memanaskan dalam oven pada suhu 60°C. Variasi variabel yang dilakukan pada penelitian ini, diantaranya konsentrasi NaOH sebesar 5%, 10%, 20%, 30% dan 35%, serta perbandingan komposisi media reaksi isobutil-isopropil alkohol sebesar 20 ml:80 ml, 50 ml:50 ml, dan 80 ml:20 ml.
Suhu reaksi karboksimetilasi yang ditetapkan ialah sebesar 55°C. CMC yang dihasilkan dikarakterisasi dengan pengukuran nilai Derajat Subtitusi (DS), kemurnian serta analisis gugus fungsional dengan menggunakan FTIR. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan CMC dengan nilai DS tertinggi sebesar 2,33 ada pada kondisi komposisi campuran isobutil-isopropil alkohol 20 ml:80 ml dan konsentrasi NaOH 10% serta rendemen 138,37%, dan kemurnian 94,02%.

Water hyacinth (Eichhornia crassipes) is a plant that is considered as a weed that can damage ecosystems. In order to reduce the negative effects and to increase the added value of water hyacinth, this plant is used as one of the alternative sources in producing carboxymethyl cellulose (CMC) as it has fairly high cellulose content. CMC producing process includes several stages that are performed sequentially, i.e. alkalization, carboxymethylation, neutralization, purification and drying. The first two stages performed by reacting cellulose fibers that has been previously isolated by NaOH and sodium monochloroacetate (ClCH2COONa) in a solvent medium.
This research uses a mixture of isobutyl-isopropyl alcohol as solvent. Then, the neutralization process is done by using acetic acid, purified with 96% ethanol, and drying stage is done by heating in an oven at a temperature of 60°C. Variations variables in this research, including NaOH concentration of 5%, 10%, 20%, 30% and 35%, and the ratio of composition-isobutyl isopropyl alcohol solvent at 20 ml:80 ml, 50 ml:50 ml, and 80 ml:20 ml.
Carboxymethylation reaction temperature is set at 55°C. CMC produced are characterized by measuring the value of (Degree of Substituion) DS, purity and functional group analysis using FTIR. Based on the results, the CMC with the highest DS value of 2.33 is at the condition of mixed composition isobutylisopropyl alcohol 20 ml: 80 ml and the concentration of NaOH 10%, yield of 138.37%, and purity of 94,02%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Santoso
"Bakteri Acetobacter.xylinum merupakan bakteri Gram negatif yang mampu menghasilkan senyawa selulosa. Selulosa yang dihasilkan oleh bakteri tersebut memiliki derajat kemurnian yang tinggi dan layak untuk dikembangkan sebagai sumber alternatif penyediaan selulosa bagi berbagai bidang industri yang membutuhkannya.
Selulosa bakteri diperoleh dengan cara memfermentasikan substrat cair yang mengandung gula dengan menggunakan bakteri A. xylinum. Di negara asalnya, Filipina, fermentasi tersebut menggunakan limbah cair air kelapa dan dikenal sebagai produk nata de coco. Produk inipun dikenal di Indonesia dengan nama dagang sari kelapa.
Selain dikenal sebagai produk makanan seperti tersebut di atas, nata yang sebenarnya merupakan bacterial cellulose telah dikembangkan untuk berbagai kebutuhan. Pemanfaatan selulosa bakteri tersebut antara lain dalam bidang industri pembuatan kertas, membran akustik, obat-obatan, kosmetik dan produk makanan (Steinkraus 1983; Sudirjo 1985; Sanchez & Yoshida 1998).
Di Indonesia, produk makanan sari kelapa sudah cukup dikenal, terutama di kota-kota besar. Pembuatan produk tersebut, sebagian besar dilakukan secara industri skala rumah tangga, walaupun beberapa pabrik skala besar juga memproduksi sari kelapa. Pada umumnya, para pembuat sari kelapa kurang atau tidak melakukan proses produksi secara steril. Kendala yang muncul adalah, sering kualitas produk yang dihasilkan menurun atau bahkan kegagalan pada produksi. Hal tersebut dikarenakan tingginya tingkat kontaminasi dari bibit yang digunakan. Oleh karenanya, isolasi dan pemurnian bakteri A. xylinum yang digunakan dalam industri lokal tersebut merupakan hal yang utama.
Pemanfaatan bakterial selulosa bagi berbagai bidang industri membutuhkan kualitas produk yang stabil. Salah satu kendala yang juga akan dihadapi dalam pemanfaatan limbah bagi substrat fermentasi adalah kualitas substrat yang dapat sangat bervariasi. Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan media fermentasi buatan yang komposisi dapat diatur dengan pasti."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Auliya Husni
"Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan serat rayon terikat silang
yang memiliki ketahanan terhadap kondisi asam dan basa dengan gugus
fungsional Akrilamida (AAm) dan Glisidil Metakrilat-Asam Iminodiasetat
(GMA-IDA). Percobaan ini menggunakan teknik ozonasi dalam udara untuk menghasilkan gugus peroksida dan hidroperoksida yang dapat menginisiasi reaksi kopolimerisasi cangkok. Serat rayon terozonasi dicangkok dengan agen pengikat silang N,N?-Metilendiakrilamida (NBA) dalam media gas N2 dengan berbagai variasi laju alir ozon, lama ozonasi, konsentrasi monomer, dan suhu reaksi untuk mengetahui kondisi optimal pencangkokkan NBA pada serat selulosa. Serat yang telah terikat silang melalui pencangkokkan NBA kemudian diuji ketahanannya dalam asam dan basa. Ozonasi selanjutnya pada serat yang telah terikat silang digunakan untuk mencangkokkan monomer. Pada pencangkokkan monomer AAm, didapatkan bahwa lama ozonasi pada pencangkokkan NBA untuk menghasilkan serat terikat silang,
berpengaruh pada kadar pencangkokkan AAm. Makin lama ozonasi untuk NBA, maka kadar pencangkokkan AAm menjadi berkurang. Pada
pencangkokkan GMA, didapatkan bahwa konsentrasi optimum GMA yang bisa tercangkok pada serat terikat silang adalah sebesar 30% GMA dengan suhu 60°C. Selanjutnya GMA yang sudah tercangkok pada serat terikat silang direaksikan dengan IDA menghasilkan R-co-NBA-g-(GMA-IDA). Spektrum FT-IR menunjukkan telah tercangkoknya monomer-monomer pada serat melalui pengamatan gugus fungsi yang ada.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S30492
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Penggunaan alkohol di seluruh dunia tiap tahun semakin meningkat dimana salah satu kebutuhannya sebagai altematif energi semakin menggantikan posisi bahan bakar fosil yang kian berkurang. Seiring semakin menipisnya persediaan bahan bakar fosil maka setiap negara berlomba untuk mencari bahan baku serta proses altematif yang prospektif untuk dikembangkan serta dikomersilkan. Selama ini bahan altematif itu merupakan bahan organik yang diperoleh dari alam seperti starch jagung, ampas tebu, kayu, kertas dan juga kulit pisang.[1] Komponen bahan utama yang dibutuhkan adalah selulosa, karbohidrat (pati), lignin, hemiselulosa, dan rantai gula panjang Iainnya yang potensial untuk dikonversi menjadi etanol.
Penelitian ini akan bertujuan untuk melakukan perancangan awal produksi etanol dari bahan baku kulit pisang kepok dengan mengunakan metode hidrolisis dengan mengunakan asam, membahas sedikit tentang jenis pisang kepok yang baik, serta mengetahui kondisi operasi optimal fementasi. Asam yang digunakan adalah asam HCI 10% untuk mengubah pati menjadi gula yang diberi sebanyak dua kali berat sampel. Kemudian dilanjutkan tahap fermentasi dengan menggunakan ragi Sacharromyces cereviceae sebagai penghasil enzim untuk mengkonversi gula menjadi etanol. Variasi yang dilakukan adalah variasi jumlah ragi sebanyak 1,5 g dan 3 g per 50 ml sampel serta variasi Iamanya ferrnentasi antara 3 hingga 10 hari. Setealah dilakukan penyaringan, kadar alkohol dianalisa dengan menggunakan Gas Chromatography.
Dari variasi yang dilakukan diperoleh kadar alkohol tertinggi 14,7 % pada jumlah ragi 3 g per 50 ml sampel selama 6 hari fermentasi. Untuk ragi sebanyak 1, 5 g per 50 ml sampel pisang kuning diperoleh persamaan polinomial : Y=Y=0,0548X4-1,0867X3-11,029X R2=0,9286 Dan untuk ragi sebanyak 3 g per 50 ml sampel pisang kuning diperoleh persamaan : Y=-0,0686X5+2,3212X4-20,983X3+182,92X2-521,91X+561,81 R2=0,9712 Dengan Y=kadar alkohol dan X=waktu (hari) dengan rentang 3-10 hari."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49429
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pingkan Lestari
"Bambu betung Dendrocalamus asper merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia yang memiliki kandungan selulosa sebesar 42,4 -53,6. Selulosa bambu betung dapat dimanfaatkan untuk pembuatan berbagai turunan selulosa, salah satunya Hydroxypropyl Cellulose HPC. Tujuan penelitian ini, melakukan optimasi metode pembuatan dan karakterisasi HPC yang dimodifikasi dari alfa selulosa bambu betung. Modifikasi pembuatan HPC dari alfa selulosa bambu betung menggunakan variasi konsentrasi NaOH 25 dan 30, propilen oksida 5 ml,10 ml dan 15 ml tiap gram selulosa dan variasi suhu 60oC dan 70o. Produk HPC diidentifikasi serta dilakukan karakterisasi menggunakan spektrofotometri Inframerah, Scanning Electron Microscope SEM dan X-Ray Diffraction XRD. Diperoleh hasil HPC yang paling optimum pada kondisi reaksi dengan menggunakan NaOH 25, propilen oksida 10 pada suhu pembuatan 70oC. HPC yang paling optimum memiliki molar substitusi 3,30, dengan pH 7,49 dan spektra IR HPC bambu betung memiliki pola yang sama dengan spektra standar. Identifikasi HPC yang diperoleh yaitu terbentuknya berkabut didalam larutan pada suhu diatas 40oC. Berdasarkan perbandingan pola difraktogam dengan difraksi sinar-X sudah terlihat kemiripan antara HPC bambu betung dengan standar serta menunjukkan bentuk kristal dan amorf. Secara morfologi dengan SEM Scanning Electron Microscope menunjukkan bentuk morfologi yang lebih bulat dan kasar daripada standar HPC.

Betung bamboo Dendrocalamus asper is one of bamboo grow in Indonesia, it contain cellulose at approximately 42.4 53.6. Betung bamboo cellulose can be used to produce various cellulose derivatives and one of them is Hydroxypropyl Cellulose HPC. The present research aims to optimize production method and characterization of HPC prepared from alpha cellulose of betung bamboo. The modification of HPC were carried out using NaOH 25 and 30, propylene oxide 5 ml, 10 ml and 15 ml in each gram of cellulose and temperature variations were 60 and 70. HPC product was identified and characterized using Infrared Spectrophotometry, Scanning Electron Microscope SEM, and X Ray Diffraction XRD. The most optimum reaction condition of HPC was using NaOH 25, 10 ml propylene oxide at 70 C. The most optimum HPC had 3.2987 Molar Substitution value, with pH 7.49 and IR spectra of betung bamboo HPC had similar pattern to the reference spectra. The identification of HPC was the formation cloudy solution at a temperature above 40oC. Based on the comparison of diffractogram with X Ray diffraction, there was a similarity between HPC of betung bamboo with the standard one and it showed crystalline and amorphous form. Morphologically by using SEM Scanning Electron Microscope, it showed a more rounded and coarser morphological shape than the reference HPC.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Zahra Ardiyanita
"Selulosa adalah salah satu komoditas yang dibutuhkan di berbagai industri, seperti di industri farmasi. Produk turunan selulosa yang sering digunakan dalam industri farmasi adalah natrium karboksimetil (NaCMC) yang berfungsi untuk meningkatkan viskositas, menstabilkan emulsi, sebagai pengikat dan disentegran pada formulasi tablet. Lambung buah Kapok berpotensi menjadi bahan baku pembuatan NaCMC karena memiliki senyawa kimia α-selulosa yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan NaCMC dari lambung buah kapuk α-selulosa melalui reaksi alkalisasi dan karboksimetilasi. Alkalisasi dilakukan menggunakan 25% NaOH (mengandung natrium tetraborat), sedangkan karboksimetilasi dilakukan menggunakan natrium monokloroasetat. Identifikasi dan karakterisasi dilakukan dengan analisis spektrum inframerah menggunakan FTIR, analisis kualitatif, pemeriksaan organoleptik, analisis morfologi dan topografi menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), derajat substitusi (DS), analisis bentuk kristal dan amorf menggunakan difraksi X-Ray (XRD), Tes pH, kadar abu sulfat, kadar air, kehilangan pengeringan, kepadatan partikel, dan viskositas. Serbuk NaCMC yang diperoleh berwarna putih kekuningan, memiliki spektrum inframerah yang mirip dengan perbandingan, menunjukkan hasil positif dalam analisis kualitatif, derajat substitusi 0,57, pH 8,5, morfologi terlihat dengan SEM sangat mirip dengan perbandingan meskipun permukaan NaCMC yang dihasilkan lebih kasar, memiliki pola difraktogram yang mirip dengan perbandingan yang ditandai dengan adanya bentuk kristal dan amorf, kadar air 8,50%, abu sulfat 36,43%, kehilangan pengeringan 9,87%, dan memiliki nilai viskositas 1% 20,6 cP yang jauh berbeda dari perbandingan. Secara umum, NaCMC dari lambung hull pemenuhan persyaratan α-cellulose kapuk dipenuhi.

Cellulose is one of the commodities needed in various industries, such as in the pharmaceutical industry. Cellulose derivative products that are often used in the pharmaceutical industry are sodium carboxymethyl (NaCMC) which function to increase viscosity, stabilize emulsion, as binder and disentegran in tablet formulations. Kapok fruit hull has the potential to be the raw material for NaCMC because it has a high α-cellulose chemical compound. The purpose of this study was to obtain NaCMC from the hull of α-cellulose kapok through alkalization and carboxymethylation reactions. Alkalization is carried out using 25% NaOH (containing sodium tetraborate), while carboxymethylation is carried out using sodium monochloroacetate. Identification and characterization were carried out by infrared spectrum analysis using FTIR, qualitative analysis, organoleptic examination, morphological and topographic analysis using Scanning Electron Microscope (SEM), degree of substitution (DS), crystal and amorphous shape analysis using X-Ray diffraction (XRD), Tests pH, sulfate ash content, moisture content, drying loss, particle density, and viscosity. NaCMC powder obtained yellowish white, has an infrared spectrum similar to the comparison, showed positive results in qualitative analysis, the degree of substitution 0.57, pH 8.5, the morphology seen with SEM is very similar to the comparison even though the surface of the NaCMC produced is more rough, has a diffractogram pattern that is similar to the ratio marked by the presence of crystalline and amorphous shapes, 8.50% moisture content, 36.43% sulfate ash, 9.87% drying loss, and has a viscosity value of 1% 20.6 cP which is far different from comparison. In general, NaCMC from hull hull fulfillment of kapok α-cellulose requirements."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gya Givana
"Natrium karboksimetil selulosa NaCMC merupakan salah satu turunan selulosa yang digunakan dalam berbagai sektor industri, yaitu sebagai bahan tambahan penting dan banyak digunakan dalam bidang farmasi, kosmetik, makanan, dan industri lainnya. Bambu betung memiliki kadar selulosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 42,4-53,6. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan kondisi dan metode optimum pembuatan NaCMC dari alfa selulosa bambu betung, identitas dan karakteristik NaCMC yang dihasilkan dibandingkan dengan NaCMC komersial. Mula-mula alfa selulosa hasil isolasi dialkalisasi dengan NaOH 25 mengandung sodium borate dalam isopropil alkohol selama 1 jam. Reaksi karboksimetilasi dioptimasi dengan variasi berat natrium monokloroasetat NaMCA yang digunakan dan waktu reaksi. Derajat substitusi DS ditentukan dengan titrasi asam basa. Produk NaCMC yang optimal dengan nilai DS 0,71 diperoleh dari reaksi karboksimetilasi dengan berat NaMCA 3,90 g selama 3 jam. NaCMC yang diperoleh berupa serbuk halus, tidak berbau, tidak berasa, berwarna putih dan nilai pH larutan 1 nya adalah 7,41. Spektrum inframerah NaCMC memiliki kemiripan dengan NaCMC komersial. Berdasarkan perbandingan pola difraktogram dengan difraksi sinar-X sudah terlihat kemiripan antara NaCMC bambu betung dengan standar serta menunjukkan bentuk kristal dan amorf. Secara morfologi dengan SEM Scanning Electron Microscope menunjukkan bentuk morfologi yang lebih bulat dan kasar daripada standar komersial.

Sodium Carboxymethyl Cellulose NaCMC is a cellulose derivative used in various industrial sectors as an important excipient and used in pharmacy, cosmetic, food, and other industries. Betung bamboo contains high cellulose at approximately 42.4 53.6. The present research aimed to find out the optimum condition and method of NaCMC prepared from alpha cellulose betung bamboo and its identity and characteristics compared to commercial NaCMC. Initially, alpha cellulose isolated was alkalized using NaOH 25 contained sodium borate in isopropyl alcohol for 1 hour. The carboxymethylation reaction was optimized by variation of weight of sodium monochloroacetate NaMCA and duration of reaction. The degree of substitution DS was determined by acid base titration method. The optimum NaCMC product with DS value of 0.71 was obtained from carboxymethylation reaction of 3.90 g NaMCA for 3 hours. The NaCMC was obtained in the form of fine powder, odourless, tasteless, white and the pH value of 1 solution was 7.41. The infrared spectra of NaCMC was similar to commercial reference. Based on the comparison of diffractogram by X Ray diffraction, there was a similarity pattern between NaCMC of betung bamboo with the reference which showed crystalline and amorphous form. Morphologically by using SEM Scanning Electron Microscope, it showed a more rounded and coarser morphological shape than the commercial reference.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bandoro Siswayudha
"ABSTRAK
Pemanfaatan bentonit di Indonesia sebagai nanofiller masih belum optimal. Sintesis nanokomposit selulosa asetat (SA)/selulosa asetat butirat (SAB) dengan penguat organoclay bertujuan untuk mendapatkan plastik yang mudah terurai dengan sifat mekanik dan sifat fisis dari masing-masing komposit. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu preparasi bentonit, purifikasi karbonat, sintesis Na-Bentonit, sintesis organoclay-ODTMABr (OCT-C18) dan sintesis nanokomposit SA serta SA/SAB OCT-C18. Pengaruh terinterkalasi terlihat dari pergeseran puncak (001) difaktogram dengan kenaikan nilai basal spacing dari Na-Bentonit ke OCT yaitu 15,19 Å ke 21,69 Å. Kuat tarik tertinggi terjadi pada membran SA/5wt%SAB yaitu 24,34 MPa. Setelah dilakukan dekomposisi UV selama 24 jam, SA/1wt%OCT-C18 dan SA/5wt%SAB/ 7wt% OCT-C18 terdegradasi dengan kuat tarik masing-masing 22,03 MPa dan 9,87 MPa.

ABSTRACT
The utilization of bentonite as nanofiller in Indonesia is not optimum. Nanocomposite synthesis of cellulose acetate (CA) / cellulose acetate butyrate (CAB) with organoclay aims to get biodegradable plastics with mechanical and physical properties of each composite. This research was carried out in several stages, namely bentonite preparation, carbonate purification, Na-Bentonite synthesis, synthesis of organoclay-ODTMABr (OCT-C18), the synthesis of CA as well as CA / CAB OCT-C18 nanocomposites. Diffractogram showed that peak (001) shifted related to the increase of basal spacing from Na-Bentonite to the OCT is 15.19 Å to 21.69 Å. The highest tensile strength from the membrane CA/5wt%CAB which was 24,34 MPa. After 24 hours UV exposure, the CA/1wt%OCT-C18 and CA/5wt%CAB 7wt% OCT-C18 were degraded with each tensile strength of 22,03 MPa and 9,87 Mpa respectively.
"
Universitas Indonesia, 2014
S57833
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianah Rosikhoh
"Potensi kandungan selulosa yang tinggi pada TKKS memungkinkan untuk digunakan dalam pembuatan selulosa mikrokristal. Selulosa mikrokristal merupakan eksipien farmasi yang sering digunakan dalam pembuatan tablet cetak langsung. Proses hidrolisis selulosa untuk menghasilkan selulosa mikrokristal sering kali menggunakan proses kimiawi, dimana energi aktivasi yang dibutuhkan tinggi dan kurang ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kapang selulolitik yang optimal untuk digunakan dalam hidrolisis enzimatis selulosa TKKS sehingga dihasilkan selulosa mikrokristal.
Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri atas delignifikasi biomassa lignoselulosa TKKS, kemudian dilanjutkan dengan hidrolisis enzimatis menggunakan selulase dengan optimasi durasi hidrolisis. Isolat selulolitik optimal yang didapatkan adalah isolat IHt. Sedangkan durasi hidrolisis enzimatis untuk menghasilkan selulosa mikrokristal yang optimum adalah selama 1 jam. Hasil hidrolisis enzimatis TKKS yang diperoleh masih berupa serat-serat dengan kandungan lignin yang tinggi, sehingga masih perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut.

High potential of cellulose in Oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB) allowed to be used in the manufacture of microcrystalline cellulose. Pharmaceutical excipients microcrystalline cellulose is often used in the manufacture of tablet direct compression. Cellulose hydrolysis process to produce microcrystalline cellulose often use a chemical process, which required high activation energy and less environmentally friendly. The aim of this study is to get the best cellulolytic fungi for use in the enzymatic hydrolysis of cellulose OPEFB thus produced microcrystalline cellulose.
Stages of research conducted consisting of delignification of lignocellulosic biomass OPEFB, followed by enzymatic hydrolysis using cellulase with optimization of the duration. The best cellulolytic isolat obtained are IHt. While the duration of the enzymatic hydrolysis to produce optimum microcrystalline cellulose is for 1 hour. OPEFB enzymatic hydrolysis results obtained was in the form of fibers with high lignin content, so it still needs to be done further purification.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S61403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>