Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184544 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspita Thoimatunnisaa
"Skripsi ini membahas kewenangan hakim untuk memutus perkara dikaitkan kewenangan jaksa untuk melakukan penuntutan Metode penelitian adalah penelitian yuridis normatif Putusan Nazril Irham dan M Arifin bin Sukari dibahas sebagai bahan analisis skripsi Berdasarkan hasil analisis bahwa asas stelsel aktif hakim mengenai pengubahan surat dakwaan pada proses ajudikasi tidak bisa dilakukan karena KUHAP menganut sistem spesialisasi diferensiasi dan kompartemenisasi hakim tidak memiliki kewenangan memutus perkara berdasarkan ketentuan perundang undangan yang tidak didakwakan oleh jaksa atau di luar surat dakwaan Putusan Nazril Irham bukan merupakan putusan di luar surat dakwaan karena hakim telah mempertimbangkan semua unsur tindak pidana delik Sementara itu putusan judex factie M Arifin bin Sukari termasuk putusan di luar surat dakwaan karena hakim tidak mempertimbangkan semua unsur tindak pidana delik

This research focuses on the judge rsquo s authority to make the court judgment which is related to the prosecutor rsquo s authority to conduct prosecution Normative juridical method is used to analyze the data The judgment of Nazril Irham and M Arifin bin Sukari are being analyzed in this research The result of this research concludes that the principle of stelsel active of the judges to amend an indictment in adjudication process is not allowed Since the Code of Criminal Procedure consists of the specialization differentiation and compartment system The judges are prohibited to impose criminal charges that is not stated in the indictment The verdict of Nazril Irham case is not one kind of such indictment because the judges have considered all the elements of crime delict Meanwhile the verdict judex factie of M Arifin bin Sukari is one kind of court judgment that impose charges which is over the indictment and did not considered all the elements of crime delict "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kehakiman RI, 1984
340 IND h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yuana Berliyanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S21953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Women Judges in the Muslim World: A Comparative Study of Discourse and Practice fills a gap in academic scholarship by examining public debates and judicial practices surrounding the performance of women as judges in eight Muslim-majority countries (Indonesia, Malaysia, Pakistan, Syria, Egypt, Libya, Tunisia and Morocco). Gender, class, and ethnic biases are inscribed in laws, particularly in the domain of sharia-derived family law. Editors Nadia Sonneveld and Monika Lindbekk have carefully woven together the extensive fieldwork and expertise of each author. The result is a rich tapestry that brings out the various effects of women judges in the management of justice. In contrast to early scholarship, they convincingly prove that the woman judge does not exist. "
Leiden: Brill, 2017
e20498026
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Brillyan Alvayedo
"Hakim sebagai peran terpenting dalam dunia persidangan diharuskan untuk menjaga perilaku dan perbuatannya baik mengenai substansi dalam persidangan maupun berkegiatan sehari-hari di luar persidangan. Melalui Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dibentuk sebagai pedoman bagi hakim dalam berperilaku yang dimana wewenang Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal hakim memiliki peran dalam penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim, namun seberapa besar wewenang yang dimiliki oleh Komisi Yudisial dalam fungsi pengawasan hakim tersebut dan hakim tidak dapat serta merta dihukum apabila melanggar prinsip dasar kode etik dan pedoman perilaku hakim, terdapat penyelesaian hukum untuk membuktikan perbuatan pelanggaran oleh hakim dan penjatuhan sanksi kepada hakim yang terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Peneliti memakai metode penelitian Yuridis Normatif dengan sifat deskriptif analisis yang memakai data sekunder dari menerapkan alat pengumpul data meliputi studi kepustakaan dengan Metode analisis data secara Kualitatif. Pertanyaan penelitian Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lemahnya fungi pengawasan dari Komisi Yudisial terhadap penjatuhan sanksi yang hanya berupa rekomendasi merupakan fokus utama dalam pembenahan hubungan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Hal ini juga turut memberikan implikasi terhadap penyelesaian hukum yang dimana seharusnya para pengawas hakim saling bahu membahu dalam menegakkan prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Judges as the most important role in the world of trial are required to maintain their behavior and actions both regarding substance in the trial and daily activities outside the trial. Through a Joint Decision of The Chairman of The Supreme Court Republic of Indonesia and The Chairman of The Judicial Commission Republic of Indonesia Number 047/KMA/SKB/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009, the Code of Ethics and Guidelines of Conduct for Judges was established as a guide for judges in their behavior which The authority of the Judicial Commission as an external supervisor of judges has a role in enforcing the code of ethics and guidelines of conduct for judges behavior, but how much authority does the Judicial Commission have in the supervisory function of these judges and judges cannot be immediately punished if they violate the basic principles of the code of ethics and guidelines of conduct for judges behavior, there is a legal settlement to prove violations by judges and the imposition of sanctions on judges who are proven to have violated the code of ethics and guidelines of conduct for judges. The researcher uses a normative juridical research method with descriptive analysis that uses secondary data from applying data collection tools including literature study with qualitative data analysis methods. The results of this study indicate that the weak supervisory function of the Judicial Commission against the imposition of sanctions that are only in the form of recommendations is the main focus in improving the relationship between the Supreme Court and the Judicial Commission. This also has implications for legal settlements where supervisory judges should work hand in hand in upholding the basic principles of the Code of Ethics and Guidelines of Conduct of Judges.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Esensi kehadiran MK adalah konsekuen logis konstitusional berakhirnya era daulat parlemen (politik) ke daulat konstitusi. Era daulat parlemen ditemukan dalam ketentuan konstitusi terdahulu bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Majelis ini terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah dan golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. (pasal 1 ayat (2) jo Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan).Pada Perubahan Ketiga UUD 1945, ketentuan di atas telah berubah. Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) menyebutkan Negara Indonesia adalah negara hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Jadi sehak perubahan ketiga, kedaulatan tidak lagi dilakukan sepenuhnya oleh MPR sebagai ikon puncak kekuasaan parlemen melainkan dilaksanakan rakyat menurut konstitusi. Disinilah sejarah ketatanegaraan Indonesia mulai berdetak di mana segala aktifitas kekuasaan legislatif eksekutif yudikatif dan cabang kekluasaan lainnya harus tunduk pada daulat konstitusi."
342 JTRA 11:3 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Duncan Kennedy, seorang penganut realisme hukum, secara sinis pernah berujar, Teachers teach nonsense when they persuade students that legal reasoning is disticnt, as a method for reaching correct results, from ethical or political discourse in general. There is never a correct legal solution that is other than the correct ethical or political solution to that legal problem. seandainya sinyalemen kennedy benar subjek yang digugat, tentu tak hanya para dosen lembaga pendidikan tinggi hukum, melainkam juga mereka yang berprofesi sebagai fungsionaris atau praktisdi hukum, utamanya para hakim.Tulisan ini tidak berangkat dari pandangan kaum realis yang sejak awal sudah menafikan penalaran hukum, tapi bertolak dari asumsi tetap ada sesuatu yang disebut penalaran hukum tersebut. Penalaran ini mempunyai karakteristik unik, khususnya bila dilihat dari perspektif para hakim, terlebih lagi para hakim di MK. Tulisan ini bertujuan menguraikan sekilas tentang filosofi bernalar yang idealnya dapat diteraspkan hakim konstitusi dalam masa transisi konstitusionalitas yang disebut dsebut kontekstual dengan kondisi kekinian sistem hukum indonesia.Jika kita kembali pada pernyataan diatas, sesungguhnya gugatan tersebut cukup berdasar. Aada dua alasannya, Pertama, karena objek yang dinalar tidak pernah jelas. Objek yang bernama hukum itu amat kompleks dan multifaset. Kedua, Sang subjek yang menalar pun merupakan mahluk yang tidak steril, tidak bebas nilai dan penuh dengan kepentingan."
342 JTRA 11:3 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pertanyaan apakah Negara Indonesia adalah sebuah Negara hukum harus dijawab dengan menggunakanindikator penegakan keadilan bagi setiap orang tanpa ada pembeda, kepastian hukum melaluipembentukan peraturan perundang-undangan, dan penghormatan serta perlindungan terhadap hak-hakasasi manusia. UUD NRI 1945 pada Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalahNegara Hukum”. Negara hukum Indonesia berdasar pada Pancasila sebagai ideologi bangsa, UUD 1945sebagai konstitusi, NKRI sebagai pilihan mutlak bentuk negara, dan prinsip bhineka tunggal ika sebagaipenyatu seluruh elemen bangsa. Proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik merupakansatu langkah menuju cita negara hukum, dimana perencanaan, partisipasi masyarakat, dan prosespembahasan yang terbuka dilakukan saat pembentukan hukum."
340 ARENA 6:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Girindro Pringgodigdo
"

Alasan pemilihan judul tersebut di atas tidak lain disebabkan, pertama, adanya dua kata atau istilah yakni kebijaksanaan (policy/beleid) dan kebijakan (wisdom/wijsheid) yang secara implisit memuat arti dan istilah diskresi (discretion/fales Ermessen), yang diartikan dengan kebebasan untuk memilih dan/atau memutuskan/ menentukan menurut pendapat sendiri, yang selalu menggelitik di dalam benak pikiran saya selama ini mengingat mudahnya terjadi semacam kebingungan, kekacauan atau kekeliruan (confusion) mengenai persepsi tentang kedua kata atau istilah tersebut; terutama, bila ditautkan dengan kekuasaan negara/publik (public power) dan penguasa/pejabat Negara/pejabat pemerintah (public authorities/ officials) yang memiliki kewenangan/wewenang atau yang memperoleh delegasi.

Alasan yang kedua adalah : sejauh mana kepatuhan/disiplin dan/atau kepedulian dari pemeran (actor) atau para pemeran (actors), baik perorangan maupun lembaga/badan yang terlibat dalam pembuatan rancangan perundang-undangan dan pemeran (actor) yang memutuskan/menetapkan peraturan perundang-undangan dan/atau keputusan pelaksanaannya, menyadari dan mematuhi hirarkhi perundang-undangan atau penjenjangan dari atas ke bawah mengenai hukum posilif tertulis yang telah ditetapkan.

Kedua alasan tersebut di atas akan saya coba untuk menelaah dalam konteks Hukum Administrasi Negara (HAN) dan pengembangannya dewasa ini di Indonesia. Namun, sebelum menelaah dalam konteks HAN tersebut, secara garis besar perlu disinggung mengenai beberapa pengertian tentang Negara misalnya negara hukum (rechrssraar), negara nasional (national stare), negara teritorial modern (modern territorial state) dan mengenai Kekuasaan Negara (Public Power) dalam arti pembagian dan pendelegasian serta Kebijaksanaan Negara (Public Policy) yang mempengaruhi pengembangan HAN.

Negara, kekuasaan, kewibawaan dan kedaulatan (The.State, power, authority and sovereignty).

Negara menurut "konstruksi hukum" pada dasarnya merupakan badan hukum publik utama (prime public law body/entity) yang memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab yang diatur menurut (kebiasaan) Hukum Tata Negara, seperti subyek hukum lainnya yakni orang (person) dan badan yang dipersonifikasikan sebagai manusia. Namun, selain sebagai pembawa hak, kewajiban dan tanggung jawab, negara memiliki kekuasaan (power), kewibawaan (gezag, authority) dan kedaulatan (souvereiniteir; sovereignty) yang tidak dimiliki oleh badan hukum manapun.

"
Depok: UI-Press, 1994
PGB 0083
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nabhan Amin
"Menurut Pasal 1 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. Penegasan oleh Pasal 1 UUD ini membawa berbagai macam konskuensi dalam bernegara. Salah satu nya adalah pembagian kekuasaan dalam negara kepada tiga fungsi, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Walaupun terdapat pembagian kekuasaan tersebut, UUD 1945 memberikan kekuasaan legislasi kepada Presiden sebagai eksekutif untuk mengeluarkan peraturan pemerintah yang dapat mengikat secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui mengenai konsep pemisahan kekuasaan di Indonesia, dan (2) mengetahui mengenai kedudukan, fungsi, dan karakteristik peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Presiden berdasarkan kewenangan atribusi UUD 1945 pada keadaan normal dengan peraturan yang dikeluarkan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dalam hukum positif, termasuk juga studi kepustakaan yang terkait dengan objek penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam keadaan normal berlaku untuk menjalankan undang-undang, sehingga berkedudukan di bawah undang-undang serta memiliki karakteristik sebagaimana peraturan di bawah undang-undang. Sedangkan peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa berfungsi untuk menggantikan undang-undang secara sementara sehingga disejajarkan dengan undang-undang. Selain itu, peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa memiliki dua alasan pembentukan yang tidak saling terikat, yaitu karena adanya kegentingan internal atau adanya kegentingan yang berasal dari luar pemerintahan. Dengan ditemukannya dua alasan pembentukan tersebut dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai peraturan pemerintah jenis kedua, yaitu yang dibentuk dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

According to article 1 of the 1945 Constitution, the Unitary State of the Republic of Indonesia is a democratic rule of law. This clear statement brings various kinds of consequences in the state. One of which is to distribute power within the state into the legislative, executive, and judiciary. Although there is a distribution of powers, the 1945 Constitution provides legislation power for the President to issue government regulation that can bind legal subjects in the country. This study aims to find out (1) about the concept of distribution of power in Indonesia, (2) knowing about the position, function and characteristics of the regulations that is formed based on President's attribution authority within normal conditions and in a matter of coercive emergency. To achieve this goal, this study uses normative juridical methods, namely research that aims to examine the application of the rules in positive law, including literature studies related to the object of research. The results of this study indicate that government regulations which issued in a normal circumstances are applied to carry out the law, so it is placed under the law and has characteristics as it should be under the law. Whereas, the government regulation which issued in the case of coercive emergency is forced to function to replace the law on a temporary basis so that it is aligned with the law. In addition, government regulations which issued regarding the issue of coercive emergency have two reasons for its establishment that are not bound to one another, it is because of an internal concern or it is because a concern originating from outside the government. With the discovery of the two reasons for this establishment in this research, it is necessary to do a more in-depth study of the second type of government regulation, which is formed in the case of a matter of emergency."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>