Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88120 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Griselda Meira Dinanti
"Perkawinan beda agama saat ini sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh pasangan-pasangan di Indonesia, tetapi sayangnya hal ini tidak diikuti dengan perkembangan hukum yang secara tegas mengatur hal tersebut. Setiap pasangan yang hendak melakukan perkawinan tentu saja menginginkan perkawinannya berjalan dengan lancar dan tidak berbenturan dengan peraturan hukum yang nantinya akan mengganggu jalannya perkawinan mereka, begitu juga dengan pasangan yang berbeda agama. Setiap perkawinan agar sah sudah seharusnya dilakukan berdasarkan hukum agama dan juga hukum negara, sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka agar terjamin secara hukum perkawinan harus dicatatkan pada lembaga-lembaga yang telah ditunjuk oleh Undang-Undang yaitu Kantor Catatan Sipil bagi pasangan non Islam atau Kantor Urusan Agama bagi pasangan yang beragama Islam. Dalam perkawinan beda agama yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana hukum perkawinan di Indonesia mengatur perkawinan beda agama dan juga pencatatan perkawinan tersebut serta akibat hukum yang ditimbulkannya. Bentuk penelitian yang digunakan adalah kepustakaan dan lapangan yang bersifat deskriptif analitis.
Maka dapat penulis simpulkan, bahwa Undang-Undang Perkawinan mengatur secara implisit mengenai perkawinan beda agama melalui Pasal 2 ayat (1) dimana sahnya perkawinan dikembalikan lagi kedalam hukum agama. Penelitian ini mengkhususkan kepada Agama Islam dan Kristen. Dalam Islam perkawinan beda agama diharamkan, sedangkan pada agama Kristen, dari penelitian ditemukan pada beberapa gereja memperbolehkan perkawinan beda agama dengan syarat tertentu. Berdasarkan Pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pencatatan perkawinan beda agama dapat dilakukan pada Kantor Catatan Sipil melalui suatu penetapan pengadilan negeri, sedangkan dalam hal ini Kantor Urusan Agama tidak dapat mencatatkan perkawinan beda agama karena bertentangan dengan hukum Islam. Dengan dicatatkannya perkawinan beda agama, diakui secara hukum dan membawa akibat hukum terhadap pasangan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Interfaith marriage is now a very common thing being done by couples in Indonesia. Unfortunately, it is not followed by the development of laws which expressly regulates interfaith marriages. Couples of same faith marriages and interfaith marriages want their marriages to run smoothly and not in conflict with the laws which will affect the course of their marriage. For a marriage to be valid it should be done under the laws of their own religion and also under the laws of the country. This is stipulated under Article 2 of the Matrimonial Act No.1 of 1974. In order to ensure that the marriage preformed is legal, it must be listed in the Civil Registry Office or the Office of Religious Affairs. The issues at hand are how Indonesian law regulates interfaith marriages, registry of interfaith marriages and the legal consequences thereof. The form of research used in this Undergraduate Thesis is normative juridical, which emphasizes on the use of primary data and secondary data as a source.
In conclusion, interfaith marriages whether permitted or not is not strictly regulated in the Matrimonial Act No. 1 of 1974. It implicitly states in Article 2 of The Matrimonial Act No. 1 of 1974 where it states that the legality of the marriage is reverted to the law of their religion. This research is focused on Islamic and Christian laws. In Islamic law, interfaith marriages are forbidden. Where as in Christianity, some Churches allows interfaith marriages with specific terms. In cases of interfaith marriages, the marriages that have been previously performed may be registered at the Civil Registry Office through a Court order which the requests are previously filed by the couple of interfaith marriages to the District Court. This is in accordance with the provisions of Article 35 subsection (a) of The Civil Administration Act No. 23 of 2006. With the marriage being registered in the Civil Registry Office, the marriage is legal and the legal consequences arising from the marriage is regulated in accordance with the Act.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiena Alya Puteri
"Penulisan ini memiliki tujuan untuk mengetahui keabsahan perkawinan beda agama berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan untuk mengetahui implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan tentang perkawinan beda agama. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu mengenai bagaimana keabsahan perkawinan beda agama berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan bagaimana implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan tentang perkawinan beda agama. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, dengan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang berkaitan dengan hal yang Penulis teliti yakni Penetapan Pengadilan Negeri Kudus Nomor Nomor 209/Pdt.P/2020/PN.Kds, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1974 Tentang Kompilasi Hukum Islam, dan peraturan perundang-undangan lainnya terkait dengan perkawinan, serta sumber data sekunder berupa buku-buku, jurnal hukum, internet, yang berkaitan dengan topik penelitian. Hasil dari penelitian menunjukkan kesimpulan bahwa Perkawinan beda agama merupakan tidak sah atau tidak boleh dilakukan sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimana dijelaskan bahwa sahnya perkawinan harus dilaksakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Peristiwa ini apabila merujuk dalam Pasal tersebut dapat diartikan bahwa perkawinan hanya dapat dilangsungkan apabila para pihak dalam hal ini yaitu calon suami dan istri menganut agama yang sama. Lalu implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan PN Kudus mengenai perkawinan beda agama ini dinyatakan sah karena adanya pengaturan dalam Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang dapat dicatatkannya perkawinan yang berdasarkan dari penetapan pengadilan yang mana perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan itu adalah perkawinan beda agama. Maka dengan itu dapat diketahui bahwa pengaturan mengenai perkawinan, khususnya perkawinan beda agama di Indonesia masih belum diatur secara jelas dan tegas di dalam peraturan perundang-undangan, sehingga menyebabkan adanya kendala dalam proses perkawinan beda agama.

This research aims to determine the validity of interfaith marriages based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and to determine the legal implications of court decisions on interfaith marriages. The problems to be studied in this research are about how the validity of interfaith marriages based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and how the legal implications of court decisions on interfaith marriages. This research uses normative juridical legal research, with the data sources used are secondary data sources related to the matters that the author examines, namely the Decision of the Kudus District Court Number 209/Pdt.P/2020/PN.Kds, Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, Law No. 23 of 2006 concerning Population Administration, Presidential Instruction No. 1 of 1974 concerning the Compilation of Islamic Law, and other laws and regulations related to marriage, as well as secondary data sources in the form of books, legal journals, the internet, which are related to the research topic. The results of the study show the conclusion that marriages of different religions are invalid or may not be carried out in accordance with Article 2 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage which explains that the validity of marriage must be carried out in accordance with their respective religions and beliefs. This incident, when referring to the Article, can be interpreted that marriage can only be held if the parties in this case, namely the prospective husband and wife, adhere to the same religion. Then the legal implications of the court decision of the Kudus District Court regarding this interfaith marriage are declared valid because of the regulation in Article 35 letter a of Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration which can be recorded marriages based on court decisions which marriages based on court decisions are interfaith marriages. Therefore, it can be seen that the regulation of marriage, especially interfaith marriage in Indonesia is still not clearly and firmly regulated in the legislation, thus causing obstacles in the process of interfaith marriage."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adillah Yuswanti
"Perkawinan tidak tercatat ialah perkawinan yang secara material telah memenuhi ketentuan sesuai dengan maksud Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tetapi tidak memenuhi ketentuan ayat 2 Pasal tersebut jo Pasal 10 ayat 3 PP Nomor 9 Tahun 1975. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, maka administrasi kependudukan yang di dalamnya mengatur mengenai pencatatan sipil diharapkan dapat memberikan pemenuhan hak administratif seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berhubungan dengan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif. Dalam konteks pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah tangan, kawin siri, kawin modin, dan kerap pula disebut kawin kiyai.
Metode yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada penerapannya atau praktek di lapangan. Banyak perdebatan mengenai hal tersebut karena mengakibatkan disahkan atau tidak perkawinan oleh Para Pihal yang melakukan perkawinan beda agama. Dalam kasus yang telah ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Bogor, terdapat dua penetapan yang berbeda mengenai permohonan pencatatan perkawinan beda agama.
Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.
Berdasarkan penelitian dari kedua putusan hakim, diperoleh hasil bahwa Penulis lebih menyetujui Penetapan Hakim Nomor 111/Pdt.P/PN.Bgr, karena UU 1/1974 tidak secara tegas mengatur perkawinan beda agama, Pasal 35 huruf a dapat dijadikan sebagai pemenuhan secara administratif dalam hal pencatatan perkawinan.

Marriage not registered is marriage has materially complied with in accordance with the intent of Article 2 paragraph 1 of Marriage Act, but does not meet the provisions of paragraph 2 of that Article in conjunction with Article 10, paragraph 3 PP No. 9 of 1975. With the enactment of Law No. 23 of 2006, the population administration in which governs the civil registry is expected to provide the fulfillment of administrative rights as well as the protection of public services related to civil documents without discrimination. In the context of the registration of marriages, many terms used to designate a marriage that is not listed, there is a mention under the hand marriage, marriage siri, married muezzin, and often also called marriage Kyai.
The method used is empirical juridical, is a study in addition to seeing the positive aspects of the law also look at the implementation or practice in the field. A lot of debate about that because lead was passed or not marriage by the pihal who perform interfaith marriage. In cases that have been set by District Court Judge Bogor, there are two different determination regarding listing application interfaith marriage.
The data analysis technique used is descriptive qualitative, ie after the data collected is then poured in the form of a logical and systematic description, then analyzed to obtain clarity problem solving, then the conclusions drawn deductively, from things that are common to the things that are special.
Based on the research of both the judge's ruling, the result that the author is approved Determination Judge No. 111 / Pdt.P / PN.Bgr, because the Law 1/1974 does not expressly regulate interfaith marriage, Article 35 letter a can be used as an administrative compliance in terms of registration of marriages.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla rifda
"Perkawinan beda agama di Indonesia masih menuai pro dan kontra yang dibuktikan dengan Putusan Pengadilan Nomor 333/Pdt.P/2018/PN.Skt dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1977K/Pdt/2017. Sehingga, sering kali pasangan yang memiliki perbedaan agama mencari ‘jalan pintas’ dengan melakukan perkawinannya di Australia karena dinilai lebih efisien atau peraturannya cenderung lebih mudah bagi mereka yang ingin melangsungkan perkawinan beda agama jika dibandingkan dengan peraturan di Indonesia. Lalu, dalam hal pencatatan sipil, pasangan yang menikah di luar negeri selalu dapat mencatatkan perkawinannya disebabkan oleh asas universalitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan Hukum perkawinan antara Indonesia dengan Australia, serta sudut pandang dari Hukum Perdata Internasional Indonesia. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu dikarenakan ketidak pastian hukum di Indonesia, masyarakat kerap melakukan penyelundupan hukum dengan melakukan perkawinan di Australia. Bentuk penelitian yang penulis gunakan dalam karya tulis ini adalah yuridis-normatif, yaitu melihat dan memahami norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan.

Interfaith marriage in Indonesia still reaps pros and cons as evidenced by Court Decision Number 333/Pdt.P/2018/PN.Skt and Supreme Court Decision Number 1977K/Pdt/2017. Thus, many couples who have different religions look for 'shortcuts' by getting married in Australia because it is considered more efficient or the regulations tend to be easier for those who want to hold interfaith marriages when compared to regulations in Indonesia. Then, in the case of civil registration, couples who marry abroad can always register their marriages due to the principle of universality. This study was conducted to determine the comparison of marriage law between Indonesia and Australia, as well as the point of view of Indonesian Private International Law. The conclusion obtained from this study is that due to legal uncertainty in Indonesia, people often carry out legal smuggling by marrying in Australia. The form of research that the author uses in this paper is juridical-normative, namely seeing and understanding legal norms contained in laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadiza Afifah
"Di dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam maka terdapat syarat mengenai batas umur dalam melangsungkan perkawinan. Sementara itu dalam pembatasan umur tersebut terdapat suatu dispensasi dari syarat umur agar suatu perkawinan dapat berlangsung. Skripsi ini membahas mengenai bagaimanakah Dispensasi Perkawinan dapat diberikan jika mempelai masih dibawah umur, dan menganalisa penerapanya dalam penetapan di pengadilan negeri dan agama. Dalam skripsi ini maka didapat kesimpulan hakim adalah hal utama diberikanya atau tidaknya dispensasi. Dalam penelitian ini maka menggunakan metode yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif dilakukan melalui studi kepustakaan, Dimana bahan penelitian berasal dari bahan bacaan yang dapat memberikan gambaran umum dan pengetahuan mengenai topik yang dibahas.

In Law of Marriage No. 1 Year 1974 and Islamic Law Compilation, there are conditions regarding the age limit to hold a marriage. Meanwhile, with the age dispensation a marriage can take place. This Thesis discusses about how dispensation can be given if the bride or groom still underage, and analyze the circumstance in court determination. In thesis conclusion the judge is the main determinant in giving the dispensations. In this study the use of normative juridical method. Normative juridical scrutiny is done through the study of literature,where the research material comes from reading material that can provide a general overview and knowledge of the topics discussed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46061
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imania Ainiputri Mahidin
"Skripsi ini membahas mengenai pencatatan perkawinan dalam perkawinan Islam di Indonesia. Pencatatan perkawinan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan lebih khususnya bagi umat Islam dalam KHI. Namun dalam prakteknya masih terdapat banyak masyarakat yang belum mencatatkan perkawinannya. Padahal pencatatan perkawinan sangatlah penting agar perkawinan antara umat Islam di Indonesia agar terdata secara hukum dan dapat dibuktikan.Hal ini dikarenakan sebagian umat Islam memilih mematuhi Hukum Islam dibanding Hukum Perkawinan Islam Indonesia. Hukum Islam menyatakan bahwa selama memenuhi rukun dan syarat perkawinan maka perkawinan adalah sah walaupun tidak dicatatkan.Berangkat dari latar belakang demikian, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk melihat kedudukan pencatatan perkawinan berdasarkan hukum perkawinan Islam dan hukum positif di Indonesia dan bagaimana penerapannya dalam praktik. Permasalahan tersebut dibahas menggunakan metode penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa perkawinan adalah sah bila dilakukan secara hukum agama dan kedudukan pencatatan bukanlah syarat sah namun syarat administrasi/formil. Perbandingan yang dilakukan juga menunjukkan bahwa diantara penetapan pengadilan agama terdapat perbedaan interpretasi terhadap Pasal 2 Undang Undang No 1 tahun 1974 dan pasal 6 ayat 2 KHI.

This thesis discusses about Marriage Registration in Islamic Marriage in Indonesia. Marriage Registration has been regulated in Law Number 1 Year 1974 and specifically for moslems in Islamic Marriage Compilation. In reality, there are many people who haven’t registered their marriage yet. On the other side, Marriage Registration is important to record Islamic Marriages as a legal proof. This was caused by most moslems preference to obey Islamic Law rather than the Marriage Law in Indonesia. Islamic Law states a marriage is legal as long as it fulfills Islamic Marriage Law pillars and requirements. In reference to those issues, this thesis concerns about Marriage Registration position in Indonesia Islamic Marriage Law and it's application in reality. Those problems are analyzed by juridical-normative legal research methods. The conclusions are a marriage is legal if it’s comply to the Religious Law. Furthermore, Marriage Registration is only as a formal requirement and not a legal requirement. The comparative study discovers that between Religious Court Orders has different interpretation on Article 2 Law Number 1 Year 1974 and on Article 6 verses 2 Islamic Compilation Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55843
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Cynthia Putri
"Penelitian ini membahas perkawinan beda agama di Kantor Catatan Sipil dengan melakukan analisis langsung terhadap peraturan di Indonesia yaitu KUHPerdata dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode pengolahan dan analisis data yang menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian dan wawancara di Kantor Catatan Sipil pada Kantor Catatan Sipil Depok ditemukan fakta bahwa Kantor Catatan Sipil Depok tidak melakukan pencatatan perkawinan beda agama namun hanya mengeluarkan surat keterangan yang kedepannya diperlukan dalam pengurusan dokumen-dokumen seperti kartu keluarga dan akte kelahiran. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak memberi tempat bagi perkawinan beda agama. Sebagai sebuah instrumen hukum, ukuran tingkah laku atau kesamaan sikap standart of conduct, juga berfungsi sebagai suatu perekayasaan untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih sempurna dan sebagai alat untuk mengecek benar tidaknya suatu tingkah laku. Jika asumsi ini dimasukkan pada Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka pembaruan terhadap beberapa pasal dalam undang-undang ini khususnya pada pasal 2 ayat 1 yang sering dijadikan rujukan bagi persoalan perkawinan beda agama, menjadi sebuah keharusan.

This research discusses about the reporting of interfaith marriage in Civil Registry Office Depok with direct analysis of the rules in Indonesia, namely KUHPerdata and Undang undang No. 1 Year 1974 on marriage.This research is a normative juridical by the method of processing and analyzing data using a qualitative approach. The results of research and interviews inCivil Registry Office Depokwas found the fact that Civil Registry Office Depok did not record the interfaith marriage but only issued a certificate required in the future to obtain documents such as family card and birth certificate. Undang undang No. 1 Year 1974 on Marriage giving no place to the interfaith marriage. As a legal instrument, the size of similarity behavior or attitude standard of conduct, also has a function as a modified to transform society toward a more perfect and as a tool to check whether the behaviour right or wrong. If this assumption is included in Undang undang No. 1 Year 1974 on marriage, the update to some of the provisions in Undang undang especially in Article 2 paragraph 1 is often used as a reference for the issue of interfaith marriage, becomes a necessity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Betrice Viosania
"Pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama, sehingga pengaturan mengenai perkawinan beda agama menjadi multitafsir. Kondisi ini menjadi dasar isu dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. Para Pemohon yang memiliki perbedaan agama memohon agar perkawinan mereka dapat disahkan oleh Pengadilan. Atas dasar tersebut, dalam tulisan ini akan menganalisis mengenai (1) pengaturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, dan (2) kesesuaian pertimbangan hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak yang mengabulkan perkawinan beda agama. Untuk menjawab permasalahan yang ada, digunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) perkawinan beda agama berdasarkan peraturan di Indonesia diserahkan kembali kepada ajaran agama masing-masing calon mempelai. Dimana perkawinan beda agama tidaklah dibenarkan, sebab tidak sesuai dengan hukum dan ajaran agama-agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga, suatu perkawinan beda agama dianggap tidak sah dan batal demi hukum. (2) berdasarkan hasil analisis dari sumber perundang-undangan yang ada, keputusan Hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama tidaklah tepat. Sebab perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum agama, sehingga seharusnya tidak dapat dicatatkan oleh lembaga negara.

Essentially, marriage law in Indonesia does not specifically regulate the marriage of couples of different religions. Thus, the regulation for interfaith marriage is multi-interpretation. This condition became the basis in Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. The Plaintiffs, who have different religions, requested that their marriage be legalized by the Court. On this basis, this paper will analyze (1) the regulation of marriage between different religions in Indonesia, and (2) the suitability of the judge's consideration with the laws and regulations in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak which granted the interfaith marriage. To answer the existing problem, a normative juridical research method is used. The research of this study results that (1) Indonesian regulations for interfaith marriages are consigned back to the religious teachings of each prospective bride and groom. A marriage between different religions is not justified because it is not according to the laws and teachings of the religions that apply in Indonesia. Therefore, interfaith marriage is considered unauthorized and void in the sake of law. (2) based on the results of the analysis of existing statutory sources, the Judge's decision in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. which granted the application for interfaith marriage was not legitimate, because interfaith marriage is not valid according to the religious law. Thus, it should not have been recorded by state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husin
"Pembauran budaya antar suku bangsa, kebudayaan agama, dan negara yang menyebabkan perubahan pandangan terutama pada ikatan antar individu seperti ikatan perkawinan antar orang yang berbeda agama. Perbedaan agama ini sebelumya tidak menjadi masalah hingga timbul pengaturan terbaru dalam hukum positif di Indonesia, yakni adanya definisi perkawinan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada tahun 2006 keluar Undang-Undang Adminduk yang menyatakan perkawinan beda agama dapat dicatat berdasarkan penetapan pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan menganalisis Penetapan Pengadilan Negeri No. 112/Pdt.P/2008/PN.Ska yang akan dikaitkan dengan peraturan terkait seperti UU No.1 tahun 1974, UU No. 23 tahun 2006. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini ialah yuridis normatif dengan sumber data melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini bahwa UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan kemudian diubah menjadi UU No. 24 tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan saat ini yang dijadikan sebagai dasar permohonan perkawinan beda agama.

The assimilation of cultures between ethnic, religious, cultural and country changes the views of individual especially for their relation such as different religion marriage. In the beginning there isn’t problem with the different of the religion, but after arising arrangement until recent positive law in Indonesia is a existence of the definition of marriage in article 1 of the law Number 1/ 1974 about Marriage that stating “marriage was born inner ties between a man with a woman as husband and wife with the aim of forming a family (of a household) happy and eternal based on God". Based on that, the writer will analyze the determination of District Court Number 112/Pdt.P/2008/PN.Ska will be associated with the regulations such as Act Number 1 of 1974, Act Number 23 of 2006. The methodology in this study use juridical normative with data source through the study of librarianship. The results of this research is that law Number 23 of 2006 about the Residency and Changed to Administration of Act No. 24-2013 about changes of Act Number 23 of 2006 about the Administration of the Population here, currently used to have the marriage of difference religious request."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Nurul Permatasari
"Penelitian ini berjudul pengesahan perkawinan beda agama yang dilangsukan di Indonesia. Permasalahan penelitian ini meliputi pengaturan mengenai perkawinan beda agama dan pertimbangan hakim mengenai pengesahan perkawinan beda agama, sebagaimana yang terdapat dalam Penetapan Pengadilan Negeri Purwokwerto Nomor 54/Pdt.P/2019/PN Pwt. Metode penelitian yang digunakan ialah yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif analitis, menggunakan data sekunder, dengan yang dan dianalisis secara kualitatif, dengan bentuk laporan deskriptif analitis. Simpulan penelitian ini adalah hakim dalam pertimbangannya tidak mengindahkan aturan undang-undang perkawinan mengenai sahnya perkawinan, dimana dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan sahnya perkawinan harus diperbolehkan oleh kedua agama calon mempelai, dan bukan hanya dari satu calon mempelai saja dan artinya hakim menganalisis diluar dari kewenangannya. Hakim dalam pertimbangannya ini hanya melihat dari dispensasi yang diberikan oleh salah satu agama, namun tidak mengindahkan aturan agama yang lain. Hakim diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Administrasi Kependudukan bukan untuk mengesahkan perkawinan tetapi hanya berwenang untuk memerintahkan mencatatkan perkawinan beda agama, yang artinya hakim tidak berwenang untuk mengesahkan suatu perkawinan, karena sahnya perkawinan berdasarkan agama.

This research is entitled the legalization of the interfaith marriage held in Indonesia. The problem of this research covers a regulation of interfaith marriage and the judge’s consideration for the legalization of interfaith marriage, as contained in the Purwokerto Judicial Court Decision number 54/Pdt.P/2019/Pn Pwt. The research method is normative juridical, typology of the research used was descriptive analytical, using secondary data, and analyzed qualitatively, in the form of analytical descriptive reports. The conclusion of this research is that the judges in their consideration didn’t heed the marriage law regarding the validity of marriage , where in article 2 paragraph (1) of the Marriage Law, the marriage must be permitted by the two prospective bride-to-be, and not only by one prospective bride and its mean the judge in their analyzes outside of their authority. The judges in their consideration only consider from the excemption by one religion, but they didn’t heed the rules of other religions.The judges were given authority by the Population Administration Law not to validating marriage but only has the authority to order the registry office to register of interfaith marriages , which means that the judge is not to validating a marriage, because marriage is legitimately based on religion."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>