Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168033 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mai Saroh Ambar Pramukti
"Kekurangan zat besi masih merupakan masalah kesehatan global utama yang mempengaruhi kira-kira 2 miliar orang. Salah satu cara untuk mencegah anemia defisiensi zat besi di negara berkembang adalah melalui fortifikasi produk makanan dengan zat besi. Asam fitat merupakan senyawa inhibitor dalam pangan berbasis kedelai yang sangat mempengaruhi penyerapan zat besi dalam tubuh.
Dalam penelitian ini, digunakan FeSO4 .7H2O + Na-Glisin dan fero fumarat sebagai fortifikan yang ditambahkan pada tiga jenis pangan berbasis kedelai yaitu: tempe, tahu dan susu cair kedelai. Penambahan variasi jumlah fortifikan didasarkan pada perbandingan molar besi terhadap asam fitat yaitu 1:3. Efektivitas fortifikan ditentukan dengan menghitung Fe total non fitat yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
Hasil menunjukkan bahwa efektivitas tertinggi untuk 30 g kedelai pada sampel tahu, tempe dan susu kedelai pada penambahan FeSO4 .7H2O + Na-Glisin 25mg+22 mg (tempe), 25mg+22 mg (tahu) dan 99 mg+87 mg (susu cair kedelai), serta penambahan fero fumarat 15 mg (tempe), 15 mg (tahu) dan 61 mg (susu cair kedelai). Penambahan fero fumarat memiliki nilai efektivitas yang lebih tinggi di bandingkan dengan FeSO4 .7H2O + Na- Glisin.

Iron deficiency remains a major global health problem affecting an estimate 2 billion people. One way to prevent iron deficiency anemia in developing countries is through the fortification of food products with iron. Phytic acid is an inhibitor compounds in soy-based foods that influences the absorption of iron in the body.
In this study, used FeSO4.7H2O + Na-Glycine and ferrous fumarate were used as fortificants to added to the three types of soy-based foods, they are: tempeh, tofu, and soya milk. The addition variation fortificant based on the molar ratio of iron to the phytic acid is 1:3. Percentage of fortification effectivity was determined from total iron non phytic (Fe- free) using AAS instrumentation.
The result shows that the highest effectivity for 30 g soybean in soy-based foods tempeh, tofu, and soy milk with the addition of FeSO4 .7H2O + Na-Glycine 25mg+22 mg (tempeh), 25mg+22 mg (tofu), and 99 mg+87 mg (soya milk) and for ferrous fumarate 15 mg (tempeh), 15 mg (tofu), 61 mg (soya milk). Ferrous Fumarate was significantly more effective as iron fortificant in soy- based foods than FeSO4 .7H2O + Na-Glycine.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44559
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Dwi Wardhana
"Makanan berbasis kedelai (Glycine max.(L) Merrill) telah menjadi makanan rakyat yang baik secara tradisional dan modern banyak diolah masyarakat Indonesia. lebih dari setengah konsumsi kedelai di Indonesia diolah menjadi tahu dan tempe. Kedelai tak hanya mengandung zat gizi, namun juga mengandung zat anti gizi. Salah satunya zat anti gizi pada kedelai yaitu polifenol. Polifenol dapat menghambat penyerapan zat besi. Pada penelitian ini akan dilakukan fortifikasi zat besi oleh FeSO4.7H2O dan ferrous fumarate untuk melihat efektivitasnya sebagai fortifikan zat besi terhadap keberadaan polifenol. Penentuan kadar polifenol dilakukan dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu, kadar polifenol ditentukan dalam GAE(Gallic Acid Equivalent). Penambahan variasi fortifikan dilakukan berdasarkan perhitungan rasio molar Fe:Polifenol yaitu 1:3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas tertinggi untuk 30 g kedelai pada tahu, tempe dan susu kedelai dengan penambahan FeSO4.7H2O adalah 100 mg pada susu, 20 mg pada tempe dan 10 mg pada tahu, dan untuk ferrous fumarate adalah 100 mg pada susu, 20 mg pada tempe dan 10 mg pada tahu.

Soy-based foods (Glycine max. (L) Merrill) such as tofu, tempeh and soy milk has become the food of the people that are both indonesian traditional and modern society many processed. More than half of Indonesia's consumption of soybean is processed into tofu and tempeh. Soybeans contain not only nutrients, but also contains anti-nutrients. One of these anti-nutritional substances in soy is polyphenol. Polyphenol can inhibit iron absorption. In this research, iron fortification will be conducted by FeSO4.7H2O and ferrous fumarate to see their effectivity as iron fortificant againts the presence of polyphenol. Determination of polyphenol content was done by Folin-Ciocalteu methods, polyphenol content is expressed in GAE(Gallic Acid Equivalent). Addition of fortificant variation was done based on the calculation of Fe:Polyphenols molar ratio, 1:3. Results of this study showed that the highest effectiveness of 30 g of soy in tofu, tempeh and soy milk with the addition FeSO4.7H2O is 100 mg on milk, 20 mg on tempeh and 10 mg on tofu, and for ferrous fumarate is 100 mg on milk, 20 mg on tempeh and 10 mg on tofu."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Lina Yuliana
"Kedelai (Glycine max.(L) Merrill) merupakan bahan pangan sumber protein nabati dan zat gizi lain. Selain mengandung zat gizi, kedelai juga mengandung zat anti gizi. Salah satu zat anti gizi tersebut adalah asam fitat. Besi (Fe) adalah salah satu mineral yang ketersediaannya paling dipengaruhi oleh fitat. Asam fitat dalam makanan berbahan dasar kedelai dapat menghambat penyerapan zat besi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh degradasi asam fitat pada penyerapan zat besi pada makanan berbasis kedelai seperti tempe, tahu dan susu kedelai, dan untuk membandingkan pengaruh penambahan FeSO4.7H2O dan ferrous bisglycinate sebagai fortifikan zat besi. Fortifikan zat besi divariasikan dengan menambahkan Fe total yang berbeda pada setiap sampel berdasarkan kurva kalibrasi asam fitat.
Hasilnya menunjukkan bahwa efektivitas tertinggi untuk 30 g kedelai pada tahu, tempe dan susu kedelai dengan penambahan FeSO4.7H2O adalah 25 mg (tahu), 50 mg (tempe) dan 100 mg (susu kedelai), dan untuk ferrous bisglycinate adalah 36 mg (tahu), 36 mg (tempe), dan susu kedelai 75 mg. Ferrous bisglycinate secara signifikan lebih efektif digunakan sebagai fortifikan zat besi pada bahan pangan berbasis kedelai dibandingkan dengan FeSO4.7H2O, karena ferrous bisglycinate berada dalam bentuk kompleks yang stabil dan bersifat sebagai agen pengkelat yang melindungi Fe dari inhibitor seperti asam fitat.

(Glycine max.(L) Merrill) is one of the protein sources which also containing other nutrients. Besides nutrients, soybean also contains anti nutrient compounds, one of them is phytic acid. Iron (Fe) may be the trace element which bioavailability is most influenced by phytate. Phytic acid in soy-based foods inhibits iron.
The aim of this study was to investigate the influence of phytic acid degradation on iron absorption from soy-based foods tempeh, tofu and soya milk, and to compare the effects of addition FeSO4.7H2O and ferrous bisglycinate. The iron fortificant was varied by adding different total iron (Fe) based on calibration curve of phytic acid.
The result shows that the highest effectivity for 30 g soybean in soy-based foods tofu, tempeh and soya milk with the addition of FeSO4.7H2O is 25 mg (tofu), 50 mg (tempeh) and 100 mg (soya milk), and for ferrous bisglycinate is 36 mg (tofu) , 36 mg (tempeh), and soy milk 75 mg. Ferrous bisglycinate was significantly more effective as iron fortificant in soy-based foods than FeSO4.7H2O as the result of stable complex and chelating agent.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermi Trihartiani
"Pemanfaatan kedelai sebagai bahan pangan di Indonesia meningkat karena harganya yang terjangkau serta tingginya zat gizi yang terdapat di dalamnya. Selain itu, kedelai mengandung zat anti gizi seperti fitat dan polifenol yang dapat mengganggu penyerapan zat besi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh polifenol terhadap fortifikasi zat besi pada pangan berbasis kedelai seperti, tempe, tahu dan susu kedelai. Fortifikan yang digunakan yaitu ferrous bisglycinate dan FeSO4.7H2O. Ferrous bisglycinate disintesis dari glycine dan FeSO4.7H2O. Ferrous bisglycinate hasil sintesis dikarakterisasi dengan FTIR yang menunjukan adanya pembentukan cincin heterosiklik pada 1610 cm-1. Pada penelitian ini diperoleh rasio antara Fe dan polifenol yaitu 1:3 yang digunakan untuk variasi penambahan fortifikan. Kadar Fe awal dan Fe non polifenol diperoleh dengan menggunakan AAS.
Hasil pengukuran kadar Fe dengan AAS menunjukkan efektivitas tertinggi pada penambahan FeSO4.7H2O untuk tempe 99 mg, tahu 50 mg, dan susu kedelai 99 mg. Sedangkan ferrous bisglycinate untuk tempe 73 mg, tahu 36 mg, dan susu kedelai 73 mg. Sesuai dengan teori, ferrous bisglycinate lebih efektif sebagai fortifikan. Akan tetapi, dalam penelitian ini fortifikasi ferrous bisglycinate pada susu kedelai menghasilkan efektivitas yang lebih rendah dari FeSO4.7H2O.

Utilization of soybean as food in Indonesia is increasing because the price is affordable for all people and contain of high nutrients. Additionally, soy contains anti-nutrients such as phytates and polyphenols that can inhibit iron absorption. Aim of this study was to determine the effect of polyphenols on iron fortification in soy-based foods such as tempeh, tofu and soy milk. The fortificant which are used are ferrous bisglycinate anf FeSO4.7H2O. Ferrous bisglycinate is produced by synthesis of FeSO4.7H2O and glycine. Product of synthesis ferrous bisglycinate characterized with FTIR and the result show that formed envidence ring heterocyclic in 1610 cm-1. In this study we found that the ratio between the Fe and polyphenol amounts is 1:3 that used for addittion fortificant. Concentration of Fe initial and Fe non polyphenol were analysed by Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS).
The results showed the highest effectivity by using FeSO4.7H2O as fortificant are 99 mg for tempeh, 50 mg for tofu, and 99 mg for soy milk. Whereas by using ferrous bisglycinate are 73 mg for tempeh, 36 mg for tofu, and 73 mg for soy milk. Based on theory, ferrous bisglycinate more effective as fortificant. However, in our case the effectiveness of fortification with ferrous bisglyciante for soy milk lower than FeSO4.7H2O.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Astri Faradiba
"Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi adalah strategi yang layak saat ini untuk meningkatkan asupan mineral zat besi. Dalam penelitian ini, kedelai dalam olahan tahu, tempe, dan susu diuji untuk kesesuaian sebagai media fortifikasi dengan zat besi. Ferrous fumarate dan ferrous bisglycinate ditambahkan pada beberapa variasi penambahan dan diuji bioavailabilitasnya secara in vitro pencernaan. In vitro pencernaan pada pangan berbasis kedelai menggunakan enzim pepsin dan campuran enzim pancreatin beserta extract bile. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bioavailabilitas zat besi yang difortifikasi pada pangan berbasis kedelai dapat terserap baik pada tahu dengan nilai efektivitas 94,86% untuk ferrous fumarate dan 77,14% untuk ferrous bisglycinate.

Fortification of staple foods with iron is a viable strategy at this time to increase the intake of iron minerals. In this study, processed soy in tofu, tempeh, and milk were tested for suitability as a medium for fortification with iron. Ferrous fumarate and ferrous bisglycinate added on some additional variations and tested its bioavailability in vitro digestion. In vitro digestion in soybean-based food using the pepsin enzyme and pancreatin enzyme mix along with extract bile. The results of this study indicate that the bioavailability of iron in fortified soy-based food can be absorbed well in tofu with the effective value for ferrous fumarate 94.86% and 77.14% for ferrous bisglycinate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nurwulan
"Kacang kedelai sangat sering digunakan sebagai bahan pangan di Indonesia karena harganya yang murah dan mengandung zat gizi tinggi seperti protein. Namun, kedelai mempunyai zat anti gizi seperti polifenol dan fitat yang dapat mengganggu penyerapan zat besi di dalam tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui ketersediaan fortifikasi zat besi secara in vitro pada pangan berbasis kedelai seperti, tempe, tahu dan susu kedelai. Proses in vitro dilakukan dengan enzim pepsin, pankreatin dan ekstrak bile. Fortifikan yang digunakan yaitu NaFeEDTA dan ferrous succinate. NaFeEDTA disintesis dari Na2H2EDTA.2H2O dan NaOH serta FeCl3, sedangkan ferrous succinate dari NaOH, asam suksinat, FeSO4.7H2O dan BaCl2.2H2O. NaFeEDTA dan ferrous succinate hasil sintesis dikarakterisasi dengan FTIR yang menunjukan adanya ikatan Fe-N (dari EDTA) pada 390 cm-1 dan pada 620 cm-1 dari ikatan Fe-O pada ferrous succinate. Pada penelitian ini diukur kadar Fe non polifenol dengan menggunakan AAS. Hasil pengukuran kadar Fe dengan AAS menunjukkan efektifitas tertinggi pada penambahan NaFeEDTA untuk tempe 18,81 mg, tahu 37,61 mg, dan susu kedelai 18,81 mg. Sedangkan ferrous succinate untuk tempe 7,69 mg, tahu 7,69 mg, dan susu kedelai 7,69 mg. Sesuai dengan teori, NaFeEDTA lebih efektif sebagai fortifikan.

Soybean are very often used as food in Indonesia because the price is cheap and contain high nutrients such as protein. However, soybean have anti-nutrients substances such as polyphenol and phytate that can inhibit iron absorption in the body. The purpose of this study was to determine availability of iron fortification in vitro in soy-based food such as tempeh, tofu and soy milk. In vitro process using pepsin, pancreatin and bile extract enzyms. Fortificant which are used are NaFeEDTA and ferrous succinate. NaFeEDTA is produced by synthesis of Na2H2EDTA.2H2O, NaOH and FeCl3 while ferrous succinate by NaOH, succinate acid, FeSO4.7H2O and BaCl2.2H2O. Product of synthesis NaFeEDTA and ferrous succinate characterized with FTIR and the result show that the presence of Fe-N bond (of EDTA) 390 cm-1 and 620 cm-1 from Fe-O bonding of ferrous succinate.In this study we were analysed Fe non polyphenol by Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). The results showed the highest effectivity by using NaFeEDTA as fortificant are 18,81 mg for tempeh, 37,61 mg for tofu, and 18,81 mg for soy milk. Whereas by using ferrous succinate are 7,69 mg for tempeh, 7,69 mg for tofu, and 7,69 mg for soy milk. Based on theory, NaFeEDTA more effective as fortificant.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Amin
"Penyebab utama dari anemia adalah rendahnya asupan zat besi dari makanan. Salah satu cara untuk mengurangi resiko anemia zat besi adalah dengan nenambahkan fortifikan zat besi pada bahan pangan berbasis kedelai, seperti tempe, tahu, dan susu. Beberapa fortifikan zat besi yang biasa digunakan adalah besi EDTA, Glisinat, Fumarat, dan Suksinat. Namun, belum diketahui jenis dan jumlah fortifikan terbaik untuk pangan berbasis kedelai. Tujuan penelitian ini adalah menentukan fortifikan terbaik untuk fortifikasi zat besi pada pangan berbasis kedelai.dan menentukan jumlah fortifikan ideal yang ditambahkan pada sampel tempe, tahu, dan susu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besi EDTA merupakan fortifikan terbaik diantara besi Glisinat, fumarat, dan suksinat dengan kadar Fe 5,0709 mg/48 gram pada tempe, 1,5313 mg/30 gram pada tahu, dan 7,5684 mg/200 mL pada susu. Fortifikan ideal diperoleh dengan melakukan kombinasi dalam mengkonsumi pangan berbasis kedelai perhari, misalnya susu kedelai sebanyak 200 mL terfortifikasi 50 mg besi EDTA dengan tempe terfortifikasi 10 mg besi EDTA. Kombinasi lainnya juga bisa dilakukan untuk mencapai kadar Fe yang direkomendasikan (8-15 mg).

The major cause of iron deficiency in human body is the low intake of iron from foods. One of strategy to overcome the iron deficiency anemia (IDA) in Indonesia is iron fortification to soya-based (i.e., soya milk, tempeh, and tofu) by adding iron fortificant. Some iron fortificants commonly used are iron EDTA, Glycinate, Fumarate, and succinate. However, number and the best fortificant in soybean basis is not yet known well. The objective of this research is to compare iron availibilty from these fortificant and to know ideal fortification in soybean basis.
The result showed that iron EDTA was the best fortificant between iron glycinate, fumarate, and succinate with iron level 5,0709 mg/48 gram in tempe, 1,5313 mg/30 gram in tofu, and 7,5684 mg/200 mL in soyamilk. The Ideal fortification was obtained by combination sample and fortificant. For example, we can consume soyamilk fortified 50 mg iron EDTA and tempe fortified 10 mg iron EDTA or another combination can be done to get iron level appropriate Reccommendation Dietary Allowance (8 -15 mg/day).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nany Nurul Husna
"Fortifikasi zat besi dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi defisiensi zat besi yang dapat menyebabkan anemia. Penambahan fortifikan FeSO4 dan FeSO4 + Na2EDTA ke dalam sampel susu dan tempe kedelai dilakukan dengan melakukan variasi jumlah fitat dan variasi jumlah fortifikan yang ditambahkan. Pengujian kadar Fe dilakukan dengan cara memisahkan antara Fe bebas ( Fe yang tidak terikat dengan fitat ) serta Fe-Fitat dengan pelarut amil alkohol dan diukur dengan menggunakan AAS. Pengujian kadar fitat pada susu dan tempe dilakukan dengan Spektrofotometer UV-Visible. Hasil yang didapat jumlah Fe bebas semakin berkurang dengan bertambahnya fitat. Fortifikasi paling efektif diperoleh pada penambahan 0,2 mol FeSO4 dan 0,1 mol Na2EDTA untuk 100 mL susu sedangkan untuk 50 gram sampel tempe pada penambahan 0,2 mol FeSO4 tanpa penambahan Na2EDTA.

Iron fortification can prevent iron deficiency anemia. The addition of fortificant FeSO4 and FeSO4 in to the sample is using variation of fortificant and variation of phytic acid. The analysis of iron concentration by separate free iron ( iron wich non-bonding with phytic acid ) and iron-phytat with amil alcohol and measured using Atomic Absorption Specthrophotometry. The evaluation of concentration of phytic acid sampel is using UV- Visible Specthrophotometer. The result is the amount of free iron decrease by the increase of phytat. The most effective fortification is obtained by the addition of 0,2 mol FeSO4 and 0,1 mol Na2EDTA for 100 mL soy milk and for 50 gram tempe is obtained by the addition of 0,2 mol FeSO4 without addition of Na2EDTA."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S364
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Risti Sifa Fadhillah
"Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fortifikan Fe fumarat dalam susu kedelai terhadap kadar zat besi plasma darah tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas 25 ekor tikus putih jantan yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu KK 1 yang diberi larutan CMC 0,5%; KK 2 yang diberi larutan CMC 0,5% dan susu kedelai tanpa fortifikan; dan KP 1, 2, dan 3 yang diberi larutan CMC 0,5% dan susu kedelai dengan fortifikan Fe fumarat dosis 1,35 mg Fe/ kgBB, 2,7 mg Fe/ kg BB, dan 5,4 mg Fe/ kgBB selama 21 hari berturut-turut. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 dan setelah pencekokan hari ke-21. Darah dipreparasi menggunakan destruksi basah lalu ditentukan kadar zat besinya dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Hasil uji ANAVA satu arah (P < 0,05) menunjukkan pengaruh nyata pemberian fortifikan Fe fumarat dalam susu kedelai terhadap kadar zat besi antar kelompok perlakuan. Peningkatan kadar zat besi tertinggi terjadi pada KP 1 yaitu sebesar 27,90% terhadap KK 1 dan 17,49% terhadap KK 2.

The effect of Fe fumarate fortificant addition in soy milk intake on plasma iron concentration of male Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus L.) had been studied. By using Complete Random Design (CRD), twenty five rats were divided into five groups, consist of normal control group (KK 1) which was administered with CMC 0.5% solution, treatment control group (KK 2) which was administered with CMC 0.5% solution and unfortified soy milk, and three treatment groups which were administered with soy milk added with fortificant Fe fumarate 1.35 mg Fe/kgbw (KP 1); 2.7 mg Fe/kgbw (KP 2); and 5.4 mg Fe/kgbw (KP 3). All of the five groups were treated for consecutive 21 days. The plasma iron concentration was measured by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). One way ANOVA test and post-hoc LSD test (P < 0.05) showed significant effect of fortificant Fe fumarate addition in soy milk intake on plasma iron concentration in all treatment groups. The highest increase of plasma iron concentration was detected on KP 1, which is 27.90% to KK 1 and 17.49% to KK 2."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65436
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Fauziati
"ABSTRAK
Pemanfaatan kedelai sebagai bahan pangan di Indonesia semakin meningkat karena rendahnya daya beli masyarakat terhadap protein hewani. Beragam produk olahan dari kedelai seperti tempe, kecap, tahu dan susu kedelai banyak digemari masyarakat. Akan tetapi rendahnya kadar besi pada bahan pangan berbasis kedelai mendorong banyaknya terjadi kasus anemia. Sebagai prevelensi terhadap anemia perlu dilakukan fortifikasi pangan berbasis kedelai dengan fortifikan yang telah diketahui kemampuan bioavalibilitasnya terhadap manusia. Penelitian ini mempelajari efektivitas FeSO4 dan FeSO4 + Glisin untuk fortifikasi zat besi terhadap susu kedelai cair dan tempe. Fortifikasi disini dipengaruhi oleh keberadaan fitat sebagai inhibitor besi yang terdapat pada kedelai. Kadar Fe awal pada susu kedelai cair lebih tinggi dibanding tempe. Efektifitas FeSO4 lebih baik dibanding FeSO4 tanpa agen pengkhelat glisin dengan rasio mol fe: fitat adalah 2:1. Ikatan fe-fitat kuat terlihat dengan hasil pengukuran kadar Fe bebas semakin meningkat dengan berkurangnya fitat yang ditambahkan dan secara kualitatif dengan semakin jernihnya lapisan air pada variasi penambahan fitat.

ABSTRACT
Utilization of soybean as food in Indonesia has increased due to low purchasing power of animal protein. A variety of processed soy products like tempeh, soy sauce, tofu and soy milk. However, low levels of iron in soybean-based food ingredients encourage the many cases of anemia. As the prevalence of anemia needs to be done with soybean based food fortification which known fortification bioavability to humans. This research studied effectiveness of FeSO4 and FeSO4 + glysin as iron fortificant for soy milk and tempeh. Fortification here is influenced by the presence of phytate as an inhibitor of iron found in soybeans. Initial Fe content in soybean milk is higher than the tempeh. FeSO4 effectiveness better than FeSO4 without chelating agent mole ratio of glycine with fe: phytate is 2:1. Fe-phytic strong bond with the measurement results appear independent of Fe content increased with reduced phytate were added and qualitatively with the water layer on the variation of the addition of phytate. "
Universitas Indonesia, 2011
S690
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>