Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161577 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imma Hapsari Putri
"Pelacuran tergolong masalah sosial yang sudah lama terjadi. Di dunia pelacuran kita juga mengenal istilah Pekerja Seks Komersial (PSK). PSK yang terjaring oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kemudian dimasukkan kedalam panti rehabilitasi. Dalam masa rehabilitasi mereka diberikan berbagai kegiatan bertujuan agar tidak kembali menjadi PSK. Dalam hal ini ada proses pencarian makna hidup saat menjalani masa rehabilitasi. Makna hidup ini berkaitan dengan konsistensi akan pencapaian tujuan yang diinginkan, sehingga dapat dikatakan keinginan untuk hidup bermakna menjadikan motivasi utama bagi mereka untuk melakukan sesuatu yang positif.

Prostitution is considered as social problem that has occured for long time. The prostitution is also familiar with the term of Commercial Sex Workers (CSWs). CSW arrested by the municipal police are sent into rehabilitation centre. During the rehabilitation they obtain good knowladge in order not to go back into the prostitution world. In this case there is a process of finding the meaning of life while undergoing a period of rehabilitation. The meaning of life is related to the consistency of meeting the desired objectives. The desire to make life meaningful is primarily a motivation for them to do something positive.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyuningsih Rahmawati
"Banyak orang berpendapat bahwa profesi paling tua yang ada dalam masyarakat manusia adalah prostitusi atau pelacuran. Akan tetapi untuk mengungkapkan kapan pelacuran mulai ada dalam masyarakat tidak ada jawaban yang cukup jelas. Pada agama yang yang diakui secara resmi di Indonesia, pelacuran dianggap sebagai suatu penyimpangan tercela dan harus dihindari. Disamping faktor agama, pandangan negatif masyarakat terhadap pelacuran juga dipengaruhi oleh alasan-alasan praktis seperti masalah kesehatan dan kesejeahteraan rumah tangga. Melihat pertimbangan di atas, sudah sewajarnya jika pemerintah berusaha mengurangi, bahkan kalau mungkin melenyapkan pelacuran.
Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan mendirikan Panti Rehabilitasi untuk para wanita tuna susila. Di dalam panti, mereka menerima bimbingan, pembinaan dan penyuluhan agar dapat kembali ke masyarakat. Namun demikian apakah masyarakat juga akan menerima mereka yang ingin kembali? Pada kenyataannya, kesediaan masyarakat untuk menerima para wanita tuna susila yang ingin kembali inilah yang jarang ditemui. Karakteristik yang pernah dipilih oleh seseorang akan menjadi suatu pola yang dikenali secara khusus. Dan karakteristik sebagai wanita tuna susila akan menjadi suatu faktor yang kelak akan diperhitungkan orang dalam berinteraksi.
Dalam penelitian ini ingin diketahui apakah penolakan dari masyarakat dan pandangan negatif mereka dirasakan pula oleh para wanita tuna susila yang berada dalam pembinaan Panti Rehabilitasi Wanita Mulya Jaya (siswa PRW-MJ). Selain itu ingin diketahui pula seberapa besar intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila dan apakah persepsi mereka terhadap penolakan lingkungan sosial mempengaruhi intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Hal lain yang juga ingin diketahui melalui penelitian ini adalah, apakah ada perbedaan persepsi siswa PRW MJ terhadap aspek-aspek dalam penolakan lingkungan sosial (aspek keluarga, tetangga dan teman), serta manakah diantara ketiga aspek tersebut yang berpengaruh terhadap intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila sekeluarnya dari PRW-MJ.
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner yang terdiri dari dua bagian:
1. Kuesioner tentang persepsi siswa PRW-MJ mengenai penolakan lingkungan sosial.
2. Kuesioner tentang intensi siswa PRW-MJ untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.
Dari hasil penelitian ini (dengan 34 responden) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan pada l.o.s 0.05 antara persepsi terhadap penolakan lingkungan sosial dengan intensi siswa untuk berhenti menjadi wanita tuna susila sekeluarnya dari Panti Rehabilitasi Wanita Mulya Jaya. Semakin tinggi skor persepsi responden terhadap penolakan lingkungan sosial, maka intensinya untuk berhenti menjadi WTS akan semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan, bahwa siswa PRW-MJ memiliki skor persepsi yang rendah terpenolakan lingkungan sosial, hal ini berarti secara umum mereka tidak merasakan adanya penolakan dari lingkungan sosial terhadap diri mereka. Selanjutnya, penelitian terhadap intensi siswa PRW-MJ untuk berhenti dari pekerjaannya semula sebagai WTS menunjukkan adanya tingkat intensitas yang tinggi.
Dari ketiga aspek yang dipersepsi oleh responden, terlihat bahwa skor persepsi responden terhadap aspek keluarga dan tetangga relatif rendah, sedangkan skor pada aspek teman relatif tinggi. Hal ini berarti secara umum mereka tidak merasakan adanya penolakan baik dari keluarga maupun tetangga terhadap diri mereka. Akan tetapi mereka cenderung merasakan adanya penolakan dari teman. Jika ditilik dari pekerjaan mereka sebelumnya sebagai WTS, dimana untuk memperoleh keberhasilan terkadang mereka harus bersaing dengan teman, dapat dimaklumi bila hubungan mereka dengan teman tidak begitu hangat, dan hal ini tentu mempengaruhi persepsi mereka terhadap aspek teman.
Hasil lain menunjukkan, bahwa aspek persepsi terhadap keluarga merupakan aspek yang paling menentukan (signifikan pada 1.o.s 0.05) dalam hubungannya dengan intensi untuk berhenti menjadi Wanita Tuna Susila. Hal ini dapat dimengerti karena bila seseorang merasa ditolak oleh keluarganya, maka ia akan merasa tak berarti lagi, karena tak dapat dicari pengganti kehangatan seperti dalam keluarga. Tetapi sebaliknya bila keluarga dipersepsi responden tetap akan menerima kehadiran dirinya, tentulah keinginan responden untuk berhenti menjadi WTS akan semakin meningkat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebijakan sosial pemerintah daerah dalam menghapus perilaku asusila dengan menghapus lokalisasi pekerja seks komersial (PSK) ternyata tidak dapat mencapai tujuan yang di harapkan....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang S. Pudjono
"Keberadaan wilayah Resosialisasi Boker di Kelurahan Ciracas ini merupakan tempat pelacuran yang statusnya tidak mendapat ijin resmi dari pemerintah, walaupun demikian para pelacur yang bekerja di tempat tersebut resmi terdaftar oleh Suku Dinas Sosial Kanwil Jakarta Timur. Wilayah Resosialisasi Boker ini memiliki kekhasan tersendiri arena tempat ini menyatu dengan pemukiman masyarakat di kelurahan ini. Dengan kondisi yang demikian sangat memungkinkan warga di sekitar Wilayah Resosialisasi ini terpengaruh oleh kegiatan yang ada di tempat tersebut.
Sebagian besar warga di daerah ini menyatakan tidak senang dengan adanya tempat pelacuran di dekat tempat tinggal mereka, karena dikhawati.rkan anak-anak mereka terkena pengaruh buruk. tapi banyak yang menyatakan bahwa mereka merasa daerah ini cukup nyaman, dan menyatakan tidak ingin pindah dari tempat yang sekarang mereka huni karena pertimbangan dekat dengan tempat kerja mereka, juga mereka merasa banyak famili yang berdekatan dengan tempat tinggal mereka.
Disisi lain sebagian besar warga di daerah penelitian ini rasa dapat mengambil manfaatnya dengan adanya wilayah sosialisasi Boker di dekat tempat tinggal mereka, terutama yang nampak adalah dari segi ekonomi. Dengan adanya keramaian di daerah tersebut, mereka dapat membuka usaha berdagang, ngontrakan rumah, mengontrakan kamar, dan berbagai usaha lain yang merupakan sumber penghasilan sampingan maupun pengasilan utama mereka."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tjahjo Purnomo
Jakarta: Grafiti Pers, 1985
176.5 TJA d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Asep Syahrudin
"Dalam kehidupan masyarakat sebagai mahluk sosial, selalu dihadapkan pada berbagai masalah sosial. Pelacuran merupakan salah satu bentuk "usaha" informal yang menjadi pilihan pelacur dan germo dan pelacuran ini sering dikategorikan sebagai "penyakit masyarakat" yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya. Keberadaan Kompleks Pelacuran Saritem di Bandung sangat menarik untuk dikaji, mengingat bahwa lokasi pelacuran tersebut bukan merupakan lokalisasi resmi yang disediakan oleh Pemda setempat, tetapi dapat hidup dan bertahan sejak berdirinya pada tahun 1918 sampai saat ini.
Tujuan penulisan tesis adalah dapat mendeskripsikan gejala-gejala sosial dalam kehidupan Kompleks Pelacuran Saritem berikut makna dari gejala sosial tersebut sehingga terwujud suatu keteraturan sosial yang berlaku dan dipedomani oleh masyarakat setampat, serta dapat memahami tentang sebab dapat tetap hidup dan bertahannya kompleks tersebut, pola-pola hubungan sosial yang terjadi, dan corak pengayoman yang dilakukan oleh Polsekta Andir.
Teori dan konsep yang digunakan adalah "Hubungan Patron Klien" dari James Scott dan teori "pemberian" dari Marcel Mauss. Metode pendekatan yang digunakan adalah kualitatif, sedangkan untuk dapat memahami makna dari gejala sosial penulis menggunakan metode etnografi, dengan teknik pengumpulan data: pengamatan, wawancara terstruktur ataupun spontan, dalam rangkaian kegiatan pengamatan terlibat.
Hasil kajian adalah bahwa interaksi sosial di Kompleks Pelacuran Saritem terjadi melalui hubungan sosial antara warga masyarakat dengan para pelaku pelacuran, baik hubungan antar individu, antara individu dengan kelompok, maupun antar kelompok, terbentuk menjadi suatu sistem sosial yang terintegrasi menjadi suatu komuniti. Integrasi sosial merupakan alasan utama tetap hidup dan beroperasinya praktik pelacuran di lokasi tersebut. Faktor pendukung terintegrasinya warga masyarakat dengan pelaku pelacuran adalah karena adanya : Faktor seperasaan, sepenanggungan, saling memerlukan, saling menguntungkan, dan saling ketergantungan.
Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, masyarakat Saritem berpedoman kepada aturan-aturan yang terbentuk sebagai hasil interaksi sosial di antara mereka, yang dilakukan secara berulang-ulang dan telah menjadi kebiasaan yang selalu dilakukan dan ditaati. Keteraturan sosial di Kompleks Pelacuran Saritem tidak semata-mata terjadi karena adanya hubungan patron klien antara germo dan pelacur, tetapi juga karena adanya hubungan saling menguntungkan di antara warga masyarakat dengan para pelaku pelacuran, adanya hubungan yang bersifat kontrol sosial dari pemerintah daerah melalui pengurus RT dan RW, dan adanya pengayoman yang dilakukan oleh aparat keamanan, khususnya dari Polsekta Andir."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Sukawinaya
"Pelacuran pada hakekatnya adalah komersialisasi pelayanan seks yang pada umumnya dijajakan oleh perempuan untuk memenuhi kebutuhan biologis laki-laki dengan menerima imbalan materi berupa uang. Masalah pelacuran dicela dalam masyarakat karena tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Baik dari aspek moral dan sosial maupun dari aspek kesehatan dan hukum. Disisi lain nampaknya secara tersamar pemerintah seolah-olah mengakui keberadaan pelacuran. ini. Adanya komplek lokalisasi pelacuran dengan program rehabilitasi yang dibuat pemerintah. Ditengah sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan, pelacuran dianggap sebagai salah satu alternatif pemecahannya paling tidak bagi pelakunya. Apalagi pelacuran kalau dibekingi kekuasaan akan tumbuh subur dan dibisniskan. Dan pada kenyataanya pelacuran tetap saja berlangsung.
Demikian juga dengan usaha pelacuran di JI.Prapanca Raya No.4 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Usaha pelacuran ini dikelola dengan profesional dan kalau dibandingkan dengan lokasi pelacuran lainnya belum ada yang menyaingi. Pelanggan dan usaha pelacuran ini adalah kelas atas dengan harga jual jasa yang cukup tinggi. Sehingga timbul pertanyaan mengapa usaha pelacuran ini dapat tetap berlangsung ? Bagaimana pengelolaannya dan strategi apa yang diterapkan dalam mempertahankan usaha pelacuran yang dikelolanya.
Oleh karena itu dalam kajian ini dibahas pengelolaan usaha pelacuran dan strategi yang diterapkan dan hubungan patron klien yang terjadi. Dengan asumsi saya bahwa dengan membina hubungan baik kepada pejabat pemerintah dan aparat penegak hukum serta strategi-strategi yang diterapkan dan hubungan patron klien, organisasi usaha pelacuran di JI.Prapanca Raya No.4 Kebayoran Baru Jakarta Selatan dapat beroperasi sampai saat ini.
Adapun tujuan dari pengkajian ini adalah untuk menunjukkan mengenai strategi yang diterapkan oleh pimpinan organisasi dalam pengelolaan usaha pelacuran sehingga dapat bertahan sampai saat ini dan pola hubungan yang terjadi serta kegiatan yang dilakukan dalam memasarkan jasa pelacuran dan mengikat pelanggan. Dengan mengetahui hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada ilmu kepolisian untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang terjadi khususnya yang timbul dari kegiatan pelacuran. Serta memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Jakarta Selatan tentang manfaat dari pelacuran serta dapat membandingkan program rehabilitasi yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dimana tehnik pengumpulan data menggunakan pengamatan terlibat termasuk didalamnya adalah wawancara mendalaml berpedoman. Hasil penelitian yang saya dapatkan adalah untuk dapat menjalankan usaha pelacuran ini Hartono Setiawan menerapkan manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) dan Total Quality Service yang berorientasi pada mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan. Walaupun penerapannya tidak secara seutuhnya karena usahanya bersifat illegal. Disamping itu untuk mengamankan usahanya ia membina hubungan dengan aparat baik sipil maupun militer dan polisi. Sehingga secara tidak langsung terbangun hubungan patron dan klien. Dimana Hartono Setiawan membutuhkan perlindungan (sebagai klien) dari aparat untuk tidak dilakukannya penindakan terhadap usaha pelacuran ini. Jadi aparat (pejabat maupun mantan pejabat) menjadi pelindung (patron) dari mucikari/germo(Hartono Setiawan)."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T7940
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Suardana
"Salah satu lokasi pelacuran di Jakarta Utara adalah "Kalijodo" yang letaknya di RT 001, RT 003, RT 004, RT 005 dan RT 006 pada RW 05 Kelurahan Pejagalan Kecamatan Penjaringan yang merupakan pemukiman kumuh liar. Sebagai pemukiman kumuh, Kalijodo memiliki sejarah yang mewujudkan kondisi masyarakatnya saat ini. Lokasi pelacuran Kalijodo dimulai dengan kehadiran orang-orang Tionghoa untuk melakukan tradisi "Cungbeng" sejak 1950-an yang mengundang daya tarik untuk berkunjung dan sambil memancing ikan di Kali Banjir Kanal yang airnya bersih dan jernih sekaligus dimanfaatkan oleh orang-orang untuk mencari jodoh. Dalam perkembangannya dari tahun 1950-an sampai dengan tahun 1991-an, lokasi ini sudah berdiri rumah-rumah tempat tinggal dan rumah atau wisma bagi para Pelacur.
Sejak tahun 1992, dilakukan pengusuran oleh pihak pemerintah daerah, sehingga warga berpindah ke lokasi pelacuran Kalijodo yang terletak di sebelah Timur Kali Banjir kanal dengan nama Jalan kepanduan dua. Sebagai lokasi pelacuran di pemukiman kumuh liar Kalijodo RW 05 yang berada di 5 (lima) RT tersebut, berpenduduk 1.481 orang dari 317 Kepala Keluarga, sedangkan jumlah Pelacur terikat berjumlah 195 orang dan Pelacur bebas (Freelance) sekitar 250 orang.
Pelacuran sebagai salah satu masalah sosial, sering dipandang sebagai profesi yang haram karena dampaknya dapat menghancurkan kredibilitas sebuah rumah tangga, namun disisi lain harus diterima eksistensinya sesuai dengan tuntutan budaya masyarakat. Begitu halnya pelacuran Kalijodo dalam kenyataannya fungsional dalam sistem social masyarakat setempat yang warganya sangat tergantung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penelitian terhadap pelacuran Kalijodo, menggunakan teori Patron klien dari James Scoot, Keith R. Legg, Peter Blau dan teori Mikro Obyektif (teori 3 faktor) untuk mengetahui corak keteraturan sosial pada kehidupan masyarakat, sekaligus mendapatkan gambaran mengenai karakteristik Pelacur di lokasi tersebut. Untuk memahami makna yang ada dalam sesuatu gejala sosial, penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode etnografi untuk memahami gambaran kehidupan masyarakat melalui pengamatan terlibat dengan pengumpulan data mengunakan pengamatan, wawancara terstruktur dan spontan.
Hasil penelitian mengenai kehidupan Pelacur di pemukiman kumuh liar kalijodo menunjukkan adanya keteraturan sosial sebagai wujud dari hubungan sosial antara sesama Pelacur, dengan germo dan warga setempat yang didasari pada pola-pola hubungan Patron klien dengan jenis Patron; pemilik tanah, pemilik modal, Ketua RW dan Bapak Yus yang masing-masing berperan dalam kehidupan Pelacur di pemukiman kumuh liar Kalijodo."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakub Prajogo
"Lokasi pelacuran pada warung-warung di sepanjang Jalan Tegal Rotan Kecamatan Pondok Aran Kabupaten Tangerang, tepatnya berada di RT 01 dan 02 pada RW 01 Desa Pondok Jaya, merupakan salah satu dari beberapa lokasi pelacuran di pinggiran kota Jakarta. Kegiatan tersebut merupakan lokasi pelacuran yang timbul sebagai salah satu akibat minimya pendidikan dan kemampuan yang dimiliki para pelacur, disamping itu kegiatan mereka dimanfaatkan oleh para pemilik warung untuk menarik pengunjung guna membeli barang dagangannya di warungnya. Sehingga kehidupan para pelacur dan pedagang warung sangat ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Adapun para pelacur yang terdata sebanyak 70 orang selama penelitian, namun diperkirakan lebih dari jumlah tersebut karena terdapat para pelacur bebas yang keluar masuk lokasi tersebut yang juga tidak diketahui aparat RT setempat.
Sejak sekitar tahun 1982, lokasi pelacuran di Jalan Tegal Rotan bermula dari masyarakat setempat yang membuka warung makan dan minuman di sekitar tempat tinggalnya. Pertama kali yang membuka warung dengan mempekerjakan pelayan warung yang merupakan pelacur adalah Pak Rohim. Rohim adalah warga pendatang yang sebelumnya pernah tinggal dan berjualan di waning kopi di lokasi pelacuran di Desa Pondok Kacang Barat. Kemudian kegiatan tersebut diikuti pedagang warung lainnya seperti Bu Tasiyah, Pak Budi Pak Yanto. Kemudian sekarang bertambah dengan pedagang warung lainnya seperti Bu Siti Fatimah, Bu Nurayati, Pak Ton clan lainnya di sepanjang Jalan Tegal Rotan. Adapun pedagang waning yang terdata selama penelitian sebanyak 19 orang.
Pelacuran merupakan masalah sosial dalam masyarakat yang dianggap merupakan penyimpangan sosial, namun di sisi lain kegiatan pelacuran dianggap sebagai kegiatan yang dapat menghasilkan uang yang digunakan bagi kebutuhan hidupnya. Sehingga dalam linkungan pelacuran di Jalan Tegal Rotan dalam kenyataannya menjadi fungsional dalam sistem sosial masyarakat, dimana terdapat beberapa warga masyarakat memperoleh penghasilan dari adanya pelacuran di lingkungan tersebut, seperti diantaranya pemilik rumah kontrakan, tukang ojek dan pedagang warung.
Penelitian dan pembahasan dalam penuliian tesis ini terhadap pelacuran di lingkungan Jalan Tegal Ratan menggunakan Teori Patron Klien dari Keith R. Legg, Teori Penyimpangan dari Edwin Shuterland, Edwin Lemert, Robert K. Merton, Emile Durkheim dan Howard Becker, Teori Keteraturan Sosial dari Horton dan Hun, Teori Pengendalian Sosial dari Horton dan Teori Interaksionisme Simbolik dari Blumer. Agar memahami pemaknaan dari hubungan para pelaku tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode etnografi dengan metak loan pengamatan terlibat clan wawanc ara berpedoman.
Hasil penelitian mengenai kehidupan pelacur di lingkungan Jalan Tegal Rotan, menunjukan adanya hasil hubunganhubungan para pelaku pelacuran memiliki pemaknaan masingmasing yang menjadilcan keamanan bisnis pelacuran berjalan. Pemaknaan tersebut merupakan pemahaman dari para pelaku yang merupakan kebiasaan dalam lingkungan tersebut, bila dikaji merupakan hal-hal penyimpangan yang seharusnya diketahui oleh para penegak hukum untuk diantisipasi agar dapat menanggulangi masalah pelacuran yang merupakan sebagai masalah sosial dalam masyaralcat yang menyangkut masalah ekonomi pula."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Celvian Gumay
"Kompleks pelacuran "Gang Semen" yang berlokasi di Kampung Cibogo II RT. 02, RW. 3 Desa Cipayung Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor telah berdiri selama 43 tahun sejak tahun 1961. Berawal dari praktek pelacuran "terbukan di dalam mobil di sepanjang jalan raya Puncak oleh beberapa wanita dalam melayani sopir-sopir malam. Pada saat pariwisata di kawasan puncak sedang dikembangkan. Peluang ini dimanfaatkan oleh salah satu keluarga dengan membuka tempat pelacuran yang dikelola secara turun temurun yang kini dikenal dengan istilah kompleks pelacuran Gang Semen. Bisnis pelacuran ini mengalami perkembangan yang pesat sampai menjadi lahan bagi warga masyarakat sekitar dengan memanfaatkan keberadaan dan keramaian komplek pelacuran Gang Semen untuk bekerja atau berusaha.
Permasalahan yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian meliputi pola-pola hubungan antara pengeloia kompleks pelacuran dengan lingkungan sekitar, corak kehidupan pelacur dan germo, serta strategi germo dalam mengelola kompleks pelacuran Gang Semen, tindakan penertiban oleh Polsek Megamendung dan aturan hokum tentang pelacuran.
Tujuan penelitian ini yaitu mendiskripsikan strategi germo dalam mengelola kompleks pelacuran di Gang Semen, yang diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan rekomendasi kepada pemerintah Kabupaten Bogor serta instansi terkait Iainnya maupun memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu Kepolisian. Metode yang digunakan yaitu Etnografi, dimana dengan menggambarkan sesuatu apa adanya, dengan pendekatan kualitatif yaitu mempelajari dan menganalisis gejala serta pola hidup dan budaya obyek. Sedangkan penggalian data menggunakan tehknik pengamatan terlibat, wawancara dan kajian dokumen.
Hasil penelitian yang diperoleh, menggambarkan adanya hubungan Patron Klien antara germo dengan pelacur, hubungan kemitraan antara germo dengan pemilik kamar sews maupun Sekretaris Ungkluk (istilah di Gang Semen yang berarti mediator atau penghubung), hubungan yang sating menguntungkan dengan masyarakat, tokoh masyarakat, serta terbentuknya pola relasi tersamar dengan aparat pemerintahan atau keamanan. Karena hubungan yang selalu ditekankan pada atur timbal balik yang membentuk tatanan sosiat yang sating menjaga dan memelihara, sehingga bisnis pelacuran Gang Semen dapat terus bertahan serta berkembang."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>