Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riswahyuni Widhawati
"Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia, dan Indonesia menempati peringkat ke-3 di dunia.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan salah satu tanaman yang terbukti dapat digunakan pada infeksi saluran nafas ringan, namun perannya pada pengobatan TB masih perlu diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan peran penambahan ekstrak sambiloto pada pasien TB paru kasus baru yang mendapat terapi standar.
Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda (randomized double blind placebocontrolled clinical trial) terhadap 48 pasien TB paru kasus baru yang mendapat terapi standar Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pasien dibagi menjadi dua kelompok yang sama banyak, 24 pasien pada kelompok perlakuan mendapat ekstrak sambiloto 1x500mg perhari dan 24 pasien pada kelompok kontrol mendapat plasebo dan dinilai perbaikan klinis dan konversi sputum bakteri tahan asam (BTA) pada minggu ke 2, 4, 6 dan 8 serta pemeriksaan radiologis/foto thorak pada minggu 0 dan 8.
Evaluasi 8 minggu pertama, pemberian ekstrak sambiloto pada pasien TB paru kasus baru yang mendapat terapi standar memberikan kecenderungan konversi lebih cepat dibandingkan pemberian plasebo, walaupun tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik (rerata lama konversi sambiloto vs plasebo : 4,7 minggu vs 5,65 minggu; P = -0,026 (Uji P, Pearson Correlation ). Analisis subgrup konversi pada minggu ke-4 dan ke-6 memberikan hasil bermakna secara statistik (minggu ke 4 : plasebo : 43%; sambiloto 65%; minggu ke 6 : plasebo : 61%; sambiloto 70%). Didapatkan pula kecenderungan perbaikan gejala klinis dan perbaikan foto thorak dibandingkan plasebo walapun secara statistik tidak bermakna.
Sambiloto cukup menjanjikan sebagai terapi komplementer pada pengobatan TB bersama dengan OAT, namun masih membutuhkan studi lebih banyak lagi.

Tuberculosis (TB) is one of the major causes of morbidity and mortality in the world, and Indonesia ranks third in the world.
Andrographis paniculata is one of the traditional plants that are proven to be used in mild respiratory tract infections, but its role in TB treatment remains to be investigated. This research was conducted to prove the role of the suplementation of extract Andrographis paniculata in patients with new cases of pulmonary TB who received standard therapy.
This study is a randomized double-blind placebo-controlled clinical trial in 48 new cases of pulmonary TB patients who received standard therapy Anti Tuberculosis Agent, the patients were divided in two groups, in which group 1, 24 patients in the treatment group received the extract Andrographis paniculata 1x500mg per day and 24 patients in the control group received placebo and assessed clinical improvement and sputum smear conversion at weeks 0, 2, 4,6 and 8, and radiological examination / thoracic photo at weeks 0 and 8.
Evaluation of the fist 8 weeks, the extract Andrographis paniculata in patients with new cases of pulmonary TB who received standard therapy provides faster conversion trend when compared with placebo, although the difference was not found statistically significant (mean old Andrographis paniculata conversion vs. placebo: 4.7 weeks vs. 5.65 weeks, P = -0.026 (P test, Pearson correlation). In this study, statistically not significant, but it has meant to the clinical improvement. Conversion analysis subgroup at 4 and 6 week, provide statistically significant results (in 4 week : placebo: 43%; bitter 65%, in 6 week : placebo : 61%; bitter 70%).
Found also trend and the improvement of clinical symptom improvement compared to placebo thoracic photo even if it is not statistically significant. Andrographis paniculata enough promise as a complementary therapy in the treatment of TB along with OAT, but it still needs more study."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Hamzah
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuni Lestari
"[Pada penelitian ini, telah diuji pengaruh pemberian kombinasi ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dan spirulina (Arthrosphira platensis Gomont) terhadap persen parasitemia, persen survival, jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin serta persen apoptosis sel limpa pada mencit yang diinfeksi P. berghei. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap menggunakan 75 ekor mencit strain Swiss Webster. Kelompok uji terdiri dari kelompok AP, AP+ES, AP+PS, CMC dan DHP. Seluruh mencit diinfeksi Plasmodium berghei pada hari ke 0. Ekstrak bahan uji diberikan 3 hari sebelum diinfeksi (H-3) dan
setiap hari selama 28 hari setelah infeksi. Data parasitemia diambil pada hari ke-3,7,10,15,21 dan 28. Sedangkan data jumlah eritrosit dan kadar Hb diambil pada hari ke 3, 10 dan 21. Pengolahan data dilakukan dengan uji Anova satu arah yang dilanjutkan dengan uji post hoc. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi powder spirulina dan ekstrak sambiloto (AP+PS) memberikan hasil yang berbeda bermakna dalam menekan persen parasitemia (p=0,02), meningkatkan jumlah eritrosit (p=0,03) dan kadar hemoglobin (p=0,01) pada puncak infeksi, dibanding kelompok yang diberi sambiloto saja (AP). Pemberian ekstrak sambiloto dan atau tanpa spirulina dapat menurunkan persen apoptosis sel limpa secara bermakna (AP p= 0,001; AP+ES p= 0,000; AP+PS p= 0,000) dibanding dengan kelompok CMC pada puncak infeksi.;Effect of a combination of extracts of sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
and spirulina (Arthrosphira platensis Gomont) had been investigated decrease the number of parasitemia, increase erythrocytes count, level of hemoglobin and apoptosis of spleen cell in P. berghei infected mice. This study was conducted by employing a complete random design using 75 Swiss Webster mice. The test group consisted of groups of AP, AP + ES, AP + PS, DHP and CMC. All mice were infected with P. berghei on day 0. Material test given 3 days prior to infection (D-3) and for 28 consecutives days orally after infection. Data of parasitemia, taken on D3, 10,15, 21 and 28 while erythrocytes count, and level of hemoglobin taken on D3,10 and 21. Data processed by one way Anova test followed by post hoc test. Results showed that the combination of extract of
sambiloto and spirulina powder (AP + PS) was significant in suppressing the number of parasitemia (p = 0.02), increase of erythrocytes (p = 0.03) and level of hemoglobin (p = 0.01) in the peak of infection, compared with the group given only sambiloto (AP). Combination of sambiloto extract and or without spirulina had been significant in decrease apoptosis of spleen cell, (AP p= 0,001; AP+ES p= 0,000; AP+PS p= 0,000) compared with group of CMC, Effect of a combination of extracts of sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
and spirulina (Arthrosphira platensis Gomont) had been investigated decrease the
number of parasitemia, increase erythrocytes count, level of hemoglobin and
apoptosis of spleen cell in P. berghei infected mice. This study was conducted by
employing a complete random design using 75 Swiss Webster mice. The test
group consisted of groups of AP, AP + ES, AP + PS, DHP and CMC. All mice
were infected with P. berghei on day 0. Material test given 3 days prior to
infection (D-3) and for 28 consecutives days orally after infection. Data of
parasitemia, taken on D3, 10,15, 21 and 28 while erythrocytes count, and level of
hemoglobin taken on D3,10 and 21. Data processed by one way Anova test
followed by post hoc test. Results showed that the combination of extract of
sambiloto and spirulina powder (AP + PS) was significant in suppressing the
number of parasitemia (p = 0.02), increase of erythrocytes (p = 0.03) and level of
hemoglobin (p = 0.01) in the peak of infection, compared with the group given
only sambiloto (AP). Combination of sambiloto extract and or without spirulina
had been significant in decrease apoptosis of spleen cell, (AP p= 0,001; AP+ES
p= 0,000; AP+PS p= 0,000) compared with group of CMC]"
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
T44193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajrina Adistiabudi Khairani
"Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah diatas normal (hiperglikemia). Bahan alami yang mengandung zat hipoglikemik dapat menjadi alternatif pengobatan DM, salah satunya adalah daun sambiloto (Andrographis paniculata). Daun sambiloto mengandung senyawa andrografolid dan flavonoid yang memiliki aktivitas anti-diabetes. Metode penelitian diawali dengan preparasi simplisia yang dilanjutkan dengan fermentasi menggunakan Aspergillus niger dengan variasi suhu fermentasi 26°C, 30°C, 34°C, dan 37°C. Sampel kemudian diekstraksi sonikasi pada frekuensi 42 kHz dengan pelarut etanol 70%. Dari keempat variasi suhu fermentasi, yield terbaik didapatkan pada suhu fermentasi 37°C dengan yield sebesar 14,85%. Hasil ekstraksi digunakan pada uji antidiabetes dengan membandingkan sampel yang diberi enzim α-glukosidase dengan variasi konsentrasi ekstrak kasar 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 500 ppm, dan 5000 ppm dan dihitung absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Rata-rata nilai inhibisi terbaik ditunjukkan pada ekstrak dengan suhu fermentasi 37°C. Analisis komponen kimia dilakukan menggunakan GC-MS dan didapatkan komponen terbanyak yaitu asam karboksilat dan asam dekanoat. Jumlah kedua komponen tersebut lebih banyak pada ekstrak terfermentasi dibandingkan dengan ekstrak tidak terfermentasi.

Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease characterized by an increase in blood glucose levels above normal (hyperglycemia). Natural ingredients containing hypoglycemic substances can be an alternative treatment for DM, one of which is bitter leaf (Andrographis paniculata). Sambiloto leaves contain andrographolide and flavonoid compounds that have anti-diabetic activity. The research method began with simplicia preparation followed by fermentation using Aspergillus niger with variations in fermentation temperature of 26 ° C, 30 ° C, 34 ° C, and 37 ° C. The sample was then extracted with sonication at a frequency of 42 kHz with 70% ethanol solvent. Of the four fermentation temperature variations, the best yield is obtained at 37 ° C fermentation temperature with yields of 14.85%. Extraction results were used in antidiabetic tests by comparing samples given α-glucosidase enzymes with variations in crude extract concentrations of 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 500 ppm, and 5000 ppm and the absorbance was calculated using UV-Vis spectrophotometry. Crude extract with fermentation in 37 ° C showed the biggest mean inhibition effect. Chemical component analysis was carried out using GC-MS and obtained the most components, namely carboxylic acid and dexoic acid. The amount of the two components is more in the fermented extract compared to the unfermented extract.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Background: Use of Andrographis paniculata and Syzigium polyanthum have been sed widely, on the contrary the benefit and safety have not been scientifically proven. This study aimed to overviwe and analyze benefit and safety the extract of Andrographis paniculata and Syzigium polyanthum mixture to decrease blood glucose concentration. Methods: It was an experiment study among intervension and control group by a block random sampling with pre-post tesy design. Data were collected by questionnres and also data among interbension group, therapy of conventional antidiabetic of metformin in combination to the herbal extract of Andrographis paniculata and Syzigium polyanthum mixture (1:1) with among control group, of methformin. A total samples of 30 diabetes Melitus respondents were selected among males or females, aged 40-60 years with blood glucose concetration of 140-220 mg/dl, has no history of hypertension or has mild hypertension. the samples were deviced in 2 group composed of 15 person among intervsion and 15 person amon control groups, repectively. the interversion gruop was given metformin 500 mg once a day in the morning taken 15 minutesafter breakfest in combination to the extract of Andrographis paniculata and Syzigium polyanthum mixture (1:1) of 700 mg. The contrl group was given metformin 500 mg once a day in the morning taken 15 minutes after breakfast in combination to placebo. The duration of therapy was 4 weeks. Data were taken by anamnesa, physical diagnose, laboratory examination of fasting blood glucose and Oral Glucosa tolerance test (OGTT) in every week. Meanwhile for examination side effect on liver and run function test in every 2 (two) week. The data were analyzed descriptively and test. Results: Results showed that the intervention grop given metformin in combination to the extract of Andrographis paniculata and Syzigium polyanthum mixture (1:1) of 700 mg could significantly decrease fasting blood glucose but could not significantly decreaseOGTT in comprasion to control group given metformin with placebo. There were no side effects on liver and kidney function test in the theraphy of herbal extract of Andrographis paniculata and Syzigium polyanthum mixture in duration of 4 week. It concluded that the herbal of Andrographis paniculata and Syzigium polyanthum mixture is safe. "
BULHSR 15:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
"Masalah Penelitian
1. Apakah penggunaan kapsul Ekstrak Phylianthus Niruri L sebagai tambahan kepada obat anti TB standar untuk pengobatan TB paru (kasus baru) mampu mempercepat waktu konversi basil tahan asam, memperbaiki
keadaan klinis dan radioiogis '?
2. Apakah pemberian per-oral kapsul ekstrak Phyllanthus niruri L kepada
OAT standar mampu meningkatkan respon sistem imun penderita TB paru,
terutama komponen sistem imun yang erat hubungannya dengan proses
penyembuhan infeksi bakteri intraseluler ?
3. Bagaimana keamanan ekstrak Phyllanthus niruri L ini terhadap pasien TB
paru bila ditambahkan ke obat anti TB standar.
Tujuan Penelitian
1. Melihat kecepatan konversi sputum, perbaikan radiologis, indeks massa
tubuh, status klinis (demam, keringat malam, berat badan, batuk,
hemoptisis), hasil laboratorium (LED, hemoglobin) pada penderita TB paru
(kasus baru) sebelum pengobatan, serta 2 bulan dan 15 bulan sesudah
pemberian obat anti TB standar + EPN adjuvan.
2. Melihat pola respon imun seluler yang diwakili oleh IFN-y, TNF-on, dan IL-6
pasien TB paru, sebelum pengobatan, sesudah 2 bulan dan Sesudah 6
bulan pengobatan dengan obat standar anti TB + EPN.
3. Melihat angka kekambuhan / gagal terapi yang terjadi sampai 1 tahun
kemudian (sesudah 6 bulan selesai pengobatan).
Hipotesis Penelitian
1. Penambahan ekstrak Phyliantus niruri L pada OAT standar pasien TB paru
pasca primer (T BPPP) kasus baru akan menghasilkan konversi BTA lebih
cepat berbeda bermakna, keadaan klinis, laboratoris Iain dan radiologis Iebih
baik berbeda bermakna dibanding pemberian OAT standar + plasebo.
2. Penambahan ekstrak Phyllanthus niruri L pada OAT standar pasien TPPP
(kasus baru) akan menghasilkan peningkatan IFN-y disertai penurunan TNF-
on dan iL-6 yang berbeda bermakna dibanding pemberian OAT + plasebo.
3. Penambahan ekstrak Phyifanthus niruri L pada OAT standar pasien TBPPP
(kasus baru) tidak akan mengakibatkan efek samping berbeda bermakna
dibandingkan dengan pemberian OAT + plasebo.
Manfaat Penelitian
Manfaat klinis
1. Apabila penelitian ini berhasil sesuai dengan yang dihipotesiskan maka
penambahan ekstrak Phyinthus niruni L bisa dipertimbangkan sebagai
terapi tambahan untuk memperbaiki keberhasilan pengobatan minimal
mengurangi kemungkinan penularan oleh kasus-kasus drop-out yang sering
terjadi
2. Diketahui keamanan ekstrak Phyflanthus niruri L bila digabung dengan
obat anti TB pada pemakaian jangka panjang.
Manfaat metodologis
1. Penelitian ini adalah suatu uji klinik, tersamar ganda, plasebo-kontrol. Suatu
metode terbaik untuk menilai secara objektif manfaat dan kekurangan suatu
obat baru, sehingga hasilnya memiliki nilai kepercayaan yang cukup tinggi.
Bisa dikembangkan sebagai model penelitian uii klinis berbagai obat
tradisional Iainnya.
Manfaat ilmu pengetahuan
1. Memberi gambaran hubungan klainan lesi TB paru pasca primer tingkat
minimal dan moderately- advance dengan sitokin proinflamasi, yang
mungkin bisa menambah data untuk menerangkan berbagai hal kontroversi
pada patofisioIogi TBPPP.
2. Membuka jalan bagi pengembangan penelitian klinis imunomodulator Iain."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D619
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
"ABSTRAK
1. APakah penggunaan kapsul Ekstrak Phylianthus Niruri L sebagai tambahan kepada obat anti TB standar untuk pengobatan TB paru (kasus baru) mampu mempercepat waktu konversi basil tahan asam, memperbaiki
keadaan klinis dan radioiogis '?
2. Apakah pemberian per-oral kapsul ekstrak Phyllanthus niruri L kepada
OAT standar mampu meningkatkan respon sistem imun penderita TB paru,
terutama komponen sistem imun yang erat hubungannya dengan proses
penyembuhan infeksi bakteri intraseluler ?
3. Bagaimana keamanan ekstrak Phyllanthus niruri L ini terhadap pasien TB
paru bila ditambahkan ke obat anti TB standar.
Tujuan Penelitian
1. Melihat kecepatan konversi sputum, perbaikan radiologis, indeks massa
tubuh, status klinis (demam, keringat malam, berat badan, batuk,
hemoptisis), hasil laboratorium (LED, hemoglobin) pada penderita TB paru
(kasus baru) sebelum pengobatan, serta 2 bulan dan 15 bulan sesudah
pemberian obat anti TB standar + EPN adjuvan.
2. Melihat pola respon imun seluler yang diwakili oleh IFN-y, TNF-on, dan IL-6
pasien TB paru, sebelum pengobatan, sesudah 2 bulan dan Sesudah 6
bulan pengobatan dengan obat standar anti TB + EPN.
3. Melihat angka kekambuhan / gagal terapi yang terjadi sampai 1 tahun
kemudian (sesudah 6 bulan selesai pengobatan).
Hipotesis Penelitian
1. Penambahan ekstrak Phyliantus niruri L pada OAT standar pasien TB paru
pasca primer (T BPPP) kasus baru akan menghasilkan konversi BTA lebih
cepat berbeda bermakna, keadaan klinis, laboratoris Iain dan radiologis Iebih
baik berbeda bermakna dibanding pemberian OAT standar + plasebo.
2. Penambahan ekstrak Phyllanthus niruri L pada OAT standar pasien TPPP
(kasus baru) akan menghasilkan peningkatan IFN-y disertai penurunan TNF-
on dan iL-6 yang berbeda bermakna dibanding pemberian OAT + plasebo.
3. Penambahan ekstrak Phyifanthus niruri L pada OAT standar pasien TBPPP
(kasus baru) tidak akan mengakibatkan efek samping berbeda bermakna
dibandingkan dengan pemberian OAT + plasebo.
Manfaat Penelitian
Manfaat klinis
1. Apabila penelitian ini berhasil sesuai dengan yang dihipotesiskan maka
penambahan ekstrak Phyinthus niruni L bisa dipertimbangkan sebagai
terapi tambahan untuk memperbaiki keberhasilan pengobatan minimal
mengurangi kemungkinan penularan oleh kasus-kasus drop-out yang sering
terjadi
2. Diketahui keamanan ekstrak Phyflanthus niruri L bila digabung dengan
obat anti TB pada pemakaian jangka panjang.
Manfaat metodologis
1. Penelitian ini adalah suatu uji klinik, tersamar ganda, plasebo-kontrol. Suatu
metode terbaik untuk menilai secara objektif manfaat dan kekurangan suatu
obat baru, sehingga hasilnya memiliki nilai kepercayaan yang cukup tinggi.
Bisa dikembangkan sebagai model penelitian uii klinis berbagai obat
tradisional Iainnya.
Manfaat ilmu pengetahuan
1. Memberi gambaran hubungan klainan lesi TB paru pasca primer tingkat
minimal dan moderately- advance dengan sitokin proinflamasi, yang
mungkin bisa menambah data untuk menerangkan berbagai hal kontroversi
pada patofisioIogi TBPPP.
2. Membuka jalan bagi pengembangan penelitian klinis imunomodulator Iain."
2005
D749
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aliyah
"Latar Belakang: Infeksi tuberkulosis (TB) memiliki insidensi TB yang terus meningkat dengan angka kematian yang tinggi. Infeksi TB merupakan hasil interaksi antara faktor kuman, imunitas pejamu, dan lingkungan. Imunitas pejamu dipengaruhi oleh komponen nutrisi, antara lain: vitamin D. Vitamin D dapat meningkatkan respon terapi antituberkulosis pada makrofag. Vitamin D yang rendah berhubungan dengan polimorfisme VDR pada penderita TB. Belum terdapat data terkait gambaran kadar vitamin D pada penderita tuberkulosis kasus baru.
Tujuan: Mengetahui gambaran konversi sputum BTA dan kadar Vitamin D pada penderita tuberkulosis kasus baru.
Metode: Penelitian ini bersifat multisenter. Subjek penelitian adalah penderita TB paru kasus baru yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Follow-up dilakukan selama 2 bulan. Dalam periode 7 bulan (Oktober 2014- April 2015) dari 109 subjek: 88 subjek dapat diikuti hingga akhir penelitian, 20 orang subjek putus obat, dan 1 orang meninggal dunia.
Hasil: Pada penelitian ini dari 88 subyek, subyek yang mengalami konversi sputum sebanyak 55 orang (62,5%), yang tidak mengalami konversi sputum sebanyak 33 orang (37,5%). Hasil pengukuran kadar vitamin D pada subyek didapatkan 15 orang (17%) normal, 29 orang (33%) insufisensi, dan 44 orang (50%) defisensi. Dari masing-masing kelompok yang mengalami konversi sputum, 9 orang (16,4%) pada kelompok vitamin D normal, 16 orang (29,1%) kelompok insufisiensi, dan 30 orang (54,5%) dari kelompok defisiensi. Dengan kata lain masing-masing kelompok yang tidak mengalami konversi adalah: kelompok normal 6 orang (18,2%), kelompok insufisiensi 13 orang (39,4%) dan kelompok defisiensi 14 orang (42,4%).
Kesimpulan: Populasi defisiensi vitamin D memiliki jumlah subyek terbanyak baik yang mengalami konversi sputum atau yang tidak mengalami konversi sputum. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang berperan dalam infeksi TB, diantaranya polimorfisme VDR. Interaksi ini terutama akan terjdi pada pasien dengan kadar vitamin D yang rendah. Penelitian lebih lanjut mengenai polimorfisme VDR berkaitan dengan penyakit TB perlu untuk dilakukan. "
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Sekarindah
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Penyakit tuberkulosis paru masih merupakan masalah di negara berkembang termasuk Indonesia. Tuberkulosis menduduki urutan ke 2 sebagai penyebab kematian menurut hasil survey nasional 1992. Dari kepustakaan diketahui bahwa pada penderita tuberkulosis didapati kelainan imunitas seluler, sehingga untuk penyembuhan penyakit tuberkulosis diperlukan pengaktifan sistem imun testa imunitas seluler. Vitamin A sudah lama dikenal sebagai imunomodulator. Dari penelitian terdahulu pemberian retinoid dapat meningkatkan respon imun seluler antara lain kenaikan sel T penolong dan T penolong/supresor. Pada penelitian ini diharapkan pemberian vitamin A sejumlah 2x 200000IU pada penderita TB paru dengan OAT dapat meningkatkan imunitas seluler. Tujuan penelitian ini adalah menilai pengaruh pemberian vitamin A pada penderita tuberkulosis paru yang sedang mendapat OAT terhadap jumlah limfosit total, limfosit T total, sub populasi limfosit T, kadar retinol plasma, dan keadaan klink penderita. Vitamin A 200.000 IU diberikan pada awal penelitian dan setelah 4 minggu. Penelitan dilakukan secara uji klinik tersamar ganda pada 40 penderita TB paru. Penderita dibagi dalam 2 kelompok masing-masing 20 orang yang diberi vitamin A dan placebo. Pada akhir penelitian yaitu setelah 8 minggu, ada 5 orang drop out.
Hasil dan kesimpulan : Dari 40 orang peserta penelitian 10% kadar retinol plasma rendah (<20pg/dl), 30%normal, rendah(20-30pg/d.l), 60% normal. Pada pemeriksaan imunitas seluler 53,85% ada gangguan dan 46,15% normal. Nilai rata rata hitung (X) retinal plasma kelompok placebo dan perlakuan sebelum pemberian vit. .A/placebo berturut-turut adalah 30,24 ± 7,51 µg/dl dan 30,82 ±7,31 µg/dl. Setelah pemberian adalah 36,85 ± 9,74 µg/dl dan 38,02 ± 8,29 µg/dl. Pada uji t berpasangan dari kelompok perbkkan kenaikannya bermakna (p

ABSTRACT
Scope and Method of Study : Pulmonary tuberculosis is still a major health problem in the developing countries including Indonesia. Tuberculosis is number 2 as cause of death (National Survey's data, 1992). According to literature study tuberculosis patients are suffering from an immune defect. To recover from the disease the immune response especially the cellular immune response needs to be activated, because mycobacterium TB are living intracellular. Vitamin A is known as an immunomodulator. From earlier research it is known that retinoid could enhance cellular immune response, ie. increasing T helper cells and the ratio Thelperffsupresor. The hypothesis is that supplementation of vitamin A 2x2000001U to pulmonary TB patients could increase the cellular immunity. The aim of this study was to asses the vitamin A supplementation on the immune?s profile of pulmonary TB patient who are on oral anti tuberculosis treatment. Plasma retinot, nutrients intake, BMI, clinical findings were examined. Vitamin A 200.000M was given twice, in the beginning of the study and after 4 weeks. The design of the study was a randomized double blind clinical trial. Forty patients were selected and divided into 2 groups, a placebo and treatment (vitamin A) group. At the end of the study (after the 8th week), 5 patients dropped out.
Findings and Conclusions : Among 40 patients 10% showed plasma ret noK20 p g/dl), 30% normal low (20-30pgldl) and 60% normal. (03011g041). The cellular immunity was 53,85% abnormal and 46,15% normal The means (X) of plasma retinol of the placebo and study group before supplementation were 30.24 ± 7,51 µg/dl and 30.82 ± 7.31µg/dl respectively; after supplementation 36.85±9.74µg/dl and 38.02 ± 8.29µgldl respectively. Statistical analysis using paired t test showed that the study group was increasing s' 0,05), however there was no Significant difference between the 2 groups. The mean (X) of total lymphocyte before supplementation of the placebo and study group were 22.61 ± 6.51% and 22.63 ± 8,62%; after supplementation 38.09 ± 19.91% and 35.20 + 10.71%. Both were increasing significant; however there was no significant difference between the 2 groups. The T lymphocyte, T helper and ratio Thelper CT supresor were decreasing. T helper more in the placebo group 5.75% 2.29% but there was no significant difference. This study concluded that although vitamin A supplementation 2 X 200.000 IU could increase the plasma retinol but could not yet improve the immune response and clinical status significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetty Fariaty
"ABSTRAK
Latar belakang: Tuberkulosis TB menempati peringkat kedua penyebab kematian akibat infeksi setelah human immunodeficiency virus HIV di dunia. Tanpa pengobatan, angka kematian TB tinggi. Selama pengobatan TB, dapat terjadi hepatitis imbas obat HIO . Kejadian ini dapat menyebabkan pasien mendapat perubahan paduan obat antituberkulosis OAT . Perubahan paduan obat mungkin akan berakibat pada angka konversi.Metode: Lima puluh dari 72 sampel dengan TB paru bakteriologis kasus baru dengan HIO yang tercatat di dalam rekam medik diambil datanya secara retrospektif. Data usia, jenis kelamin, status gizi, hasil pemeriksaan batang tahan asam BTA , waktu timbulnya HIO, faktor komorbid HIV dan DM , riwayat merokok, alkohol, OAT yang dihentikan, jenis OAT yang digunakan saat HIO dan parameter hematologi dicatat untuk kemudian dianalisis.Hasil penelitian: Angka konversi TB paru kasus baru yang mendapat perubahan paduan OAT akibat HIO adalah 70 . Kami dapatkan 26 pasien dengan usia > 50 tahun, 60 status gizi kurang dan 26 dengan DM. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, status gizi, komorbid DM dan HIV serta jenis OAT yang digunakan saat HIO terhadap terjadinya konversi namun didapatkan responden HIO dengan status gizi kurang sebesar 60 mengalami konversi yang rendah 67 . Obat anti tuberkulosis yang digunakan saat HIO terbanyak adalah kombinasi RHES 76 dengan angka konversi 65,7 .Kesimpulan: Angka konversi TB paru kasus baru yang mendapat perubahan paduan OAT akibat HIO adalah 70 . Pasien TB paru dengan usia tua, status gizi kurang dan DM perlu mendapat pemantauan selama pengobatan. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar serta diikuti secara prospektif untuk mendapatkan data yang lebih detail sehingga faktor lain yang berpengaruh terhadap angka konversi dapat diketahui.

ABSTRACT
Background Tuberculosis TB ranks as the second leading cause of death from an infectious disease worldwide after the human immunodeficiency virus HIV . Without treatment, the mortality rates of TB are high. Drug induced hepatotoxicity can occure during TB treatment which is leading to non standard antituberculosis drugs use. Modification of therapy might influence the conversion rate.Method Data collected from medical records retrospectively, 50 0f 72 samples with newly diagnosed pulmonary tuberculosis and drug induced hepatitis who received modified regimen included in this study. Age, gender, nutritional status, sputum smear, time to occurance of hepatotoxicity, comorbid, smoking history, antituberculosis drug used after hepatotoxicity and hematology parameter are written for analysed.Results Conversion rate in newly diagnosed pulmonary TB patients with drug induced hepatitis who received modified regimen was 70 . We found 32 patients with age 50 years old, 60 poor nutritional status and 26 with DM. No significant assosiation found between age, gender, nutritional status, comorbid DM, HIV and antituberculosis drug used after hepatotoxicity to conversion. Subjects with poor nutritional status are 60 with less sputum conversion 67 . Combination of RHES were more frequence used of antituberculosis drugs 76 with conversion rate 65,7 .Conclution Conversion rate in newly diagnosed pulmonary TB patients with drug induced hepatitis who received modified regimen was 70 . Pulmonary tuberculosis patients with older age, poor nutritional status and DM need evaluation during treatment. Further research with large samples and prospective design are needed for getting more information and find other factors that influence sputum conversion."
2016
T55586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>