Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atik Arimurti
"Ketombe (Pityriasis capitis) adalah pengelupasan korneosit lebih cepat dan berlebihan di kulit kepala, tampak sebagai serpihan kecil berwarna putih.6 Penyebab adalah jamur Malassezia sp, aktivitas kelenjar sebasea, dan kerentanan individu. Cara menanggulangan dengan menurunkan produksi sebum dan jumlah jamur penyebab.5-6 Sampo yang mengandung zinc pyrithione (ZPT) dan selenium sulfida (SeS2) berperan untuk membersihkan kulit kepala, menghambat pembelahan korneosit, menurunkan sebum dan membunuh jamur penyebabnya. Penelitian bertujuan untuk uji efikasi sampo selenium sulfida 1% dan sampo zinc pyrithione 1% terhadap Malassezia globosa secara in vitro.
Metode eksperimental. Jenis sampo SeS2 1%, sampo ZPT 1%, dan sampo kombinasi SeS2 1% + ZPT 1 %, dan Basis sampo dengan pengenceran 2X, 4X, dan 6X dengan waktu kontak 3 menit dan 5 menit selain itu akuades steril digunakan sebagai kontrol. Jamur yang diuji adalah Malassezia globosa (CBS 7966 ATCC 96807) dengan konsentrasi 3-5 x 104 sel/ml. Medium inokulasi adalah sabouraud dextrose agar (SDA ) + minyak zaitun 2%. Biakan diinkubasi pada suhu kamar, selama 5 hari dan dihitung jumlah koloni jamur M. globosa yang tumbuh. Data dianalisis dengan uji Anova (p<0,05) dan uji Fisher?s LSD (p<0,05).
Hasil penelitian uji efikasi sampo SeS2 1%, ZPT 1% dan kombinasi SeS2 1% + ZPT 1% menunjukkan jumlah koloni M. globosa yang lebih rendah dibanding jumlah koloni M. globosa yang dikontakkan dengan basis sampo maupun akuades steril. Secara statistik hasil ini menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (P= 0,000). Pada sampo SeS2 1%, sampo ZPT 1% dan sampo kombinasi SeS2 1% + ZPT 1% dengan pengenceran 2X, 4X, dan 6X jumlah koloni yang tumbuh tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna, hasil yang sama diperoleh pada waktu kontak yaitu 3 menit dan 5 menit yaitu tidak menunjukkan perbedaan bermakna.
Secara in vitro sampo SeS2 1%, ZPT 1% dan kombinasi SeS2 1% + ZPT 1% mempunyai daya hambat yang sangat kuat terhadap M. globosa baik pada pengenceran 2X, 4X, dan 6X maupun pada waktu kontak 3 menit dan 5 menit.

Dandruff (Pityriasis capitis) is the excessive flaking of the scalp epithel, appear as white flakes. Malassezia sp has been known as a causatif agent of dandruff. 5 One of the method to treat dandruff is reduce the production of sebum, and the number of fungi.5-6 Shampoo containing zinc pyrithion (ZPT) and selenium sulfide (SeS2) is known as an anti-dandruff shampoo. Despite the widely usage of this shampoo, its effectivenes against the fungi In Vitro has not been known. The aim of this study is determine the efficacy of shampoo containing selenium sulfide and zinc pyrithion against Malassezia globosa In Vitro.
The method of this study was experimental. Three types of shampoo were tested (Shampoo containing 1% SeS2, shampoo containing 1% ZPT, shampoo containing combination of 1% SeS2 and 1% ZPT), Basic shampoo with three dilution level (two times, four times and six times) and two level of contact time (3 minutes and 5 minutes), and sterile distilled water were used as control. The sample was Malassezia globosa (CBS 7966 ATCC 96807) with a concentration of 3-5 x 104 cells/ml. We used sabouraud dextrose agar (SDA) and 2% olive oil as a medium. Inoculated cultures were incubated at room temperature and observed for 5 days. Than the number of M. globosa colonies were counted. Data were analyzed using ANOVA test (p <0.05) and Fisher's LSD test (p <0.05).
The results showed that the number of colonies of M. globosa that have been contacted with the shampoo containing 1% SeS2, the shampoo containing 1% Zinc Pyrithion and the shampoo containing combination of 1% SeS2 and 1% ZPT have a strong inhibitory to M. globosa than control. This result showed statistically significant (P = 0.000). There is no significant within the shampoo containing SeS2 1%, the shampoo containing 1% ZPT and the shampoo containing combination of 1% SeS2 and 1% ZPT in all level of dilution. The contact time also did not show any statistical significant.
Conclusion: Shampoo containing 1% SeS2, shampoo containing 1% ZPT, and shampoo containing combination of both have strong inhibition to M. globosa In Vitro in all dilution level and contact time."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriadi
"Ruang lingkup: Pekerja yang mendapatkan pajanan antara lain panas dan lembab tinggi, misalnya pada pekerja usaha makanan seafood kaki lima merupakan kelompok yang mudah terinfeksi tinea kruris. Kebiasaan pekerja tidur bersama-sama, kebersihan diri yang kurang, pendidikan rendah, serta beberapa variabel lain juga diduga merupakan faktor risiko terhadap tinea kruris. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi serta faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian tinea kruris. Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 87 orang yang merupakan populasi terjangkau. Data diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan sediaan langsung KOH untuk memastikan diagnosis tinea kruris. Juga dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian : Didapatkan prevalensi tinea kruris pada pekerja usaha makanan seafood kaki lima di Kecamatan Taman Sari sebesar 33,3%. Faktor-faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, pendidikan rendah, kebersihan diri, kontak erat dengan penderita tinea kruris, serta status gizi tidak terbukti rnerupakan faktor risiko untuk terjadinya tinea kruris pada pekerja usaha makanan seafood kaki lima. Ditemukan faktor risiko yang cenderung memiliki hubungan yang cukup kuat dengan tinea kruris, yaitu kebersihan diri (p= 0,052; OR= 7,30; 95% CI= 0,90-158,4). Kesimpulan dan Saran : Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi tinea kruris pada pekerja usaha makanan seafood kaki lima di Kecamatan Taman Sari ternyata tinggi dibandingkan dengan prevalensi pada komunitas pekerja lainnya. Karena kelemahan metode pada penelitian ini, panas dan lembab belum dapat dibuktikan berpengaruh terhadap kejadian tinea kruris. Kebersihan diri mempunyai kecenderungan hubungan yang kuat dengan tinea kruris. Penelitian selanjutnya untuk mengetahui pengaruh panas dan lembab terhadap tinea kruris, diperlukan pengelompokan populasi yang jelas berada pada dua tempat yang iklim kerjanya berbeda, atau dengan menggunakan analisis tugas (job analysis) pada 2 kelompok populasi yang iklim kerjanya tidak berbeda. Untuk mengetahui apakah kebersihan diri merupakan faktor risiko terhadap tinea kruris, diperlukan jumlah sampel yang seimbang untuk 2 kelompok yang diteliti. Penelitian hendaknya menggunakan kasus-kontrol sebagai desain penelitian."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Khaista Khairunnisa
"Resin adalah metabolit sekunder dari mekanisme metabolisme tanaman. Malassezia globosa adalah jamur yang umum muncul di kulit tetapi dapat menjadi infeksi oportunistik jika terbentuk dalam jumlah yang tidak wajar. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aktivitas antijamur resin Belitung. Resin yang digunakan adalah resin Mampat yang didapatkan dari pohon Jangkar Asam dan resin Betor Padi yang didapatkan dari pohon Tanjung Pandan. Ekstraksi resin dilakukan dengan metode maserasi menggunakan 70% etanol selama 8 jam. Ekstrak resin kemudian dikaji dengan cara LC-MS/MS dan di uji antijamur terhadap Malassezia globosa menggunakan metode mikrodilusi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat 9 senyawa terindentifikasi untuk kedua resin, dengan Hederagenin dan DAPG sebagai senyawa pada resin Mampat yang mempunyai fungsi antijamur dan Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin sebagai senyawa pada resin Betor Padi yang mempunyai fungsi antijamur. Uji antijamur menunjukkan bahwa resin Mampat tidak mempunyai aktivitas antijamur yang cukup kuat dibandingkan ketokonazol sebagai kontrol positif, sedangkan absorbansi pada resin Betor Padi lebih kecil daripada ketokonazol, menunjukkan bahwa resin Betor Padi mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur Malassezia globosa.

Resin is a secondary metabolite produced by plants from its metabolism mechanism. Malassezia globosa is a fungal that usually formed in skin but can be opportunistic pathogen in extensive amount. This research was conducted to explore the antifungal activity of resin obtained from Belitung. The resin used are Mampat resin from Jangkar Asam tree and Betor Padi resin from Tanjung Pandan tree. Resin is extracted by maceration using 70% ethanol for 8 hours. The resin extract then identified by LC-MS/MS and tested for its antifungal activity against Malassezia globosa using the broth-microdilution method. The result has found that there are 9 compounds identified for both Mampat and Betor Padi resin with Hederagenin and DAPG is the antifungal property in Mampat resin and Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin are the antifungal property in Betor Padi resin. The antifungal test shown that Mampat resin does not have an ideal antifungal activity compared to ketoconazole as the positive control, contrary to Betor Padi resin that appeared to have lower absorbance than the ketoconazole, meaning that Betor Padi resin has the potential to interfere the growth of Malassezia globosa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana
"Latar belakang: Pitiriasis versikolor (PV) merupakan infeksi jamur superfisial kronik dengan prevalensi tinggi. Belum ada data yang membandingkan sampo SeS2 1,8% dengan ketokonazol 2% pada terapi PV. Tujuan: Mengetahui efikasi mikologis, keamanan, kekambuhan, dan efikasi biaya antara sampo selenium sulfida 1,8% dibandingkan dengan ketokonazol 2% pada PV. Metode: Uji klinis acak tersamar ganda terhadap pasien PV bulan September hingga Desember 2018, dengan terapi sampo SeS2 1,8% atau ketokonazol 2% sesuai dengan alokasi random. Dilakukan pemeriksaan fisik, uji provokasi skuama, lampu Wood, dan kalium hidroksida. Efikasi mikologis dianalisis dengan intention to treat dan kekambuhan dengan analisis per-protokol. Efikasi biaya dengan menghitung Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Hasil: Efikasi mikologis lebih tinggi pada ketokonazol 2%, yaitu sebesar 94% vs 86%, tetapi tidak berbeda secara statistik (RR=2,3(95%IK0,6-8,5), p=0,182). Efek samping pada ketokonazol 2% lebih tinggi, yaitu 22% vs 8%. SeS2 1,8% lebih murah 14.880 rupiah, dengan risiko KOH masih positif sebesar 8% lebih tinggi dibanding ketokonazol 2%. Kekambuhan sebulan didapatkan lebih besar pada SeS2 1,8%, yaitu sebesar 8% vs 14%. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efikasi mikologis, efek samping, dan kekambuhan sebulan, antara SeS2 1,8% dengan ketokonazol 2%. Penggunaan SeS2 1,8% pada terapi PV lebih murah dengan risiko gagal terapi lebih tinggi dibandingkan ketokonazol 2%.

Background: Pityriasis versicolor (PV) is a chronic superficial fungal infection which highly prevalent. There is no data comparing SeS2 1.8% with 2% ketoconazole shampoo in the treatment of PV. Objective: To assess the mycological efficacy, safety, relaps, and cost-efficacy of SeS2 1.8% and ketoconazole 2% shampoo for the treatment of PV. Methods: A double blind randomized controled trial was performed in patients with PV during September-December 2018, based on block randomization. Physical examinations, scale provocation test, Woods lamp and potassium hydroxide examination were conducted. Intention to treat analysis was performed to evaluated mycological efficacy and per-protocol analysis to evaluated relaps. Cost-efficacy was analyzed by calculating the Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Result: The mycological efficacy, side effect and relaps were higher in the ketoconazole group; 94% vs 86% (RR=2.3(95%CI 0.6-8.5), p= 0.182), 22% versus 8%, and 14% versus 8%. We found lesser cost for SeS2 1.8% of about 14.880 rupiah with risk of persistent positive KOH smear is 8% higher than ketoconazole. Conclusion: There were no significant differences of mycological efficacy, side effect, and relaps, between both arms. The cost-efficacy revealed a lesser cost for SeS2 1.8% with higher risk of persistent positive KOH as compared to ketoconazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risyad Abiyyu
"Latar belakang: Pitiriasis versikolor (PV) atau panau adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur Malassezia spp. Pitiriasis versikolor bersifat komensal di negara tropis dan merupakan dermatomikosis kedua terbanyak di Indonesia. Perhimpuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia merekomendasikan antijamur golongan azol sebagai regimen utama pengobatan PV. Tujuan penelitian ini antara lain untuk menilai perbedaan sensitivitas Malassezia spp. terhadap antijamur ketokonazol dan mikonazol secara in vitro.
Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain cross-sectional dilakukan menggunakan data rekam medis Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI pada periode 2013-2018. Didapatkan 173 subjek yang bahan klinisnya teridentifikasi Malassezia spp. dibiakkan dalam medium agar dan dilakukan uji sensitivitas terhadap ketokonazol dan mikonazol menggunakan metode difusi cakram. Perbedaan sensitivitas diuji signifikasinya menggunakan uji chi square.
Hasil: Seluruh 173 sampel (100%) yang diuji sensitif ketokonazol, sedangkan pada mikonazol didapatkan 171 sampel (98.8%) sensitif dan 2 sampel (1.2%) resisten. Berdasarkan uji statistik didapatkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0.05) antara sensitivitas Malassezia spp. terhadap ketokonazol dan mikonazol.
Simpulan: Sensitivitas Malassezia spp. tidak terdapat perbedaan sensitivitas Malassezia spp. terhadap ketokonazol dan mikonazol.

Introduction: Pityriasis versicolor (PV) is a fungal skin infection caused by Malassezia spp.. PV is the second most common dermatomycoses (fungal skin infection) in Indonesia. Indonesian Society of Dermatology and Venereology recommend azoles as the main regiment for the treatment of PV. The main purpose of this study is to determine the difference of in vitro sensitivity between ketoconazole and miconazole to Malassezia spp..
Methods: An observational analytical study with cross-sectional design was conducted using medical records of patients of Mycology Laboratorium of the Department of Parasitology, Faculty of Medicine University of Indonesia between 2013-2018 period. The study used 173 subjects whose clinical materials were identified with Malassezia spp.. Then, the materials were grown using agar medium and susceptibility test was conducted using disk diffusion method. The difference of sensitivities between the two drugs was tested with chi-square test to determine the significance.
Results: All the 173 samples (100%) were sensitive to ketoconazole. However, we found 2 samples (1.2%) that were resistant to miconazole, with the remaining samples being sensitive (98.8%). The chi-square test showed that there was no significant difference (p>0.05) between the sensitivity of the two drugs to the Malassezia spp.
Conclusion: There is no significant difference of sensitivity between ketoconazole and miconazole to Malassezia spp..
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Noerhandayani N.
"Ekstrak licorice dikenal sebagai bahan aktif pemutih kulit yang bekerja dengan menghambat enzim tirosinase daiam proses pembentukan melanin. Penelitlan in! bertujuan untuk mengetahui efektifitas kerja losio 2 (pemutih) yang mengandung ekstrak licorice 0.005 % dan TiCb 1 % dengan losio 1 (plasebo) yang mengandung TiOz 1 % terhadap penurunan indeks melanin, peningkatan kecerahan kulit dan peningkatan kandungan air kulit, dan juga untuk mengetahui respon pada penggunaannya pada sukarelawan usia 18-25. Metode yang digunakan adalah dengan mengadakan pengamatan dan perbandingan setiap 2 minggu terhadap indeks melanin, kecerahan kulit, kandungan air kulit, dan respon dari sukarelawan yang menggunakan losio 1 dan 2. Penelitian dilakukan selama 12 minggu dan 4 minggu pemantauan setelah tidak menggunakan losio. Sukarelawan yang digunakan adalah mahasiswa berusia 18-25 tahun. Pengamatan selama 12 minggu menunjukkan bahwa hasil optimal losio dalam menurunkan indeks melanin yaitu losio 1 pada minggu ke-10 dan losio 2 pada minggu ke-12; hasil optimal losio dalam meningkatkan kecerahan kulit pada losio 1 dan 2 adalah pada minggu ke-4; dan hasil optimal dalam meningkatkan kandungan air kulit optimal losio 1 dan 2 pada minggu ke-12. Hasil uji statistik dengan uji t menunjukkan bahwa tidak ada pert>edaan bermakna antara losio 1 dan 2 dalam ketiga efek tesebut. Hasil uji Kai Kuadrat menggunakan kuesioner didapatkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara losio 1 dan 2 terhadap respon sukarelawan.

Licx>rice extract is known as a whitening agent that inhibits Tyrosinase enzyme in melanin formation process. The aim of this research Is to determine the effiectiveness of lotion 2 (whitening) which consists licorice extract 0,005 % and TiOz 1 % with lotion 1 (placebo) which consists 1TO21 % by observing the decreasing of melanin index, increasing the skin lightness, and increasing the water concentration, and also to determine the respond of the volunteers' application. The method used was observation every two weeks included melanin index, skin lightness, skin water concentration, and respond of volunteers using lotion 1 and 2. The research had t>een done during 12 weeks of application and 4 weeks addition after stop using the tested lotion. The volunteers were the college student aged 18-25 years. A twelve weeks research showed that lotion 1 decreasing the melanin index optimally in week tenth and lotion '2 in week twelfth; lx>th lotion 1 and 2 increasing the skin lightness optimally in week fourth; and tx>th lotion 1 and 2 increasing the water (foncentration in week twelfth. The statistic t^t result using student t-test showed that there was no significant difference t)etw^n lotion 1 and 2 in those three effects. The sfotistic test result using chi square test showed that there was no significant difforence t)etween lotion 1 and 2 in volunteers' respond test by questioner given.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2004
S70488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regita Aulia Rosalina
"Infeksi virus dengue (DENV) masih menjadi masalah kesehatan global di dunia termasuk Indonesia. Menurut data CDC, diseluruh dunia terdapat sekitar 400 juta kasus DENV dengan 40.000 jiwa setiap tahunnya. Keparahan infeksi DENV berkaitan dengan jumlah viral load yang tinggi dan badai sitokin yang disebabkan oleh inflamasi berlebih. Sampai saat ini tidak ada antivirus spesifik digunakan untuk DENV, sementara itu penggunaan obat anti inflamasi untuk DENV terbatas hanya untuk pasien dengan gejala klinis berat. Favipiravir dan Kina Sulfat telah dilaporkan sebagai drug repurposing yang dapat menghambat replikasi DENV, namun apakah kedua obat ini memiliki aktivitas anti-inflamasi yang disebabkan oleh infeksi DENV belum dikaji lebih lanjut. Aktivitas antivirus favipiravir dan kina sulfat dianalisis melalui nilai IC50 dan CC50 terhadap DENV serotipe-1 (DENV-1) pada sel Vero. Ekspresi relatif sitokin TNF-a, IL-6, IL-10 dan faktor transkripsi NFkB dianalisis dari PBMC donor sehat yang diinfeksikan DENV-1 dengan pemberian Favipiravir atau Kina Sulfat. Hasil penelitian menunjukkan IC50 dan CC50 untuk Favipiravir sebesar 2,72 ug/mL dan 156,78 ug/mL dengan nilai SI 58, sementara IC50 dan CC50 Kina Sulfat sebesar 14,97 ug/mL dan 85,2 ug/mL dengan nilai SI 5,69. Favipiravir dan Kina Sulfat mampu menurunkan ekspresi IL-6 dan IL-10, namun menginduksi ekspresi TNF-a dan faktor transkripsi NFkB pada dua skema uji infeksi DENV-1 dengan atau tanpa antibodi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Favipirafir memiliki aktivitas antivirus dengue yang lebih baik dibandingkan Kina Sulfat sementara peranan Favipiravir dan Kina Sulfat sebagai anti-inflamasi infeksi DENV masih memerlukan studi lebih lanjut.

Dengue virus (DENV) infection is still a global health problem in the world, including Indonesia. According to CDC data, worldwide there are around 400 million DENV cases with 40,000 deaths each year. The severity of DENV infection is related to the high viral load and cytokine storm caused by excessive inflammation. Until now there is no specific antiviral used for DENV, meanwhile the use of anti-inflammatory drugs for DENV is limited to patients with severe clinical symptoms. Favipiravir and Quinine Sulfate have been reported as repurposing drugs that can inhibit DENV replication, but whether these two drugs have anti-inflammatory activity caused by DENV infection has not been studied further. The antiviral activity of Favipiravir and Quinine Sulfate was analyzed through IC50 and CC50 values against DENV serotype-1 (DENV-1) on Vero cells. The relative expression of cytokines TNF-a, IL-6, IL-10 and the transcription factor NFkB was analyzed from PBMCs of healthy donors infected with DENV-1 with the addition of Favipiravir or Quinine Sulfate. The results showed that the IC50 and CC50 for Favipiravir were 2,72 ug/mL and 156,78 ug/mL with an SI value of 58, while the IC50 and CC50 of Quinine Sulfate were 14,97 ug/mL and 85,2 ug/mL with an SI value 5,69. Favipiravir and Quinine Sulfate were able to reduce the expression of IL-6 and IL-10, but induced the expression of TNF-a and the transcription factor NFkB in two DENV-1 infection test schemes with or without ADE. From this study it can be concluded that Favipiravir has better dengue antiviral activity than Quinine Sulfate, while the role of Favipiravir and Quinine Sulfate as an anti-inflammatory for DENV infections still requires further study. From this study, it can be concluded that Favipiravir has better dengue antiviral activity than Quinine Sulfate while the role of Favipiravir and Quinine Sulfate as anti-inflammatory of DENV infection still requires further study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Kusumaningrum
"Naftokuinon dan turunannya dilaporkan mempunyai aktivitas multipotensi. Hasil skrining aktivitas sitotoksik 5 senyawa turunan naftokuinon terhadap sel kanker payudara MCF7 dan sel kanker hati HEPG2, menunjukkan bahwa senyawa 1,4 naftokuinon (N) dan senyawa 2-hidroksi-1,4-naftokuinon(2HN) mempunyai aktivitas sitotoksik yang kuat. Sebagai upaya optimisasi aktivitas sitotoksik selektif terhadap kedua senyawa tersebut dilakukan rancangan modifikasi strukturnya sehingga diperoleh 30 senyawa turunan. Senyawa turunan tersebut selanjutnya dilakukan skrining secara virtual terhadap reseptor target Polo like kinase 1 (Plk-1) dengan perangkat lunak Molegro Virtual Docker. PLk-1 adalah target potensial generasi terbaru dalam terapi kanker, proteinnya terekspresikan secra bermakna dalam beberapa jenis kanker. Hasil skrining virtual menunjukan bahwa senyawa hasil rancangan mempunyai afinitas pengikatan lebih tinggi dibandingkan senyawa induk, ligan acuan benzolaktam serta doxorubicin. Senyawa yang mempunyai nilai afinitas lebih baik dari senyawa induk dan nilai clogp<5 disintesis. Hasil modifikasi senyawa N diperoleh 3 senyawa yaitu senyawa 4-oksim-naftalen-1-on (NO-1); senyawa 4-((benzoiloksi)imino)naftalen-1(4h)-on (NO-2) dan senyawa (E)-4-(asetoxiimino) naftalen-1(4H)-on (NO-6). Sedangkan modifikasi senyawa 2HN diperoleh 4 senyawa yaitu 1,4-diokso-1,4-dihidronaftalen-2il-benzoat (2HN-13), 1,4-diokso-1,4-dihidronaftalen-2-il 4- metilbenzoat (2HN-14); 1,4-diokso-1,4-dihidronaftalen-2il-3-metilbenzoat (2HN-15), dan 1,4-diokso1,4-dihidro-naftalen-2-il 2-metilbenzoat (2HN-16). Struktur senyawa hasil modifikasi dikonfirmasi dengan FTIR, LCMS, 1H-NMR dan 13C-NMR serta aktivitas sitotoksik selektif terhadap sel kanker payudara MCF7, sel kanker hati HEPG2 dan sel normal CHO menggunakan metode MTT. Senyawa yang paling poten dilakukan analisis siklus sel dengan flowcytometry. Hasil penelitian menunjukkan senyawa N, NO-1, NO-2 dan NO-6 mampu menginhibisi proliferasi sel kanker payudara MCF7 dengan masing-masing nilai IC50 20,63 μM, 11,23; 48,18 μM.μM dan 3,24 μM. Senyawa NO-1 dan NO-6 mempunyai aktivitas sitotoksik selektif terhadap sel kanker MCF7 dan tidak selektif sitotoksik terhadap sel kanker hati HepG2. Mekanisme penghambatan proliferasi sel kanker MCF7 oleh senyawa NO-1 dan NO-2 diduga kuat melalui penghambatan plk-1 yang selanjutnya menginduksi apoptosis dan menekan mitosis sel. Hasil analisa HKSA menunjukkan bahwa efek hidrofobik khususnya log p senyawa turunan 1,4 naftokuinon menunjang aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF7, namun tidak demikian terhadap sel kanker hati HEPG2. Sedangkan efek sterik dan elektronik tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Naphthoquinone and its derivatives have been reported to have multipotent activity. Results from cytotoxic screening against breast carcinoma cell line (MCF7) and hepatocarcinoma cell line (HepG2) showed that 1.4-naphthoquinone and 2-hydroxy-1.4-naphthoquinone compounds had the highest cytotoxic activity. In this study, the selective cytotoxic activity was optimized, 30-naphthoquinone derivatives from 1,4-naphthoquinone and 2-hydroxy-1,4-naphthoquinone were designed and virtually screened using Molegro Virtual Docker software. Those compounds were adhered to targeted receptor, which is Polo-like kinase 1 (Plk-1). Plk 1 is one of the potential targets for cancer therapy because it is expressed on several types of cancer cells. Result of the study demonstrated that naphthoquinone derivatives had more potent bonding activity compared to ligand references, i.e. benzolactam and doxorubicin. Modification of 1.4-naftokuinon to oxyme structure had been performed and resulted in NO-1 (4-oxime-naphtalene-1-on), NO-6 ((E)-4-(acetoxyimino) naphtalen-1(4H)-on) and NO-2 (4-((benzoyloxy)imino)naftalen-1(4h)-on). Furthermore, 2-hydroxy-1,4-naphtho- quinone had been modified and the synthesized compounds were 1,4-dioxo-1,4-dihydronaphtalen-2yl-benzoate (2HN-13), 1,4-dioxo-1,4-dihydronaphthalen-2-yl 4-methylbenzoate (2HN-14) 1,4-dioxo-1,4-dihydronaphtalen-2yl-3-metilbenzoate (2HN-15), and 1,4-dioxo-1,4-dihydronaphthalen-2-yl 2-methylbenzoate (2HN-16). Modified compounds had been confirmed using FTIR, LCMS, 1H-NMR and 13C-NMR. MTT assay was performed to study the selective cytotoxic activity. Flow cytometry was also being used to observe the cell cycles of cell after treated with the potent compounds. In this present study, it was observed that the compound N, NO-1, NO 2 and NO-6 inhibited the proliferation of MCF7 breast carcinoma cell line with IC50 20.63 μM, 11.23.μM, 48.18 μM and 3.24 μM respectively. NO-1 and NO-6 had selective cytotoxic activity against breast carcinoma cell line, MCF7 and had no selective cytotoxic activity against hepatocarcinoma cell line, HepG2. Mechanism of proliferation inhibited breast carcinoma cell line (MCF7) of NO-1 and NO-6 compounds were estimated by Plk-1 inhibition which further induced apoptotic and suppressed mitotic. QSAR analysis presented the hydrophobic effect of oxyme derivatives, particularly log p, played a role to breast carcinoma cell line (MCF7) on cytotoxic effect, but not to hepatocarcinoma cell line (HEPG2). However, the steric and electronic effects did not significantly contribute to the activity."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2069
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Nofi Yani
"Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri namun belum diketahui aktivitasnya terhadap Propionibacterium acnes sebagai salah satu bakteri yang berperan dalam patogenesis jerawat. Dalam penelitian ini ekstrak daun binahong mengandung asam ursolat 1,28% kemudian diuji secara in vitro terhadap Propionibacterium acnes sehingga didapatkan konsentrasi bunuh minimum sebesar 0,05%. Emulgel yang dibuat dari ekstrak daun binahong dalam penelitian ini memiliki stabilitas fisik yang baik selama 12 minggu dan jumlah kumulatif asam ursolat yang terpenetrasi dari sediaan ini dengan sel difusi franz yaitu pada formula 1 adalah 38,60 μgcm-2 dan emulgel formula 2 yaitu 107,37 μgcm-2. Sediaan emulgel ekstrak daun binahong didapatkan zona hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes dari sediaan emulgel lebih besar dibandingkan klindamisin fosfat 1,2% yaitu pada formula 1 sebesar 19,67 mm dan formula 2 sebesar 20,67 mm sedangkan klindamisin fosfat 1,2% memiliki zona hambat yaitu 16,33 mm.

Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) leaves have been known to have antibacterial activity but it is not known activity against Propionibacterium acnes as one of the bacteria that play a role in the pathogenesis of acne. In this study, binahong leaves extract containing 1,28% Ursolic acid and then in vitro testing of binahong leaves extract against Propionibacterium acnes have a minimum bactericidal concentration is 0,05%. Emulgel made from binahong leaves extract in this study had good physical stability for 12 weeks and the cumulative amount Ursolic acid which penetrated from emulgel by Franz diffusion cell that is in formula 1 is 38, 60 μgcm-2 and emulgel formula 2 is 107,37 μgcm-2. Inhibition zone of emulgel is greater than clindamycin phosphate 1,2% against Propionibacterium acnes , which is in formula 1 is 19,67 mm and formula 2 is 20,67 mm while clindamycin phosphate 1,2% have a inhibition zone is 16,33 mm.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T45920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Khoiriah
"Sistem penghantaran obat transdermal adalah suatu sistem yang menghantarkan obat melalui kulit dengan tujuan mencapai sirkulasi sistemik. Sediaan transdermal membutuhkan eksipien yang dapat mengontrol pelepasan obat. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan eksipien CL6-Ko-A-XG 1:2 sebagai matriks hidrogel transdermal bagi obat natrium diklofenak dan mengevaluasi sediaan hidrogel dengan melakukan uji penetrasi secara in vitro dan in vivo. Uji penetrasi in vitro dilakukan dengan melewatkan obat pada membran kulit tikus menggunakan alat sel difusi franz. Analisis kadar obat dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis. Sementara uji penetrasi in vivo dilakukan dengan mengaplikasikan hidrogel pada kulit abdomen tikus jantan galur Sprague-Dawley dengan berat ± 200 gram. Analisis kadar obat dalam darah dilakukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Berdasarkan hasil uji penetrasi in vitro selama 12 jam didapatkan nilai fluks pada kondisi tunak yaitu 867,42 ± 101,27 μg.cm-2.jam-1 dan jumlah kumulatif natrium diklofenak terpenetrasi yaitu 10437,7 ± 1390,1 μg.cm-2 . Sementara hasil uji in vivo menunjukkan bahwa nilai area di bawah kurva (AUC) yaitu 6,20 ± 2,90 μg.ml-1.jam-1 dengan waktu rata-rata tinggal obat atau mean residence time (MRT) sebesar 4,82 jam ± 1,81. Berdasarkan hasil tersebut, eksipien CL6-Ko-A-XG 1:2 berpotensi digunakan sebagai matriks hidrogel untuk penghantaran obat secara transdermal.

Transdermal drug delivery system is a system that delivers drug through the skin to systemic circulation. The transdermal forumaltions need an excipient that control drug release. The purpose of this study was to utilize CL6-Co-A-XG 1: 2 excipients as a matrix for transdermal hydrogel containing diclofenac sodium and evaluate in vitro and in vivo drug penetration. In vitro penetration test was performed by passing the drug on rat skin membrane using a Franz diffusion cell and drug concentration was measured by using a UV-Vis spectrophotometer. Furthermore, in vivo penetration was performed by applying the hydrogel on abdominal skin of male Sprague-Dawley rats. In vivo plasma concentration of drug was determined by using high performance liquid chromatography. The results of in vitro penetration study showed that the flux value was 867.43 ± 101.27 μg.cm-2.hours- 1 during 12 hours and the cumulative amount of penetrated diclofenac sodium was 10437.7 ± 1390.1 μg.cm-2. Moreover, the in vivo penetration study showed that the area under curve (AUC) was 6.20 ± 2.90 μg.ml- 1.hour-1 and the mean residence time (MRT) was 4.82 ± 1.81 hour. According to the results, CL6-Co-A-XG excipient 1:2 could be potentially used as a hydrogel matrix for transdermal drug delivery."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>