Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151839 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ananthia Ayu Devitasari
"Penelitian dengan judul “Peran Partai Politik dalam Pengisian Jabatan Menteri Pada Sistem Presidensial Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945” ini dilatarbelakangi oleh penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistem Presidensial dimana Presiden memegang kekuasaansebagai Kepala Pemerintahan dan juga sebagai Kepala Negara(single chief executive).Presiden memiliki kekuasaan dan hak dalam rangka penyelenggaraan pemerintahannya. Pemilihan menteri dan pembentukan kabinet merupakan hak prerogatif dari presiden. Namun hak tersebut walaupun nyata telah dilindungi oleh konstitusi UUD 1945, dalam pemilihan, pembentukan dan perombakan kabinet tidak lepas oleh peranan partai politik. Partai politik merupakan pilar penting dalam negara demokrasi modern. Namun peran partai harus sesuai dengan konstitusi dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran yang menyeluruh mengenai mekanisme pengisian jabatan menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia, peran partai politik dalam masalah pengisian jabatan Menteri serta bagaimanaupaya pembatasan peran partai politik dalam pengisian jabatan menteri. Penelitian ini juga melakukan perbandingan dengan tiga negara lain yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Brazil. Penelitian ini menggunakan metodepenelitian yuridis normatif dan komparatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder ini didapatkan melalui penelitian studi pustaka dan dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi menteri di Kabinet pemerintahan Yudhoyono-Kalla dan Yudhoyono-Boediono didominasi oleh menteri yang didukung oleh partai politik terlepas mereka profesional atau berasal dari kader partai. Peran partai politik sangat besar dalam pemilihan, pembentukan dan perombakan kabinet. Hal ini bertentangan dengan pasal 17 UUD 1945 yang mengatur hak prerogatif presiden untuk memilih dan mengangkat menteri untuk menjalankan pemerintahan. Penelitian ini juga membandingkan peran partai politik terhadap pengisian jabatan menteri di negara lain yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Brazil. Penulis kemudian menjabarkan ide-ide dan gagasan upaya pembatasan terhadap peran partai politik terhadap pengisian jabatan menteri demi terwujudnya sistem presidensial yang efektif dan sesuai dengan konstitusi. Upaya membatasi peran partai dapat dilakukan dengan cara pelembagaan koalisi, penguatan lembaga kepresidenan melalui Undang-Undang Lembaga Kepresidenan dan Pengaturan internal institusi kepresidenan, Larangan Rangkap Jabatan, dan sistem perekrutan menteri dengan merit system.

Research by title “The Role of Political Parties in Minister Appointee in Indonesia Presidential System After Amendment 1945 Constitution” is motivated by President as the Head of Government and Head of State (single chief executive) has the power and rights in furtherance of the administration. Minister appointee and Cabinet formation are the prerogative rights of the president. However, despite the prerogative right protected by the 1945 Constitution, in the selection, establishment and reshuffle of the cabinet can not be separated by the role of political parties. Focus of this research is to describe and analyze the mechanism of the Minister appointee based on the constitution and legislation, role of the political parties in minister appointee during the administration of President Yudhoyono-Kalla and the administration of Yudhoyono-Boediono. This research also analyze the delimitation of political role in minister appointee and how the comparison of political role and delimitation in minister appointee on other countries. This research used normative juridical methods with comparative approach. Type of data used is secondary data. The secondary data obtained through library research and analyzed descriptively. The research result shows that The minister composition on cabinet at Yudhoyono-Kalla and Yudhoyono-Boediono administration dominated by minister thatsupportedfrom political parties regardless of their professional or derived from party cadres. Political party role enormous in the selection, establishment and cabinet reshuffle. These political role contrast with the article 17 UUD 1945 that govern the president's prerogative to select and appoint ministers to run the administration.The study also compared the political parties role for minister appointee in other countries, namely the United States, Britain, and Brazil. Then The author described the ideas and thoughts of delimitation political parties role in minister appointee in order to create the effective presidential system based on the constitution. The delimitation can be done by institutionalizing the coalition, performing strong presidentialism trough presidential act and internal presidential reform, the prohibition of double occupation, and minister recruitment system based on merit system.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fajar Perkasa
"Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis, pendekatan historis, dan pendekatan komparatif. Kewenangan pemberian grasi oleh Presiden yang terdapat dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 merugikan korban, termasuk keluarga korban dan masyarakat, karena korban sebagai pihak yang paling dirugikan tidak memiliki peran apapun dalam pengambilan keputusan pemberian grasi. Konsep pemberian pengampunan yang tidak mengabaikan hak korban kejahatan adalah konsep pemberian pengampunan yang sesuai dengan hukum Islam dan hukum adat. Berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945, Syariat Islam wajib diberlakukan terhadap orang Islam. Kewenangan pemberian grasi oleh Presiden bertentangan dengan konsep pemaafan terhadap tindak pidana hudud, qishash dan diyat dalam Syariat Islam, tetapi tidak bertentangan dengan konsep pemaafan terhadap tindak pidana ta'zir. Kewenangan tersebut juga tidak sesuai dengan konsep negara republik yang berintikan demokrasi sebagai lawan dari kediktatoran, serta sistem pemerintahan presidensiil yang memberikan kewenangan kepada kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan yang memungkinkan terjadinya campur tangan kekuasaan eksekutif terhadap putusan hakim yang bertentangan dengan teori pemisahan kekuasaan. Tujuan negara hukum, pembentukan konstitusi, dan pemisahan kekuasaan diantaranya mencegah perbuatan sewenang-wenang penguasa dan menjamin hak-hak rakyat. Kewenangan pemberian grasi oleh Presiden selain membuka peluang terjadinya kesewenang-wenangan, juga melanggar hak asasi manusia, diantaranya hak korban, termasuk keluarga korban dan masyarakat. Hak memperoleh keadilan dan hak beragama menekankan bahwa konsep pemberian pengampunan harus memperhatikan korban dan pelaku kejahatan secara seimbang. Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 dan UU tentang Grasi harus disesuaikan agar tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 dan Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terdapat dua alternatif konsep dalam merumuskan dan/atau mengubah peraturan perundang-undangan terkait dengan grasi yakni konsep unifikasi hukum dan konsep pemisahan hukum. Pemberian pengampunan terkait dengan tindak pidana hudud dan qishash tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam bagi orang Islam, dan hukum adat bagi orang non-Islam. Terkait dengan tindak pidana ta'zir, kewenangan pemberian pengampunan sebaiknya diberikan kepada hakim agar sesuai dengan tujuan negara hukum, pembentukan konstitusi, dan pemisahan kekuasaan.

This research using normative law research with juridical approach, historical approach, and comparative approach. The authority of pardon granted by President regulated in Article 14 paragraph (1) Constitution 1945 is giving great loss to the victim, including their family and to the society, since the victim as the most suffering side has no role in the process of pardon. Pardon concept where the rights of victim were not neglected is appropriate with Islamic law and Adat law. According to President Decree July 5th, 1959, Preambule of Constitution 1945, and Article 29 paragraph (1) and (2) of Constitution 1945, Islamic syariah shall applicated to all muslim. The authority of pardon granted by President is contradicted with the concept of pardon as in Hudud criminal act, Qishash, and Diyat in Syariah, but not contrary to Ta?zir criminal act. Those authority also not suitable with the Republic State concept with democracy as the core as the opponent of dictatorship, and Presidential government system which giving the authority to the head of state as well as to the head of government which make the executive power participate in judicial verdict which make it contrary to the theory of power separation. The aim of law state, formation of constitution, and separation of power are made to restrain arbitrariness of the ruler and ensure the rights of people. The authority of pardon granted by President, besides open the opportunity for arbitrariness also contravene with human rights, some of them are victim rights, including their family and society. Right to obtain justice and Right in religion emphasize the concept of pardon must giving equal position to the victim and the perpetrator as well. Article 14 paragraph (1) Constitution 1945 and Pardon Act shall be adjusted to make sure it will not contradicted with Preambule of Conitution 1945 and the concept of Negara Kesatuan Republik Indonesia. There are two alternative concepts for the formulation and/or regulation amendment of pardon, they are unification and separation of law concepts. Pardon related to Hudud criminal act and Qishash should not be contradicted with Islamic law for muslim, and Adat law for non-muslim. While related to Ta'zir criminal act, the authority of pardon shoud be given to judges to ensure the aim of law state, formation of constitution, and separation of power"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noval Arrafiq
"Pemilihan Presiden Prancis pada masa Republik Lima sudah berlangsung sebanyak sepuluh kali (Ministère de l'Intérieur, 2017). Emmanuel Macron dengan En Marche! memperkenalkan ideologi politik tengahnya dan secara mengejutkan berhasil memenangkan pemilihan Presiden Prancis 2017 putaran pertama. Padahal, beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan ada perbedaan antara ideologi dan kampanye yang dilakukan Macron. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan ideologi yang tercermin dalam program kerja yang disusun Emmanuel Macron dan mengetahui pengaruh program kerja tersebut terhadap kemenangannya. Sumber data yang digunakan adalah kumpulan program kerja dari Emmanuel Macron yang dipublikasikan oleh Le Monde (2017) dengan beberapa data tambahan dari hasil survei yang dilakukan oleh CISE dan Sciences Po Grenoble. Untuk menjawab masalah tersebut maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dari Marcus B. Weaver-Hightower (2019) dan dibantu dengan teori analisis wacana kritis dari Norman Fairclough (2013) serta konsep ideologi politik dari D. Parenteau (2008). Temuan dari penelitian ini adalah program kerja dari Emmanuel Macron memiliki kecenderungan mirip dengan ideologi kiri. Program kerja tersebut nyatanya hanya bertujuan untuk membantu kemenangan Macron di pemilihan Presiden Prancis 2017 tapi tidak bertujuan untuk memperjelas definisi dirinya sebagai sosok centriste.

French Presidential elections during the Fifth Republic have been held ten times (Ministère de l'Intérieur, 2017). Emmanuel Macron with En Marche! introduced his centrist political ideology and surprisingly managed to win the first round of the 2017 French Presidential election. However, previous studies have shown that gap between Macron's ideology and campaign are reflected. Therefore, this study aims to find the ideology that is reflected in the workplan compiled by Emmanuel Macron and to determine its effect on his victory. The data source used is a collection of workplans from Emmanuel Macron published by Le Monde (2017) with some additional data from the results of a survey conducted by CISE and Sciences Po Grenoble. To answer this problem, this study uses a qualitative research method from Marcus B. Weaver-Hightower (2019) and is assisted by the theory of critical discourse analysis from Norman Fairclough (2013) and the concept of political ideology from D. Parenteau (2008). The finding of this study is that Emmanuel Macron's workplan has a tendency similar to leftist ideology. The workplan in fact only aims to help Macron win in the 2017 French Presidential election but does not aim to clarify his definition of a centriste figure."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Rajin
"Penelitian tentang ?Peranan Partai Politik Terhadap Integrasi Nasional yang mengambil studi kasus Partai Amanat Nasional? ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan peranan parpol dalam mengintegrasikan aspirasi masyarakat didalam menjaga kohesifitas bangsa Indonesia; Mengkaji peranan PAN dalam meningkatkan aspek integrasi nasional.
Penelitian memakai metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan permasalahan secara asosiatif kepada Partai Amanat Nasional dimana sumber data berasal dari sumber primer yang berjumlah 15 orang yakni Para pendiri PAN dan tokohtokoh senior PAN,Pengurus DPP PAN, dan sumber sekunder. Penelitian dilakukan dengan menggunakan indikator ideologi, pola rekrutmen, pola pengorganisasian, sebaran dukungan, kebijakan dari partai - terutama yang terkait dengan integrasi nasional.
Adapun teori atau pendapat para ahli yang digunakan untuk melakukan penelitian berkisar seputar teori peranan, partai politik, integrasi nasional, dan ketahanan nasional, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Partai Amanat Nasional melaksanakan peran integrasi nasional melalui fungsinya sebagai sarana komunikasi, sosialisasi, rekrutmen politik, dan pengatur konflik serta tetap menjadi sarana artikulasi dan mengaggregasi kepentingan. Namun peranan parpol terhadap integrasi nasional mengalami penurunan kualitas karena perluasan partisipasi masyarakat tidak berbanding lurus dengan kemampuan sumberdaya parpol, termasuk lembaga-lembaga negara lainnya; Kedua, PAN memiliki peran penting bagi terwujudnya integrasi nasional. Partai Amanat Nasional sebagai partai terbuka dapat menunjang penguatan aspek integrasi nasional Indonesia sebagai bangsa majemuk. Ketiga, Euforia politik selama reformasi menjadikan negara pada posisi tidak stabil akibat ledakan partisipasi rakyat yang tidak mampu dikelola oleh institusi politik yang ada. Hal demikian disadari oleh partai - partai politik , karena itu ia melalui kadernya di badan legislatif mulai membuat regulasi jumlah partai melalui pemilu agar bisa menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi ketahanan nasional bersendikan demokrasi. Artinya, parpol sadar akan pentingnya sistem multi partai terbatas (proporsional) dalam rangka konsolidasi demokrasi sehingga tercipta kohesi sosial dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Terkait dengan temuan penelitian ini, peneliti merekomendasikan agar peranan partai politik terhadap integrasi nasional bisa lebih maksimal, maka setiap parpol perlu segera berbenah diri dengan meningkatkan sumber daya yang dimiliki sehingga dapat mengelola partisipasi masyarakat dan mampu melembagakan konflik atau kepentingan yang saling bersaing. Oleh sebab itu, partai politik juga perlu mengetahui lingkup serta intensitas perbedaan agama dan etnis, kesenjangan antara kelompok tradisional dan kelompok modern, kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan, termasuk ideologi - ideologi yang saling bersaing. Karena semua itu harus diagregasi dan diartikulasikan oleh partai politik yang eksis dalam pentas politik nasional. Apalagi jumlah partai politik selama transisi demokrasi sangat tergantung pada fragmentasi yang terjadi ditengahtengah masyarakat. Dengan begitu, partai politik melalui lembaga legislatif dan eksekutif harus memastikan bahwa ia melaksanakan perannya dalam memperkuat integrasi nasional dimana secara gradual mengurangi etnosentrisme yang mengancam integrasi nasional melalui Undang-undang tentang partai politik dan pemilihan umum.

The research about " The Role Of Political Party To National Integration taking case study of PAN a conducted with the objective as a mean to describe the role of political party in integrating society aspiration in taking care of Indonesian nation cohesively; Studying the role of PAN in improving the national integration aspects.
The research used a qualitative method using an associative approach to the problem in the National Mandate Party where the source data comes from primary sources amounted to 15 people the PAN 's founders and senior figures PAN , PAN DPP Board , and secondary sources . The study was conducted using the indicator ideology , recruitment patterns , patterns of organization , distribution support, the policy of the party - especially those related to national integration The theory or opinion of experts who used to do the research revolves around the theory of the role of political parties , national integration , and national defense , thus obtained the following conclusions : First , the National Mandate Party in the role of national integration through its function as a means of communication , socialization , recruitment political and regulatory conflict and remains a means of articulation and aggregate interests . However, the role of political parties towards national integration deteriorated due to the expansion of public participation is not directly proportional to the ability of the resources of political parties , including the institutions of other countries; Secondly , PAN has an important role for the realization of national integration . PAN as the party is open to support the strengthening of national integration aspect of Indonesia as a pluralistic nation. Third , the political euphoria over reforms to make the country unstable position due to the explosion of popular participation is not capable of being managed by the existing political institutions . It thus realized by the party - political parties , because it was he by its cadres in the legislature began to regulate the number of the party through the election in order to create a climate more conducive to national security bersendikan democracy . That is, the parties are aware of the importance of multi-party system is limited ( proportional ) in order to consolidate democracy in order to create social cohesion with community participation .
Related to these findings , the researchers recommended that the role of political parties towards national integration could be maximal , then any political party should immediately improve itself by increasing its resources so that it can manage public participation and able to institutionalize conflict or competing interests. Therefore , political parties also need to know the scope and intensity of religious and ethnic differences , the gap between the traditional and the modern groups , the gap between urban and rural , including ideologies - ideologies competing . Because it must be aggregated and articulated by the political parties that exist in the national political stage Moreover, the number of political parties during a democratic transition depends on the fragmentation occurring in the midst of society . By doing so , the political parties through the legislature and the executive should ensure that it carry out its role in strengthening national integration which gradually reduces ethnocentrism threatening national integration through legislation on political parties and elections.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Asril
"Realitas multipartai dan kepartaian yang terfragmentasi di parlemen merupakan sebab penting terbentuknya pemerintahan koalisi di hampir setiap pemerintahan yang terbentuk di Indonesia. Realitas ini dipahami oleh para pembentuk koalisi sehingga dapat dilihat UUD NRI Tahun 1945 memberikan landasan konstitusional bagi praktek koalisi di Indonesia. Namun pengaturan koalisi yang terdapat di konstitusi tersebut menyimpan masalah. Pengaturan tersebut nampak tidak sesu"
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 10 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bramantyo Indirawan
"Skripsi ini membahas peran resolusi konflik yang dilaksanakan oleh partai Sinn Fein di Irlandia Utara dari tahun 1998 hingga 2011. Resolusi konflik dilaksanakan sebagai reaksi atas konflik berkepanjangan yang terjadi antara kaum Nasionalis dan Unionis di tahun 1969 dengan nama The Troubles. Sinn Fein mewakili kaum Nasionalis sebagai partai politik yang memperjuangkan kepentingan kaumnya termasuk proses perdamaian. Dalam kasus ini penulis menggunakan metode kualitatif untuk melihat penjelasan sejarah sebagai salah satu pendekatakan resolusi konflik. Penelitian ini melihat resolusi konflik melalui model teori Johan Galtung yang melihat konsep peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding sebagai analisa proses perdamaian yang komprehensif. Melalui teori tersebut kita dapat melihat peran Sinn Fein sebagai satu partai politik yang memiliki keterlibatan signifikan dalam proses perdamaian.

This thesis describes Sinn Fein role in Northern Ireland conflict resolution from 1998 to 2011. The cconflict resolution was done as a respond to the long conflict that involves the Nationalist and Unionist people in 1969 by the name of The Troubles. Sinn Fein represent the Nationalist as a political party that struggle for their interest including the peace process. The writer uses a qualitative method by the description of history as a conflict resolution approach. This research sees conflict resolution from Johan Galtung model theory that consist of peacemaking, peacekeeping, and peacebuilding for the peace process analysis. We can see Sinn Fein role in the conflict resolution by using those theory as a political party that has a significant involvement in the peace process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valina Singka Subekti
"Mempertegas sistem pemerintahan presidensil adalah salah satu hasil penting Perubahan UUD 1945. Tujuannya membentuk pemerintahan stabil supaya dapat bekerja efektif membangun kemakmuran ekonomi dan keadilan sosial. Namun pada pihak lain upaya ini berhadapan dengan empirik politik sistem kepartaian multipartai yang secara teoritis merupakan sebuah kombinasi sulit (difficult combination) karena dapat menghasilkan pemerintahan terbelah (divided government), dan bahkan dapat menimbulkan jalan buntu dalam relasi presiden dan parlemen. Tulisan di bawah ini hendak melihat kompeksitas praktek presidensialisme Indonesia era reformasi dalam sistem multipartai dan berbagai upaya solusi."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 10 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yanto Supriyatno
"Pemilihan umum merupakan suatu keikutsertaan rakyat di dalam memilih anggota Badan Perwakilan Rakyat yang akan menjadi wakil mereka untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Oleh karena itu keikutsertaan rakyat dalam Pemilu selain berfungsi sebagai salah satu bentuk partisipasi rakyat juga berfungsi sebagai implementasi kekuasaan yang sah dari rakyat.
Pemilihan pada satu Organisasi Peserta Pemilu terbentuk oleh suatu proses sosialisasi yang memakan waktu cukup panjang sehingga keyakinan untuk memilih salah satu partai bisa sepanjang masa atau berubah tergantung sejauhmana proses sosialisasi itu dilakukan. Memudar dan menguatnya keyakinan pemilih padfa suatu partai berpengaruh terhadap dukungan suaru yang diperoleh OPP pada pelaksanaan Pemilu.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai beberapa faktor penyebab kemenangan PDI-P pada Pemilu 1999 di Kota Bekasi. Pertanyaan tesis adalah ; Bagaimana terjadinya penegakan kepercayaan masyarakat terhadap PDI-P sehingga mempengaruhi kemenangan pada Pemilu 1999 di Kota Bekasi?. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel penyebab yaitu faktor identifkasi partai, faktor mitos, faktor tradisi, faktor program partai, faktor calon dan faktor kepemimpinan politik. Sedangkan variabel terpengaruh adalah kemenangan PDI-P pada Pemilu 1999 di Kota Bekasi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai Sosiologi Politlk, Sosialisasi Politik dan Partisipasi Politik. Guna menjawab pertanyaan penelitian tersebut dilakukan melaiui wawancara mendalam dengan berbagai pihak yang dipandang mengetahui persoalan tersebut. Penetapan responden ditentukan melalui teknik purposive sampling dan Jens peneltian ini bersifat kualitatif.
Kesimpulan yang diperoleh: Beberapa Faktor penyebab kemenangan PDI-P dalam Pemilu 1999 adalah faktor identifikasi partai yang didasarkan pada catatan tradisi/adat merupakan salah satu yang menjadi penyebab kemengan PD1-P pada Pemilu 1999. Faktor lainnya adalah faktor calon yang ditawarkan terutama yang didasarkan pada kharisma dan popularitas calon juga menjadi penyebab kemenangan PDI-P dan yang juga faktor program penegakan hukum, faktor mitos, faktor tradisi dan kepemimpinan politik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>