Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144875 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukman
"Tesis ini membahas politik hukum pengaturan kewarganegaraan di Indonesia. Secara khusus, proses pembahasan dilakukan terhadap produk hukum tentang kewarganegaraan dari era orde lama sampai dengan orde reformasi, dimana pengaturan masalah kewarganegaraan merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian serius. Hal ini dikarenakan bahwa status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dengan negaranya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa produk hukum yang mengatur kewarganegaraan, pada nantinya diharapkan tidak menimbulkan permasalahan hukum bagi warga negara, serta mampu memberikan jaminan dan perlindungan hak terhadap warga negara.

This thesis discussed law politic of citizenship in Indonesia, specifically concering consideration proceess of citizenship regulations ranged from Old Order to Reformation era which those kind of regulations need to seriously noticed. The reason underlied discussion of citizenship will cause mutual relationship between State and citizens. Thus, this research focused on descriptive analysis which produced some propositions for citizenship regulations. So that citizenzhip regulations will no longer cause unlawfully problems and guarantee the protection of citizens’s human rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jauharul Anwar
"ABSTRAK
Skripsi ini meneliti transformasi atau perubahan strategi yang dilakukan oleh Harian Republika sebagai salah satu media cetak di Indonesia dalam ranah jurnalistik dari Era Orde Baru hingga Era Reformasi. Kerangka teori yang digunakan yaitu field theory (teori ranah) yang dikemukakan oleh Pierre Boudieu. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif dengan metode penelitian berupa historical comparative, di mana peneliti menguji data dari peristiwa dan kondisi di masa lalu dalam kerangka teori sosiologis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Republika melakukan transformasi, yaitu dari subordinasi kekuasaan Orde Baru, simbolisasi representasi Islam, dan pembentukan pasar Islam, menjadi strategi konglomerasi, proporsionalitas kelompok Islam, dan simbolisasi representasi komunitas muslim. Transformasi strategi tersebut dilakukan sebagai suatu dialektika terhadap transformasi ranah
jurnalistik dari Era Orde Baru hingga Era Reformasi.

Abstract
This undergraduate thesis examines the transformation or change in strategy undertaken by Republika daily as one of the print media in Indonesia in the Journalistic field of the New Order Era to Reformation Era. Theoretical framework used field theory which introduced by Pierre Boudieu. Some of the concepts covered in it, are field, habitus, various types of capital (social,
economic, cultural, and symbolic), the objective position, the relationships among the domains, strategies, and symbolic power. The research approach used a qualitative approach with a historical comparative research method, where the researcher examines the conditions and evidents in the past in sociological framework.
The results of this study indicate that Republika has did some strategies transformation from subordination of New Order Power, symbolization of Islamic representation, and establishment of Islamic market to conglomaration,
proporstionality of Islamic groups, and symbolization of muslim community representation as a dialectical from the transformation of the journalistic field from New Order Era to Reformation Era."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Tirto Prima Putra
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang reproduksi kepatuhan dari Orde Baru hingga era
Reformasi. Reproduksi kepatuhan dibutuhkan untuk keberlanjutan kegiatan
perekonomian dan mempertahankan relasi eksploitatif. Negara menggunakan
aparatus represif negara dan aparatus ideologis negara untuk melindungi
perekonomian kapitalis. Rezim Orde Baru memulai reproduksi kepatuhan didasari
ideologi pembangunan yang mendukung perekonomian kapitalis. Penelitian ini
menemukan adanya upaya reproduksi kepatuhan oleh aparat negara. Aparat
negara meneruskan reproduksi kepatuhan untuk melindungi perekonomian
kapitalis Pasca Orde Baru. Reproduksi kepatuhan menguat dan mirip dengan era
Orde Baru pada periode Presiden Joko Widodo

ABSTRACT
This research discusses the reproduction of submission since New Order until the
Reformation era. The reproduction of submission is necessary for sustaining
economic activities and for maintaining exploitative relations. State uses
repressive state apparatus and ideological state apparatus to protect capitalist
economy. New Order regime started reproduction of submission based on
ideology of develepoment that support capitalist economy. This research
discovers that there is an attempt by the state apparatus to reproduce submission.
The state apparatus constant reproduce submission to protect capitalist economy
post New Order era. The reproduction of submission more powerful and similar
with New Order era in the period of Presiden Joko Widodo."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Armiwulan S.
"Negara Republik Indonesia sejak awal kemerdekaan sesungguhnya telah memiliki komitmen untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini dapat dipahami dari UUD Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar pada paham kedaulatan rakyat, negara yang berdasar pada hukum serta sistem Konstitusi. Artinya berdasarkan ketiga pilar tersebut maka adanya jaminan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia adalah salah satu prinsip dari Demokrasi, Negara Hukum dan Sistem Konstitusi yang harus diwujudkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Konsekuensinya Negara mempunyai kewajiban untuk menjamin kebebasan, kesetaraan dan prinsip non diskriminasi bagi semua orang yang harus tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan. Mengenai hal ini telah ditentukan dalam Pasal 28 I Ayat (4) dan Ayat (5) UUD Negara RI Tahun 1945. Namun sepanjang perjalanan kehidupan ketatanegaraan Indonesia ternyata masih ada praktik-praktik penyelenggaraan negara yang tidak mencerminkan adanya jaminan terhadap kebebasan, kesetaraan dan prinsip non diskriminasi yang merupakan esensi dari perlindungan hak asasi manusia. Salah satu contoh adalah praktik diskriminasi rasial yang tetap menjadi current issue di semua rezim pemerintahan di Indonesia, bahkan di era Reformasi yang menyatakan sebagai pemerintahan yang lebih demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia justru praktik diskriminasi rasial yang berujung pada konflik horisontal terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Persoalan diskriminasi rasial sangat potensial terjadi di Indonesia, mengingat jumlah penduduknya yang sangat banyak dengan berbagai suku bangsa, ras dan etnis (multi etnis) serta tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Sementara harus diakui bahwa sampai saat ini upaya yang dilakukan belum dapat menghentikan praktik-praktik diskriminasi rasial. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dan berbagai peraturan perundang-undangan tidak cukup menjawab persoalan mengenai diskriminasi ras dan etnis. Studi tentang etnis Tionghoa yang dilakukan secara komprehensif diharapkan mampu untuk memetakan problematika diskriminasi ras dan etnis di Indonesia sekaligus membangun kesadaran bagaimanakah wujud perlindungan hukum yang tepat untuk menghentikan praktik diskriminasi rasial di Indonesia. Etnis Tionghoa adalah salah satu etnis yang secara terus menerus menyuarakan perlawanan terhadap praktik diskriminasi rasial yang dialami oleh etnis Tionghoa, namun di sisi yang lain dominasi ekonomi oleh etnis Tionghoa juga disebut sebagai sebab praktik diskriminasi rasial yang dilakukan oleh etnis Tionghoa terhadap etnis yang lain. Model pendekatan hukum hak asasi manusia dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk menghentikan praktik diskriminasi rasial di Indonesia. Hukum hak asasi manusia menjamin kebebasan setiap orang namun disisi yang lain juga diperlukan adanya pembatasan kebebasan dengan tujuan untuk menghormati kebebasan tersebut. Hukum hak asasi manusia memuat larangan diskriminasi atas dasar apapun termasuk larangan diskriminasi rasial, namun untuk mewujudkan prinsip kesetaraan diperlukan juga langkah-langkah khusus (tindakan affirmatif) yang ditujukan untuk kelompok masyarakat tertentu. Tindakan affirmatif adalah pembedaan yang tidak boleh dinilai sebagai perbuatan diskriminatif. Selain itu untuk sampai pada penyelesaian akar masalah diskriminasi rasial maka memaknai keadilan yang diwujudkan dalam sistem hukum yang intergratif dan tersedianya mekanisme penegakan yang komprehensif adalah sebuah keharusan dalam paham konstitusionalisme.

Since the beginning the Republic of Indonesia in fact, already had commitment to respect and uphold human rights. This could be understood from Constitution of Republic Indonesia 1945 which stated that Indonesia is a country based on the understanding of sovereignty, which is based on Rule of Law and Constitution system. That is based on three pillars guarantees the recognition and protection of human rights is one of the principles of Democracy, Rule of Law and Constitution System should be realized in Constitutional law system. This brought a consequence for the State, which has obligation to guarantee freedom, equality and the principle of non-discrimination for all people that should be reflected in governance. This matter has been specified in Paragraph I of Article 28 (4) and (5) the Constitution of Republic Indonesia 1945. However, throughout as long as the experiences of Indonesia, the lack of state enforcement practices that do not reflect a guarantee of liberty, equality and non-discrimination principles which is the essence of the protection of human rights. One example is the practice of racial discrimination that remains as current issue in all regimes of governance in Indonesia, even in reformation era that states as a more democratic government and respect for human rights is precisely the practice of racial discrimination that leads to horizontal conflicts occur in various areas Indonesia. The issue of potential racial discrimination occurred in Indonesia, considered the vast amount of people from different ethnic, racial and ethnic groups (multi-ethnic) and educational level is still relatively low. While it must be admitted that so far, the efforts have not been able to end the practice of racial discrimination. The motto Unity in Diversity and the various laws and regulations do not adequately addressed the question of racial and ethnic discrimination. The study of ethnic Chinese that has been done, hopefully will be able to comprehensively map the problem of racial and ethnic discrimination in Indonesia as well as build awareness on how to form the legal protection to end the practice of racial discrimination in Indonesia. Ethnic Chinese is one of the ethnic that continually active engaged in opposition to practice of racial discrimination faced by ethnic Chinese, but on the other hand by the Chinese economic dominance also mentioned as the reason for the practice of racial discrimination committed by the Chinese against other ethnic groups. Model approach to human rights law can be used as an analytical knife to stop the practice of racial discrimination in Indonesia. Human rights law guarantees freedom of every person, but on the other also required the restriction of freedom in order to respect these freedoms. Human rights law includes the prohibition of discrimination on any ground, including the prohibition of racial discrimination, but to embody the principle of equality is also required special measures (affirmative action) aimed at specific communities. Affirmative action is a distinction that should not be considered as discriminatory acts. In addition to the completion of the root of the problem of racial discrimination, therefore to make sense of justice embodied in the legal system integrative and the availability of a comprehensive enforcement mechanism is a necessity in understanding of constitutionalism.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Afrizal Candra
"Sejarah konfigurasi politik di Indonesia memperlihatkan pasang surut dan pasang naik secara bergantian anatara demokratis dart otoriter. Tarik menarik konfigurasi politik dengan karakter produk hukum yang berkarakter responsifpopulistik dan produk hukum yang berkarakter ortodoks-konservatif dengan kecenderungan linier yang sama. Rezim Orde Baru terutama pada 1967-1981 senantiasa curiga akan gerakan-gerakan Islam. Konfigurasi politik pada peciode ini cenderung otoriter dengan berbagai tipologi perpolitikan. Di tahun 1970-an ini lahir berbagai produk hukum seperti UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 1 tahun 1974 yang berkarakter ortodoks/konservatif atau elitis. Pada saat slap akomodatif (1985-1998) antara Islam dari negara maka pada era ini lahir Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama maka karakter produk hukum ini bisa dikatakan berkarakter responsif/populistik. Era Reformasi, konfigurasi politik yang tampil adalah demolantis dengan terlibatnya seluruh komponen masyarakat dalarn pembentukan UU No. 4 tahun 2004 maka produk hukum ini berkarakter responsi populistik.
Setiap produk hukum merupakan pencerminan dari konfigurasi politik yang melahirkannya. Karakter produk hukum sangat ditentukan oleh visi politik yang berkembang dimasyarakat. Semakin demokratis suatu rezim, semakin responsif dan aspiratif produk hukum yang dihasilkan dan sebaliknya. Karena itu setiap produk hukum yang berkarakter responsif/populistik akan mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih demokratis.

The history of political configuration in Indonesia shows the ups and downs in turns between democratic and authority. The pulling of political configuration between the law product which have the characteristics of responsive-populistic and the other Iaw product which have the characteristics of orthodoks-conservative, with the same similarity in line. The New Order regime especially in the year of 1967-1982 have suspicions settlements on the Islamic movements. Political configurations in this period tends to rule with an authoritic attitude with many political typhologies. In the year of 1970-s, were created many law products such as the UU No. I4 Year 1970 and the UU No. 1 Year 1974 which have the orthodoks conservative characteristics or clitic law products. At the time of accontridative ( 1985 - 1998 ) between Islam and the state, in this era was created the UU No. 7 Year 1989 which issues about the religic court which then this product of Iaw can be said to have the characteristic of responsive I populistic. In the Reformation Era, the political configurations that shows up is democratic which involves all the components of society inside the structuring of UU No. 4 Year 2004, and so this product of law has the characteristic of responsive 1 populistic.
Every products of law are the turner of every political configurations which creates them. The characteristic of product of law depends on the political visions which are growing inside the society. The more democratic one regime is, the more responsive and aspirative product of law they creates and it goes the same for the opposite. Because of that, every product of law which have the characteristic of responsive populistic will make the nation more democratic.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Purwanti
"Affirmative Action (tindakan khusus sementara) untuk perempuan di bidang politik, pertama kali termuat dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR RI, DPD dan DPRD. Regulasi tersebut berlanjut pada Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 dan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD (Legislatif). Ketentuan tersebut merupakan hal baru di Indonesia karena mengatur keadilan gender dalam rekruitmen dan manajemen partai politik dan memasukkan 30% keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif, selain itu ada keharusan partai politik untuk memasukkan setidaknya 1 orang perempuan dalam setiap 3 bakal calon Legislatif (zipper system).
Politik hukum dianggap sebagai kebijakan hukum (legal policy) yang diharapkan bisa membantu mencapai tujuan yang diinginkan masyarakat, karena politik akan mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan dan penegakan hukumnya serta akan dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah. Politik Hukum adalah aktivitas memilih cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan tujuan hukum tertentu. Undang-Undang Paket Politik yang ada sejak Reformasi merupakan representasi dari keinginan masyarakat (perempuan) untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan di bidang Legislatif, dan hasilnya pada Pemilu Legislatif pada Tahun 2004 jumlah keterwakilan perempuan sebesar 11,3 %. Pada Pemilu Legislatif Tahun 2009, setelah Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak, keterwakilan perempuan di DPR sebesar 18,04% , di DPRD Provinsi sebesar 16,0 % dan pada DPRD Kabupaten/Kota sebesar 12,0 % .Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan pada masa sebelum diterapkannya affirmative action pada masa Orde Lama dan Baru yaitu pada Pemilu Tahun 1992 (sebesar 12,50%).
Penelitian dalam disertasi ini melihat hukum dalam konsepnya sebagai norma sekaligus perilaku dan implementasinya, metode yang digunakan adalah sosio legal research, dengan demikian teks yang mengatur partisipasi perempuan dikaji dengan konteksnya di masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana perkembangan politik hukum pengaturan partisipasi perempuan di bidang politik khususnya di Lembaga Legislatif (Perwakilan), (2) bagaimana implementasi pengaturan keterwakilan perempuan di bidang Legislatif sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu Legislatif. Sedangkan permasalahan (3) adalah merumuskan bagaimana sebaiknya pengaturan partisipasi perempuan di Legislatif (Perwakilan) yang akan datang.
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kualitatif dengan mengunakan teori dari Hans Kelsen, Teori Responsif Philippe Nonet dan Philippe Selznick, Teori Hukum Progresif, Lawrence M Friedman dan William J Chambliss dan Robert B Seidman, dan Teori Pembentukan Agenda dari J.M.Otto Lokasi penelitian adalah Provinsi Jawa Tengah, Sumatera Barat dan Bali, dengan perbandingan negara Swedia, The Netherlands dan Malaysia dan 3 Partai Politik yaitu PDI Perjuangan, Golkar dan PKB.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) perkembangan politik hukum terutama sejak era reformasi tahun 1998 mendorong meningkatnya partisipasi perempuan di bidang politik khususnya di lembaga Legislatif (Perwakilan), (2) Budaya patriarkhi yang masih berkelindan pada stakeholder termasuk partai politik dan masyarakat pemilih termasuk perempuan menjadi kendala belum optimalnya partisipasi perempuan di Legislatif (Perwakilan) di Jawa Tengah, Sumatra Barat dan Bali. (3) pengaturan ideal keterwakilan perempuan di bidang politik khususnya pada Legislatif (Perwakilan) memerlukan pengaturan yang bersifat responsif dan progresif khususnya pada pembentukan Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu Legislatif yang akan datang.
Partai Politik segera memasukkan program terkait dengan pendidikan politik dan pemberdayaan perempuan di dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga. dengan demikian Partai Politik dapat melaksanakan program kaderisasi, rekruitmen, pendidikan politik bagi perempuan, sehingga akan tersedia cukup banyak calon legislatif perempuan yang berkualitas. Hasil lainnya adalah memaksimalkan lembaga suprastruktur, infrastruktur dan lembaga non departemen dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas perempuan di bidang politik.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, penelitian ini merekomendasikan agar tetap memasukkam prinsip affirmatif action di dalam Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu Legislatif. Selain itu Partai Politik sebagai stakeholder utama diwajibkan memasukkan program pemberdayaan perempuan dalam AD/ART sebagai syarat utama menjadi peserta pemilu Legislatif. Hal ini disebabkan karena dari 12 partai politik peserta pemilu tahun 2014 hanya 3 partai politik yang mempunyai program pemberdayaan perempuan di dalam AD/ART yaitu (PKB, Gerindra, dan PAN). Partisipasi perempuan di Lembaga Legislatif akan meningkat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang yaitu sebesar 30% jika pada Paket Undang-Undang Politik yang akan datang menggunakan sistem proporsional dengan daftar tertutup, dengan syarat partai politik mempunyai komitmen yang kuat terhadap peningkatan partisipasi perempuan di lembaga Legislatif.

Affirmative Action is temporary special measure for woman in political area has regulated on Act of Political Party (UU Nomor 31 Tahun 2002) and Act of Parliament Election (UU Nomor 12 Tahun 2003), it is regulate further and revised on Act Number 2 Year 2008 and Act Number 2 Year 2011 on Political Party and Act Number 10 Year 2008 and Act Number 8 Year 2012 on Parliament Election. Those regulation on affirmative action for woman are considered as a "new stuff" in Indonesia that specificly regulate about the gender equility on political party recruitment and management thats include the 30% woman representation on legislative candidate selection, it is also regulate that political party have to included at least one woman in every three candidate of preliminary legislative (zipper system).
Legal policy are considered as a legal policy that expected to change purpose on society because political will in law making process could make an impact on law from the basis of the configuration of political background process on law making process in legislative. The Act of Political Parties which had been exist since reformation can be considered as reflaction of people will to influence on policy making. The result from Legislative Election at 2004 has make woman representation in parliament about 11,3% and Legislative Election at 2009, after Constitutional Court Decree result 18,04 woman representation in Legislative and 16% on Province Legislative and 12% on City Legislative , those numbers are higher if its compared to the legislative election on the new order regime (12,5% on the 1992 election).
This doctoral research is trying to see the problem of woman representation based on law as norm and also behavior include its implementation by using socio legal research method to actualize law on its text and context. The problem that appear on this research are : first, how the development of the legal policy on woman representation in the political field especially in legislative, the second is how the regulation of woman representation works in reality according to the Act of Political Parties and the Act of Parliament Election, and third is how to formulate the ideal regulation of woman political legislative participation in the upcoming election.
This qualitative research using the theories from, Hans Kelsen, , Lawrence M Friedman and William J Chambliss and Robert B Seidman, Satjipto Rahardjo Progressive Law Theories and Agenda?s Theories from JM Otto. This research took place in Central Java, West Sumatra and Bali, with the comparison three different nation state Swedia, Netherlands dan Malaysia, the study of political party in Indonesia take place on PDI Perjuangan, Golkar and PKB.
The results from this research are (1) the development of the legal policy especially in reformation era after 1998 is very determining woman representation in political field especially legislative field. (2) Patriarkhi culture is still give an impact to the stakeholders such as political party and the voters include women it self become the main factor in the optimalization of woman participation number in Central Java, West Sumatra and Bali. (3) The ideal woman legislative representation should be regulate with progressive and responsif laws which is required in the formulated of Political Party Acts should held women empowering programme on their basic principles, so they could run and should be given on the party that doesnt obey the woman political representation both on the recruitment or in the management of the party.
Political parties as the main stakeholders that related to the woman participation especially political party should have a clear agenda to achieve the ideal condition of woman representation in political field from the level of caderization, recruitment, political education for woman, that have a clear impact both on the quality and quantity on the woman politician. The Maximalization of the suprastructure and infrastructure institution, and even the grassroot political movement and woman movement from NGO's.
Based on these Research, I recommend that the future Political Party Act and Legislative Election Acts should maintain the affirmative action principles. On the other hand, all of the stakeholders that correlated with empowering woman, on political area, especially the Political Party to held an woman empowerement programmes. So far, there are only three among twelve party on the 2014 election that has already have woman empowerement program on their rule of conduct; PKB, Gerindra and PAN. On the future,the rule of conduct that consist the woman empowerement and political agenda as one of the election's verification reqruienment. The number of woman participation on Parliament could raised if on the future election act is using the Proportional Closed List System, plus the commitment of political party to enhance the number of woman member is a must.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D1469
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indria Samego
Jakarta: Departemen Kehakiman, 1999
320 IND k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aziz Hakim
"Tesis ini membahas mengenai Politik Hukum Pemilihan Umum di Indonesia pada Era Reformasi. Dalam tesis ini, dikaji mengenai pembentukan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pemilihan umum dengan fokus pembahasan pada penyelenggara Pemilu, peserta pemilu, dan sistem pemilihan Pemilu pada era reformasi. Dalam pembahasannya, dilengkapi pula dengan kajian mendalam mengenai implementasi berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan sistem pemilihan. Di samping itu, tesis ini menyajikan rangkaian berbagai solusi mengenai pembangunan politik hukum Pemilu yang berkaitan dengan penyelenggara, peserta, dan sistem pemilihan.

This thesis discusses the Politics of Law of General Election System in The Indonesia's Reform Era. In this thesis, studied the formation of legislation relating to elections by focusing on organizing elections, participating in the election, and electoral systems in the Indonesia's reform era. In this discussion, also equipped within-depth review on the implementation of various laws and regulations relating to the election, participating in the election, and electoral systems. In addition, this thesis presents a series of various solutions on the political development of politic of law relating to the organizers, participants, and the electoral system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29436
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Illiyina
"Tesis yang merupakan kajian interdisipliner antara kajian lembaga negara dengan kajian politik ini membahas perkembangan koalisi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat dalam era reformasi. Penelitian ini menganalisis dinamika koalisi partai politik dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan fungsi legislatif di Indonesia. Dalam menganalisis dinamika koalisi partai politik dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia penulis menemukan bahwa konfigurasi partai politik dan koalisi partai politik yang terbangun turut mempengaruhi pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan pendekatan perundang-undangan (statutory approach), dan pendekatan kasus (case approach) ini merekomendasikan perlunya koalisi berbasis kesamaan ideologi dan haluan (platform) politik diantara partai politik yang berkoalisi, menata pelembagaan koalisi yang mapan, menata ulang format pemilu dalam arti luas.

This thesis is an interdisciplinary study between state organ studies and political studies that discusses the development of political party coalition in reformation era of the House of Representative of the Republic of Indonesia. In analyze the dynamic of political party coalition and its influence to application to the House of Representative function in Indonesia, the author find that the configuration of political party and political party coalition that was built also influences the function of the House of Representative of the Republic of Indonesia. The research conducted by statutory approach and case approach recommend that need to set up the coalition base on similarity ideology and political platform among political party in coalition, to institutionalizing of establish coalition and reformulation of general electoral design in broader sense."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31445
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>