Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131938 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nessya Chandra
"ABSTRAK
Program pemerintah yaitu gerakan nasional pembangunan seribu menara rumah susun. Rusunami diberikan berdasarkan peraturan menteri negara perumahan rakyat nomor 7 tahun 2007 yaitu pengelompokkan masyarakat berpenghasilan menengah kebawah. PPJB rusunami menara kebon jeruk telah ditanda tangani oleh para pihak selanjutnya pengenaan biaya tambahan berdasarkan peraturan gubernur provinsi DKI Jakarta nomor 136 tahun 2007 dengan peraturan gubernur provinsi DKI Jakarta nomor 27 tahun 2009. Berdasarkan data bahwa rusunami menara kebon jeruk tidak ada pemotongan KLB, sehingga yang menjadi penambahan biaya tidak benar. Konsumen dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun tahun 1999. PPJB mempunyai kekuatan mengikat karena hal yang disetujui oleh para pihak.

ABSTRACT
In a government's national program which is a 1000 high-rise towers national construction movement. The low income housing is given based on the Country's Minister Regulation of Society's Residence No. 7 year 2007. It states that there is a grouping for those whose income is between low until middle level. PPJB Kebon Jeruk Tower low income housing has been signed by all parties. Afterwards, there is an additional cost expense because there is a floor reduction or permission of Coefficient Building's Width Surface based on Governor of DKI Jakarta Province regulation no. 136 year 2007 which is renewed with Governor of Dki Jakarta Province no. 27 year 2009. According to the obtained data, there is no KLB reduction at Kebon Jeruk Tower low income housing. Therefore, an additional cost expense is mistaken. Upon that act, consumers are protected by Consumer's Protection Regulation no. 8 year 1999 due to the incorrect information. PPJB has a mandatory power because it has been accepted by entire parties as a former agreement."
Universitas Indonesia, 2013
T32995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Bowo Kusumo
"[Penelitian ini dilakukan untuk mereview regulasi tentang persyaratan luas minimal setiap kavling/unit perumahan di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode Regulatory Impact Assesment (RIA) dengan menggunakan AHP untuk CBA dalam kuesioner untuk menganalisis dampak kebijakan tersebut pada saat diimplementasikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang paling tepat dalam mengatasi permasalahan adalah dengan meniadakan ketentuan syarat luas minimal lahan setiap/kavling perumahan di
Kota Depok. Sehingga disarankan Pemerintah Kota Depok untuk mencabut ketentuan yang mengatur persyaratan luas minimal lahan setiap kavling/unit perumahan 120 (seratus dua puluh) meter persegi di dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2013 dan Rancangan Perda tentang RTRW Kota Depok tahun 2012-2032;This Study was conducted to review the regulations on minimum area requirements of each housing unit in Depok City. This study uses Regulatory Impact Assesment (RIA) to analyze the impact of the policy at the time of
implementation. Analysis tool used in this RIA method is using CBA obtained from AHP questionnaire. Result of this study indicates that the most appropriate policy alternative to overcome problems is to drop minimum land area requirement regulation for each housing unit in Depok City. For Depok City Government it is suggested to repeal provisions in City Regulation No. 13 of 2013 and city regulation draft concerning Depok City Spatial Plan 2012-2032 wich regulate minimum area requirement is 120 square meters for each land/housing unit., This Study was conducted to review the regulations on minimum area
requirements of each housing unit in Depok City. This study uses Regulatory
Impact Assesment (RIA) to analyze the impact of the policy at the time of
implementation. Analysis tool used in this RIA method is using CBA obtained
from AHP questionnaire. Result of this study indicates that the most appropriate
policy alternative to overcome problems is to drop minimum land area
requirement regulation for each housing unit in Depok City. For Depok City
Government it is suggested to repeal provisions in City Regulation No. 13 of
2013 and city regulation draft concerning Depok City Spatial Plan 2012-2032
wich regulate minimum area requirement is 120 square meters for each
land/housing unit.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah febrina
"Rumah selalu menjadi kebutuhan primer dari seluruh manusia, sehingga diharapkan setiap masyarakat nantinya memiliki rumah untuk mereka bernaung. Beberapa tahun kebelakang, gated community atau perumahan bergerbang mulai menjadi salah satu tipe pilihan rumah yang paling digemari oleh masyarakat karena penawaran keamanan serta fasilitas yang lebih baik, namun dengan harga yang lebih mahal. Pengelompokkan golongan berdasarkan kelas sosialnya dan pembatasan ruang untuk orang-orang tertentu selalu menjadi salah satu dampak yang dikhawatirkan muncul ketika banyak gated community dibangun. Selain itu, kurangnya interaksi antar individu karena pembatasan ruang juga akan berdampak untuk suatu kota. Sehingga penulisan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tipe-tipe gated community dan perbedaan diantaranya serta keterbukaan penghuni maupun non-penghuni dari tiap tipe gated community tersebut. Pada penulisan ini akan diambil dua tipe area perumahan yang merupakan gated community, yaitu perumnas Depok I dan cluster anggrek 3, grand depok city. Terlihat bahwa kedua perumahan merupakan jenis gated community yang berbeda namun yang membedakan hanya keamanan pada pintu gerbang cluster yang lebih ketat. Untuk yang lain, seperti masalah fasilitas dan infrastruktur, keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Apabila dilihat dari keterbukaannya, rumah yang berada di dalam gated community anggrek 3 hanya diisi oleh orang dengan kelas sosial menengah ke atas serta keterbukaan terhadap publik yang sangat terbatas dibandingkan perumnas yang lebih beragam serta masih sangat terbuka untuk publik di waktu tertentu.

House has always been a primary need for all human beings, so it's every human right to have shelter for themselves. In the past few years, gated communities have become one of the most popular housing options because they offer better security and facilities even though at a higher price. It separates people based on their social classes and space restrictions for some people. In addition, the lack of interaction between individuals due to space restrictions is another impact. So that this writing is done to know the types of gated communities and the differences between them as well as the affordability of residents' and non-residents' of gated communities. Writer chooses two types of gated communities, Perumnas Depok I and Cluster Anggrek 3, Grand Depok City. The two housing estates are different types of gated communities, but the main distinguishes the tighter security at the cluster Anggrek 3 gate. The others, such as facilities and infrastructure, do not have significant differences. Based on the openness, the houses within the gated community of Anggrek 3 are only filled with people from middle to upper social classes, and access to the public is very limited compared to perumnas which are more diverse and are still very open to the public at certain times."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwyer, Denis John
New York: Longman, 1979
363.58 DWY p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Safitri Wijaya Jonni
"Manusia pada tahapan siklus hidup yang berbeda akan memiliki kebutuhan, keinginan, dan hambatan yang berbeda-beda dalam kegiatan merumahnya, serta bergantung pada konteks di mana ia bertinggal. Pengalaman merumah individu pada setiap tahapan siklus hidup atau yang sering disebut sebagai housing transition diperlukan untuk dapat memahami secara menyeluruh kondisi dan isu permukiman dalam konteks tertentu. Salah satu isu permukiman yang membutuhkan perhatian terhadap hubungan antara pengalaman merumah dengan tahapan siklus hidup manusia adalah segregasi permukiman berdasarkan usia. Pada konteks Blok Empang ditemukan adanya housing transition kelompok individu dewasa muda, usia paruh baya, dan usia lanjut yang berbeda dan cenderung lebih fleksibel dibandingkan teori housing transition yang ada dikarenakan faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan bermukim warga di Blok Empang. Beberapa faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan bermukim di Blok Empang yaitu keterikatan dengan lingkungan, kedekatan dengan keluarga, parental background, proses pembentukan keluarga, pekerjaan, dan adanya variasi pilihan rumah. Faktor-faktor ini juga yang kemudian memengaruhi terbentuknya permukiman yang terintegrasi secara usia di Blok Empang, terutama ketersediaan variasi pilihan rumah yang terjangkau.

Humans at different stages in the life course will have different needs, aspirations, and constraints on their housing experiences depending on the context in which they live. Therefore, to understand housing conditions and problems in certain contexts, it is important to understand the housing experiences of the people in each stages of the life course, which is often referred to as the housing transition. One of the housing problems that requires an understanding of the relation between housing experiences and the life course is the issue of residential segregation by age. In the context of Blok Empang, it was found that the housing transitions for younger adults, middle-aged adults, and older adults are different and more flexible than the housing transition theory from literature, caused by the factors that affect the lives of the residents in Blok Empang. Several factors that affect the housing transition in Blok Empang are attachment to the neighborhood, family closeness, parental background, family formation, work, and the variety of housing options. These factors, especially the availability of various affordable housing options, influenced the age integration in Blok Empang."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani Putri Ayuningtyas
"Jakarta sebagai ibu kota Indonesia merupakan pusat berbagai sektor penunjang kehidupan terutama bisnis dan ekonomi. Daya tarik tersebut membuat banyak orang datang untuk bekerja maupun tinggal sehingga meningkatkan urbanisasi. Pesatnya pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi ini menjadikan Jakarta semakin padat dan angka kebutuhan tempat untuk bermukim melonjak. Namun, pada faktanya jumlah lahan di Jakarta tidak bertambah dan terbatas. Terbatasnya lahan tersebut membuat para pekerja tidak bisa memperoleh tempat tinggal yang terjangkau sehingga mereka harus bergeser ke daerah pinggiran kota seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Setiap harinya mereka harus melakukan perjalanan dari tempat tinggal ke kantor yang tergolong jauh. Perjalanan tersebut dapat disebut sebagai komutasi atau mobilitas ulang-alik. Mereka yang melakukan mobiltas ulang-alik disebut sebagai komuter. Namun didorong oleh beberapa faktor seringkali para komuter tersebut tidak hanya menetap pada satu tempat tinggal saja (berpindah dari satu tempat ke tempat lain). Oleh karena itu, tujuan dari penulisan skripsi ini adalah mengetahui bagaimana para komuter berpindah dari suatu tempat tinggal ke tempat tinggal lainnya dan faktor-faktor apa saja yang mendorong perpindahan merumah tersebut.

Jakarta as the capital city of Indonesia is the center of various life support sectors, especially business and the economy. This makes many people come to work or live, thereby increasing urbanization. The rapid population growth due to urbanization has made Jakarta increasingly denser and the number of places needed to live has soared. However, in fact the amount of land in Jakarta limited and does not increase.That situation has prevented workers from obtaining affordable housing, so they have to shift to suburban areas such as Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (Bodetabek) and they have to travel from their place of residence to the office which is classified as far away every day. This activity can be referred as commuting and those who do it are referred as commuters. However, driven by several factors, these commuters often don't just stay in one place of residence (moving from one place to another).  Therefore, the purpose of this writing is to find out how commuters move from one place of residence to another and what factors cause the housing mobility."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Laksmi Gondokusumo
"ABSTRAK
The study is trying to understand how Tongkonan, the Toraja traditional architecture, in facing the influence of modern culture towards the traditional culture such as believes, values, regulation and habits of the Toraja community. Culture is a perception or knowledge of community such as believe, norms, as a reference in facing the environment, such as social environment and physical environment.
Now the social environment is gradually changing by the rush of tourism in Toraja. In the one hand Tourists exist to fulfill their social needs such as beautiful scenery, religious ceremony, Toraja traditional architecture (Tongkonan), etc, whilst tourism itself by their modern culture could influence the traditional culture of the Toraja community.
The changes caused by modernization process will be gradually changing the daily living pattern of the Toraja community; the questions will be derived such as :
(1) how far these changes eliminate Tongkonan function ?, and
(2) does Tongkonan as a physical traditional still needed by Toraja community
This study is trying to answer the above-mentioned questions by using survey method in the Tikuna Malenong village, Sanggalangi district at Toraja Regency as a sample. Questionnaire and interview are mainly emphasized on the community's daily habits and living pattern towards old ethnic tradition of Toraja, namely A7uk Todo7o, especially in conjunction with the traditional house of Toraja.
The result of the study are as follows :
1. The physical room lay-out is limited, so the movement of the inhabitant is also limited.
2. However, the present living pattern needs more flexibility then the room layout now adjusted as shown in the new Tongkonan namely Tongkonan Dilanggara.
3. Eventhough the modern culture influences the community living pattern, the old tradition is still reluctant to be changed as shown in the unchanged basic design of Tongkonan.
The benefits of the study is to provide an understanding of the attitude of ethnic community in facing the modern culture, how to maintain their living pattern through the cultural form such as the architecture of traditional house, and also as a suggestion to the decision maker in managing the Indonesian ethnic culture.

Kajian ini berusaha memahami pengaruh budaya masyarakat Toraja masa kini terhadap arsitektur tradisionalnya yang bernama Tongkonan. Yang dimaksud budaya disini adalah pandangan atau pengetahuan suatu masyarakat berupa kepercayaan, nilai-nilai, aturan-aturan yang menjadi acuan dalam bertindak guna menghadapi lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik atau lingkungan buatan.
Kini lingkungan sosialnya telah berubah oleh adanya pariwisata yang makin meningkat. Para wisatawan disatu pihak hadir untuk suatu kebutuhan tertentu, dan melahirkan tuntutan yang akan dinikmatinya, misalnya keindahan alam Tana Toraja, upacara keagamaan, dan keberadaan arsitektur tradisional seperti Tongkonan tadi. Sementara itu wisatawan juga membawa pengaruh yang bersifat modern, berupa pengetahuan baru yang mungkin sekali mempengaruhi pengetahuan lama yang dimiliki orang Toraja.
Pengetahuan baru karena pengaruh pariwisata tadi menyebabkan orang Toraja menentukan pilihan, terutama yang menyangkut keberadaan Tongkonan. Pilihan itu harus diambil karena orang Toraja harus mempertahankan Tongkonan dan hal lain yang terkait dengan itu, misalnya upacara. Keutuhan Tongkonan memberi pengaruh terhadap peningkatan taraf hidup mereka, karena Tongkonan merupakan salah satu faktor yang menarik wisatawan.
Pengetahuan mereka yang berkembang menyebabkan perubahan persepsi mereka tentang kesehatan (penyediaan jamban dirumah), keamanan (kondisi dapur yang tidak mudah menimbulkan kebakaran), kesejahteraan: misalnya ruangan untuk kebutuhan pendidikan anak-anak mereka yang memenuhi syarat. Keadaan tersebut diatas melahirkan masalah yang akan dicoba difahami, meialui penelitian ini. Permasalahan yang timbul adalah :
1. Apakah fungsi Tongkonan akan tergeser karena perubahan pola hidup ?
2. Apakah masyarakat Toraja masih memerlukan suatu wujud budaya secara fisik dalam bentuk Tongkonan ?
Lokasi yang dipilih adalah desa Tikuna Malenong, kecamatan Sanggalangi Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan. Dipilih lokasi ini karena : masyarakatnya masih menganut adat istiadat etnik Toraja, lokasi Bering -dikunjungi wisatawan , sehingga diduga Bering berinteraksi dengan orang luar Toraja, kepadatan penduduknya paling tinggi dan lokasi memiliki obyek wisata cukup lengkap.
Data-data dikumpulkan dengan menggunakan cara pengambilan sampel acak sederhana. Data dikumpulkan dari responder melalui wawancara yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang terstruktur. Analisis data dilakukan secara diskriptif dan analisis uji statistik.
Kesimpulan yang didapat penelitian ini adalah :
1. Ditinjau dari segi kesehatan dan keselamatan lingkungan, bentuk Tongkonan asli tidak dapat dipertahankan.
2. Fungsi Tongkonan dasar belum tergeser, karena fungsi Tongkonan dapat dilengkapi dengan ruangan yang diinginkan. Kelengkapan ruangan itu dapat ditemui dalam Tongkonan Dilanggara.
3. Pengaruh tradisi dalam kaitannya dengan Tongkonan masih akan melekat dalam waktu cukup lama ditinjau dari perilaku masyarakatnya.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memahami pandangan masyarakat Toraja dalam menghadapi modernisasi yang datang ke daerahnya. Dan bagaimana mempertahankan pola kehidupan melalui bentuk kultural seperti arsitektur rumah tradisional dan juga sebagai sumbang saran bagi pembuat keputusan dalam mengelola kebudayaan etnik di Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Rizki Pratama
"Masalah pengembang yang belum menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) perumahan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) menunjukan angka yang cukup signifikan. Walaupun telah terdapat regulasi dari pemerintah, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang pedoman penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman di daerah, tetapi hasilnya masih belum optimal. Pemerintah dan masyarakat mendapat kerugian atas hal ini. Maka disini harus ada perhatian yang serius dari pemerintah pusat maupun daerah. Keberadaan prasarana, sarana, dan utilitas dalam lingkungan perumahan sangatlah penting. Pada dasarnya pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang pelaksanaan pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas di perumahan. Peraturan tersebut mengharuskan perusahaan pembangun perumahan atau pengembang perumahan dan Pemerintah Daerah untuk menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan yang dibutuhkan warganya.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengidentifikasi dan menemukan faktor-faktor penghambat pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan. Hambatan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas yang terjadi berkaitan dengan aspek kebijakan, penyerahan, pengawasan dan pengendalian diketahui dengan membandingkan proses pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan tahapan pengadaannya melalui wawancara mendalam dengan pihak-pihak di Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang diwakili oleh Dinas Tata Kota Tangerang Selatan dan pihak pengembang yang terkait dalam proses pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai hambatan yang dialami baik oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan maupun pengembang dan terjadi pada penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan.

Problems developers have not handed infrastructure, facilities, and utilities (PSU) housing to local government (LG) showed significant figures. Although there have been government regulations, the Minister of Home Affairs No. 9 of 2009 on guidelines for the submission of infrastructure, facilities, utilities and housing and settlements in the area, but the results are still not optimal. Government and the public got over this loss. So here there must be a serious concern of the central and local governments. The existence of infrastructure, facilities, and utilities in a residential neighborhood is essential. Basically the government has issued regulations on the procurement of infrastructure, facilities, and utilities in housing. The regulation requires companies residential builders or property developers and local governments to provide the infrastructure, facilities, and utilities needed housing residents.
This study aims to explore, identify and locate the factors inhibiting the implementation of the delivery of infrastructure, facilities, housing and utilities in South Tangerang city. Barriers to delivery of infrastructure, facilities, and utilities that were related to aspects of policy, delivery, monitoring and controlling known by comparing the provision of infrastructure, facilities, and utilities in accordance with the procurement stage through in-depth interviews with stakeholders in the South Tangerang City Government represented by South Tangerang City Planning and the developers involved in the provision of infrastructure, facilities, housing and utilities in South Tangerang city. Results from the study show that there are various barriers experienced by both the South Tangerang City Government and the developer and occurs in the delivery of infrastructure, facilities, housing and utilities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44945
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Kusumawardani
"Dunia properti beberapa tahun terakhir kembali bergairah setelah masa-masa keterpurukannya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, sudah banyak bermunculan produk-produk perumahan di sekitar Jakarta dengan tipe dan fasilitas yang semakin lengkap.
Perumahan, sebagaimana produk lainnya dapat dilihat sebagai kumpulan dari atribut-atribut atau manfaat yang terkandung dari produk itu sendiri. Sesuai dengan anatomi produk menurut Kotler (1997) produk inti rumah adalah merupakan manfaat utama sebuah rumah yaitu sebagai tempat untuk berlindung dari panas dan hujan. Namun saat ini rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung dan panas dan hujan, tapi jugs dapat menjadi tempat untuk mencari ketenangan dan kebahagiaan bagi keluarga.
Perkembangan atribut sebuah perumahan berlangsung begitu cepat. Saat ini, banyak pengembang mendirikan lingkungan perumahan yang telah dilengkapi dengan sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana olah raga hingga ke sarana hiburan. Konsumen seakan dimanjakan dengan kelengkapan berbagai fasilitas dan lingkungan yang aman, tenang dan harmonis.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemasar hares mengetahui bagaimana preferensi konsumen di pasar terhadap atribut-atribut produk hunian yang ada saat ini, agar produk yang dijual cepat diserap pasar. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : atribut manakah yang dianggap paling panting oleh konsumen; apakah terdapat perbedaan preferensi konsumen terhadap produk hunian yang berada di luar DKI Jakarta dan di dalam wilayah DK1 Jakarta; apakah terdapat perbedaan preferensi terhadap atribut perumahan diantara konsumen dengan berbagai tingkat penghasilan; apakah responden dapat dikelompokkan ke dalam beberapa segmen yang dapat dibedakan secara signifikan berdasarkan kemiripan preferensi terhadap multi atribut produk hunian?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, penulis telah melakukan penelitian tentang preferensi konsumen terhadap produk perumahan dengan menggunakan teknik analisis konjoin, dengan menggunakan software SPSS versi 10.5, yang menjalankan fungsi model analisis konjoin tradisional (decomposisional conjoin). Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa atribut produk perumahan seperti : harga, lokasi, akses jalan, aspek legalitas, fasilitas dan cars bayar, yang masing-masing memiliki tingkatan tertentu. Dari hasil analisis konjoin ini diperoleh dua informasi panting yaitu : tingkat kepentingan relatif atribut dan nilai utilitas (pan worth) dari setiap tingkatan atribut.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa atribut harga dan lokasi merupakan dua atribut yang memiliki tingkat kepentingan relatif paling besar di mata responden. Namun berbeda dengan dugaan penulis, responden dalam penelitian ini temyata lebih menyukai hunian yang berada di luar wilayah DKI Jakarta disbanding dengan perumahan yang berada di dalam wilayah DKI Jakarta. Sekalipun demikian, tetap responden menghendaki perumahan yang dekat dengan akses jalan tol dibandingkan dengan perumahan yang berada jauh dari akses jalan tol. Sementara tingkat penghasilan memang secara signifikan mempengaruhi perbedaan preferensi konsumen terhadap atribut harga.
Dari penelitian ini jugs diperoleh tiga segmen yang dibedakan berdasar tingkat kepentingan atribut harga. Segmen pertama terdiri dari responden yang bersikap moderat terhadap harga, segmen kedua merupakan kelompok responden yang bersikap sensitive terhadap harga, sementara segmen ketiga merupakan kumpulan responden yang bersikap tidak responsive terhadap perubahan harga.

The world of property in Indonesia, especially on Jakarta, in the end of years have a good passion, after its ruin years. In the short times, many developers build much more housing and commercials area.
Housing, as the other products could be seen as a bundle of attributes or functions including in the product it self. Kotler (1997) have said that product have an anatomy. Core product was a first line of anatomy as a main function from that product. The main function of a housing as a place for living. But this time, a house not only as a place for somebody living. A house will be expecting to give a feel comfort and give prestige to the person who live in.
The growth of housing attributes product be happen so fast. This time, developers build many environment of housing which be completed with service education area, commercial area, sport club area, hospital, entertainment area and so on. Consumers can be relaxe the high style of living.
Relating to the fast growing of attributes of housing, developers have to understand how the preference of consumers. If the developers have a deep understanding about the preference of a housing attributes, he can make a good product which can sold out lastly.
The hipotesis questions which will be answered in this study are : which attribute most preferred, are the consumers prefer a house which located in the town or in suburb, is a preference differ among consumers which have a different level of salary, is consumer can be differented to the segments depend on their characteristic of preference?
To answer the questioners above, the writer did the study about consumers preference of housing multiattributes product with conjoint analysis. The method was chosen to run the analysis is decomposisional conjoint or traditional conjoint from Green and Srinivasan (1979), In this study the writer chose six attributes (price, location, acces, legality, facility, and term of payment) and each of them have many levels. Conjoint analysis result are the importance of attribute and partworth or utility of level attribute.
The result of conjoint analysis said that price and location are attributes which have big importance from the consumers point of view. But, its differs from assumption of the writer, respondent in this study are prefer a house which located in suburb than a house which located in town. And level of salary the respondents have a correlation with their preference of price attribute.
The K-Means cluster use to differ all respondents to be 3 segments which have same characteristic in preference of price attribute. The segmen 1, have a special characteristic as a price moderate people, segmen 2 as a price sensitive people, and segmen 3 as a not responsive to the price different people. But each segment can not be differ clearly depend on their demography characteristic, because the respondents have almost homogenous characteristic in demography.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinda Rosa
"Tersedianya informasi kecenderungan tipe hunian yang dipilih oleh rumah tangga berdasarkan umur dan status sosiall, ekonomi dan budaya kepala keluarga atau lebih dikenal dengan dwelling type propensities sangat bermanfaat untuk menyelesaikan masalah kebutuhan rumah. Untuk mendapatkan gambaran dwelling type propensities di Indonesia, dilakukan sampel di 3 kota (Depok, Cirebon dan Pekanbaru) dengan teknik pengambilan sample multystage sampling telah diambil 1.200 kepala keluarga untuk Kota Depok, 480 untuk Kota Cirebon dan 1.000 untuk Kota Pekanbaru, menggunakan program software Excel dan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) untuk melakukan analisis faktor, analisis regresi dan analisis deskriptif. Perjalanan karir perumahan di ke 3 sampel kota paling terlihat perubahan pada rentang umur < 34 tahun, sejalan dengan besarnya perubahan pendapatan keluarga ke arah yang lebih mapan dan penambahan jumlah keluarga, disertai perubahan kepemilikan tempat hunian dengan perubahan ukuran luas lantai ke arah yang lebih besar, pencapaian tertinggi pada rentang umur 40 tahunan utamanya umur 45 tahun. Rata-rata masyarakat Kota Depok bekerja pada umur 22 tahun dengan pendidikan rata-rata SMA, menempati tempat hunian dengan status kontrak, penghasilan rata-rata Rp. 1.388.500,- (di bawah UMK = Rp. 1.453.875,-). Rata-rata umur 23 tahun mulai lepas dari orang tua dan hidup mandiri, pendapatan rata- rata Rp. 1.613.000,- menghuni rumah dengan status hunian mengontrak (0,25%) dan 0,08% menempati rumah status milik. Persentase keluarga menempati rumah milik meningkat tajam dimulai ketika anak usia sekolah sampai usia 55 tahunan (69,23%) dan cenderung menempati tempat hunian menetap disatu lokasi."
Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016
728 JUPKIM 11:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>