Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103877 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vandyarman Mulya Priyanda
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Strategi Pemerintah Kota Bekasi Dalam Mengatasi Konflik Sosial (Studi Kasus: Bakesbangpolinmas Kota Bekasi). Dalam bahasannya, tesis ini akan mengkaji mengenai strategi apa yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bekasi untuk penanganan konflik di Kota Bekasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan studi kasus pada konflik yang terjadi di Kota Bekasi. Dalam tesis ini dipaparkan contoh konflik yang pernah terjadi di Kota Bekasi, antara lain Peristiwa Ciketing, Peristiwa Galilea Galaxy dan Peristiwa Kalibaru. Hasil penelitian menyarankan bahwa strategi penanganan konflik yang sudah ada tidak berjalan dengan optimal. Oleh karena itu, perlu ada penguatan fungsi deteksi dini, pencegahan konflik, dan rehabilitasi konflik di dalam penanganan konflik. Penguatan fungsi tersebut dapat berjalan optimal apabila dilakukan perbaikan di dalam rekruitmen aparatur penanganan konflik.

ABSTRACT
The focus of this tesis is describe about Strategy of Bekasi City Government on Solving Social Conflict (Case Study: Bakesbangpolinmas Bekasi City). The purpose of this study is to research analysis about strategy of Bekasi City government have been applied to solving social conflict. The method of this research is qualitative method research with case study. On this tesis, researcher have description analysis some example or cases of social conflict in Bekasi City, such as HKBP Ciketing Church Conflict, Galilea Church Conflict and Kalibaru Conflict. The conclution of this research explained that the strategy of Bekasi City government on solving social conflict didn't effective. Because the condition, the researcher suggested Bekasi City Government is more comprehensive to make a ruling of a public policy product about solving social conflict, especially at Bekasi City."
2013
T33091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batho, Jemmy Franky
"Kota Ternate sebagai Kota Kepulauan di Provinsi Maluku utara yang rentan terhadap konflik sosial dikarenakan pernah mengalami konflik horizontal pada tahun 1999-2000. Tingginya intensitas konflik / pertikaian antar warga / pemuda yang terjadi di Kelurahan Mangga Dua dan Toboko pada tahun 2012-2013 menjadikan situasi dan kondisi keamanan, ketertiban, dan ketentraman masyarakat yang tidak kondusif dan berdampak terhadap lambannya proses kebijakan pemerintah dalam pembangunan daerah yang mengakibatkan lemahnya ketahanan daerah. Pemerintah membentuk FKDM berdasarkan Permendagrii nomor 12 tahun 2006 tentang Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat dengan tujuan untuk membantu instrumen negara dalam menyelenggarakan urusan keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, melalui upaya pencegahan dan deteksi dini terhadap potensi dan kecenderungan ancaman serta gejala atau peristiwa bencana. Undang-undang nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik sosial dijelaskan bahwa Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Sedangkan Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini. Peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan mengumpulkan data, informasi serta mewawancarai delapan orang informen terdiri dari Keanggotaan FKDM Kota Ternate antara lain Agung Prasojo Anggota Pembinan, Halil Hi Ibrahim wakil perguruan tinggi selaku Ketua FKDM Kota Ternate, Pdt. Abram Uggu anggota FKDM dari tokoh agama, Johan wahyudi anggota FKDM unsur Kepolisian, Aswan Lampa anggota FKDM dari tokoh pemuda, Iksan Ahmad Camat Ternate Selatan, Mochtar Lurah Mangga Dua dan Mahmud Hi. Ibrahim Lurah Toboko. Penyelesaian konflik akan terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang mewujudkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusa-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka pertentangkan, maka Peran FKDM bukanlah bentuk pranata sosial yang dapat menjalankan tingkatan intervensi transformasi konflik seperti Peace making (menciptakan perdamaian), Peace keeping (menjaga perdamaian), Conflict management (pengelolaan konfli) dalam bentuk Negosiasi, Mediasi, Penyelesaian jalur hukum (judicial settlement), arbitrase, dan workshop pemecahan masalah dan Peace building (pembangunan perdamaian) yang merupakan proses peningkatan kesejahteraan, pembangunan infrastruktur, dan rekonsiliasi seluruh pihak bertikai. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di mangga dua dan toboko kota ternate disebabkan oleh faktor pendorong struktural. Dimana pengaruh minuman keras, pengangguran, rendanya pendidikan dan mudahnya terpovokasi dengan isu serta solidaritas yang kuat diatara kelompokop membuat pemuda sering terlibat dalam konflik yang disertai dengan tindakan kekerasan. Pencegahan konflik yang dilakukan oleh FKDM dengan meminimalisir faktor determinan, malakukan untuk hidup damai dan mejauhi kekerasan menunjukkan bahwa konflik di Ternate mengalami penurunan namun masih saja terlihat banyak minuman keras yang masuk disebabkan tidak optimal pengawasan serta tindakan tegas kepada penjual. Penyelesaian konflik yang dilakukan oleh FKDM dengan melakukan konsiliasi, tindakan paksaan oleh aparat dan detente sangat baik dalam menyelesaikan konflik namun dibutuhkan peningkatan koordinasi dari FKDM dan aparat terkait sehingga penyelesaian konflik berjalan maksimal.

Ternate city as the city of island in North Maluku Province is vulnerable to social conflict because there had been horizontal conflict in 1999-2000. The high intensity of conflict/ inter-society/youth brawl in Mangga Dua and Toboko administrative village during 2012-1013 made the atmosphere, security, order and peace of society hardly conducive and affected to the slow government policy process in regional development which result in weak regional resilience. Government formed FKDM based on Regulation of the Minister of Home Affairs (Permendagri) Number 12 2006 on Early Public Vigilance Forum with the purpose to help government apparatus in serving security, peace and order of society through early prevention and detection of potential threat and disaster. In constitution Number 7 2012 on handling of social conflict explained that conflict handling is a series of systematic and organized activity. Conflict prevention is a series of activities conducted to prevent the conflict by improving the capacity of institution and early warning system. This study was conducted by using qualitative with descriptive approach and data collection, information and also interviewing eight informants from the members of FKDM, Ternate City. They are Agung Prasojo as member of training, Halil Hi Ibrahim the representative from University as the leader of FKDM Ternate City, Pdt. Abram Uggu member of FKDM from religious leader, Johan wahyudi member of FKDM from police, Aswan Lampa member of FKDM from youth leader, Iksan Ahmad district chief (Camat) of South Ternate, Mochtar head of administrative village (Lurah) of Mangga Dua dan Mahmud Hi. Ibrahim head of administrative village (Lurah) Toboko. The conflict resolution will be met through certain institutions which grow the pattern of discussion and decision making among the opposite sides so the role of FKDM is not as social institution to intervene conflict transformation such as Peacemaking (creating peace), Peace keeping (keeping peace), Conflict management (conflict management) in the form of negotiation, mediation, judicial settlement, arbitration and workshop of conflict resolving and Peace building which are processes to increase welfare, development, infrastructural development, and reconciliation among the actors. The result of the study showed that the conflict which happened in Mangga Dua and Toboko, Ternate City was caused by structural supporting factors. They are the effect of alcohol, unemployment, low education rate, easily provoked group and the strong community solidarity made the youth often involved in violent conflict. The conflict prevention which implemented by FKDM through minimizing the determinant factors, living the peaceful life and avoiding violent act showed the conflict in Ternate declining, in reality, there are still number of alcoholic beverages distribution which caused by lack of supervision and decisive action to the seller. The conflict resolution which implemented by FKDM through conciliation, coercive action by law enforcement officers and ... in resolving conflict but it is also needed to improve the coordination from FKDM and law enforcement officers so that the conflict resolution can run optimally.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Anggarani Purbaningtyas
"Konflik atas sumber daya hutan terjadi secara meluas di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Berbagai kajian mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi di Indonesia ini terjadi karena implementasi kebijakan pemerintah yang membatasi akses warga kampung hutan untuk ikut serta mengelola hutan sekaligus mendapatkan manfaat dari sumber daya tersebut. Konflik yang diuraikan ini sebenarnya hanya merupakan bagian dari konflik secara keseluruhan yang dihadapi warga kampung hutan dalam kehidupan mereka.
Dengan melihat konflik sebagai suatu proses rangkaian kejadian dimana masing-masing pihak yang berkonflik berusaha memenangkan kepentingan masing-masing dengan pilihan Cara masing-masing, kajian ini mengupas pilihan pranata yang diambil oleh warga kampung hutan dalam mekanisme penanganan konflik yang mereka hadapi, termasuk konflik yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya hutan. Pilihan ini diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dapat dirumuskan seagai kemanan dan kenyamanan pihak yang terlibat dalam menangani konflik dengan tetap memperjuangkan kepentingannya sebagai tujuannya.
Kajian mengenai konflik ini didasarkan pada sejumlah kasus konflik yang ditemukan pada saat penelitian lapangan dan kemudian dituliskan kembali dalam bentuk ilustrasi rangkaian kejadian konflik dengan satu konteks tertentu. Konflik yang disajikan berupa konflik yang berkenaan dengan penguasaan dan pemanfaatan lahan baik di areal warga maupun di kawasan hutan negara, konflik seputar renovasi masjid Al - Iman di Kampung Baru, konflik pengelolaan kawasan hutan berupa peremajaan kopi dan pengarangan dalam kawasan hutan negara dan konflik-konflik pencurian.
Dari kajian ini ditemukan bahwa warga kampung hutan mendasarkan pilihan pranata berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertimbangan yang paling mendasar adalah ketersediaan pranata dalam masyarakat setempat. Dari pranata-pranata tersebut, ada kemungkinan pihak-pihak yang terlibat memilih lebih dari satu pranata dengan pertimbangan keamanan dan kenyamanan posisi mereka dan tercapainya tujuan yang diinginkan. Pada kondisi dimana aturan dan mekanisme penanganan konflik tidak tersedia, warga kampung, dengan dibantu oleh pihak luar ataupun tidak, mampu menciptakan pranata baru melalui musyawarah yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama antara berbagai pihak yang berkepentingan. Kehadiran pihak luar sebagai pihak yang menyadarkan para. pihak yang berkonflik dan menggerakkan para pihak itu untuk bersama-sama menangani konflik, sekaligus menjadi teman belajar bersama untuk menemukan suatu bentuk pranata yang sesuai untuk menangani konflik yang terjadi dapat mempercepat proses pembangunan pranata ini.
Berdasarkan hasil dari kajian ini, dapat diambil suatu pemahaman baru mengenai konflik masyarakat kampung hutan. Pada umumnya, konflik yang terjadi pada masyarakat kampung hutan terjadi karena adanya ketidaksepahaman yang dibiarkan berlanjut dan diejawantahkan dalam sikap terbuka atau terselubung dalam berbagai arena social. Oleh karena itu, walaupun konflik yang terjadi tidak serta merta dapat difragmentasi sebagai konflik kehutanan atau non-kehutanan. Dengan melihat konflik masyarakat kampung hutan sebagai suatu kesatuan, dapat dilihat dengan lebih jelas bahwa ternyata, konflik warga kampung hutan dengan pihak Dinas Kehutanan sehubungan dengan pemanfaatan dan penguasaan lahan dalam kawasan hutan negara hanya merupakan satu bagian kecil dari satu konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat kampung hutan.
Upaya untuk mencegah dan menangani konflik yang terjadi Dapat dilakukan secara efektif jika masyarakat memiliki pranata yang kuat sebagai tempat mereka berpaling dan bersandar. Keberadaan pranata yang kuat juga dapat menjadi sarana komunikasi antara warga dan pihak lain yang terkait dengan pengelolaan kawasan hutan. Selain itu, peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah juga dapat dijadikan bagian dari pranata ini dengan cara menyederhanakan proses dan bahasa aturan tersebut. Kiranya, inilah cara yang paling efektif yang dapat dilakukan untuk proses sosialisasi peraturan dan kebijakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Tana
"Penulisan karya ilmiah ini dilatarbelakangi karena adanya permasalahan penanganan pemilu pada tahun 2019 oleh Polresta Bandar Lampung yang mengalami kesulitan dalam mengatasi konflik sosial. Penegakan hukum represif sudah dilakukan, namun belum mampu meredam konflik yang terjadi. Pada akhirnya penegakan hukum melalui sisi pencegahan juga dilakukan walaupun menurut teori konflik sosial bahwa konflik sosial tidak mungkin dicegah karena masyarakat menginginkan perubahan.
Permasalahan tersebut dikaji dengan teori konflik sosial, teori penegakan hukum penal dan non penal, konsep pemolisian masyarakat. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan dengan metode pendekatan penelitian lapangan (field research).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu yang dilakukan Satreksrim Polresta Bandar Lampung khususnya dalam melakukan penyelidikan kejahatan politik uang tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan karena kompetensi penyidik belum sesuai syarat yang ditentukan oleh undang-undang Pemilu. Penanganan kasus hoax, hate speech yang dapat memicu konflik juga belum mampu memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan tersebut. Oleh karenanya dilakukan upaya pencegahan melalui polisi masyarakat agar masyarakat dapat turut menjaga Kamtibmas. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melakukan penegakan hukum dalam mengatasi konflik sosial pada Pemilu 2019 adalah, belum optimalnya pelaksanaan Asta Siap, Metode pencegahan belum optimal melalui satuan fungsi pencegahan, kompetensi, sarana prasarana serta perilaku anggota juga belum dioptimalkan dalam mencapai tujuan dalam menjaga Kamtibmas.

This research is motivated by the increasing number of irregularities or violations of the background to writing this scientific work was the problem of handling the 2019 election by the Bandar Lampung Police, which experienced difficulties in overcoming social conflicts. Repressive law enforcement has been carried out, but has not been able to reduce the conflict that occurred. In the end, law enforcement through prevention is also carried out even though according to social conflict theory it is impossible to prevent social conflict because society wants change.
This problem is studied using social conflict theory, penal and non-penal law enforcement theory, and the concept of community policing. Meanwhile, this type of research is qualitative research using a field research approach method.
The results of this research indicate that law enforcement regarding election crimes carried out by the Bandar Lampung Police Criminal Investigation Unit, especially in conducting investigations into money politics crimes, did not proceed to the investigation stage because the investigators' competence did not meet the requirements determined by the Election law. Handling cases of hoaxes and hate speech which can trigger conflict has also not been able to provide a deterrent effect to the perpetrators of these crimes. Therefore, preventive efforts are being made through community police so that the community can participate in maintaining security and order. The obstacles faced in enforcing the law in overcoming social conflict in the 2019 elections are that the implementation of Asta Siap is not yet optimal, prevention methods are not yet optimal through prevention function units, competence, infrastructure and member behavior have also not been optimized in achieving the goal of maintaining Public Order and Order.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnain
Jakarta: Proyek Penelitian Pengembangan Riset, 2003
303.6 ISK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Mochthar Ngabalin
"Mengharapkan hadimya seorang Tokoh yang didengar, dihormati, dan disegani, adalah suatu dambaan tersendiri bagi masyarakat di Maluku saat ini. Betapa tidak, negeri yang terkenal, toleran dan konpromis, dalam nuansa heterogenitas masyarakat yang kental tersebut, kini diporak-porandakan oieh konfiik, dan tidak ada seorang pun yang mampu menyelesaikannya. Koniiik yang telah berlangsung lebih dari dua tahun ini, hampir dapat dikata berhasil meluluh-lantakan semua tatanan sosial Iokal yang selama ini terbangun mapan di masyarakat meialui proses-proses kultural. Dengan kata lain, pemirnpin dan kepemimpinan di Maluku dalam skala kecil (in grup), maupun masyarakat secara luas, saat ini dipertanyakan.
Padahal, berbicara mengenai pemuka pendapat di Maluku, tidak kurang banyaknya orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai pemuka pendapat. Berbagai pengalaman telah membuktikan bahwa Iewat kepemukaannya, para pemuka pendapat memperiihatkan peranannya yang dominan dan signiiikan, di masyafakat. Kepemukaan mereka telah banyak dibuktikan dalam hai penyelesaian konfiik yang terjadi di masyarakat, dimana tidak periu mengikutsertakan pihak Iuar (termasuk TNI dan Polri).
Dalam sejarah perjalanan masyarakat di Maluku, kemampuan pemuka pendapat dalam mengelola konflik terlihat sedemikian rupa, sehingga konflik dengan dampak yang negatif sekalipun, mampu dikelola menjadi kekuatan yang positif. Hasilnya adalah, terbangunnya relasi-relasi sosial, kohesi sosial bahkan integrasi sosial. Kenyataan ini yang melahirkan hubungan-hubungan seperti, Pela dan Gandong.
Ketika konflik terus berlanjut, orang lalu menanyakan dimana peran pemuka pendapat yang selama ini ada ? siapa-siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai pemuka pendapat, dan bagaimana perannya saat ini? Pertanyaan-pertanyaan ini yang mendorong dilakukannya studi ini.
Dari hasil studi di lapangan, ditemukan seiumlah fakta berkaitan dengan permasalahan sebagaimana diajukan di atas. Pertama, konfiik yang terjadi sejak 19 Januari 1999, adalah konflik yang direncanakan, dengan memanfaatkan sejumlah persoalan sosial seperti, masalah mayoritas- minoritas, masalah kebijakan politik pemerintahan Orde Baru, masalah kesenjangan sosial, ekonomi antara pusat dan daerah, masalah imigran dan penduduk asli, serta masalah politisasi agama. Kedua, Konfiik berhasil membangun fanatisme kelompok yang sempit, dimana setiap orang mengidentifikasi dirinya secara subyektif berbeda dengan orang lain di Iuar kelompoknya. Dengan demikian, kepemukaan seseorang sering mengalami gangguan komunikasi dalam berhadapan dengan kelompok di Iuamya (out group). Ketiga, Masuknya kelompok Iuar dalam jumlah besar dengan kekuatan dan kekuasaan yang besar, adalah faktor kendala tersendiri bagi berperannya seorang-pemuka pendapat secara signiikan di Maluku.
Untuk maksud studi ini, maka tipe penelitian yang digunakan adalah diskriptif kualitatif. Dengan metode ini diharapkan akan dapat dituliskan secara sistimatis semua fenimena konflik yang terjadi di masyarakat pada Iatar alamiahnya, dan bagaimana peran pemuka pendapat dalam upaya penyelesaian konflik tersebut.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhiruddin Mahjuddin
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan dan perkembangan perekonomian dan tingkat kesejahteraan rakyat Propinsi Aceh pada periode sebelum konflik(1980-1989), masa konflik (1990-2005) dan pasca perjanjian Helshinky (2006-2011).
Metodologi penelitian ini pada dasarnya merupakan studi empiris. Desain penelitian yang dipakai adalah metodologi deskriptif kualitatif.Selain itu juga dilakukan analisis kuantitatif atau analisis ekonometrika. Data sekunder terutama bersumber terutama dari BPS, Pemda Aceh, World Bank dan sumber lain yang valid. Terdapat dua model yang diestimasi yaitu:
Model 1: LYRNM = α0 + α1 Linves + α2 LAK + α3 LAPBDR + α4 Konflik
Model 2: LYRMIGAS = α0 + α1 Linves + α2 LAK + α3 LAPBDR + α4 Konflik.
Hasil penelitian menunjukkan Konflik berpengaruh negatif secara keseluruhan tehadap kinerja ekonomi. Konflik juga telah memperburuk tingkatkesejahteraan rakyat dimana kemiskinan, pendidikan dan kesehatan selama periode konflik terutamadi wilayah konflik juga terus memburuk. Selama periode pengamatan, PDRB tidak termasuk Migas lebih stabil dibandingkan dengan PDRB Migas, ini memberi harapan untuk memperbaiki Aceh dengan tidak mengandalkan sektor Migas.
Dengan menggunakan metode ekonometrik dapat disimpulkan bahwa pengaruh pertumbuhan investasi, pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan APBD rill terhadap pertumbuhan PDRB tidak termasuk Migas sangatlah kecil.
Hasil estimasi dengan menggunakan variabel terikat PDRB Migas ternyata hasilnya sangat tidak baik, hal ini menunjukkan bahwa perkembangan PDRB Migas sulit dikontrol atau dikelolah oleh pemerintah. Ini tidak lepas dari peranan sektor Migas dan begitu fluktuatifnya bisnis Migas di pasar internasional. Hasil analisis data berdasarkan kabupaten/kota menunjukkan antara lain bahwa daerah penghasil sumberdaya alam khususnya Migas merupakan daerah yang mengalami konflik berat, ketimpangan struktur produksi ditunjukkan ketergantungan yang besar terhadap Migas.
Saran kebijakan pemerintah Aceh harus segera dan terus menerus melakukan lagkah-langkah pemulihan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Aceh, tidak cukup hanya berhenti pada perjanjian Helshinki tapi perlu perbaikanperbaikan internal khususnya pada Pemerintahan Aceh meliputi: penentuan prioritas utama pembangunan yang berkaitan langsung dengan upaya pemerintah dalam memperbaiki kinerja perekonomian serta kesejahteraan rakyat Aceh.

This research aims to analyze the growth and development of the economy and the welfare of the people of Aceh Province in the period before the conflict (1980-1989), the conflict (1990-2005) and post-agreement Helshinky ( 2006-2011).
The methodology of this study is basically an empirical study. Research design used in the conduct of research is a qualitative descriptive methodology. In addition, quantitative analysis or econometric analysis. Secondary data is mainly sourced mainly from the BPS, the Aceh government, World Bank and other valid resources.There are two models are estimated as follows:
Model 1: LYRNM = α0 + α1 Linves + α2 LAK + α3 LAPBDR + α4 Konflik
Model 2: LYRMIGAS = α0 + α1 Linves + α2 LAK + α3 LAPBDR + α4 Konflik.
The results showed an overall negative impact Conflict against economic performance. The conflict has also exacerbated the level of prosperity in which poverty, education and health over a period of conflict especially in conflict area also continued to deteriorate. During the observation period, GDP excluding oil and gas were more stable than oil and gas GDP, this gives hope to improve Aceh's oil and gas by not relying to oil and gas.
By using econometric methods can be concluded that the effect of investment growth, labor force growth and growing budget rill on the growth of GDP excluding oil and gas is very small. Estimation results using the dependent variable was the result of Oil and Gas GDP is not very good, this suggests that the development of oil and gas GDP is difficult to control or managed by the government. It can not be separated from the role of oil and gas sector and so fluctuated oil and gas business in international markets.
The results of data analysis by district / city showed inter alia that the area of natural resources, especially oil and gas producer is an area that experienced heavy conflict, discrepancy production structure shown a great dependence on oil and gas.
Aceh government's policy advice should be immediately and continuously perform recovery steps of the economy and welfare of the people of Aceh, not enough to stop the Helshinky agreement but necessary internal improvements, especially in Aceh Government include: determination of development priorities that are directly related to government efforts improve economic performance and welfare of the Acehnese.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T31788
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnaen
Jakarta: Puslit. Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, 2004
303.6 KON (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yan Dirk Wabiser
"Konflik tanah merupakan gejala universal yang terjadi hampir merata di seluruh Indonesia. Fenomena ini merupakan konsekuensi logis dari pesatnya peningkatan kebutuhan akan lahan dalam pembanguan di Indonesia.
Kasus konflik tanah di Irian Jaya pada umumnya, dan di Sentani khususnya menarik untuk dikaji karena tidak hanya bersifat horizontal, tetapi juga vertikal. Asumsi dasar dari konflik tanah ini adalah bahwa konflik tanah terjadi karena dua pihak atau lebih mempunyai klaim yang sama atas sebidang tanah. Klaim yang sama mencerminkan adanya interpretasi yang berbeda-beda tentang hak kepemilikan tanah, misalnya kasus konflik tanah Kampung Harapan yang melibatkan masyarakat adat sendiri (Ohee-Ongge dan Walli) dan Pemerintah Daerah Irian Jaya. Ketiga pihak yang berkonflik mempunyai klaim yang sama sebagai pemilik tanah yang sah atas tanah Kampung Harapan yang pernah dikuasai oleh pemerintah Belanda, sejak berakhirnya Perang Dunia II (1946).
Manfaat penulisan ini sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah dan masyarakat adat untuk mengambil langkah-langkah bijaksana, guna meaekan konflik tanah, serta mengatasi masalah tanah sedemikian rupa, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Untuk membahas kasus konflik tanah Kampung Harapan, digunakan dua teori, yaitu Teori Integrasi Kelompok dan Teori Konflik, untuk mengkaji konflik antara masyarakat adat. Karena konflik ini melibatkan pemerintah, maka digunakan perspektif Lewis A.Cosser. Kedua teori ini dianggap relevan, karena integrasi yang kuat dalam suatu masyarakat dapat merupakan sebab terjadinya konflik sosial antara kelompok dalam masyarakat. Namun, dapat pula terjadi bahwa konflik yang terjadi dengan kelompok luar/lain dapat meningkatkan integrasi internal kelompok.
Konflik tanah antara Ohee-Ongge, Wally, dan Pemerintah Daerah Irian Jaya, bersumber pada perbedaan interpretasi tentang Staat van UitbetaaIde Schadevergoeding te Kota Nica, tanggal 25 Januari 1957. dan proses verbal tanggal 27 Februari 1957. Pihak Ohee-Ongge dan Wally berpendapat bahwa perabayaran sebesar f.10.000 (Duizend Gulden) yang dibayar oleh pemerintah Belanda (Nederlands Nieuw Guinea), hanya menyangkut pembayaran tanaman anak negeri, seperti yang tercantum dalam Staat van UitoetaaIde Schadevergoeding te Kota Nica, tanggal 25 Januari 1957. Jadi, tidak termasuk tanahnya, sebagaimana tercantum dalam proses verbal.
Bersamaan dengan itu, Pemda Irian Jaya berpendapat, bahwa pembayaran f.1O.000 sebagai ganti-rugi terhadap tanaman anak negeri beserta tanahnya. Oleh sebab itu, tanah sengketa menjadi tanah negara.
Untuk menyelesaikan kasus ini, digunakan Cara musyawarah dan peradilan formal. Masyarakat adat (Ohee-Ongge) mengambil inisiatif untuk menyelesaikan kasus ini dengan Pemda Irian Jaya, namun tidak berhasil. Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang ditempuh adalah melalui peradilan formal. Di Pengadilan Negeri Jayapura dan Pengadilan Tinggi Irian Jaya, gugatan pihak Ohee-Ongge dinyatakan menang, dan pihak Wally dan Pemda Irian Jaya dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Karena adanya fasilitas, maka kasus ini dilanjutkan oleh pihak Wally dan Pemda Irian Jaya, ke Mahkamah Agung (MA), dan kembali kasus ini dimenangkan oleh pihak Wally dan Pemda Irian Jaya. Pada kenyataan ini, pihak Ohee-Ongge tidak tinggal diam, mereka juga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) sebagai langkah terakhir dalam menempuh proses peradilan formal ke Mahkamah Agung. Dengan PK ini, pihak Ohee-Ongge kembali dinyatakan menang, dan kepada pihak Pemda Irian Jaya dituntut untuk mengganti/memberikan ganti rugi. Ternyata putusan PK MA tidak digubris sama sekali oleh Pemda Irian Jaya. Sikap Pemda ini diperkuat lagi dengan turunnya Surat Sakti Ketua MA yang membatalkan putusan MA yang memenangkan pihak Ohee-Ongge."
2001
T11421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rozaq Setiawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang analisis akuntansi pendapatan fasilitas sosial Fasos dan fasilitas umum Fasum pada pemerintah daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi. Penelitian menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan melihat praktik akuntansi pendapatan fasos fasum yang dijalankan di Pemda tersebut terkait dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, pengungkapan dan penghentian piutang. Penelitian menunjukkan bahwa pendapatan fasos dan fasum merupakan item non-moneter. Fasos dan fasum terbagi menjadi 3 jenis yaitu tanah, aset selain tanah, serta tanah dan selain tanah. Pengakuan pendapatan fasos dan fasum dilakukan pada saat serah terima aset. Kebijakan akuntansi pendapatan fasos dan fasum belum menjabarkan basis pengukuran untuk mengestimasi pendapatan seperti basis pengukuran menurut IPSAS serta tidak memiliki kebijakan untuk menyesuaikan pengukuran awal piutang terkait dengan perubahan tingkat harga. Penyajian piutang fasos fasum tidak dipisahkan dengan piutang moneter. Dana yang diterima sebagai pengganti kewajiban penyediaan tanah tidak memiliki kebijakan pengungkapan. Kedua pemerintah daerah menghentikan piutang karena pelunasan kas atau penyerahan aset atau penghapusan. Penelitian menyarankan perubahan titik pengakuan pada saat awal proses penyerahan aset. Merinci basis pengukuran seperti pada IPSAS dan membuat kebijakan untuk menyesuaikan pengukuran awal. Menyajikan piutang fasos dan fasum terpisah dari piutang moneter. Mengungkapkan informasi terkait dengan pembatasan suatu aset.

ABSTRACT
This thesis analyzes the accrual accounting for revenue of social and public facilities at the local government in Indonesian taking samples on two local governments namely the Provincial Government of DKI Jakarta and the City Government of Bekasi. This research used case study approach analyzing the accounting practices of social and public facilities revenues undertaken in the local government relating to the recognition, measurement, presentation, disclosure and the receivables derecognition. We identify that the social and public facilities revenues are non monetary items. Both local governments failed to recognize the revenues at early stage of submission process. Accounting policies had no detail measurement basis such as IPSAS for estimating the revenue and had no policies to adjust initial measurement of receivables related to price level changes. Presentation of the receivables did not distinguish it from monetary receivables. Funds received as land substitution did not have any disclosure policies. Both governments derecognized the receivables because of settlement cash payment or assets submission or deletion. Research suggests a change of recognition point the revenues at the early stage of submission process. Detail the measurement basis such as IPSAS and make policies to adjust initial measurement. Present the receivable differently from monetary receivables. Disclose any information such as limitation of assets."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>