Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150898 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heri Wahyu Supartini
"Laju pertambahan penduduk yang tinggi bila tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, maka tingkat pendapatan rendah akan menyebabkan bertambahnya pengangguran, kemiskinan, dan keterbelakangan masyarakat. Program KB di Indonesia diakui secara nasional dan internasional sebagai salah satu program yang telah berhasil menurunkan tingkat kelahiran yang nyata. Melalui pelaksanaan program KB yang efektif dan efisien diharapkan tekanan penduduk dapat dikurangi serta dapat terjadi peningkatan kualitas penduduk.Program Keluarga Berencana (KB) secara mikro berdampak terhadap kualitas individu dan secara mikro berkaitan dengan tujuan pembangunan pada umumnya. Secara mikro, KB berkaitan dengan kesehatan dan kualitas hidup ibu/perempuan, juga kualitas bayi dan anak. Secara makro, KB dan kesehatan reproduksi berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meraih MDG?s.
Penelitian ini merupakan studi kasus mengenai implementasi kebijakan program keluarga berencana di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitiannya difokuskan kepada telahaan secara mendalam mengenai proses implementasi kebijakan kebijakan keluarga berencana. Adapun proses implementasi kebijakan dalam penelitian ini meliputi variable komunikasi, sumber daya, struktur organisasi dan sikap kelompok sasaran sesuai dengan dengan teori Model George C. Edward III. Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk memberikan gambaran tentang efektifitas kebijakan keluarga berencana dan mengidentifikasi pelaksanaan program KB dalam kerangka ketahanan daerah. Lebih lanjut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat yang mungkin muncul pada saat pelayanan keluarga berencana diimplementasikan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program KB di Kabupaten Sleman efektif dalam menekan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini dapat dilihat dari penurunan tingkat laju pertumbuhan penduduk yang di Kabupaten Sleman di tahun 2007 yang sebesar 2,07% menjadi 1,28% di tahun 2012 seiring dengan peningkatan jumlah akseptor KB baru setiap tahunnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan program KB dalam menekan laju pertumbuhan penduduk di wilayah Kabupaten Sleman di antaranya adalah : Komunikasi, yaitu bahwa penentu keefektifan pelaksanaan KB dari faktor komunikasi yatu pada tingkatan structural serta upaya komunikasi yang dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana, Sumber Daya yang ternyata kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat kekurangan jumlah penyuluh KB, anggaran belanja dan jumlah personil dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah. Sikap Kelompok Sasaran, diketahui bahwa efektifitas muncul karena masyarakat Sleman yang tidak hanya menerima namun juga memiliki kesadaran dan keyakinan akan manfaat program. Pelaksanaan program KB di wilayah Kabupaten Sleman sudah cukup efektif dalam menunjang keberhasilan ketahanan daerah.

When the high population is not followed by high economic growth, the low income rate will lead to grow the unemployment, poverty and underdeveloped-society. The family planning program in Indonesia is obviously recognized nationally and internationally as one of the programs that have been successful in reducing the rate. Through the implementation of effective and efficient family planning is expected to reduce the pressure of society and increase the society quality of life. Family planning program affects to individual quality in micro perspective and deals with development objective in general. In micro perspective, family planning is dealing with health and quality of life of mothers or women, babies and children as well. In macro perspective, family planning and the health of reproduction contributes to achieve the MDG?s directly or indirectly.
This research is a case research on the implementation of the policy of family planning programs in Sleman, Yogyakarta. The research focuses on deep discussion of implementation process of family planning policies. The implementation process of policies in this research consists of communication variable, human resource, organization structure and attitude of target group based on the theory of George C Edward III. This research is basically aimed to provide an overview of the effectiveness of the family planning policy and identify family planning program implementation within the framework of regional security. Furthermore, this research is aimed to identify factors supporting and inhibiting that may arise when family planning service are implemented. This research uses descriptive qualitative research
The research results showed that the implementation of family planning program in Sleman is effective in reducing the rate of population growth. It can be seen from the decline of the population growth rate in Sleman district in the year 2007 of 2.07% to 1.28% in 2012 due to the increase in the number of family planning acceptors each year. Factors that influence the effectiveness of the implementation of family planning programs in reducing the rate of population growth in Sleman district are: communication, it means that the effectiveness of family planning implementation in communication factor is in structural level and communication efforts of family planning officers, the shortage of human resource in the field, budget and number of personnel in the regional working units. The attitude of target group shows that the effectiveness arises from Sleman people which not only accept but also aware and believe in the benefits of the program itself. The implementation of the family planning program in Sleman has been quite effective in supporting the success of regional security."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Ekawati
"Bentrokan dan kerusuhan mahasiswa di Desa Caturtunggal telah terjadi sejak tahun 2007. Pihak yang sering terlibat bentrokan antara lain mahasiswa yang berasal dari Provinsi Papua, Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste. Mahasiswa asal Papua banyak membuat kerusuhan dalam bentuk pencurian dan perampokan harta benda, mahasiswa asat Nusa Tenggara Timur yang sering terlibat bentrok adalah mereka yang berasal dari Sumba dan Alor, penyebabnya perkelahian yang berujung bentrok atau kekalahan dalam pertandingan olahraga. Sedangkan mahasiswa dari Timor Leste yang sering terlibat bentrokan adalah mereka yang menjadi anggota perguruan silat Setia Hati dan perguruan silat Kera Sakti. Tindakan kerusuhan dan kekerasan yang dilakukan ketiga kelompok mahasiswa tersebut merupakan bentuk kekerasan kolektif primitive dan merupakan perilaku agresi yang disebabkan faktor-faktor biologis.

Tokoh masyarakat sebagai panutan dan tempat mengadu bagi warga ternyata kurang begitu efektif dalam penyelesaian bentrokan dan kerusuhan mahasiswa. Karena walaupun mereka telah menepuh upaya untuk menyelesaikan dan mencegah kasus kembali terjadi, tetapi pada kenyataannya bentrokan dan kerusuhan tetap saja terjadi meskipun dalam skala kecil. Peran tokoh masyarakat yang terlihat dalam penyelesaian bentrokan dan kerusuhan mahasiswa di Desa Caturtunggal adalah sebagai penghubung antara pihak yang bertikai dengan ketua adat atau ketua paguyuban mereka, sebagai mediator dan saksi dalam proses mediasi dua pihak yang bertikai bersama-sama dengan pemerintah desa dan kepolisian, serta sebagai pemberi informasi atau pelengkap informasi bagi kepolisian mengenai kronologi kejadian. Penyelesaian kasus bentrokan dan kerusuhan antar mahasiswa pada akhirnya diserahkan kepada kepolisian.

Dengan kurangnya peran tokoh masyarakat dalam penyelesaian kasus kerusuhan antar mahasiswa hingga tuntas, bahkan ada sebagian tokoh masyarakat yang tidak mau terlibat sama sekali, akhirnya di dalam masyarakat timbul kesenjangan antara warga setempat dengan mahasiswa pendatang. Kehidupan mereka seolah berjalan sendiri-sendiri, padahal apabila terjadi kerusuhan bukan hal yang tidak mungkin warga setempat juga akan menjadi korban. Kondisi tersebut tentunya dapat mengganggu ketahanan daerah Desa Tambakbayan, yaitu hilangnya rasa nyaman masyarakat karena walaupun dari luar terlihat tenang tetapi dari dalam sebenarnya ada rasa was-was menjadi korban kerusuhan.


Clashes and riots amongs students in the Caturtunggal village have occurred since 2007. Parties who often involved clashes are students from Papua, East Nusa Tenggara and East Timor. Papuan students caused riots in the form of property theft and robbery, East Nusa Tenggara students who come from Sumba and Alor district  are often involved in conflicts, it was because of fights which led to clashes or defeat in a sport competition. While East Timor students who frequently involved in confilcts are those who become members of martial arts organizations “Setia Hati and  Kera Sakti”. Riots and violent actions that carried out by those three groups of students are primitive collective violence and aggression behavior that caused by biological factors.

Community figures as role models and people whom residents complain to are less effective in provide the resolution of student clashes and riots. Although they have sought to resolve and prevent re-occurring cases, nevertheless in fact clashes and riots still occur on a small scale. The role of community figures that are in the completion of the student riots and clashes in of Caturtunggal village are as liaisons between the warring parties and customary leaders or head of community, as mediators and witnesses in the mediation process for among  both two warring parties, government and police, as conduit of information or supplementary information about the chronology of events to the police. Eventually resolution of clashes between students and riot handed over to police.

Less of role of community figures in the resolution among the student riots case, some public figures who do not want to get involved in resolution of riot case at all, finally there is  a gap arises in the community between the residents and those students who caused riots. Those people  Their lives seemed to walk alone, but  people will also be a victim of the riots. Obviously, these conditions interfere resistance Tambakbayan Village, the loss of a sense of comfort.  From outside, people look calm but there is sense of anxiety about the riot."

Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumantri
"LATAR BELAKANG MASALAH
Penduduk dunia terus bertambah setiap saat, dengan laju pertumbuhan yang terus bertambah cepat. Fenomena ledakan penduduk ini telah muncul pada abad-abad terakhir dan menimbulkan berbagai permasalahan. Permasalahan yang utama tentunya menyangkut sumber daya, misalnya pemenuhan kebutuhan pokok pangan, kesehatan dan pasokan energi. Persoalannya adalah apakah pertambahan penduduk ini dapat diikuti pertambahan yang sepadan di bidang pangan, sedangkan sejak saat sekarang saja jumlah penduduk dunia yang miskin dan lapar sudah cukup besar. Tanpa usaha-usaha untuk membatasi pertumbuhan tersebut, sangat dikhawatirkan bahwa pada suatu saat yang tidak terlalu lama lagi penduduk dunia akan tidak dapat tertampung. Dan kalau saat itu tiba, akan timbul ketegangan-ketegangan internasional yang sangat membahayakan kehidupan manusia secara menyeluruh. Greg Cashman dalam buku "What Causes War 7", menjelaskan bahwa salah satu penyebab dari timbulnya peperangan adalah karena pertumbuhan penduduk. Dalam teori Lebensraum disebutkan bahwa Lebensraum adalah tempat yang dibutuhkan oleh manusia untuk ruang hidup sehingga mereka tumbuh, berinteraksi dan akhirnya coati. Hitler lebih menekankan pada aspek normatif dari Lebensraum, yaitu jika seseorang percaya bahwa tempat dapat menyebabkan peningkatan penduduk"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yerry Purba Wiratama
"Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 membawa dampak kerusakan yang luas di daerah Kabupaten Sleman, khususnya Desa Argomulyo, kecamatan Cangkringan. Tak ingin dampak tersebut terulang kembali, Pemerintah mengeluarkan program Desa Tangguh Bencana yang ditujukan agar masyarakat memiliki kapasitas dalam mengurangi resiko bencana diwilayahnya. Tujuan dari penelitian untuk menganalisis implementasi pengurangan resiko bencana pemerintah berbasis masyarakat melalui Program Desa Tangguh bencana di Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, serta pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara dengan stakeholders terkait di Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman dan studi pustaka. Hasil penelitian implementasi program Desa Tangguh Bencana di Desa Argomulyo menunjukkan adanya pola sinergitas multistakeholders baik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman, Non-Governmental Organization/Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun masyarakat setempat yang tergabung dalam komunitas relawan Forum Pengurangan Resiko Bencana Desa Argomulyo. Dalam interaksi antar aktor tersebut, masyarakat Desa Argomulyo tidak lagi menjadi obyek, namun pelaku utama yang bergerak dari bawah ke atas (bottom up) dalam upaya pengurangan resiko bencana di wilayahnya dengan keaktifannya menangani sejumlah bencana serta meningkatkan kapasitasnya melalui berbagai pelatihan dan simulasi kebencanaan. Meskipun demikian, dalam implementasi program tersebut juga menemui kendala seperti minimnya pendanaan, terlebih dengan tidak adanya keterlibatan peran dari sektor swasta. Disamping itu, perlu juga menemukan pendekatan dalam menjaga antusiasme masyarakat terhadap kegiatan pelatihan simulasi.

The eruption of Mount Merapi in 2010 brought widespread damage to the Sleman Regency, especially Argomulyo Village. Government issued a program called Desa Tangguh Bencana to improve the ability or capacity of the local community to reduce the risk of disasters in their areas. The purpose of the study was to analyze the implementation of community-based disaster risk reduction through Desa Tangguh Bencana Program in Argomulyo Village. This research is a qualitative research with a case study approach, as well as data collection conducted through interviews with relevant stakeholders in Argomulyo Village. The results of this research show a pattern of multistakeholder interaction between Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Non-Governmental Organizations, and local communities. In the interaction between these actors, the people of Argomulyo Village are no longer the objects of the program, but the main actors in the program to reduce disaster risk in their area by actively handling a number of disasters and increasing their capacity through various training and disaster simulations. However, in the implementation of the program also encountered obstacles such as lack of funding and maintaining the enthusiasm of the local community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T54918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aan Ari Witoko
"Tesis ini membahas pengaruh mitigasi bencana,social support, dan social capital terhadap keberfungsian keluarga dengan studi kasus pada masyarakat rawan bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Penelitian menggunakan metode deskriptif analisis dengan observasi dan wawancara mendalam (deep interview). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel mitigasi bencana, social support, dan social capital secara bersama-sama terhadap keberfungsian keluarga masyarakat rawan bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis korelasi menunjukkan ada hubungan positif pada tingkat kuat antara mitigasi bencana, social support, dan social capital secara bersama-sama dengan keberfungsian keluarga dengan nilai r sebesar 0,619.
Dari hasil analisis regresi juga memperlihatkan bahwa pengaruh yang ditunjukkan oleh mitigasi bencana, social support, dan social capital secara bersama-sama terhadap keberfungsian keluarga adalah positif dan signifikan dengan nilai R Square sebesar 0,384 dan F hitung sebesar 17,833. Hal ini berarti bahwa sebesar 38,4 % keberfungsian keluarga masyarakat rawan bencana erupsi Gunung Merapi dipengaruhi secara bersama-sama oleh faktor mitigasi bencana, social support, dan social capital serta selebihnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain. Dari hasil analisis kuesioner, observasi, dan wawancara mendalam dengan warga serta berbagai pihak terkait diketahui bahwa apabila mitigasi bencana terus digalakkan dan diperbaiki, social support ditingkatkan, dan social capital dikembangkan, maka keberfungsian keluarga akan semakin meningkat dan tetap dapat berjalan meskipun dalam kondisi rawan bencana.

This thesis discusses the influence of disaster mitigation, social support, and social capital against the functioning of family with a case study on disaster- prone communities eruption of Mount Merapi in Sleman Special Region of Yogyakarta. This research using descriptive analysis method with observation and in-depth interviews. The results showed that there is a positive and significant influence of variables disaster mitigation, social support, and social capital together toward family functioning society prone to eruptions of Mount Merapi in Sleman district of Yogyakarta Special Region. Correlation analysis showed there was a strong positive relationship between the level of disaster mitigation, social support, and social capital together with family functioning with r value of 0.619.
From the results of the regression analysis also showed that the effects shown by disaster mitigation, social support, and social capital together against the functioning of the family is positively and significantly to the value of R Square of 0.384 and F count equal to 17.833. This means that 38.4% of family functioning society prone to eruptions of Mount Merapi affected jointly by disaster mitigation factors, social support, and social capital as well as the rest influenced by other factors. From the analysis of questionnaires, observations, and interviews with residents and various stakeholders in mind that if disaster mitigation continue to be encouraged and improved, enhanced social support and social capital is developed, it will increase family functioning and still be able to run even in conditions of disaster-prone."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wikan Ardiningrum
"Problem perawatan lansia dengan demensia dan kebutuhan dukungan yang tidak terpenuhi dapat menimbulkan beban bagi caregiver keluarga lansia dengan demensia. Tujuan penelitian untuk mengetahui kebutuhan dan mengembangkan modul dukungan bagi caregiver keluarga lansia dengan demensia di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Metode penelitian menggunakan desain cross-sectional dan metode Delphi 2 putaran. Problem perawatan yang berkorelasi bermakna dengan beban caregiver, antara lain: komunikasi dan konflik dengan pasien; tidak ada waktu untuk diri sendiri; isolasi sosial-konflik dengan keluarga; beban akibat problem perilaku pasien; penyakit fisik atau psikis pada caregiver; dan merasa burn-out. Kebutuhan dukungan yang tidak terpenuhi >50% antara lain: konseling dan psikoterapi; kelompok kerabat dipandu profesional; psikoedukasi kelompok; tersedianya informasi tercetak; nasihat menyesuaikan rumah dengan kebutuhan pasien; informasi layanan; pelatihan keperawatan sederhana; terapi keluarga; kelompok swabantu; psikoedukasi individu; dan pelatihan individu oleh perawat. Hasil Delphi putaran II didapatkan konsensus para ahli terhadap 50 butir isi modul psikoedukasi kelompok yang disusun dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa psikoedukasi kelompok merupakan salah satu kebutuhan caregiver keluarga lansia dengan demensia di Kabupaten Sleman yang belum terpenuhi. Modul psikoedukasi kelompok yang disusun dalam penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai salah satu bentuk dukungan bagi caregiver keluarga lansia dengan demensia di Yogyakarta.

The caring problems of elderly with dementia and unmet support needs can create burden for the family caregivers of the elderly with dementia. The aims of the study was to determine the needs and develop a support module for family caregivers of elderly with dementia in Sleman Regency, Yogyakarta. The research method used a cross-sectional design and the 2-rounds Delphi method. The caring problems correlated with the caregiver burden were: communication and conflict with the patient; not enough time for oneself; the isolation of social-conflict within the family; burden due to patient behavior problems; physical and mental illness of the caregiver; and feeling burned-out. Support needs that are not met >50% include were: counselling and psychotherapy; relatives group guided by a professional; group psychoeducation; printed information; advice to adapt the house according to the patient needs; service information; simple nursing training; family therapy; self-help group; individual psychoeducation; and individual training by a nurse. The results of Delphi round II obtained the consensus of the experts on the 50 points of the contents of the group psychoeducation module compiled in this study. Based on the results of the study, it was concluded that group psychoeducation is one of the unmet needs for caregivers for elderly families with dementia in Sleman Regency. The group psychoeducation module compiled in this study can be recommended as a form of support for family caregivers of elderly with dementia in Yogyakarta"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kemala Pravitasari
"ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini didasari oleh Program Keluarga Berencana sebagai salah satu upaya menahan laju pertumbuhan penduduk. Program ini merupakan salah satu program yang harus dilaksanakan karena melihat besarannya pertumbuhan penduduk di Indonesia khususnya di Kabupaten Bogor, namun pelaksanaannya belum optimal karena disalah satu Kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Putri tingkat kegagalan KB (drop out) selalu meningkat dari 3 tahun terakhir. Secara keseluruhan pelaksanaan, pemerintah dalam hal ini BPPKB telah melakukan beberapa cara untuk menurunkan tingkat kegagalan tersebut, tetapi terdapat hambatan selama pelaksanaan. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan proses Implementasi Program Keluarga Berencana di Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor untuk melihat alasan tingginya tingkat kegagalan yang terjadi di Kecamatan Gunung Putri menggunakan pendekatan Post-Positivist dan teknik pengambilan data berupa wawancara mendalam, studi literatur dan penelitian lapangan. Dengan berdasarkan teori Edwards III penelitian ini menjelaskan bahwa pelaksanaan Implementasi Program Keluarga Berencana di Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor belum dilaksanakan secara optimal oleh petugas lapangan KB di Kecamatan Gunung Putri. Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Program Keluarga Berencana, Kecamatan Gunung Putri.

ABSTRACT
The background of this research is based on the family planning program as an effort to restrain the rate of population growth. This program is one of programs that should be implemented because they see the amount of population growth in Indonesia, especially in Bogor Regency. The Implementation still not optimal yet because in one of the Sub-District which Gunung Putri Sub-District Family planning drop out rate is increasing from the last 3 years. By overall implementation, the government has been doing a few ways to reduce the drop out rate, but there are obstacles that occurs during implementation. The aim of this study is to describe the process of implementation of the Family Planning Program in Gunung Putri Sub-District, Bogor regency to see reasons for the high rate of failure that occurred in Gunung Putri Sub-District using post-positivist approaches with in-depth-interview data collection technique, literature studies and field research. Based on Edwards III theory the study explains that the implementation of the Family Planning Program in Gunung Putri Sub-District, Bogor Regency has not been implemented optimally by the local government in Gunung Putri Sub-District."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S63584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fauziyah
"Tata letak geografis Indonesia yang berada pada posisi rawan bencana menyebabkan pentingnya penerapan program pengurangan risiko bencana berbasis inklusif. Di sisi lain, program ini terintegrasi pada perencanaan pembangunan jangka panjang. Salah satunya wilayah yang menerapkan program pengurangan risiko bencana, yakni Kabupaten Sleman. Sleman menempati urutan pertama dalam kepadatan masyarakat dan jumlah komunitas disabilitas terbanyak dibandingkan Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta. Tetapi dalam implementasinya banyak kendala yang dihadapi, seperti tingkat pemahaman yang masih melihat disabilitas sebagai individu yang tidak berdaya, aksesibilitas yang minim, sehingga menyebabkan keterpaparan bencana yang tidak proporsional. Pada penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi program pengurangan risiko bencana dan menganalisis faktor pendorong dan penghambat implementasi program di Kabupaten Sleman. Pendekatan postpositivism digunakan dalam penelitian ini dengan teknik pengumpulan data kualitatif-deskriptif. Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa sebagian besar adanya kesesuaian program dengan penerima manfaat, program dengan organisasi pelaksana dan kesesuaian penerima manfaat dengan organisasi pelaksana karena banyaknya program yang telah melibatkan komunitas disabilitas sebagai assessor terkait aksesibilitas yang diberikan dan pelatihan inklusivitas pada para implementor program. Di sisi lain, sinergitas terhadap organisasi penyandang disabilitas dan organisasi pelaksana mulai masif dilakukan. Seiring waktu berjalan, pemerintah pun mulai mengubah mindset dalam memandang disabilitas sebagai kelompok berisiko tinggi yang perlu ditingkatkan kapasitasnya, meskipun belum secara merata pemahaman ini. Beberapa faktor pendorong dalam program ini ialah adanya komitmen dari pimpinan dalam memberikan setiap kebutuhan disabilitas, pelibatan disabilitas mulai dari pembentukan program hingga tahap evaluasi. Namun faktor penghambat dari ragam disabilitas dan ilmu pengetahuan yang terbatas menjadi kendala terbesar pada implementasi program pengurangan risiko bencana berbasis inklusif ini.

Indonesia’s disaster-prone geographic condition makes it imperative for the government to implement an inclusive disaster risk reduction program. On the other hand, such program has been integrated into the national long term development plan. One of the regencies that implements a disaster risk reduction program is the Sleman Regency. Sleman ranks first in population density and the number of disability communities when compared to other regencies/cities in D.I. Yogyakarta. However, its implementation faces numerous obstacles, such as low level of understanding, that views disabled people as helpless individuals, and minimum accessibility, which result in a disproportionate exposure to disasters. This thesis aims to describe the implementation of disaster risk reduction program in Sleman Regency and analyze the factors which facilitate and inhibit program implementation. This research utilizes a post-positivism approach, with qualitative data collection method. This thesis found that for the most part, the program is compatible with the beneficiaries and implementing organizations. Such can also be said for the beneficiaries and implementing organizations. The reason for the compatibility is because the program has brought in the disability communities to act as assessors for matters related to accessibility and conducted inclusivity training for program implementers. The synergy between disability and implementing organizations has increased. Over time, the government has changed its mindset and started to view disability communities as a high-risk group which require capacity building, although such understanding is not yet widespread. Some of the driving factors are the leadership’s commitment in providing the needs of the disability communities and the involvement of disability communities in all stages of the program, from formulation until evaluation. On the other hand, the inhibiting factors for this inclusive disaster risk reduction program are the different types of disabilities and limited knowledge of program implementers regarding disability."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Senja Arum Woro Widosari
"Latar Belakang: Adanya pandemi Covid-19 menyebabkan program Keluarga Berencana tidak dapat berjalan maksimal. Penyebaran Virus Covid-19 yang sangat cepat membuat pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka penularan Covid-19 yaitu dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan anjuran physical distancing. Namun, adanya kebijakan PSBB menyebabkan kekhawatiran dan rasa takut pada calon maupun akseptor KB, sehingga berakibat untuk tidak pergi ke pelayanan kesehatan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan kunjungan dan penggunaan alat kontrasepsi di seluruh wilayah di Indonesia salah satunya di Kota Surakarta. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana membuat Program Keluarga Berencana yaitu Safari MKJP dan Gugur Gunung. Namun, di masa pandemi kegiatan tersebut sempat terhenti. Faktor keberhasilan suatu program dipengaruhi oleh faktor komunikasi, faktor sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif observasional dengan pendekatan kualitaitif. Pengambilan data dilakukan secara wawancara mendalam Hasil: Komunikasi diberikan secara langsung sehingga mengurangi timbulnya kesalahpahaman penerimaan informasi. Faktor sumber daya tersedia baik sehingga program dapat berjalan maksimal. Faktor disposisi yang terpenuhi terlihat dari peran staf dalam pelaksanaan program. Faktor struktur birokrasi berjalan ideal sehingga kegiatan berjalan dengan lancar. Kesimpulan: Implementasi program KB dalam penggunaan kontrasepsi di masa pandemi berjalan dengan baik.

Background: The Covid-19 pandemic has caused the Keluarga Berencana program unable to running optimally. The rapid spread of the Covid-19 virus made the government make various efforts to reduce the number of Covid-19 transmissions, namely Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) policy and physical distancing recommendations. However, the PSBB policy causes concern and fear for KB candidates and acceptors, resulting in not going to health services. The programs causes a decrease in visits and use of contraceptives in all regions in Indonesia, one of which is in the city of Surakarta. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana makes a Family Planning Program, namely Safari MKJP and Gugur Gunung but during the pandemic these activities had stopped. The success factor of a program is influenced by communication factors, resource factors, disposition and bureaucratic structure. Methods: This study used a descriptive observational study design with a qualitative approach. Data collection was carried out by in-depth interviews. Results: Communication was given directly so as to reduce the incidence of misunderstandings in receiving information. The available resource factor is good. The fulfilled disposition factor can be seen from the staff's role in program implementation. The bureaucratic structure factor runs ideally so that activities run smoothly. Conclusion: The implementation of the family planning program in the use of contraception during the pandemic went well."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhito Pemi Aprianto
"Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan regulasi terkait kebijakan manajemen buku KIA diantaranya, Kepmenkes No.284/Menkes/SK/III/2004, Permenkes No.4 tahun 2019, Pedoman Manajemen Umum Penerapan Buku KIA, dan Juknis Penggunaan Buku KIA. Kebijakan manajemen buku KIA tersebut, mengatur dari proses perencanaan hingga buku KIA dapat dimanfaatkan. Namun, buku KIA belum optimal digunakan oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana implementasi dari kebijakan tersebut, mengombinasikan desain penelitian kualitatif studi kasus dan kuantitatif deskriptif dengan pendekatan Edward III dan David Easton. Implementasi kebijakan diukur berdasarkan variabel input, proses, dan output. Hasil penelitian menunjukan, di Kementerian Kesehatan masih perlu ditingkatkan terkait fasilitas, dukungan dari Pemda, analisis dalam perencanaan, dan kejelasan serta konsistensi dari penyampaian kebijakan. Di Sleman, adanya regulasi yang diterbitkan dalam mendukung implementasi manajemen buku KIA berupa SE Kepala Dinas Kesehatan di tahun 2020, yang kemudian diperkuat menjadi Perbup di tahun 2021 menjadi bagian penting dalam implementasi kebijakan manajemen buku KIA, komponen yang perlu ditingkatkan yaitu tuntutan dan dukungan dari masyarakat. Sedangkan, di Bandung Barat, diketahui belum ada regulasi manajemen buku KIA ditingkat kabupaten, komponen yang perlu ditingkatkan terkait fasilitas; dukungan dari RS, Faskes Swasta, lintas sektor, dan Masyarakat; transmisi dan kejelasan informasi; pelayanan UKM puskesmas; dan monitoring serta evaluasi. Output dari implementasi kebijakan manajemen buku KIA antara lain, di nasional sebanyak 75,20% ibu hamil memiliki buku KIA, di Kabupaten Sleman sebanyak 95% memiliki/pernah menggunakan buku KIA, dan di Kabupaten Bandung Barat, sebanyak 70,7% memiliki/pernah menggunakan buku KIA. Sehingga dapat disimpulkan, kebijakan manajemen buku KIA masih belum terimplementasi dengan baik karena beberbagai kendala dalam input, proses serta beragamnya capaian pemanfaatan buku KIA di daerah. Penelitian ini, merekomendasikan agar Kementerian Kesehatan dapat meningkatkan kejelasan, konsistensi dan menghindari tumpang tindih regulasi terkait manajemen buku KIA; analisis penggunaan buku sejenis buku KIA sehingga dapat menjadi dasar perencanaan sharing-cost; serta penyediaan fasilitas yang mendukung; Dinas Kesehatan Kab. Sleman agar mendorong SIM KIA untuk diadaptasi atau diintegrasikan di tingkat nasional dan menyiapkan regenerasi SDM penanggung jawab KIA; Dinas Kesehatan Kab. Bandung Barat untuk menyiapkan regulasi manajemen buku KIA di tingkat kabupaten, meningkatkan upaya transmisi dan kejelasan informasi, meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan UKM di puskemas, dan meningkatkan serta mengembangkan mekanisme monitoring dan evaluasi.

The Ministry of Health has published regulations related to MCH book management including, Kepmenkes No. 284/Menkes/SK/III/2004, Permenkes No. 4 of 2019, General Management Guidelines for the Application of MCH Handbooks, and Technical Guidelines for the Use of MCH Handbooks. The management policy of the MCH book, regulates from the planning until the MCH book being utilized. This study aims to see how the implementation of the MCH book management policies, combines qualitative case study and quantitative descriptive research designs with the approaches of Edward III and David Easton. Policy implementation is measured based on input, process, and output variables. The results show that the Ministry of Health still needs to improve facilities, support from the local government, analysis in planning process, and clarity and consistency of policy delivery. In Sleman, the regulation issued to support the implementation of MCH book management by Circular Letter form Head of the Health Service in 2020, which was strengthened to become regent reguation in 2021 became an important part in the implementation of MCH book management policies, components that need to be improved are demands and support from the community. In West Bandung, there is no MCH book management regulation at the district level, the components that need to be improved are related to facilities; support from hospitals, private, cross-sectoral, and community health facilities; transmission and clarity of information; health center UKM services; and monitoring and evaluation. Outputs from the implementation of MCH book management policies showed that at national level, 75.20% of pregnant women have MCH books, 95% in Sleman District have/have used MCH books, and in West Bandung Regency, 70.7% have/ever using the MCH handbook. From this reaserceh, can concluded that the implementation of MCH book management policies are still not optimal because there are various obstacles in the input and implementation process as well as various achievements in the use of MCH books in the regions. This study recommends that the Ministry of Health can improve clarity, consistency and avoid overlapping regulations related to MCH book management; analysis of the use of the MCH handbook so that it can be used as the basis for cost-sharing planning; and the provision of supporting facilities; District Health Office of Sleman to encourage MCH SIM to be adapted or integrated at the national level and prepare the regeneration of human resources in charge of MCH; District Health Office of West Bandung to prepare MCH book management regulations at the district level, increase efforts to transmit and clarify information, increase the quantity and quality of SME services in health centers, and improve and develop monitoring and evaluation mechanisms."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>