Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Rini Handjari
"Loss of adenomatous polyposis coli (APC) function is typically an early event in sporadic colorectal cancer (CRC) pathogenesis. The key tumor suppressor function of the APC protein lies in its ability to destabilize free cytoplasmic beta catenin. This lead to the accumulation of nuclear beta catenin, and together with the DNA binding protein Tcf-4, function as a transcriptional activator. Accumulation of stabilized free â-catenin is considered as an early event and perhaps initiating the process in intestinal tumorigenesis. Neoplastic transformation in the CRC associated chronic colitis is considered similar to the adenoma-carcinoma sequence in sporadic CRC. The distinguish feature from the CRC-related colitis is the difference in time and frequency changes. Loss of APC function, regarded as the beginning of a very common event in sporadic CRC, but the CRC associated chronic colitis generally occurs at the end of the dysplasia-carcinoma sequence. This research was conducted to determine the subcellular location of beta catenin expression in chronic colitis, colorectal adenomas and carcinomas that were evaluated by immunohistochemical staining. It can be concluded that beta-catenin is a component that plays a role in the development of the CRC and the subcellular location of beta-catenin can describe its oncogenic activity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tammy Nurhardini
"ABSTRAK
Kanker kolorektal menempati urutan ketiga terbanyak dari kasus kanker pada laki-laki
dan menempati urutan kedua pada wanita di seluruh dunia. Karakteristik enzimatik
kanker kolorektal menunjukkan adanya peningkatan enzim M2PK tumor. Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi pemeriksaan M2PK tumor pada feses pasien tersangka
keganasan kolorektal dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi sebagai baku
emas, menggunakan nilai titik potong baru dan nilai titik potong berdasarkan manufaktur.
Desain penelitian adalah desain potong lintang dengan penyajian data secara deskriptif
analitik. Subjek penelitian terdiri dari 86 pasien dewasa yang menjalankan kolonoskopi.
Pemeriksaan M2PK tumor pada feses dilakukan menggunakan kit ScheBo Tumor M2-
PK Stool Test dengan metode ELISA. Proporsi M2PK tumor pada feses pasien
tersangka kanker kolorektal pada penelitian ini didapatkan sebesar 72,09%. Nilai titik
potong baru untuk pemeriksaan M2PK tumor didapatkan sebesar 14,18 U/ml dengan
sensitivitas 59,26%, spesifisitas 59,32%, NPP 40,00% dan NPN 76,09%. Hasil uji
diagnostik menggunakan nilai titik potong M2PK berdasarkan manufaktur (≥4 U/ml)
didapatkan sensitivitas 92,59%, spesifisitas 37,29%, NPP 40,32%, dan NPN 91,67%.
Berdasarkan hasil tersebut, maka pemeriksaan M2PK tumor pada feses dengan nilai titik
potong 4 U/ml dapat digunakan, terutama sebagai uji penapisan (screening) kanker
kolorektal, sedangkan pemeriksaan M2PK sebagai uji diagnostik kanker kolorektal masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Maulana
"Latar belakang. Kanker kolorektal merupakan keganasan saluran cerna yang menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas terkait kanker paling banyak di dunia. Perkembangan sel normal menjadi kanker melalui proses mutasi genetik yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Program skrining dapat menurunkan angka kematian namun partisipasinya masih rendah. Saat ini tersedia metode yang bersifat tidak invasif diantaranya dengan dasar pemeriksaan feses yang telah luas digunakan baik sebagai tes tunggal maupun kombinasi. Berbagai metode skrining terus dikembangkan untuk mendapatkan nilai diagnostik yang baik. Dengan mengkombinasikan mRNA CEA feses dan FIT diharapkan dapat menghasilkan metode skrining dengan sensitivitas dan spesifistas yang baik serta terjangkau. Tujuan. Mengevaluasi nilai diagnostik pemeriksaan kombinasi mRNA CEA feses dan FIT dalam mendeteksi lesi neoplastik kolorektal. Metode. Studi potong lintang dengan populasi terjangkau pasien dewasa yang diduga kanker kolorektal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2015 sampai Februari 2016. Analisis uji diagnostik digunakan untuk mendapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP dan RKN kombinasi mRNA CEA feses dan FIT dalam mendeteksi lesi neoplastik kolorektal dengan pemeriksaan histopatologi jaringan yang diambil melalui kolonoskopi sebagai baku emas. Lesi neoplastik kolorektal terdiri dari lesi prakanker/adenoma dan kanker.
Hasil. Sebanyak 78 subjek penelitian dengan rerata umur 55,32±12,6 tahun, 73,1% berumur 3 50 tahun dan 53,8% berjenis kelamin pria. Keluhan klinis terbanyak berupa perdarahan nyata saluran cerna 33,3%, nyeri perut 28,2%, dan perubahan pola defekasi 24,4%. Proporsi lesi neoplastik kolorektal sebesar 30,7% terdiri dari prakanker/adenoma 12,8% dan kanker 17,9%. Sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP dan RKN untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal berturut turut 75%, 61,11%, 46,07%, 84,66%, 1,93, 0,41; adenoma berturut-turut 50,00%, 50,00%, 12,80%, 87,20%, 1,00, 1,00; dan kanker kolorektal berturut turut 92,86%, 59,37%, 33,26%, 97,44%, 2,29, 0,12. Kesimpulan. Kombinasi mRNA CEA feses dan FIT untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal di Indonesia memiliki nilai NDN tinggi tetapi sensitivitas, spesifisitas, NDP, RKP dan RKN yang rendah.

Background. Colorectal cancer is one of the gastrointestinal tract malignancy which is one of the most common causes of cancer-related morbidity and mortality in the world. The development of normal cells into cancer through genetic mutations process that take years. Screening programs can reduce mortality rates but low participation. Currently, non-invasive methods are available including the stool based examination which has been widely used as a single test or in combination. Various screening methods continue to be developed to obtain good diagnostic value. By combining faecal CEA and FIT mRNA, it is expected to produce a screening method with good sensitivity and specificity and is affordable. Objective. We aimed to evaluate the diagnostic value of combination faecal mRNA CEA and FIT to detect neoplastic lesions of colorectal Methods. Cross-sectional study with with suspected colorectal cancer at Ciptomangunkusumo Hospital from November 2015 to February 2016. Diagnostic test analysis was used to obtain sensitivity, specificity, PPV, NPV, PLR and NLR of the combination of faecal mRNA CEA and FIT in detecting neoplastic lesions of colorectal by histopathological examination of tissues taken through colonoscopy as the gold standard. Colorectal neoplastic lesions consist of precancerous/adenoma and cancerous lesions.
Results. A total of 78 subjects with a mean age of 55.32±12.6 years, 73.1% aged older than fifty and 53.8% were male. The most clinical complaints were obvious gastrointestinal bleeding 33.3%, abdominal pain 28.2%, and changes in bowel habits 24.4%. The proportion of colorectal neoplastic lesions was 33.3% consisting of 15.4% precancer/adenoma and 17.9% cancer. Sensitivity, specificity, PPV, NPV, PLR and NLR for detecting colorectal neoplastic lesions was 75%, 61.11%, 46.07%, 84.66%, 1.93, 0.41 respectively; adenoma 50.00%, 50.00%, 12.80%, 87.20%, 1.00, 1.00 repectively; colorectal cancer 92.86%; 59.37%; 33.26%; 97.44%; 2.29; 0.12 respectively. Conclusion. The combination of faecal CEA mRNA and FIT in detecting colorectal neoplastic lesions has high NPV but low sensitivity, specificity, PPV, PLR and NLR.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins, 2014
616.994 KNO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Arlyando Hezron
"ABSTRAK
Latar Belakang: COX-2 adalah mediator sintesis prostaglandin yang kadarnya
meningkat pada tumor kolorektal. Gen messenger RNA COX-2 diekspresikan
berlebihan pada sebagian besar tumor kolorektal. MessengerRNA COX-2 tinja
merupakan modalitas non invasif untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal.
Tujuan: Mengetahui akurasi ekspresi mRNA COX-2 tinja dalam mendiagnosis
lesi neoplastik kolorektal.
Metode: Studi potong lintang pada pasien yang dicurigai kanker kolorektal.
Ekspresi mRNA COX-2 tinja diperiksa dengan nested PCR dan hasilnya
dianalisis untuk mendapatkan akurasi uji diagnostik.
Hasil: Terdapat total 96 sampel yang ikut serta dalam penelitian dengan rerata
usia 56,22 tahun. Sampel dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 51 orang dan
perempuan sebanyak 45 orang. Sebanyak 14 sampel merupakan pasien dengan
lesi neoplastik kolorektal dan 82 pasien bukan dengan lesi neoplastik kolorektal.
Akurasi diagnostik mRNA COX-2 tinja adalah sebagai berikut, sensitivitas 35,71
% (95% IK 0,04 ? 0,29), spesifisitas 95,12 % (95% IK 0,85 ? 0,97), nilai prediksi
positif 55,55 % (95% IK 0,16 ? 0,75), nilai prediksi negatif 89,65 % (95% IK 0,61
? 0,80), ratio kemungkinan positif 7,439 (95% IK 0,2 ? 16,34), ratio kemungkinan
negatif 0,6758 (95% IK 0,72 ? 1,24).
Kesimpulan: Pemeriksaan mRNA COX-2 tinja memiliki sensitivitas yang rendah
dan spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal.
Kata kunci: Akurasi diagnostik; kanker kolorektal; mRNA COX-2 tinja.
ABSTRACT
Background : COX-2 is the mediator of prostaglandin synthesis that increased in
colorectal cancer. COX-2 has overexpressed in most of colorectal cancer. Fecal
mRNA COX-2 is the non-invasive modality to detect neoplastic lesion of
colorectal.
Objective:Analyzing the accuracy of fecal mRNA COX-2 in diagnosing
neoplastic lesion of colorectal.
Methods : This is a cross sectional study in patient who is suspected colorectal
cancer. Expression of fecal mRNA COX-2 examined with nested PCR and
analyzed to get the diagnostic test accuration.
Results: There were 96 total samples included in this research, with the mean age
of 56,22 years old. There were 51 male subjects and 45 female subjects, 14
subjects with neoplastic lesion of colorectal and 82 subjects without neoplastic
lesion of colorectal. Fecal mRNA diagnostic accuration is sensitivity 35,71 %
(95% IK 0,04 ? 0,29), spesificity 95,12 % (95% IK 0,85 ? 0,97), positive
predictive value 55,55 % (95% IK 0,16 ? 0,75), negative predictive value 89,65 %
(95% IK 0,61 ? 0,80), positive likelihood ratio 7,439 (95% IK 0,2 ? 16,34),
negative likelihood ratio 0,6758 (95% IK 0,72 ? 1,24).
Conclusion : Fecal mRNA COX-2 assay has low sensitivity and high specificity
to detect neoplastic lesion of colorectal.
Keyword: Colorectal cancer; diagnostic accuration; fecal mRNA COX-2."
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Montgomery, Elizabeth A.
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2012
616.994 MON b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Prisscila
"Keganasan pankreas merupakan keganasan dengan angka kematian yang tinggi, dengan Adenokarsinoma Duktal Pankreas/Pancreatic Ductal Adenocarcinoma (PDAC) mencakup 85-90% kasus. PDAC memiliki perjalanan penyakit yang sangat agresif, dan seringkali baru terdiagnosis pada stadium lanjut. Penegakan diagnosis pasti PDAC seringkali hanya dapat dilakukan melalui sediaan terbatas baik berupa biopsi maupun endoscopic ultrasound-guided fine-needle aspiration/EUS-FNA. Salah satu tantangannya adalah membedakan PDAC dari jaringan pankreas non-neoplastik/reaktif. Penelitian ini akan membahas mengenai peran von Hippel-Lindau gene product/pVHL dalam membedakan PDAC dengan jaringan pankreas non-neoplastik, serta hubungannya dengan profil klinikopatologiradira PDAC. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional pada kasus PDAC dan jaringan pankreas non-neoplastik yang dilakukan di RSCM pada sampel yang diperoleh pada bulan Januari 2012 hingga September 2023. Sampel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok PDAC dan pankreas non-neoplastik. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling dari kasus-kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Dilakukan pulasan imunohistokimia pVHL dan perhitungan Histoscore/H-score serta penentuan cut-offnya untuk membagi ekspresi pVHL menjadi tinggi dan rendah dan hubungannya dengan PDAC dan non-neoplastik, serta profil klinikopatologi pada kelompok PDAC. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan ekspresi pVHL pada kelompok PDAC dan non-neoplastik, dan staging pN memiliki hubungan bermakna dengan ekspresi pVHL pada PDAC. Ekspresi pVHL yang rendah lebih banyak ditemukan pada PDAC berdiferensiasi sedang, tidak ditemukan invasi limfovaskular maupun invasi perineural, memiliki batas sayatan yang tidak bebas, memiliki staging pT2, pN0, M0, dan kesintasan > 7 bulan. Sebaliknya, ekspresi pVHL yang tinggi juga lebih banyak ditemukan pada PDAC berdiferensiasi sedang, ditemukan invasi limfovaskular, tidak ditemukan invasi perineural, status batas sayatan yang bebas, staging pT2 dan pT3, pN1 dan pN2, M0, dengan kesintasan ≤ 7 bulan. Temuan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mendapati hilangnya ekspresi pVHL pada tumor PDAC, dan sebaliknya pada duktus pankreas non-neoplastik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan klon antibodi yang digunakan pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Klon antibodi yang digunakan adalah VHL40, sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan klon FL-181 yang berikatan dengan asam amino yang berbeda dan memiliki klonalitas yang berbeda pula. Selain itu, pada PDAC dapat terjadi mutasi pada gen VHL yang menghasilkan protein VHL yang non-fungsional yang kemungkinan masih dapat terdeteksi dengan ikatan antigen-antibodi pada penelitian ini. 

Pancreatic malignancy is a malignancy with a high mortality rate, with Pancreatic Ductal Adenocarcinoma (PDAC) accounting for 85-90% of cases. PDAC has a very aggressive disease course, and is often only diagnosed at an advanced stage. Establishing a definite diagnosis of PDAC can often only be done through limited sample from biopsy or endoscopic ultrasound-guided fine-needle aspiration/EUS-FNA. In such limited sample, differentiating PDAC from non-neoplastic/reactive pancreatic tissue can be challenging. This research will discuss the role of von Hippel-Lindau gene product/pVHL in PDAC and non-neoplastic pancreatic tissue, as well as their relationship with PDAC pathological factors. This research is an analytical observational study with a cross-sectional design on cases of PDAC and non-neoplastic pancreatic tissue conducted at RSCM on samples obtained from January 2012 to September 2023. The research samples were divided into 2 large groups, namely the PDAC and non-neoplastic pancreatic groups. Sample selection was carried out using simple random sampling from cases that met the inclusion criteria and were not included in the exclusion criteria. Immunohistochemistry of pVHL was performed along with calculation of Histoscore/H-score and determination of cut-offs to divide pVHL expression into high and low and its relationship with PDAC and non-neoplastic, as well as pathological factors in the PDAC group. This study shows that there is no difference in pVHL expression in the PDAC and non-neoplastic groups, and pN staging has a significant relationship with pVHL expression in PDAC. Low pVHL expression is more often found in moderately differentiated PDAC, no lymphovascular invasion or perineural invasion, non-free incision margins, staging pT2, pN0, M0, and survival > 7 months. In contrast, high pVHL expression was also found more frequently in moderately differentiated PDAC, lymphovascular invasion was found, no perineural invasion was found, free incision margin status, pT2 and pT3 staging, pN1 and pN2, M0, with survival ≤ 7 months. This finding is different from previous studies which found loss of pVHL expression in PDAC tumors, and vice versa. This difference in results is likely due to differences in the antibody clones used in this study compared to previous studies. The antibody clone used was VHL40, whereas previous studies used the FL-181 clone which binds to different amino acids and has different clonality. In addition, in PDAC there is a mutation in the VHL gene which may produce a non-functional VHL protein that still be detectable by antigen-antibody binding in this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Poppy Andita Wulandari
"Latar belakang: Seiring kemajuan alat pencitraan di bidang neurologi, telah ditemukan banyak lokasi lesi sindrom afasia diluar lokasi klasiknya. Regio yang berkaitan dengan fungsi bahasa tidak hanya terkait dengan gray matter namun juga white matter tract yang menghubungkan antar regio bahasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan proporsi antara lokalisasi lesi klasik dan non klasik pada sindrom afasia dengan menggunakan MRI dan DTI.
Metode: Desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel dengan tekhnik consecutive sampling pada pasien sindrom afasia yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Dilakukan pemeriksaan afasia yang disetujui oleh 2 pakar dan penilaian MRI DTI dengan jeda maksimal 2 hari.
Hasil: Dari seluruh sindrom afasia didapatkan proporsi lokalisasi klasik 40% dan non klasik 60%. Terdapat perbandingan proporsi yang signifikan antara lokasi klasik dan non klasik pada afasia konduksi dibandingkan afasia global dan afasia anomik dengan nilai p < 0.05. Lokasi klasik pada afasia konduksi secara signifikan lebih banyak dibandingkan dengan lokasi klasik pada afasia global dan afasia anomik.
Kesimpulan: Pada studi pendahuluan ini dari seluruh sindrom afasia didapatkan lokalisasi non klasik lebih banyak dibandingkan lokalisasi klasiknya, masih dibutuhkan pengumpulan sampel lebih lanjut untuk dapat melakukan uji analitik yang mewakili populasi penelitian.

Background: Along with advances in neurology imaging technology, many locations of aphasia syndrome lesions have been found outside the classic location. Regions related to language function are not only related to gray matter but also white matter tracts that connect between language regions. This study aims to determine the difference in proportion between the localization of classic and non-classical lesions in aphasia syndrome using MRI and DTI.
Methods: The study design was cross-sectional. Sampling was taken using consecutive techniques in patients with aphasia syndrome who met the inclusion and exclusion criteria.
The aphasia examination which approved by 2 experts and the MRI-DTI assessment was carried out within 2 days intervals.
Results: From all aphasia syndromes, the proportion of classic and non-classical localization is 40% and 60%. There is a significant proportion comparison between classic and non-classical locations in conduction aphasia compared to global aphasia and anomic aphasia with p-value <0.05. The classical location of conduction aphasia is significantly more than the classical location of global aphasia and anomic aphasia.
Conclusion: In this preliminary study, were found more non-classical localizations of aphasia syndrome, than its classical localizations. Further sample collection is still needed to carry out analytical tests that more representative with study population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>