Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120865 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risdawati Djohan
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pengaruh bahan pengikat Amylum maydis, Amylum manihot, Kollidon-25 dalam pelarut air daft pelarut alkohol, Gelatin dan yang dibuat secara cetak lansung menggunakan Avicel PH 101 sebagai vehicle* terhadap waktu hancur dan dissolution rate tablet Tolbutamide
Penelitian dissolution rate Tolbutabide dari tablet Tolbutamide dilakukan menggunakan alat dissolution rate menurut BP 80 , media yang digunakan buffer Fosfat yang mengandung Na^HPO^ 2,04 % b/v dan KH^PO^ 0,135 % b/v,-pad suhu 36,5 - 37,5°C dan putaran keranjang 100 putaran setiap menit, Dissolution rate tablet Tolbutamide meningkat sesuai dengan tingkathidrofil bahan pengikat dan umumnya mempunyai waktu hancur yang relatif cepat .
Hasil-hasil yang diperoleh adalah sebagai beriku|t K^ q (kadar zat terlarut setelah 30 menit -percobaan ) tablet Tolbutamide dengan bahan pangikat Amylum maydis = 72 % dengan waktu hancur 12', dengan bahan pengikat Amylum mani«' hot = 87 % dengan waRtu hancur 30"^dengan bahan pengikat Kollidon-25 dalarn pelarut aic - 24,5 % dengan waktu hancur 43' dan dalam pelarut alkohol = 8,04 % dengan waktu hancur 87', dengan bahan pengikat Gelatin = 103^1 % dengan waktu hancur 3* dan dengan cetak langsung menggunakan Avxcel PH IQl = 70 % dengan waktu hancur 1^30.
Dari penelitian ini ternyata^formula tablet Tolbutamide dengan larutan bahan pengikat gelatin 10 % b/v^ memberikan hasil terbalk, yaitu K^q = 103,1 % dan waktu hancur 3 menit setelah disimpan 12 minggu ."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Wulandari
"Ruang Lingkup dan Cara : Gel cincau hijau memiliki sifat seperti agar sehingga menimbulkan pemikiran apakah dapat dipakai sebagai medium elektroforesis. Kenyataan ba,h a gel dapat terbentuk tanpa melalui proses pemanasan dianggap sebagai suatu keunggulan. Namun terdapat masalah apakah warna hijau disebabkan klorofil dapat dibuang, dan karakteristik gel belum diketahui dengan baik. Gel cincau dibuat dari daun Stephania hernandifolia, dan beberapa karakteristiknya dipelajari seperti : kondisi pembuatan, daya tahan /perubahan dalam penyimpanan pada berbagai suhu, dan upaya untuk menghilangkan klorofil. Kekuatan gel dinilai dari kemampuannya menahan beban (buatan sendiri) dan dengan curdmeter. Analisis kualitatif terhadap bubuk gel dilakukan untuk menentukan karbohidrat pembentuk gel serta monomernya (uji Molisch, jodium, Benedict, Barfoed, Bial, Tauber, osazon). Dilakukan pula upaya untuk menilai adanya enzim pektin esterase (produk : asam asetat), yang dilaporkan memegang pcranan dalam pembentukan gel.
Hasil dan kesimpulan : Gel dengan konsistensi yang baik diperoleh dari 5 g daun segar dan 50 ml air. Pada suhu kamar (30°C) gel dapat bertahan sampai 3 hari; selanjutnya terjadi pengeluaran cairan (sineresis) yang berlangsung lebih cepat pada suhu lebih tinggi. Gel mampu menahan beban 20 g, dan dengan alas curdmeter 95,93 g (nilai untuk agar swallow 1% : 45 g dan 154,72 g). Etanol absolut dapat dipakai untuk mengekstraksi kiorofil dari gel, yang setelah dikeringkan, meninggaikan bubuk berwarna keabu-abuan yang tidak lagi mampu membentuk gel (ireversibel). Gel yang dikeringkan sampai berat konstan (3 hari , 70°C) menunjukkan kandungan bahan padat 0,147% (0,35731242,0815 g). Analisis kualitatif menyatakan karbohidrat pembentukan gel mengandung heksosa, pentosa dan asam uronat. Aktivitas enzim pektin esterase tidak berhasil diidentifikasi. Gel cincau belum berhasil digunakan sebagai medium elektroforesis antara lain disebabkan warna hijau belum dapat dihilangkan tanpa merusak sifat dan kemampuan membentuk gel, dan gel mengecil akibat panas yang terbentuk pada saat elektroforesis.

Cincau Gel (Stephania hernandifalia) : Some Characteristics and The Possibility for use as Medium for ElectrophoresisScope and methods: It was thought that green cincau gel, on account of its agar-like property, could be used as a medium for electrophoresis. The fact that cincau gel could form without involving heat treatment., in contrast with agar, is considered an advantage. However, the properties of green cincau have not been well characterized, and the green color due to the presence of chlorophyll has to be removed.
The gel, prepared from the leaves of Stephania hernandifolia, was studied for : preparative c9ndition, stability/changes during storage at different temperatures, and method for removing chlorophyll. Gel strength was evaluated from its ability to hold weight and by the use of curdmctcr. The gel powder, after removal of chlorophyll and drying to constant weight, was analysed for its carbohydrate constituents (test : Molisch, iodine, Benedict, Barfoed, Bial, Tauber, ozason). The presence of pectin esterase, which has been reported to be involved in the gelling process, was also examined (product : acetic acid).
Findings and Conclusion: Green gel of good consistency was made from 5 g of leaves and 50 ml water. The gel was stable under storage for 3 days at room temperature (34°C). Water loss (syneresis) was observed during longer storage, and was more pronounced with increasing temperatures. The gel could withstand 20 g weight, or 95,93 by using a curdmotor (respective findings for 1% agar, 45 g and 154,72 g) Absolute ethanol was use to remove chlorophyll from the gel, however, the powder let after drying the gel was grayish in color and could no longer be reconstituted (irreversible). The decolorized gel, dried to constant weight (3 days, 70°C) conteined 0.147% solid (0.3573/242.0815). Qualitative analyses indicate the presence of hexose, pentose and uronic acid. Pectin esterase activity could not be detected. The gel could not yet be used as support material for electrophoresis due others, failure to remove chlorophyll without loss of the gel-forming ability, and shrinkage caused by the heat produced during an electhroporetic run."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akyunul Jannah
Malang: Sukses Offset, 2008
664.26 AKY g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Akif Tholibul Huda
"Tubuh manusia memiliki mekanisme hemostatik intrinsik tubuh dengan kapasitas yang terbatas sehingga pada kondisi tertentu hemostatic material sangat diperlukan untuk membantu dalam mempercepat proses pembekuan darah. Gelatin merupakan salah satu hemostatic material yang cocok digunakan sebagai wound dressing karena memiliki sifat antigenitas rendah, biodegradibilitas yang baik, dan biokompatibilitas di lingkungan fisiologis. Gelatin dapat dikombinasikan dengan monetite yang memiliki peran penting untuk membantu memusatkan komponen seluler dan protein darah sehingga dapat mendorong pembentukan gumpalan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan variasi konsentrasi monetite 0%, 3%, 5%, 7%, dan 10% terhadap karakteristik sifat porositas, sifat mekanik, perilaku degadrasi, dan sifat toksisitas pada wound dressing dengan bahan dasar gelatin. Sampel disintesis dengan metode freeze drying yaitu metode pengeringan bahan dalam keadaan beku dengan menghilangkan kandungan air secara langsung dari keadaan padat menjadi uap tanpa melalui fase cair. Setelah dilakukan freeze drying, sampel akan dipanaskan menggunakan vacuum drying oven untuk membentuk cross-linking dan dilanjutkan dengan proses karakterisasi. Hasil karakterisasi porositas menunjukkan bahwa monetite memiliki peran dalam mengurangi volume pori yang tersedia sehingga dapat menurunkan sifat porositas spons gelatin 4% hingga 7%. Adapun dari perilaku degradasinya, monetite dapat menjaga integritas jaringan gelatin sehingga meningkatkan kemampuan sampel dalam menahan degradasi. Dan melalui karakterisasi sitotoksisitas, dapat diketahui bahwa penambahan variasi persentase monetite tidak berdampak signifikan terhadap viabilitas pada sampel.

The human body has an intrinsic hemostatic mechanism with a limited capacity so under certain conditions hemostatic material very necessary to help in accelerating the process of blood clotting. Gelatin is one hemostatic material suitable for use as wound dressing because it has the properties of low antigenicity, good biodegradability, and biocompatibility in physiological environments. Gelatin can be combined with monetite which has an important role to help concentrate cellular components and blood proteins so as to promote clot formation. This study was conducted to determine the effect of adding variations in monetite concentrations of 0%, 3%, 5%, 7%, and 10% on the characteristics of porosity, mechanical properties, degradation behavior, and toxicity properties of wound dressing with a gelatin base. Samples were synthesized by the method freeze drying namely the method of drying materials in a frozen state by removing the water content directly from the solid state to vapor without going through the liquid phase. Once done freeze drying, the sample will be heated using vacuum drying oven to form cross-linking and proceed with the characterization process. The results of the porosity characterization show that monetite has a role in reducing the available pore volume so that it can reduce the porosity of the gelatin sponge by 4% to 7%. As for its degradation behavior, monetite can maintain the integrity of the gelatin network thereby increasing the ability of the sample to resist degradation. And through the characterization of cytotoxicity, it can be seen that the addition of variations in the percentage of monetite does not have a significant impact on the viability of the samples."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Lioner
"Hidrogel adalah pembalut luka modern yang dapat menangani eksudat luka sekaligus mempertahankan kelembaban yang optimal. Hidrogel yang hanya mengandung satu polimer memiliki kekuatan mekanik, elastisitas, dan stabilitas yang rendah. Oleh sebab itu, penggabungan dua jenis polimer dalam pembuatan hidrogel banyak diterapkan dalam aplikasi biomedik saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengarakterisasi dan membandingkan hidrogel yang dibentuk dari polimer kitosan dan gelatin yang ditaut silang menggunakan glutaraldehid dan genipin untuk pembalut luka. Kedua hidrogel dibuat menggunakan metode yang sama yaitu menggunakan agen penaut silang kimia. Morfologi, identifikasi gugus fungsi, pola difraksi sinar-X, stabilitas termal, sifat mekanik, kemampuan mengembang, dan evaporasi air dari hidrogel diuji. Hasil karakterisasi dari kedua hidrogel serupa karena glutaraldehid dan genipin memiliki mekanisme taut silang yang serupa terhadap polimer kitosan dan gelatin. Kemampuan mengembang metode taut silang glutaraldehid (63,07%) lebih tinggi daripada genipin (58,25%). Hasil uji sifat mekanik metode taut silang glutaraldehid lebih rendah yaitu 0,0061 MPa (mengembang) dan 0,0517 MPa (kering) dibandingkan genipin yaitu 0,0087 MPa (mengembang) dan 0,1187 MPa (kering). Laju evaporasi air metode taut silang glutaraldehid lebih tinggi (27,21%) daripada genipin (24,85%). Berdasarkan hasil karakterisasi dan evaluasi, hidrogel yang ditaut silang dengan genipin dapat menggantikan hidrogel ditaut silang glutaraldehid sebagai pembalut luka.

Hydrogels are modern wound dressings which have the ability to absorb wound exudates while providing an optimum moist environment for the wound. Hydrogels made up of just one polymer have poor mechanical properties, low elasticity, and thermal instability. Therefore, two or more different types of polymers were usually used in the fabrication of hydrogels for applications in biomedical areas. The purpose of this study is to prepare chitosan/gelatin hydrogels crosslinked with glutaraldehyde and genipin as well as to characterize and study their properties as a wound dressing. Both hydrogels were fabricated by chemical crosslinking using a crosslinker. Morphology, FT-IR analysis, X-ray diffraction, thermal stability, mechanical properties, swelling capability, and water evaporation were tested. Characterization of both hydrogels showed similar results because they have similar crosslinking mechanisms when added to chitosan and gelatin. Glutaraldehyde-crosslinked hydrogel has higher swelling capability (63.07%) than genipin (58.25%). Glutaraldehyde-crosslinked hydrogel has lower tensile strength which are 0.0061 MPa (swelling) and 0.0517 MPa (dried) than genipin which are 0.0087 MPa (swelling) and 0.1187 MPa (dried). Glutaraldehyde- crosslinked hydrogel has higher water evaporation rate (27.21%) than genipin (24.85%). Based on overall characteristics and evaluation, genipin-crosslinked hydrogel can be used to replace glutaraldehyde-crosslinked hydrogel as a wound dressing."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Alifia Fadhilah
"Pesatnya perkembangan industrialisasi dan pertambahan penduduk secara besar-besaran telah menyebabkan pencemaran air yang serius. Timbal (Pb) dan tembaga (Cu) merupakan logam berat beracun yang menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan karena pengaplikasiannya dalam berbagai industri. Adsorpsi dianggap sebagai salah satu cara efektif yang digunakan dalam mengolah air terkontaminasi logam berat karena pengoperasiannya sederhana, konsumsi energi rendah, sesuai dengan ekonomi sirkular dan pembangunan berkelanjutan. Pada studi ini telah berhasil disintesis hidrogel komposit alginat/gelatin/bentonit (ALG/GEL/BT) yang digunakan sebagai adsorben logam berat Pb2+ dan Cu2+. Hidrogel komposit ALG/GEL/BT dikarakterisasi menggunakan FTIR, SEM-EDX, AAS, dan XRD. Efisiensi adsorpsi ALG/GEL/BT untuk Cu2+ mencapai 79,24% dan kapasitas adsorpsi sebesar 33,97 mg/g. Pada adsorpsi Pb2+, efisiensi yang diperoleh mencapai 98,98% dan kapasitas adsorpsi hingga 43,64 mg/g. Hidrogel komposit ALG/GEL/BT mampu mengadsorpsi secara optimum dengan dosis adsorben 0,07 g, komposisi bentonit 42,9 wt%, temperatur 55 ºC, pH 7, selama 100 menit. Studi kinetika adsorpsi Pb2+ dan Cu2+ menggunakan hidrogel komposit ALG/GEL/BT mengikuti pseudo orde kedua dan model isoterm adsorpsi sesuai dengan Freundlich untuk Pb2+ dan Cu2+.

The rapid development of industrialization and massive population growth have caused serious water pollution. Lead (Pb) and copper (Cu) are toxic heavy metals which causes environmental pollution due to their application in various industries. Adsorption is considered as one of the effective methods used in treating water contaminated by heavy metals due to its simple operation, low energy consumption, in line with circular economy and sustainable development. In this study, an alginate/gelatin/bentonite (ALG/GEL/BT) composite hydrogel was successfully synthesized which was used as an adsorbent for heavy metal Pb2+ dan Cu2+. ALG/GEL/BT composite hydrogel were characterized using FTIR, SEM-EDX, AAS, and XRD. The adsorption efficiency of ALG/GEL/BT for Cu2+ reached 79.24% and the adsorption capacity was 33.97 mg/g. In Pb2+ adsorption, the efficiency obtained reached 98.98% and the adsorption capacity was up to 43.64 mg/g. The ALG/GEL/BT composite hydrogel was able to adsorb optimally with a dose of 0.07 g adsorbent, 42,9 wt%bentonite composition, temperature 55 ºC, pH 7, for 100 minutes. The adsorption kinetics study of Pb2+ dan Cu2+ using the ALG/GEL/BT hydrogel composite followed the pseudo-second order and the adsorption isotherm model according to Freundlich for Pb2+ dan Cu2+."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marselinus Duapadang
"Latar Belakang: Trauma dentoalveolar merupakan kerusakan pada daerah gigi dan tulang alveolar serta jaringan pendukung gigi. Prosedur pemulihan dengan cara Bone grafting yang menggantikan tulang yang hilang. Bahan alami seperti Hidroksiapatit Gelatin dan propolis dilaporkan dapat meningkatkan proliferasi dan mineralisasi sel osteoblas.
Tujuan: Untuk menetapkan peningkatan proliferasi dan minrealisasi setelah pemajanan elusi hidroksiapatit, gelatin, dan propolis 6% pada hari ke-7, 14, dan 21 terhadap medium kultur sel osteoblast sebagai bone graft secara in vitro.
Metode: Melakukan uji pewarnaan Alizarin Red Staining (ARS) pada kelompok perlakuan dengan interval waktu hari ke-7, 14, dan 21. Analisis menggunakan ImageJ menentukan deposisi kalsium dan jumlah sel osteoblast.
Hasil: Pada tiap interval waktu hari ke-7, 14, dan 21 kelompok uji Hidroksiapatit-Gelatin-Propolis mengalami peningkatan deposisi kalsium dan jumlah sel. Namun, terdapat hasil fluktuatif pada beberapa kelompok uji pada hari ke-7, 14, dan 21.
Kesimpulan: Elusi Hidroksiapatit-Gelatin-Propolis dapat meningkatkan proliferasi dan mineralisasi pada sel osteoblast.

Background: Dentoalveolar trauma is damage to the area of ​​​​the tooth, the alveolar bone and the supporting tissues of the teeth. A recovery procedure by means of bone grafting which replaces the lost bone. Natural ingredients such as Hydroxyapatite Gelatin and propolis are reported to increase the proliferation and mineralization of osteoblast cells.
Aim: To determine the increase in proliferation and mineralization after exposure hydroxyapatite, gelatin, and propolis 6% elution on days 7, 14, and 21 to osteoblast cell culture medium as bone graft in vitro.
Method: Performed Alizarin Red Staining (ARS) staining test on the treatment group with time intervals of 7, 14, and 21 days. Analysis by using ImageJ to determined calcium deposition and the number of osteoblast cells. Result : At each time interval of 7, 14, and 21 days the Hydroxyapatite-Gelatin-Propolis test group experienced an increase in calcium deposition and cell number. However, there were fluctuating results in several test groups on the 7th, 14th, and 21st days.
Conclusion: Hydroxyapatite-Gelatin-Propolis elution can increase the proliferation and mineralization of osteoblast cells.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carissa Theadora
"Latar belakang: Material bone graft harus efektif dan aman dengan kualitas baik. Alloplastic graft merupakan salah satu jenis bone graft yang dapat dibuat dari material sintetis seperti hidroksiapatit dan gelatin. Propolis merupakan bahan alami yang berasal dari lebah yang dilaporkan berpotensi dapat mempercepat proses regenerasi tulang dengan cara mengurangi inflamasi dan meningkatkan aktivitas sel melalui bahan aktif CAPE. Oleh karena itu, propolis diharapkan dapat menambah manfaat jika dikombinasikan pada hidroksiapatit-gelatin. Namun, penambahan suatu bahan terhadap material medis sehingga menjadi material medis baru memerlukan uji khasiat dan keamanan dari masing-masing bahan. Salah satu uji keamanan adalah uji sitotoksisitas terhadap sel yang mungkin akan berkontak untuk mengetahui biokompatibilitasnya. Tujuan: Mengetahui sitotoksisitas bone graft hidroksiapatit-gelatin dan propolis terhadap viabilitas sel fibroblas. Metode: Penyusunan literature review ini dilakukan sepanjang bulan Desember 2020. Pencarian literatur terkait dilakukan melalui 2 electronic database, yaitu PubMed dan Scopus dengan menggunakan kata kunci yang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Penentuan kriteria inklusi dilakukan dengan mengikuti alur Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA). Hasil: Dari hasil penelusuran pustaka maka terpilih 6 literatur. Dua literatur menyatakan bahwa propolis dalam konsentrasi rendah tidak bersifat sitotoksik terhadap sel fibroblas. Satu literatur melaporkan bahwa CAPE dapat meningkatkan viabilitas dan menghambat respons inflamasi sel fibroblas. Satu literatur melaporkan bahwa bahan carbonated hydroxyapatite yang direndam dalam propolis dapat meningkatkan viabilitas sel fibroblas. Dua literatur menyatakan bahwa bone graft hidroksiapatit-gelatin tidak bersifat sitotoksik serta dapat memicu adhesi dan proliferasi sel fibroblas. Kesimpulan: Propolis dan material hidroksiapatit-gelatin sebagai bahan bone graft tidak bersifat sitotoksik terhadap sel fibroblas.

Background: Bone graft material must be effective and safe with good quality. Alloplastic graft is a type of bone graft that can be made from synthetic materials such as hydroxyapatite and gelatin. Propolis is a natural material derived from bees which is reported to have the potential to accelerate the bone regeneration process by reducing inflammation and increasing cell activity through the active ingredient CAPE. Therefore, it is expected that propolis can add benefits when combined with hydroxyapatite-gelatin. However, the addition of an ingredient to a medical material so that it becomes a new medical material requires a test of the efficacy and safety of each ingredient. One of the safety tests is the cytotoxicity test of cells that may come into contact to determine biocompatibility of the material. Objective: To determine the cytotoxicity of hydroxyapatite-gelatin and propolis bone graft towards fibroblast cell viability. Methods: This literature review was conducted throughout December 2020. The search for related literature was done through 2 electronic databases, PubMed and Scopus, using keywords that match the research question. The determination of the inclusion criteria was carried out by following the flow of Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta- Analyses (PRISMA). Results: From the literature search results, six literatures were selected. Two literatures state that propolis in low concentrations is not cytotoxic against fibroblast cells. One literature suggests that CAPE can increase viability and inhibit the inflammatory response in fibroblasts. One literature reports that carbonated hydroxyapatite soaked in propolis can increase the viability of fibroblasts. Two literatures state that hydroxyapatite-gelatin bone graft is not cytotoxic and can promote adhesion and proliferation of fibroblast cells. Conclusion: Propolis and hydroxyapatite-gelatin material as bone graft materials are not cytotoxic to fibroblast cells."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhiruddin Maddu
"Telah dikaji pengaruh kelembaban terhadap sifat optik film gelatin yang dibuat dengan teknik casting melalui proses sol-gel. Film gelatin dikaji sifat optiknya terhadap perlakuan variasi kondisi kelembaban. Respon optik yang diamati berupa transmisi dan absorpsi optik pada spektrum cahaya tampak yang diperoleh dari spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet ? Visible). Hasil pengukuran transmisi dan perhitungan absorpsi optik memperlihatkan bahwa respon optik film gelatin berada pada pita cahaya tampak yang lebar dalam rentang 530 ? 680 nm, dengan respon cukup nyata pada pita spektrum 580 ? 650 nm. Perlakuan kelembaban berbeda memberikan perubahan karakteristik optik yang signifikan, yaitu spektrum transmitansi dan absorbansi optik film gelatin berubah terhadap perubahan kelembaban. Intensitas transmitansi optik film gelatin naik terhadap kenaikan kelembaban pada selang 580 ? 650 nm, sebaliknya spektrum absorbansi optiknya turun terhadap kenaikan kelembaban pada selang tersebut. Kurva intensitas transmisi dan absorpsi optik terhadap variasi kelembaban dari 37%RH hingga 99%RH pada 610 nm memperlihatkan lineritas yang cukup baik. Dua sampel film gelatin yang diuji memperlihatkan karakteristik yang sama.

Humidity Dependence of Optical Properties of Gelatin Films. Humidity dependence of optical properties of gelatin films prepared by casting technique has been investigated. Gelatin films was investigated its optical properties to varied humidity condition. Optical responses investigated are optical transmission and absorption at visible light spectrum measured utilizing a UV-Vis (Ultraviolet ? Visible) spectrophotometer. The results of optical transmittance and absorbance obtained shows an optical response of gelatin films in widely visible light spectrum within range 530 ? 680 nm, with most clearly response in a spectrum band in 580 ? 650 nm. Different humidity treatment cause a significantly change of optical characteristics, that is the transmittance and absorbance change in to humidity. Transmittance of gelatin films increase with increasing humidity in a range 580 ? 650 nm, in contrast with absorbance that is decrease with increasing humidity. Plot of transmission and absorption intensity with varied humidity from 37%RH to 99%RH at 610 nm exhibited a good linearity. Two samples showed same characteristics."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>