Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125444 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Delvya Mayasari
"Common reflection surface (CRS) stack merupakan metode baru yang digunakan untuk menentukan ZO section pada kumpulan data seismik refleksi. Jika metode stacking konvensional membutuhkan model kecepatan untuk memberikan hasil yang tepat, CRS stack tidak bergantung pada model kecepatan tersebut. Operator CRS justru bergantung kepada tiga atribut gelombang yang menjelaskan respon refleksi kinematik medium. CRS stack memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional biasa, karena CRS stack tidak hanya menggunakan data dari CMP yang sama saja, tetapi juga melibatkan CMP yang berdekatan. Oleh karena itu diperlukan suatu kriteria penentuan CMP berdekatan tersebut, yaitu aperture. Pemilihan aperture bergantung kepada kedalaman zona target dan juga kelengkungan reflektor. Selain itu, besarnya aperture yang digunakan dibatasi oleh zona Fresnel. Pemilihan aperture yang tepat akan memberikan hasil stacking terbaik dalam waktu yang singkat, sehingga hal ini bisa mengurangi biaya komputasi.

Common reflection surface (CRS) stack offer a new method to obtain ZO section for multi-coverage reflection data. Whereas conventional imaging method require a macro-velocity model to yield appropriate results, CRS stack does not depend on macro-velocity model. CRS stacking operator depends on three wavefield attributes that represent kinematic multicoverage reflection response. CRS stack gives better image than conventional stack, because CRS stack not only provides data from the same CMP, but also from neighboring CMP. Because of that, we need criteria to choose neighboring CMP, that is aperture. This aperture depends on the deep of target zone and the curvature of reflector. Beside that, the aperture stacking is limited by Fresnel zone. The right aperture will yield best image on the short time, so that it can reduce computation cost."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29403
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raju Eka Candra
"Identifikasi fluida menjadi bagian penting dalam karakteristik reservoar. Salah satu metode untuk mengidentifikasi fluida adalah dengan metode AVO (Amplitude Versus Offset). Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam identifikasi fluida ini adalah dengan melakukan pengolahan data seismik yang baik dan benar. Salah satu alur dalam pengolahan data seismik adalah tehnik stack/stacking, dalam penelitian ini digunakan 2 metode stack yakni stack konvensional (NMO/DMO stack) dan Stack Common Surface Reflection (Stack CRS). Kedua metode stack tersebut mempunyai perbedaan dalam penerapan metode ilmiahnya, yaitu dalam hal penerapan batas luasan yang akan di stack.
Metode stack konvensional yang selama ini dipakai sangat bergantung kepada model kecepatan, sedangkan dalam CRS stack dapat mengkoreksi kecepatan yang tidak akurat dalam proses stacking. Ketidakuratan penentuan model kecepatan ini disebabkan frekuensi seismik yang memiliki keterbatasan, keterbatasan tersebut didapat ketika suatu sumber gelombang seismik menjalar ke suatu titik dibawah permukaan yang berarah normal dengan sumber dan merefleksikannya, maka informasi yang diterima tidak hanya dari satu titik saja tetapi dari seluas zona fresnel. Dalam CRS stack ini seluruh titik dalam zona fresnel di stacking, sehingga dengan menggunakan stacking operator yang tepat, stack CRS menghasilkan rekaman data pre-stack yang lebih baik daripada metode stack konvensional.
Operator dalam zero-offset CRS stacking didasarkan pada 3 atribut muka gelombang, yaitu sudut datang atau emergence angle ( α ) sinar pada zero offset dan 2 jari - jari kurvatur dari bentuk muka gelombang yang diwakili dengan RN dan RNIP (jari - jari gelombang Normal Incident Point). Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diharapkan kegunaan CRS untuk menghasilkan analisis AVO yang lebih baik daripada metode konvensional, dan juga diharapkan CRS dapat meningkatkan Signal to noise ratio lebih baik daripada metode stack konvensional, sehingga mampu memetakan anomali AVO lebih baik.

Identification of fluid is important in the reservoir characteristics. One of the methods for identifying fluid is the AVO (Amplitude Versus Offset) method. To obtain optimal results is performed by applying a good and proper processing. One a good methodh processing sequence to enhance signal-to-noise ratio is stacking technique, this study used two methods stack, first is the conventional stack (NMO / DMO stack) and second is Common Reflection Surface stack (CRS stack). Both methods have differences in the application of scientific, which is in terms of the application for area stacking boundary.
Conventional stacking method that has been used is very dependent on the velocity model, while the CRS stack can correct an inaccurate velocity on stacking process. Inaccuracies of determining velocity model caused by seismic frequency has a limit, that limitation is obtained while the seismic source propagation to pint in subsurface at normal ray from source and reflect, the information not only from one point but whole of fresnel zone. In CRS stack the input take from the whole point from the fresnel zone to stacking, so that with proper stacking, CRS stack will produce pre-stack data better than conventional stack method.
The zero offset operator from CRS stacking is based on three attributes wavefront, they are the angle of incidence angle (α) at zero offset rays and two wavefront curvature of the shape represented by the RN and RNIP. Therefore, in this study would be expected to produce AVO analysis by CRS better than the conventional method and can enhance the signal to noise ratio stack better than the conventional methods, so as to mapping better AVO anomalies.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T41705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ziddan Hidayatullah
"Metode Common Reflection Surface (CRS) Stack merupakan metode stack yang lebih baru dari metode konvensional atau Common Mid Point (CMP) Stack. Kedua metode ini digunakan untuk mendapatkan penampang bawah permukaan yang sesuai dengan kondisi lapangan. Operator yang digunakan pada metode CRS stack sangat berbeda dengan metode CMP stack. Pada metode konvensial dibutuhkan pembuatan model kecepatan dari proses analisis kecepatan untuk dapat melakukan koreksi NMO. Semakin tepat pemilihan kecepatan yang dilakukan maka semakin baik penampang bawah permukaan yang dihasilkan. Pada metode CRS stack, atribut yang digunakan lebih sesuai dengan keadaan lokal dari reflektor. Atribut ini berupa sudut datang gelombang normal (α), jari-jari kelengkungan gelombang Normal Incidence Point (RNIP) dan jari-jari kelengkungan gelombang normal (RN). Ketiga atribut ini dapat di ekstrak dengan melakukan penentuan dip dan luas apertur. Penggunaan atribut lokal ini menjadikan metode ini dapat melakukan imaging yang lebih baik pada reflektor yang memiliki kemiringan tajam dibandingkan metode konvensional. Parameter luas apertur dapat memperbanyak jumlah trace yang akan di stack pada metode CRS stack sehingga dapat meningkatkan rasio S/N daripada metode konvensional dikarenakan proses stack pada metode konvensional dilakukan hanya dengan beberapa gather CMP. Pada pengolahan data seismik laut ini, dilakukan proses geometri, sorting, filtering, trace editing dan dekonvolusi untuk mengkondisikan data sebelum masuk pada tahapan stacking. Metode CMP stack dimulai dengan melakukan velocity picking pada penampang semblance untuk mendapatkan model kecepatan yang menjadi syarat dalam melakukan stacking konvensional. Untuk metode CRS stack, dilakukan variasi pada parameter maksimum dip, dip increament dan lebar apertur agar menghasilkan penampang bawah permukaan yang paling sesuai. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa metode CRS stack dapat melakukan imaging subsurface lebih baik dibandingkan metode konvensional, terutama dalam aspek kemenerusan reflektor, meningkatnya rasio S/N, imaging reflektor dalam, dan dapat menangani reflektor yang memiliki kemiringan atau dip yang curam.

The Common Reflection Surface (CRS) Stack method is a newer stack method than the conventional method or the Common Mid Point (CMP) Stack. Both methods are used to obtain a subsurface section that is suitable for field conditions. The operators used in the CRS stack method are very different from the CMP stack method. In the conventional method, it is necessary to create a velocity model from the velocity analysis process to be able to apply NMO corrections. The more precise the selection of velocity, the better the resulting subsurface cross-section. In the CRS stack method, the attributes used are more in line with the local state of the reflector. These attributes are the emergence angle (α), the radius of curvature of the Normal Incidence Point (RNIP), and the radius of curvature of the normal wave (RN). These three attributes can be extracted by determining the dip and aperture width. The use of this local attribute makes this method able to perform better imaging on reflectors that have a steep dip than conventional methods. The aperture area parameter can increase the number of traces that will be stacked on the CRS stack method so that it can increase the S/N ratio than the conventional method because the stacking process in the conventional method is carried out only with a few CMP gathers. In this marine seismic data processing, geometry, sorting, filtering, trace editing, and deconvolution processes are carried out to condition the data before entering the stacking stage. The CMP stack method starts with velocity picking on the semblance cross-section to obtain a velocity model that is a requirement for conventional stacking. For the CRS stack method, variations are carried out on the parameters of maximum dip, dip increment, and aperture width in order to produce the most suitable subsurface section. The results of this study show that the CRS stack method can perform subsurface imaging better than conventional methods, especially in terms of reflector continuity, increased S/N ratio, deep reflector imaging, and can handle reflectors that have steep dip."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Nofiyanti
"Laporan penelitian ini membahas tingkat pengetahuan perawatan lensa kontak terhadap risiko gangguan kesehatan mata pada mahasiswa FIK UI. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelasi. Pengambilan sampel menggunakan metode stratified random sampling sebanyak 40 responden. Data yang terkumpul dianalisa dengan rumus chi square dengan ⍺=0,05 dan didapatkan hasil nilai p vaIue=0,096 sementara nilai Cl adalah 0.997-14916. Penelitian menunjukkan bahwa secara statistik, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawatan lensa kontak dengan tingkat risiko gangguan kesehatan mata, tetapi secara klinis pengetahuan perawatan lensa kontak tetap berpengaruh terhadap risiko gangguan kesehatan mata."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
TA5937
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Arken Devona
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas air mata dan perubahan densitas sel goblet dengan penggunaan lensa kontak silikon hidrogel lotrafilcon B pada penggunaan daily wear dan extended wear 6 malam berturut-turut. Penelitian ini merupakan uji klinis intervensi randomisasi tersamar tunggal. Sebanyak lima puluh enam subyek yang telah di randomisasi dibagi menjadi dua kelompok n = 28 di masing-masing kelompok. Kedua kelompok memakai lensa kontak hidrogel silikon Lotrafilcon B secara daily wear vs extended wear. Parameter klinis Non-Invasif Break Up Time NIBUT, densitas sel goblet PAS, Interblink Interval IBI dan Ocular Protection Index OPI. Terdapat perbedaan NIBUT dan densitas sel goblet bermakna pada minggu ke 4 antara dua kelompok p 0,015 dan p.

The purpose of this study is to evaluate tear film quality and goblet cell density changes with the use of soft contact lenses of silicone hydrogel lotrafilcon B on daily wear and extended wear in 1 month. This is single blind randomized clinical trial. A total of fifty six subjects who had been consecutively randomized were divided into two groups n 28 in each. Both groups were wearing silicone hydrogel contact lenses Lotrafilcon B, the first group used daily wear and the second group used extended wear 6 consecutive nights. The clininal evaluation of the eyes in each group were performed on pre fitting, 1st week and 4th week after contact lens fitting. The clinical parameter were Non Invasive Break Up Time NIBUT using Tearscope PlusTM, goblet cell density using conjunctival impression cytologies CIC with Periodic Acid Schiff PAS Staining, Interblink Interval IBI and Ocular Protection Index OPI. In this study obtained more female sex subjects than men with a ratio of 3.6 1. There was a significant mean NIBUT difference at week 4 between two groups p 0,015. There was a decrease in goblet cell density in both groups with significant differences p."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vici Meiriska
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29021
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bachtiar Arif Wicaksono
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara SDE dengan
analisis ImageJ dalam menilai hiperemia konjungtiva pada pemakaian LKL dalam
2 minggu. Penelitian ini merupakan studi analitik prospektif berpasangan dengan
100 subjek mata dari 50 orang dengan miopia yang belum pernah menggunakan
LKL sebelumnya. Penilaian hiperemia konjungtiva dengan SDE dan imageJ
dengan mengevaluasi foto konjungtiva yang diambil pada sebelum, hari ketujuh,
dan keempat belas penggunaan LKL. Subjek terdiri dari 80,8% (n=42) perempuan
dengan rerata usia 22,12±1,79 tahun. Awal evaluasi didapatkan terbanyak
hiperemia trace (49%) dan ringan (51%) pada konjungtiva bulbar dan hiperemia
trace (92%) pada limbus. Evaluasi imageJ didapatkan median densitas vaskular
11,80 (4,56-17,61) %area dan rerata diameter vaskular 85,81±4,07 μm. Terdapat
peningkatan hiperemia konjungtiva tingkat ringan sebesar 19% dan sedang 6%
antara setelah 2 minggu penggunaan LKL. Terdapat perbedaan diameter (p<0,05)
dan densitas vaskular (p=0,000) yang bermakna secara statistik setelah pemakaian
LKL selama 2 minggu. Pada hari keempatbelas, persentase terbanyak yaitu
hiperemia menetap (59%) dan meningkat sebesar 35% pada konjungtiva bulbar
keseluruhan. Didapatkan peningkatan 1 tingkat SDE sebesar 33% dan peningkatan
2 tingkat SDE sebesar 2% setelah pemakaian LKL 2 minggu. Terdapat kesesuaian
pada penilaian hiperemia konjungtiva bulbar dan limbus antara SDE dengan
densitas dan diameter vaskular dengan perbedaan antar masing-masing kelompok
SDE yang bermakna (p<0,05).

This study aimed to evaluate the conformity of EGS with ImageJ analysis
in assessing conjunctival hyperemia in SCL use within 2 weeks. This is a paired
prospective analytic study which included 100 eyes from 50 subjects with myopia
who have not used SCL routinely before. Conjunctival hyperemia assessments were
done with EGS and ImageJ with evaluating conjunctival images taken at before,
day 7, and day 14 of using SCL. Subjects were 80,8% (n=42) female with mean age
of 22,12±1,79 years old. At initial evaluation, there were trace (49%) and mild
(51%) grade hyperemia in bulbar conjunctiva and trace hyperemia (92%) in limbus.
ImageJ evaluation found medial vascular density of 11.80 (4.56-17.61)% area and
mean vascular diameter of 85,81±4,07 μm. There was an increase of mild grade
conjunctiva hyperemia of 19% and moderate grade of 6% between before and after
2 weeks of using SCL. There was a significant difference of vascular diameter
(p<0.05) and density (p=0.000) after using SCL for 2 weeks. At day 14 evaluation,
most percentage was found persistent grade (59%) and increasing grade (35%) in
overall bulbar conjunctiva. There were 1 EGS grade increase of 33% and 2 grades
increase of 2% after using SCL for 2 weeks. Good conformity was found in bulbar
conjunctiva and limbal hyperemia evaluation between EGS and vascular density
and diameter with significant difference between each EGS group (p<0.05)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugi Safira
"Semakin banyaknya penderita myopia, sehingga alat bantu penglihatan pun semakin banyak digunakan. Penggunaan kacamata dan lensa kontak dapat mempengaruhi rasa percaya diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi perbedaan harga diri pada penderita myopia yang menggunakan kacamata dan lensa kontak. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif. Sampel diambil pada mahasiswa Universitas Indonesia yang menderita myopia. Instrumen penelitian menggunakan kuisioner. Metode pengumpulan data menggunakan stratified random sampling. Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 33 orang (51,6%) pengguna lensa kontak memiliki harga diri yang tinggi dan 31 orang (48,4%) memiliki harga diri rendah. Sedangkan 31 orang (48,4%) pengguna kacamata memiliki harga diri tinggi dan 33 orang (51,6%) memiliki harga diri rendah. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah responden yang menggunakan lensa kontak memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan yang menggunakan kacamata. Dari hasil penelitian, peneliti menyarankan sebelum memilih menggunakan kacamata ataupun lensa kontak, sebaiknya penderita myopi mengkaji terlebih dahulu alat bantu yang mana yang sesuai dengan karakter penderita myopi."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
TA5563
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nuriadara Samira
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ketebalan kornea sentral CCT , morfologi dan kurvatura kornea penderita miopia sedang pada pemakaian extended wear EW lensa kontak lunak LKL silikon hidrogel SiH lotraficon B terhadap daily wear DW selama 1 bulan pemakaian. Uji klinik tersamar tunggal dilakukan pada 34 subjek 68 mata dengan desain 2 kelompok paralel, yaitu kelompok EW dan DW. Morfologi sel endotel dan CCT diukur menggunakan mikroskop spekular dan keratometri dengan wavelight oculyzer. Tidak didapatkan perubahan CCT, morfologi, dan kurvatura kornea pada kedua grup pasca 1 bulan pemakaian LKL. Dari segi pengaruhnya terhadap CCT, LKL ini dapat digunakan secara extended.

Purpose of this study is to know the changes of corneal thickness CCT , endothelial morphology and curvature on the use of extended wear EW versus daily wear DW lotraficon B silicon hydrogel SiH soft contact lenses SCL for 1 month on moderate myopia. A single blind randomized controlled trial on 34 subject 68 eyes design with 2 parallel groups EW and DW. Endothelial cell morphology and CCT was measured by specular microscope, Keratometry by wavelight oculyzer. There were no changes on CCT, endothelial morphology and curvature between two groups after 1 month. Viewing from the effect on corneal thickness, this SCL are possible to be used in an extended manner."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Yoneva
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal yang bertujuan
membandingkan TIO antara terapi timolol hydrogel 0,1% (®Cendo Timol hydrogel*)
satu kali sehari dengan timolol tetes 0,5% (®Cendo Timol ED*) dua kali sehari pada
pada glaukoma primer kronis terkontrol. Sebanyak 45 pasien dibagi secara acak
menjadi 2 kelompok. Dilakukan pemeriksaan TIO diurnal menggunakan applanasi
Goldmann pada minggu keempat (pk.07.00±2 jam) dan minggu kedelapan
(pk.12.00±2 jam dan pk.17.00±2 jam). Hasil penelitian ini mendapatkan timolol
hydrogel 0,1% satu kali sehari mempunyai kemampuan mempertahankan TIO setara
dengan timolol tetes 0,5% dua kali sehari.

ABSTRACT
This was a prospective, single blind randomized clinical trial. The purpose of this
study was to compare IOP between the use of timolol hydrogel 0,1% (®Cendo Timol
hydrogel*) once daily and timolol solution 0,5% (®Cendo Timol ED*) two times
daily on controlled chronic primary glaucoma. Forty five patients divided randomly
into two groups. Diurnal IOP measurement was followed using Goldmann
applanation at the fourth week (07.00 AM ± 2 hours) and the eighth week (12.00
noon ± 2 hours and 05.00 PM ± 2 hours). The result of this study was timolol
hydrogel 0,1% once daily have the ability to maintain IOP equal to timolol eyedrop
0,5% twice daily."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>