Ditemukan 100299 dokumen yang sesuai dengan query
Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1965
959.8 DEW d
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Susilo Bambang Yudhoyono
Jakarta: Gramedia , 2006
321.8 SUS i
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
"Menanggapi insiden kekerasan pada 1 Juni 2008 di lapangan Monumen Nasional (Monas), Presiden SBY menyatakan negara tidak boleh kalah dengan kekerasan dari manapun karena Indonesia adalah negara hukum. Ini negara hukum, dan dalam negara hukum tidak bisa warga negara melakukan kekerasan pada warga negara lainnya, karenanya kejadian-kejadian semacam itu patut disesalkan. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi warga dalam menjalankan hak-hak konstitusionalnya dan juga menciptakan rasa aman. Insiden kekerasan di lapangan Monas merupakan suatu babak baru dalam sejarah Indonesia sebagai bangsa dan negara yang berdaulat. Sikap pemerintah segera menjadi sorotan ketika harus menghadapi situasi seolah hukum tak berdaya menjangkau non-state actor yang jelas-jelas tidak hanya melakukan pelanggaran hukum lewat aksi kekerasan terhadap pihak lain, tetapi juga menyinggung kewibawaan negara. Aksi kekerasan tersebut dilakukan terhadap sekelompok anak bangsa yang sedang melakukan penghormatan terhadap ideology negara yang sah secara hukum nasional di lokasi yang beratribut Monas (kawasan ring I pusat pemerintahan). Meskipun demikian, aparat keamanan (penegak hukum) tidak segera melakukan tindakan tegas dan konkrit…. "
IKI 4:24 (2008)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Jakarta: Konstitusi Press, 2005
342.05 JIM m
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Poelinggomang, Edward L.
Jakarta: Komunitas Bambu , 2008
959.844 POE
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Adi Nusferadi
"Berakhirnya Perang Dunia II menempatkan Revolusi Kemerdekaan Indonesia dalam konteks Internasional. Pendaratan rentara Sekutu serta ancaman Belanda yang ingin berkuasa kembali di Indonesia, telah mendorong Republik Indonesia untuk segera menampilkan eksistensi perjuangan kemerdekaannya pada Dunia. Dua tujuan utama sebagai berikut: mempertahankan kemerdekaan, dan memperjuangkan pengakuan Dunia bagi kemerdekaan tersebut, merupakan factor-_faktor yang menentukan sehingga para Pemimpin Republik Indonesia menganggap penting keberadaan diplomasi sebagai sarana perjuangan. Penyebab hambatan yang dihadapi Indonesia dalam usaha penerapan strategi diplomasi tidak saja datang dari perilaku pihak Belanda, tetapi datang pula dari dalam negeri. Kesulitan strategi diplomasi untuk segera dapat memperlihatkan manfaat penerapannya, telah menyebabkan timbulnya ketidakpuasan serta anggapan bahwa pelaksanaan diplomasi hanya memperlemah perjuangan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Makin terhadap mamfaat jangka panjang penggunaan strategi diplomasi, maka Pemerintah Republik Indonesia mencoba untuk melanjutkan pelaksanaan strategi tersebut, sambil memperhitungkan kembali faktor pendukung dari dalam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S12152
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dadang Riadi
Depok: Universitas Indonesia, 1991
S25362
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Brown, Colin Patric Metcalfe
"This thesis is a study of a particular aspect of Indonesian foreign policy: that country's relations with the United Nations.Its aim.si try tc isolate the variables which determined the ways in which various Cabinets pursued their political objectives within t.3ic Organisation. An explan¬ation of the methods used in investigating these variables can be found in the Preface: a discussion of the sources consulted is contained in the 'Sources' section of the Notes on the Text. Section I of the thesis is concerned with Indonesia's experience with the UN during the period of the physical rev¬olution. This is not, however, treated in very great depth, since it lies outside the main chronological limits of the thesis. The basic aim of this Section is to look at the back-ground to Indonesia's decision to join the UN in September 1930; a background which could well have affected the ways in which Indonesian political leaders viewed the Organisation at that time. Sections Ii to V form the main body of the thesis. They examine the use various Indonesian Cabinets made of the UN from 1950 to 1965. Each Section concentrates on one particular prob¬lem area: Section II on the maintenance of international peace and security; Section IIl on the eradication of colonialism; Section IV on the recovery of West Irian; and Section V on the campaign against Malaysia. It is believed that these topics cover virtually the entire ambit of Jakarta's political rela¬tions with the UN, ranging as they do over items of great, immediate significance to Indonesia, to matters which were of as much interest to Indonesia as to any other UN member.The final Section presents the conclusions drawn from the research carried out. It is suggested that there were three major variables which determined Indonesia's UN policy over this period: the particular political complexion of the Cabinet in office; the nature of the particular case being con¬sidered; and the power balance in the Assembly, as perceived in Jakarta. Of these three, the former is felt to be the most important, due to its influence over the latter two"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1974
RB 30 B 375 i
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Tan Evi
"Terorisme masih menjadi ancaman bagi masyarakat dunia termasuk Indonesia. Penanggulangan terorisme di Indonesia dengan metode deradikalisasi yang efekif telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini dikarenakan masih adanya tindakan teror oleh para pelaku baru dan lama yang terkait dengan jaringan atau kelompok. Teori identitas sosial dipilih untuk mengkaji bagaimana proses seorang teroris meninggalkan jalan terornya dan bahkan menjadi aktor perubahan yang turut terlibat melakukan program deradikalisasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, studi kasus, survei lapangan, wawancara, dokumentasi dan studi literatur. Penulis mengkaji seorang mantan narapidana teroris yang menyadari kesalahannya sebagai seorang teroris. Mantan Narapidana tersebut bernama Khairul Ghazali. Sejak keluar dari penjara, Khairul Ghazali mendirikan Pondok Pesantren Al-HIdayah khusus untuk anak-anak dari napiter dan mantan napiter di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang, Medan. Sumatera Utara. Murid-murid di Pesantren ini selain dihuni oleh santri dan santriwati dari anak-anak mantan narapidana terorisme juga ada murid-murid dari lingkungan setempat. Yang membedakan pesantren ini dengan pesantren lainnya adalah “Kurikulum Deradikalisme”. Tujuannya menerima murid selain anak-anak dari teroris dan mantan teroris adalah agar mereka dapat berbaur dengan lingkungan. Hal ini menjadi salah satu langkah untuk menghilangkan trauma sebagai anak mantan teroris. Penulis berhipotesa bahwa keberhasilan dari deradikalisasi Khairul Ghazali adalah dari kurikulum “deradikalisme”. Mereka dapat menangkal paham-paham radikal sehingga tidak mengikuti jejak orang tuanya.
Terrorism is still a threat to the world community, including Indonesia. Counter terrorism in Indonesia with an effective method of deradicalization has become a very urgent need. This is because there are still acts of terror by new and old perpetrators related to the network or group. Social identity theory was chosen to examine how the process of a terrorist leaves the path of terror and even becomes an agent of change who is involved in the de-radicalization program. This research uses qualitative research methods, case studies, surveys, interviews, documentation and literature studies. Researcher examine an Ex-terrorist convict who realized his mistake as a terrorist. The Ex-terrorist was named Khairul Ghazali. Since being released from prison, Khairul Ghazali established Al-Hidayah Islamic Boarding School specifically for children from terrorists or ex-terrorists in Sei Mencirim Village, Kutalimbaru District, Deli Serdang, Medan. North Sumatra. Students in the Pesantren are not only inhabited by female and female students of children of ex-convicts of terrorism, there are also students from the local environment. What distinguishes this pesantren from other pesantren is the "Deradicalism Curriculum". The purpose of accepting students other than children from terrorists and ex-terrorists is so that they can blend in with the environment. This is one step to eliminate trauma as a child of a former terrorist. Researchers hypothesize that the success of Khairul Ghazali's deradicalization is from the curriculum of "deradicalism". They can ward off radical notions so they don't follow their parents."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Suwarno
Yogyakarta: Ombak, 2012
959.8 SUW s
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library