Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146591 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bayu Taruno Nugroho Putro
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26643
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hardini Putri ZZ
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di beberapa Kota/Kabupaten di Indonesia. DBD mempunyai potensi menimbulkan kematian dan kejadian luar biasa (KLB). DKI Jakarta merupakan salah satu daerah endemis DBD yang jumlah kasusnya selalu meningkat setiap tahun. Kecamatan Pasar Minggu merupakan salah satu kecamatan yang ada di Jakarta Selatan yang jumlah kasusnya terus meningkat setiap tahun. DBD merupakan penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya dan belum ditemukan vaksin untuk mencegah penularannya. Maka perlu diadakan suatu program yang dapat mencegah penularan DBD. Cara yang paling efektif yang dapat dilakukan adalah memberantas vektor penular DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti.
Untuk melaksanakan suatu program penanggulangan DBD diperlukan suatu manajemen program yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan seperti Penyelidikan Epidemiologi (PE), fogging focus, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengawasan dan penilaian kegiatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran manajemen program Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (P2DBD) di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Tahun 2008. Jenis penelitiannya adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan data sekunder dan data primer. Penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu pada Bulan Mei 2008. Untuk menguji kebenaran dari data yang terkumpul maka peneliti melakukan triangulasi sumber, metode dan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga yang terlibat untuk P2DBD di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu sudah mencukupi. Untuk melaksanakan kegiatan diperlukan dana sarana. Dana yang ada saat ini belum mencukupi dan beberapa sarana yang diperlukan juga masih kurang. Untuk melaksakan kegiatan P2DBD Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu berpedoman pada juklak yang berasal dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Departemen Kesehatan. Manajemen Program Penanggulangan DBD di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu belum terlaksana secara optimal karena masih ada beberapa tahapan penting dalam manajemen program yang belum terlaksana dengan baik. Respon Time Penyelidikan Epidemiologi dan Respon Time Fogging Focus dalam melaksanakan P2DBD masih belum sesuai dengan standar penanggulangan yang ada. Angka Bebas Jentik yang dilaporkan oleh Jumantik telah mencapai standar Angka Bebas Jentik yang baik yaitu di atas 95 %.
Agar kegiatan P2DBD berhasil dan berjalan dengan baik maka diperlukan kesadaran masyarakat untuk dapat menjaga kebersihan lingkungan dengan melakukan PSN secara rutin karena PSN merupakan cara yang paling tepat dalam memberantas vektor penular DBD. Selain itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak mulai dari pejabat terkait, petugas kesehatan, kader, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat secara keseluruhan untuk dapat melaksanakan P2DBD secara berkesinambungan. Proses manajemen P2DBD juga perlu dilaksanakan dengan baik dan optimal sehingga tujuan dari P2DBD dapat tercapai dan jumlah kasus DBD dapat ditekan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zaeri
"Keberadaan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia yang sudah hampir setengah abad yang lalu sejak pertama kali di temukan kasusnya di Surabaya pada tahun 1968 belum dapat di berantas secara tuntas dari bumi Indonesia, bahkan jumlah kasus cenderung meningkat setiap tahunnya. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat membunuh / membasmi virus demam berdarah sehingga cara yang paling tepat dan efektif adalah dengan cara memotong mata rantai penularan dengan membasmi nyamuk Aedes-nya, dan cara yang paling tepat guna adalah dengan membasmi jentik / larva yang ada di tempat perkembangbiakannya yang sudah di kenal dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) dengan cara 3M.
Dari kondisi tersebut dapat di ketahui bahwa peran serta masyarakat yaitu perilaku masyarakat terutama perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat termasuk kebersihan lingkungan pada umumnya mempunyai kontribusi yang cukup besar di dalam keberhasilan pemberantasan DBD.
Penelitian ini ingin mengetahui perilaku masyarakat terutama faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan demam berdarah dengue (DBD) di Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan non eksperimen sedangkan pengumpulan data di lakukan secara Cross Sectional (potong lintang). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang ada pada 4 kelurahan yang paling endemis di Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung yaitu: (Kedaton, Perum Way Halim, Labuhan Ratu, dan Sepang Jaya), pengambilan sampel di lakukan pada 400 kepala keluarga dengan cara Systematic Random Sampling, sedangkan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian di ketahui bahwa sebanyak 57 % responden mempunyai perilaku baik dalam pencegahan DBD, dan sebanyak 43 % responden mempunyai perilaku kurang baik dalam pencegahan DBD. Hasil analisis bivariat menggunakan uji statistik Chi Square di dapatkan kelima variabel independen (pendidikan, pengetahuan, sikap, ekonomi, dan keterpaparan informasi / penyuluhan) masing-masing menghasilkan p-value < 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan formal, pengetahuan, sikap, ekonomi, dan keterpaparan informasi / penyuluhan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan DBD. Sedangkan pada analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda model prediksi di ketahui bahwa variabel yang paling besar pengaruhnya / paling dominan terhadap perilaku masyarakat terhadap pencegahan DBD adalah variabel pengetahuan, di dapatkan Odd Ratio (OR) dari variabel pengetahuan adalah 7,667 artinya responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang PSN-DBD mempunyai peluang melakukan pencegahan DBD sebesar 7,667 kali lebih tinggi di banding yang mempunyai pengetahuan rendah / kurang setelah dikontrol variabel pendidikan, sikap, status ekonomi dan keterpaparan.
Perilaku masyarakat di ketahui memiliki kontribusi yang cukup besar di dalam pemberantasan DBD, dari penelitian ini diketahui bahwa faktor pengetahuan responden tentang pencegahan dan pemberantasan DBD merupakan faktor yang paling dominan untuk terjadinya perilaku pencegahan dan pemberantasan DBD. Perlu di pikirkan bentuk sosialisasi yang lebih efektif agar pengetahuan tentang pencegahan dan pemberantasan DBD dapat di miliki secara merata pada seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian masyarakat akan lebih mudah di dalam melakukan pencegahan DBD / perilaku pencegahan ke arah yang lebih baik.

In Indonesia, Dengue Fever (DF) has been acknowledged in almost half a century as its first case was found at Surabaya in 1968. Since then, the disease cannot be completely eradicated and the cases are more likely to increase from year to year. Until now, there is no cure that be able to kill or destroy the dengue virus. Therefore, the effective way on dealing with the disease is to detach the chain of transmission by eradicating the Aedes mosquitoes. And the most proper way to eliminate the mosquitoes is by terminating its larva at its breedingplaces, which is known by a program called Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) with 3M or the Dengue's Mosquito Breedingplace Eradications Program (DM-BEP).
To meet the condition, community participation has played an important role, especially the community behavior on healthy and clean life in keeping a healthy environment. This, in general, will contribute to a successful program of Dengue eradication.
The study has an aim on describing the community behavior for factors that related to the dengue prevention behavior at Kedaton Sub-district of Kota Bandar Lampung.
The study is a quantitative research with a non-experiment design, and data is gathered by a cross-sectional approach. The population is all household at 4 most endemic villages (kelurahan) at Kedaton Sub-district, namely: Kedaton, Perum Way Halim, Labuhan Ratu, and Sepang Jaya. Method of sampling is using a systematic random sampling, and 400 household has drawn. Data is collected by using questionnaire.
The result of the study found that there are 57% of respondents have a good behavior in term of dengue fever prevention. From bivariate analysis, with Chi Square Test, showed that five variables, namely: formal education level, knowledge, attitude, level of economic, and IEC exposures, have a p-value less than 0.05. This indicates that those variables have a significant relationship with the community behavior on the prevention of the disease. While its multivariate analysis, with a double logistic regression, found that the most dominant variable at the prediction model for community behavior on the dengue prevention is knowledge, with an OR in 7.667. This means that respondents who have a good knowledge on DM-BEP will have a probability 7.667 times to do the dengue prevention, compare to those who have low or less knowledge on DM-BEP. The value of OR is resulted after the variable is controlled with variables of education, attitude, economic status, and exposures.
To conclude, community behaviors have a great contribution on the effort of eradicating the DF, and the study found that factor of respondent?s knowledge on DMBEP is the most dominant factors on creating the behavior on preventing and eradicating the DF. It is suggested that there is a need on constructing an effective form of socialization in order to raise the awareness and increase the community knowledge on DM-BEP in all level, in such that the community will easily applying the way to prevent the disease, as well as having a better prevention behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41327
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Putra Firnadi
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26512
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Krianto
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, cenderung terus meningkat. Bahkan kenaikan jumlah kasus tahun 2007 dibandingkan tahun 2006 mencapai lebih dari 40%. Apabila tahun 2006 jumlah kasusnya sekitar 111.000, namun tahun 2007 mencapai lebih dari 150.000 kasus dengan kematian yang diakibatkannya lebih dari 1000 orang. Di Kota Depok jumlah kasusnya juga terus meningkat, dari 312 kasus (1997), 1838 kasus (2006) dan tahun 2007 mencapai 2956 kasus. Semua kelurahan sudah endemis demam bardarah. Strategi premosi kesehatan di kemunitas kurang berhasil menurunkan jumlah kasus demam berdarah. Untuk itu upaya promosi penanggulangan DBD perlu dilakukan melalui sekolah.
Tujuan penelitian ini adalah menilai pengaruh promosi kesehatan yang dilengkapi dengan pemeriksaan jentik berkala terhadap perilaku pengendalian vektor dengue pada murid sekolah dasar negeri (SDN) kelas III, IV dan V di Kota Depok. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap upaya mengendalikan penyakit demam berdarah, khususnya di Kota Depek.
Disain penelitian ini adalah eksperimen, yang diikuti 642 murid dan 642 ibu. Intervensi yang diberikan pada kelompok perlakuan terdiri dari pelatihan, pendampingan, kampanye serta pemeriksaan jentik berkala. Analisis data secara kuantitatif dilakukan untuk melihat perbedaan antar pengukuran dan antar kelompek terhadap: a) rerata nilai pengetahuan, sikap dan praktek (KAP), dan b) indeks jentik. Untuk itu dilakukan beberapa tahap analisis bivariat dan multivariat selaras dengan tujuan penelitian serta sifat datanya. Untuk memperkaya penjelasan terhadap temuan penelitian kuantitatif dilakukan penelitian kualitatif.
Intervensi promesi kesehatan dan PJB-AS (pemeriksaan jentik berkala anak sekolah) ternyata meningkatkan KAP anak sekelah sebesar 4,25 - 10,28% (p
Sejalan dengan perubahan KAP pada murid, secara umum pengetahuan ibu tentang vektor, gejala DBD dan cara pengendalian vektor meningkat sebesar 4,15 - 12,82%. Sikap ibu berupa rencana tindakan rnenyampaikan informasi tentang demam berdarah kepada suami/anggota keluarga meningkat sebesar 7,84%. Praktek ibu memeriksa habitat perkembangbiakan Ae. aegypri rneningkat sebesar 4,8 5%.
Indeks jentik juga menurun cukup tajam pada kelompok perlakuan. Pada awal penelitian, CI, BI kelompok perlakuan jauh lebih tinggi daripada kelompok kontrol, namun pada akhir penelitian, CI kelompok perlakuan turun 29,02% (p=0,00l), BI turun 20,83% (p=0,00l). Pada kelompok kontrol, CI dan BI juga turun, namun persentasenya rendah yaitu 3,83-8,65%. Uji regressi logislik berganda memberikan gambaran bahwa faktor yang berkontribusi pada CI di awal penelitian adalah praktek ibu mengendalikan vektor, namun pada akhir penelitian, faktor yang berhubungan dengan CI adalah sikap murid. Uji diskriminan yang dilakukan menunjukkan jika sikap murid positif maka CI turun, demikian pula sebaliknya.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa intervensi promosi kesehatan yang dilengkapi dengan pemeriksaan jentik secara berkala terbukti efektif meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik (KAP) anak sekolah dan ibu rumah tangga dalam pengendalian vektor DBD, sekaligus menurunkan indeks jentik, utamanya CI dan BI.
Oleh karenanya strategi ini perlu segera direplikasikan pada wilayah-wilayah lain di Kota Depok, dalam rangka menurunkan jumlah kasus demam berdarah. Unluk itu, komitmen pemerintah kota sangat penting untuk menjamin sustainabilitas program. Beberapa bentuk komitmen yang dibutuhkan yaitu: a) aktivasi dan revitalisasi kelompok kerja operasional DBD di tingkat kota, b) menginduksikan muatan penanggulangan DBD ke dalam mata ajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) serta rnelengkapinya dengan aktivitas memeriksa jentik berkala, c) mengembangkan jejaring dan koordinasi lintas sektor untuk supervisi dan monitoring program. Apabila akan dilakukan replikasi atau pengembangan atas penelitian ini, maka beberapa hal perlu dipertimbangkan, yaitu: a) menambah muatan substantif, b) memasukkan pertimbangan kualitatif dalam menilai kesetaraan antar kelompok pada eksperimen komunitas, c) menggunakan indikator jentik yang lebih sensitif misalnya indeks pupa, d) melakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan yang diprediksi mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease where was found in 1968 at Surabaya and Jakarta tend to increase, moreover the improvement of cases in 2007 compared with 2006 reached more than 40%. When in 2006, the case number was about 111,000, however in 2007 reached over than 150,000 cases, where the death that resulted more than 1,000 people. In Depok Mtuticipality the number of its cases also increased, from 312 cases (1997), 1,838 cases (2006), and in 2007 has reached 2,956 cases. All the Villages in Depok Municipality have been Dengue Hemorrhagic Fever endemic area. Health promotion strategy in community less success in decreasing the number of Dengue Hemotrhagic Fever cases, so that the health promotion to overcome the DHF should be done through schools.
The objective of this research is to assess the impact of health promotion provided with larva inspections at periodic to behavior of dengue vector control on schoolchildren of State Elementary School (SDN), grades lil, IV, and V at Depok Municipality. So, the result of this research could give contribution to effort in controlling of DHF disease, especially at Depok Municipality.
The design of this research is experiment, it was followed by 642 schoolchildren, 642 mothers, intervention gave to Intervention Group consist of training, adjacent, campaign and also inspection of larva at periodically. Data analysis quantitatively conducted to see thc difference between Control and Intervention groups to: a) average knowledge, attitude, and practice (KAP) assessment, b) larva index. It was conducted some phase analysis of bivariate and multivariate to meet with the objective of this research, and also the nature of its data. To enrich clarification to quantitative research finding, it was also conducted qualitative research.
Health promotion intervention and PIB-AS (periodically larval inspection by schoolchildren), in the reality improved KAP to schoolchildren as many as 4.25-10.28% (p<0.05), and to knowledge and attitude of mothers as many as 2.21-12.72% (p<0.05). Knowledge of schoolchildren changing significantly (p<0.05) was on vector increased (7.58%), and on dengue symptom increased (5.32%) Schoolchildren attitude changing significantly (p<0.05) that is on the seriousness of disease, effectiveness of vector control (PSN 3M Plus), and plan of action increased as many as 2.29-11.62%. Schoolchildren practice on vector control (PSN 3M Plus), and check potential habit of propagation of mosquito as many as 8.24-1 l.l5%. Qualitative study was found: a) larva inspection was new and fun activity, b) dtuing intervention female schoolchildren were more serious than male, e) active learning approach in the school health promotion was more favorable and appropriateness.
In line with the changing on KAP of schoolchildren, in general, knowledge of mothers on vector, symptom of DHF, and vector control method increased as many as 4.15-12.82% Mothers' attitude in the form of action plan to inform the information on DHF to husband or to family member increased as many as 7.84%. Mothers? practice to check habitat propagation of A e. aegypri increased as many as 4.85%.
Larva index also decreased significantly on Intervention Group. In the early research, CI, and BI of Intervention Group much higher than Control Group, however by the end of research, CI of Intervention Group decreased as many as 29.02% (p=0.00l), BI decreased as many as 20.83% (p=0.00l). On Control Group, CI and BI also decreased, however the percentage was low only 3.83-8.65%. Based on Multiple Logistic Regression Test shown that the factors which have contributed to Cl is schoolchildren attitude. Discriminant test which is conducted shovm that, if the schoolchildren attitude positive, so the CI is decreased, it also do on the vise verse.
The result of this research indicated that health promotion intervention provided with larva inspection at periodically, it gave proven in increasing the knowledge, attitude, and practice (KAP) of schoolchildren and mothers effectively in controlling the vector DHF, along with degraded the larva index, especially Cl and BI.
For the reason, this strategy should immediately replicate to other regions at Depok Municipality, in order to degrade the case number of DHF. Thus, commitment of the Authority of Depok Municipality is very important to guarantee the sustainability of the program. There are several kinds of commitments required, those are: a) activate and revitalization of working group on DHF in the level Municipality, b) integrate material of overcoming the DHF to the subject of Natural Science, it also provided with activity on larva inspection periodically, c) develop the networking and coordination of multi sectors in supervising and monitoring the program. If the replication will be conducted or developed to this research, there many factors should be considered, those are: a) add the substantive material, b) include consideration of qualitative in assessing the equivalence between those groups on community experiment, c) use larva indicator which is more sensitive, for example index pupa, d) conduct the measurement on condition of the environmental, which is predicted influence to mosquito propagation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
D931
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sugirilyati
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DED) merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang cenderung semakin luas penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk, serta sering menimbulkan KLB dan kematian.
Pemerintah telah mengembangkan program untuk mengatasinya melalui Penatalaksanaan Kasus dan Pemberantasan nyamuk penyebar penyakit DBD.Program pemberantasan vektor intensif merupakan upaya dalam memperkecil wilayah ter-Jangkit DBD. yaitu dalam bentuk kegiatan; a. Fogging Massal, b. Abatisasi Selektif. c_ Pemberantasan Sarang Nyamuk.
Kodya Dati II Bogor dengan kondisi lingkungan yang sangat mendukung perkembangan vektor serta lokasi yang bertetangga dengan DKI Jakarta yang mempunyai insiden DBD tertinggi di Indonesia, sedangkan mobilitas penduduk ke DKI Jakarta sangat tinggi, memerlukan kecermatan dan ketepatan program untuk dapat menekan Insiden DBD.
Studi ini bermaksud mengetahui; 1. Kecenderungan masalah penvakit DBD. 2. Perkembangan kegiatan pemantauan vektor, 3. Masalah dalam pelaksanaan program P2.DBD. 4. Dampak program P2 DBD di Kodva Dati II Bogor.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberi masukan dan dasar pertimbangan pemerintah untuk merencanakan metode terbaik guna meningkatkan efektivitas program P2.DBD. khususnya upaya pengendalian vektor Intensif DBD.
Pendekatan yang dipergunakan ialah observasional. dengan masa pengamatan selama empat tahun, yaitu seiak dilaksanakannya program Pemberantasan Vektor Intensif tahun 1991 sampai tahun 1994.
Analisa yang dipergunakan adalah menghitung Cumulatif Incidence Difference dart Incidence Rate (IR) DBD serta House Index (HI) Jentik vektor DBD sebelum dan sesudah perlakuan. Hubungan Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan terhadap kasus DBD dan HI Jentik vektor DBD, serta hubungan HI jentik vektor DBD dengan IR DBD dengan cara melihat korelasinya.
Karena keterbatasan sumber daya Kodya Dati II Bogor tidak melakukan tindakan lengkap kepada seluruh daerah endemic, tetapi memilih daerah perlakuan berdasarkan tingginya insiden. Dengan demikian Kodva Dati II Bogor masuk dalam kategori cakupan program tidak adekuat.
Dari tahun 1991 - 1993 setiap tahun dua Kelurahan mendapat perlakuan lengkap (FM + AS + PSN). tiga Kelurahan mendapatkan perlakuan (FM + PSN). dan 17 Kelurahan lainnva hanya melaksanakan PSN dengan pengawasan melalui kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB). Tahun 1994 tiga Kelurahan mendapat perlakuan lengkap, satu Kelurahan mendapat perlakuan (FM + PSN) sedangkan lB Kelurahan lainnva melaksana kan PSN saja.
Dari hasil studi ini terlihat kesan dari tahun 1991-1994 setiap tahunnya pemberantasan vektor intensif tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan IR DBD tetapi berhubungan bermakna secara statistik dengan HI Jentik Vektor DBD. Secara konsisten PSN menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik dengan HI jentik vektor DBD sebaliknya FM + AS + PSN selalu tidak berhubungan bermakna secara statistik. FM + PSN sate kali (tahun 1993) menunjukkan hubungan yang tidak bermakna secara statistik. Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan tidak ada hubungan linier yang bermakna dengan kasus DBD tetapi berhubungan linier bermakna dengan HI jentik vektor DBD. Antara HI jentik vektor DBD dengan Insiden DBD tidak terlihat adanya hubungan linier yang bermakna.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program pemberantasan vektor Intensif mempunyai peranan dalam upaya pencegahan DBD melalui pemberantasan jentik vektor. Namun seberapa besar peranan dalam menurunkan insiden DBD perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menyertakan. variabel Fogging Focus dan Penatalaksanaan Penderita. dalam kawasan yang lebih luas. Selain itu perlu diteliti kegiatan mana diantara Fogging Massal, Abatisasi Selektif atau PSN yang paling besar kontribusinya dalam pemberantasan vektor Intensif. Upaya untuk menggerakkan masyarakat agar terlibat secara lebih aktif dalam pemberantasan penyakit DBD perlu lebih dioperasionalkan. Namun pemberantasan vektor dengan insektisida masih belum dapat ditinggalkan.

Dengue Haemorhagic Fever is one of the health problem in Indonesia. This disease has increased as rapidly as population density and mobilization. It also often causes an outbreak and high case fatality rate.
Additional note:Example: acceptance note from the faculty.DateCreated*:Example: publishing date, writing date. Format YYYY-MM-DDSourceURL:Internet address from where this document is taken.From where this document was taken:Example: Third Meeting of IndonesiaDLN.LanguageSelect language*:The Indonesian Government has developed a program to deal with ?Casses management and eradication of the vector causes Dengue Haemorhagic Fever (DHF)". Intensive vector eradication programme is an effort to decrease the number of areas infected by Dengue Haemorhagik Fever (DHF). Including in this program are : a. Massal Fogging, b.Selective Abatisation (SA). c. Mosquito's nests Eradication (MNE).
Kodya Dati II Bogor is one of the places that has a big problem in DHF. The environment condition in this area are supporting for vectors to spread rapidly: as well as the location is near by DKI Jakarta, which has the highest incidence of DHF in Indonesia_ Moreover Bogor' s population's mobility is very high, so that we need a punctual and accurate programme to decrease the incidence of DHF.
The purposes of this study are : 1. to measure the inclination of DHF. 2. to monitor vector of DHF by using unfolding activity . 3. to anticipate some problems in DHF eradication programme. 4. to know the impact of DHF Vector Eradication programme especially in Kodya Dati II Bogor.
The result of this study will give a positive input and basic consideration to the government in planning the best method for increasing DHF Eradication programme effectivity. Especially the effort of DHF Vector Eradication programme.
The approach of this study is observational study, which is started in 1991, the time when the intensive vector eradication programme is applied.
In analyzed the study we counted the cumulative Incidence Difference. Incidence Rate (IR) and House Index (HI) of the DHF vector's larva. We looked also the connection between rain pours and the number of rainy days to HI of the DHF vector's larva and IR of DHF. as well as the relationship between HI of the DHF vector's larva to IR of DHF by their correlation. Because of resource limitation. Kodya Dati II Bogor could not run the complete treatment to all of the endemic areas. But they only chose the area that has the highest incidence rate.
From 1991-1993, there were two of the villages that have completed all three treatments which are (MF + SA + NNE). and other three villages only use MF + MNE treatments. However there were 17 villages only use EMN treatment , with temporer monitoring larva inspection. In 1994. only one villages that have completed treatments. Three Villages got MF + MNE treatment. and other 18 villages have EMN treatment only.
From the study we got some results ,that the intensive vector eradication program is not significantly related to the IR of DHF. but there is significant relationship between intensive vector eradication and HI of the vector's larva DHF. Consistently. MNE showed a significant relation-ship to the HI of the DHF Vector's larva. MF + SA + MNE have an insignificant relationship, also in 1993. MF + ,EMN showed an insignificant relationship.
Rainpours and the number of rainy days do not have a significant linear relation to the IR of DHF. but they have a significant linear relation to the HI of DHF vector's larva. There is no significant relation between HI of the DHF Vector's larva. and DHF incidence Rate.
Therefore, we can conclude that Intensive Vector Eradicating Programme is apart of the effort to prevent DHF. However. we need further research. in order to know how useful this program in decreasing DHF incidence by enclosing Fogging Focus variable and patient management in more width area. It is also important to examine which method has a bigger contribution in Intensive Vector Eradication Program me. Whether Massal Fogging, SA or NME. An effort to mobilize the community to join actively in eradicating DHF can also be done. However vector eradication using insecticide still can not be abandoned vet.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Lizati
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB. menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Kota Banda Aceh merupakan salah satu daerah endemis DBD di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan jumlah kasus cenderung meningkat, untuk itu diperlukan alokasi anggaran yang sesuai dengan kebutuhan dana untuk program pemberantasan DBD.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi pendanaan bersumber Pemerintah yang dialokasikan untuk program pemberantasan DBD Tahun 2007 berdasarkan sumber, alokasi anggaran dan komitmen pejabat terkait serta perhitungan kebutuhan dana program pemberantasan DBD dengan costing ABC. Desain Penelitian ini adalah penelitian operasional. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pejabat terkait, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen keuangan dan laporan kegiatan.
Hasil analisis pendanaan program pemberantasan DBD diperoleh gambaran bahwa pendanaan program pemberantasan DBD tahun 2007 bersumber APBD alokasi anggaran sebelum perubaban Rp.270.925.000, karena terjadinya lonjakan kasus DBD tahun 2007, alokasi anggaran berubah menjadi Rp. 1.916.925.000. Menurut elemen kegiatan program pemberantasan DBD, alokasi dana paling banyak untuk kegiatan fogging. Berdasarkan fungsi program, kegiatan preventif mempunyai alokasi terbesar. Berdasarkan mata anggaran, alokasi terbesar adalah kegiatan operasional, yaitu untuk pengadaan bahan kimia dan honor petugas. Berdasarkan perhitungan costing ABC kebutuhan dana untuk program pemberantasan DBD adalah Rp.2.246.578.461. Turunnya anggaran program pemberantasan DBD pada tahun 2007 adalah pada Bulan Mei, sedangkan kasus DBD sudah ada sejak Bulan Januari. Jumlah kasus tetap meningkat sejak Bulan Mei sampai November. Anggaran Biaya Tambaban (ABT) turun pada Bulan November, pada Bulan Desember kasus DBD turun drastis.
Dari hasil wawancara mendalam dengan penentu kebijakan dan pelaksana program, permasaalahan DBD merupakan salah satu prioritas permasalahan yang perlu ditanggulangi segera,namun komitmen tersebut tidak diikuti oleh alokasi anggaran pada tahun 2007. Pemerintah Daerah perlu meningkatkan alokasi anggaran program pemberantasan DBD sesuai kebutuhan program dengan melakukan mobilisasi dana dari berbagai sumber dengan mempertimbangkan kemampuan APBD Kota. Hal ini perlu ditunjang dengan upaya advokasi yang lebih efektif dan Dinas Kesehatan Kota Banda Aeeh dengan penyampaian data permasalahan yang lebih akurat disertai dengan perhitungan keuangan berdasarkan kebutuhan.

Dengue haemorraghic fever (DHF) is one of communicable diseases that may lead to outbreak, makes community concerned. Banda Aceh City is one of endemiC areas of DHF in the Province of Nunggroe Aceh Darussalam that the number of case tends to increase. Therefore, it is needed an appropriate budget allocation with the need of fund for DHF eradication program.
The study was aimed to obtain the information about funding came from the government that allocated to DHF eradication program in 2007 according to the source, budget allocation, and commitment of related leaders as well as the fund need calculation of DHF eradication program using ABC costing. The study design was operational study. Data used in this study were primary and secondary data. Primary data was originated from in-depth interview with related leaders while secondary data was gained from financial documents and program reports.
The result of funding analysis of DHF eradication program showed that budget allocation program from APBD in 2007 before the budget challge was IDR 270,925,000. By reason of the illerease of DHF case in 2007, the budget allocation became IDR 1,916,925,000. According to the element of DHF eradication program, the bighest budget allocation was for fogging. According to the program function, preventive action has the largest allocation. While according to budget line item, operational activity especially for cbemical material procurement and staff wages had the largest allocation. Based on ABC costing calculation, the fund needed to DHF eradication program was IDR 2,246,578,461 In 2007, the budget of DHF eradication program was given away in May. However, DHF cases had been existing since January. Number of cases inclined from April to November. Additional cost budget came out in November but in December the number of DHF cases became low drastically.
From the interview conducted towards the decision makers and operational staffs, DHF matter was one of problems that should be overcome immediately. However, the commitment they made was not in line withy the the budget allocation in 2007. Local government should increase the budget allocation of DHF eradication program appropriate to the program need by conducting fund mobilization from many sources by considerating the ability of its APBD. It should be supported by advocacy effort more effective from the Banda Aceh City Health Office to submit data accurately and also to calculate the financial based on the need.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21271
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2010
S34225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Leona Amelia
"Pendahuluan: Demam berdarah paling banyak terjadi pada anak-anak, dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh pemerintah, namun tidak ada yang secara khusus yang ditujukan untuk anak usia sekolah. Peningkatan perilaku pencegahan demam berdarah pada anak sangat penting, salah satu caranya yaitu dengan media yang menarik bagi anak yaitu dengan permainan. Penelitian kali ini akan mengembangkan media permainan board game untuk periaku pencegahan demam berdarah pada anak. Metode: Disain yang digunakan yaitu kuasi eksperimen jenis pre dan post test dengan kontrol grup, pada anak sekolah dasar kelas 4 dan 5 sebanyak 92 orang. Analisis data digunakan untuk uji perbedaan rerata pada kelompok yang sama menggunakan paired t-test dan pada kelompok yang berbeda memakai pooled t-test. Hasil: Terdapat kenaikan rerata sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi sebesar 3,78 pada pengetahuan; 6,63 pada sikap dan 7,45 pada keterampilan. Didapatkan pengaruh edukasi board game terhadap pengetahuan p= 0,000 , sikap p=0,000 dan keterampilan p=0,000 . Kesimpulan: Media pembelajaran board game dapat digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan mengenai pencegahan demam berdarah pada anak usia sekolah. Kata Kuci: Board Game, Demam Berdarah, Anak Usia Sekolah.

Introduction The school age children are the population with the highest incidents of dengue fever both for morbitity and mortality rate. There are some programs from government to reduce the incidents, but there are no programs with focus to schoolchildren. They should have an ability to prevent the dengue incidents, with play a game , they can learn the new information with fun. This research try to develop the learning media to prevent dengue fever for schoolchildren. Method Quasy experiment was use as a research design with pre and post with control group, total of the sample is 92, with 46 respondents for each group. Paired t test was used to analyse the different value of the average from each group, and pooled t test for both group. Result There is an increasing average from before and after intervention in intervention group is 3,78 for knowledge 6,63 for attitude and 7,45 for skill. And threre is an effect of board game to knowledge p 0,000 attitude 0 0,000 and skill p 0,000 . Conclusion An educational board game can use for learning tool to prevention of dengue fever for schoolchildren. Keywords Board Game, Dengue Fever, School Age Children.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Trimoyo
"Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang berdampak luas bagi kehidupan adalah timbulnya penyakit pada seseorang yang dapat merugikan bagi penderita, keluarga dan ekonominya. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang sering menyerang masyarakat yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Di Kabupaten Lampung Utara, setiap tahun terjadi kasus DBD secara berflutuaksi. Dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 jumlah kasus sebanyak 79 penderita dengan kematian/penderita CFR (1,27 %). Walaupun kasusnya reatif kecil namun faktor risiko terjadinya kejadian luar biasa (KLB) sangat mungkin, karena Kabupaten Lampung Utara merupakan perlintasan dari pulau Jawa ke Sumatera, mobilisasi penduduk yang tinggi, kepadatan penduduk, curah hujan tinggi (192,8 mm), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya pembuangan sampah sembarangan (83,3 %) dan adanya wilayah endemis DBD.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran rinci tentang penggunaan anggaran program pemberantasan DBD tahun 1999-2004, serta pengobatan penderita tahun 1999-2004, dan komitmen pejabat yang berwenang dalam kebijakan anggaran.
Desain penelitian ini adalah riset operasional untuk mengetahui dan mengevaluasi pelaksanaan program dan kasus DBD juga mengetahui komitmen pejabat tentang pedoman program dikaitkan dengan usulan untuk dana pengobatan kasus.
Dari analisis diperoleh bahwa pendanaan anggaran program pemberantasan DBD tahun 1999-2004 terbesar bersumber dana dari APBD II sebesar Rp. 141.943.000,00 (70,7%), kemudian APBN sebesar Rp 43.637.000,00 (21,74 %), dan PLN sebesar Rp 15.180.000,00.
Dana pemberantasan yang bersumber APBD II selalu tersedia setiap tahun, ini menunjukkan adanya konsistensi dari Pemda untuk program tersebut.
Pada analisis kasus diketahui bahwa pada tahun 2004 di Kabupaten Lampung Utara terdapat 3 Kelurahan endemis diwilayah satu kecamatan sehingga terdapat satu kecamatan endemis yaitu kecamatan Kotabumi Selatan. Berdasarkan umur pada tahun 1999-2003 risiko untuk terserang kasus pada usia sekolah (5-14 th) yaitu sejumlah 50 penderita, sedangkan untuk tahun 2004 pada usia produktif (15-44 th) sebesar 88 penderita, berdasarkan jenis kelamin tahun tahun 1999-2003 resiko terserang penyakit DBD lebih besar pada laki-laki 44 penderita sedang perempuan 35 penderita, untuk tahun 2004 (Januari-Juni 2004) risiko terserang hampir sama laki-laki 80 penderita perempuan 82 penderita.
Perawatan penderita dilaksanakan di tiga tempat perawatan yaitu RSU May.Jend.HM.Ryacudu, RS Swasta Handayani, dan Balai Pengobatan M. Yusuf yang semuanya berdomisili di Kotabumi.
Hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa dana program DBD dan sangat layak untuk dialokasikan dan dana pengobatan setuju untuk diusulkan dalam program pemberantasan penyakit DBD, akan tetapi dana program DBD terbesar hanya untuk kegiatan kuratif, sedang dana untuk promotif dan preventif relatif sangat kecil.
Biaya yang harus dikeluarkan penderita rata-rata Rp. 770.200,00 sedangkan Upah Minimum Regional; (UMR) sebesar Rp. 377.500,00. Apabila seorang diserang DBD (usia produktif), maka keluarga tersebut akan kehilangan penghasilan sebesar 2,04 bulan (tidak mempunyai penghasilan).
Proporsi antara dana pengobatan dibanding dana pemberantasan adalah 4 dibanding 1, sedangkan perkiraan pendanaan untuk program DBD tahun 2005 sebesar Rp. 48.604.600,00.
Kesimpulan yang dapat diambil, bahwa pendanaan program pemberantasan penyakit DBD terbesar bersumber APBD II, dari 16 Kecamatan di kabupaten Lampung Utara 15 Kecamatan (93,8 %) terserang DBD, pada tahun 2004 terjadi peningkatan kasus yang sangat bermakna terjadi KLB, komitmen pejabat Pemda mendukung anggaran program pemberantasan DBD dalam alokasi pendanaan baik untuk pemberantasan maupun pengobatan.
Disarankan untuk Dinas Kesehatan dan RSU meningkatkan koordinasi kepada instansi terkait bahwa penyakit DBD yang mempunyai dampak luas bagi kehidupan masyarakat. Demikian juga bagi Pemerintah Daerah agar memenuhi apa yang menjadi komitmen, sehingga penyakit Demam Berdarah tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Lampung Utara.
Daftar bacaan 37 (1983-2003)

Analysis of Financing Program and Dengue Diseases Medication in North Lampung Sub-district in the Year 1999-2004 One of the public health problems that have a great impact to life is the incidence of infecting by disease, which can harm to patients, their family and their economic. Dengue is a contagion that is often attack public, which until now still becomes the problem of public health in Indonesia.
In North Lampung Sub-district, happened Dengue case by fluctuated every year. From 1999 until 2003 there are 79 patient with one death of CFR patient (1,27%). Although the case is small, but the risk of extraordinary occurrence is very possible, because North Lampung Sub-district is a trajectory from Java to Sumatra, high civil mobilization, civil density, high rainfall (192,8 mm), clean life behavior, and healthy especially throwing garbage promiscuously (83,3%), and Dengue endemic area.
This research aim to get a detail vision about the use of Dengue eradication program budget in the year 1999-2004, and also patient medication in the year 1999-2004, and authority caretaker commitment in budget policy.
This research design is an operational research to know and to evaluate program execution and Dengue case also knowing the caretaker about guidance program correlated with suggestion for case medication budget from the analysis got that the highest budget program for Dengue eradication in the year 1999-2004 stemming from APBD II budget in amount of Rp_ 14I.943.000,- (70,7%), and then APBN in amount of Rp. 43.637.000,- (21,74%), and PLN in amount of Rp. 15.180.000,-.
Eradication fund, which is stemming from APBD II always provided every year, it showing the consistent from District Government for that program.
In a case analysis, known that in the year 2004 in North Lampung Sub-district there are 3 chief of village endemic in one sub-district area so that got one endemic chief of village which is South Sukabumi sub-district. Based on age in the year 1999-2003 risk of infected by the case in school age (5-14 years) is 50 patients, in the year 2004 for productive age (15-44 years) is 88 patients. Based on gender in the year 1999-2004 the risk is higher in men than women which is men 44 patients and women 35 patients, for 2004 the risk is almost at the same rate which is men 80 patients and women 82 patients.
Patient treatment conducted in three treatments place that are RSU May.Jend.HM.Ryacudu, RS Swasta Handayani, and M. Yusuf medication hall, which all are in Kotabumi.
From interview result got information that Dengue program fund and very proper to allocate and medication fund accept to be proposed in Dengue eradication program, however the biggest Dengue program fund is just for curative activity, while promotion and prevention fund is relatively small.
Fund which has to be taken by patients is Rp. 770.200,- while UMR is Rp. 377.500,-. If someone got Dengue (productive age) so the family will lose earnings in amount of 2,04 months (don't have an earn).
The conclusion is the biggest Dengue eradication program budgeting is stemming from APBD II, from I6 sub-district in North Lampung chief of village 15 sub-district (93,8%) got Dengue. In the year 2004 there's an improvement of case, which is quite significant, happened KLB, District Government caretaker commitment supporting Dengue eradicating program budget in allocation of budgeting whether for eradicating or medicating.
It suggested to Health District and RSU to improve the coordination to the related institution that Dengue has large affect to public life. In addition, the District Government to obey what has to be a commitment, so Dengue disease will no longer become the health problem for public in North Lampung sub-district.
Bibliography: 37 (1983-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>