Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135501 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianipar, Astrid Farmawati
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S26830
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Setyawati
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada perilaku kekerasan orangtua dan kekerasan lingkungan terhadap perilaku agresivitas remaja laki-laki. Responden penelitian ini dipilih adalah siswa laki-laki karena intensitas anak laki-laki lebih agresif melakukan tindak kekerasan. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini yakni sebanyak 100 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku agresivitas remaja dipengaruhi oleh kekerasan yang dilakukan oleh orangtua dengan α = 0.043 dan nilai d somers 0.21. Perilaku kekerasan orangtua yang berpengaruh adalah ayah memukul pada α = 0.003 dengan d somers dan 0.382. Sedangkan kekerasan lingkungan tidak signifikan berhubungan dengan tingkat agresivitas remaja.

ABSTRACT
This study focuses on the violent behavior of parents and neighborhood violence against aggressive behavior of teenage boys. The respondents have been are male students because of the intensity of the boys more aggressive violence. The number of samples in this study that as many as 100 respondents. The results showed that the aggressive behavior of adolescents affected by violence committed by parents with α = 0.043 and the value of d somers 0.21. Violent behavior influential parent is the father hit at α = 0.003 to d somers and 0382. While the environment is not significant violence associated with the level of aggressiveness of adolescents.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Andriyani
"Salah satu tugas perkembangan remaja menengah adalah mencari identitas diri. Perilaku merokok merupakan hal yang fenomenal bagi remaja dalam mencari identitas diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan identitas diri remaja dengan perilaku merokok remaja laki-laki di SMK Kemala Bhayangkari 1 Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional pada 150 perokok remaja laki-laki usia 15-18 tahun di SMK Kemala Bhayangkari 1 Jakarta Timur yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara identitas diri remaja dengan perilaku merokok remaja laki-laki di SMK Kemala Bhayangkari 1 Jakarta Timur (p=0,050; 𝛼=0,05). Hasil penelitian ini disarankan untuk perawat dapat menjadi edukator dan konselor sebagai strategi keperawatan yang diberikan kepada guru dan orang tua dalam mencapai identitas diri remaja yang baik, sehingga mengurangi perilaku merokok remaja.

One of developmental tasks of middle adolescent was search for self identity. Smoking behavior was a phenomenal event for adolescent while searching for self identity. The aim this research was to determine the relationship of adolescent self identity with the smoking behavior of male adolescent at SMK Kemala Bhayangkari 1 East Jakarta. This study used a cross-sectional study on 150 male smokers adolescent aged 15-18 years at SMK Kemala Bhayangkari 1 East Jakarta were selected by purposive sampling technique. Analysis of test results show that there was relationship between adolescent self identity with the smoking behavior of male adolescent at SMK Kemala Bhayangkari 1 East Jakarta (p = 0.050; α = 0.05). The results of this study can be recommended for nurse educators and counselors as a nursing strategy given to teachers and parents in establish achievement identity, thus reducing adolescent smoking behavior.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Maya Azkiyati
"ABSTRAK
Harga diri pada remaja dipengaruhi oleh hasil eksplorasi yang remaja lakukan,
diantaranya adalah mencoba perilaku merokok. Penelitian ini bertujuan
mengetahui hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang
merokok. Penelitian menggunakan desain deskriptif korelatif. Pengambilan
sampel pada 94 remaja (usia rata-rata 16,28 tahun) di SMK Putra Bangsa pada
Mei 2012 dengan menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian
menggunakan skala perilaku merokok dan skala harga diri Rosenberg (r tabel
reliabilitas: 0,711). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
merupakan bukan perokok harian, tipe perokok ringan, perilaku merokok tinggi,
dan harga diri positif. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang
merokok (p value = 0,025; α = 0,05). Disarankan agar institusi pendidikan, dinas
kesehatan, dan LSM anti rokok bekerja sama untuk melakukan tindakan
pencegahan dan penghentian perilaku merokok pada remaja.

ABSTRACT
The adolescent?s self esteem is likely affected by explorative experience, such as
the desire to try smoking. The aim this study was to explore the relationship of
the smoking behavior with the self esteem of male adolescent smoker. A
descriptive correlative design was used. The sample were 94 male adolescence
(mean age 16,28 years old) at SMK Putra Bangsa on Mei 2012. The instrumen
used smoking behavior?s scale and Rosenberg?s self esteem (r table reliability:
0,711). The result of this study revealed that the most respondents were not daily
smokers, classified as mild smokers, had high smoking behavior, and had a
positive self esteem. The result of this study showed that there was a meaning
correlation between the smoking behavior and the male adolescent?s self esteem
(p value = 0,025; α = 0,05). It is suggested to education institution, health
departement, and social organization for anti-smoking, to work together to stop
and prevent smoking behavior on adolescent."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42586
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irawati Harsono
"Dalam disertasi ini saya ingin menunjukkan bahwa posisi polisi wanita (polwan) di Kepolisian Resort Metro Jakarta Selatan (Polrestro Jaksel) ditentukan oleh interaksinya dengan polisi Iaki-laki (polki) dalam sebuah dunia kerja yang disebut dunia kerja Iaki-Iaki. Hubungan polwan polki tersebut banyak dipengaruhi oleh struktur gender, meskipun demikian daiam berbagai struktur hubungan, struktur gender tersebut dapat di "simpan" sesuai dengan konteks yang melingkupi dan kebutuhan pelaku hubungan.
Disertasi ini menekankan bahwa penggolongan merupakan fenomena individual yang muncul dalam interaksi sosial. Fokus pembahasan ditujukan kepada polwan dan polki, baik sebagai individu maupun golongan dan hubungan keduanya dalam lingkungan dunia kerianya yaitu kepoiisian yang disebut dunia kerja Iaki-Iaki.
Dunia kerja di Polrestro Jaksel dipersepsikan sebagai dunia kerja Iaki-laki karena sangat lama kepolisian di Indonesia hanya mempunyai anggota polki dan baru pada pertengahan abad ke 20 polwan masuk ke dalamnya. Dengan anggota hanya Iaki-Iaki, kebudayaan polisiyang berkembang di sana menjurus bersifat patriarkal dan maskulin mengedepankan dan mengakomodasi kepentingan "patriark", bapak atau Iaki-Iaki. Hal ini tentu juga mempengaruhi Polrestro Jaksel sebagai bagian dari Polri. Kebudayaan tersebut menekankan pada temperamen maskulin yang cenderung mengakomodasi ciri-ciri bersifat teguh, kuat, agresif, ingin tahu, ambisius, perencana, Iugas, tegas, cepat, pragmatis, bertanggung jawab, original, kompetitif, dan berorientasi kepada hasil. Kebudayaan seperti itu cenderung menolak kehadiran perempuan/polwan dan mengedepankan chauvinisme laki-laki.
Sejarah Polri telah membuktikan signitikansi penolakan itu dengan kenyataan bahwa masuknya polwan ke dalam Polri bukan inisiatif dari Iingkungan Polri sendiri. Polwan masuk Iebih karena dorongan politis atau tekanan dari Iuar Polri yaitu ketika golongan perempuan di Indonesia memperjuangkan kesetaraan dengan golongan laki-laki. Terlebih lagi pada masa Polri menjadi bagian ABRI, penolakan terhadap perempuan bahkan muncul dalam berbagai aturan formal yang diskriminatif dan bias gender. Dengan demikian signitikansi batas golongan polwan-polki makin kuat dan posisi polwan makin bergeser dari kesetaraan dengan polki. Perubahan baru datang setelah Polri mandiri di tahun 2000 dan menentukan paradigma baru yang berupaya menjujung tinggi HAM. Akan tetapi karena bias gender berkaitan dengan kebudayaan, perubahannya tidak mudah dan penolakan terhadap perempuan atau anggapan bahwa perempuan adalah goiongan liyan yang tidak setara tidak dapat segera hapus.
Hubungan polwan-polki yang menentukan posisinya tercermin pada pengalaman polwan dan polki selama menjalani proses manajemen personal dan hubungan sosial polwan-polki sebagai atasan, bawahan, rekan sekerja dan anggota masyarakat yang membutuhkan peiayanan polisi. Posisi polwan Polrestro Jaksel dalam hubungan polwan-polki pada manajemen personal di kesatuan tersebut, menunjukkan bahwa penolakan atas dasar gender terhadap polwan masih tinggi.
Bias gender masih berlangsung pada proses seleksi rekrutmen, penempatan dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan yang terjadi terutarna karena adanya konstruksi pemisahan pekerjaan polwan-polki di mana polwan cenderung ditempatkan di fungsi pembinaan dan poiki operasionai. Polwan juga mendapati bahwa semua nilai, norma, kebiasaan sampai kepada aturan formal seperti petunjuk peiaksanaan (juklak) dan petunjuk Iapangan (jukiap) disusun untuk mengakomodasi kondisi dan kepenting-an laki-laki serta tidak pemah disesuaikan untuk mengakomodasi kebutuhan perempuan yang me-mpunyai hak untuk menjalankan fungsi reproduksinya sambil bekerja Daiam hai ini hak perempuan untuk melaksanakan fungsi reproduksinya, hamil, melahirkan dan menyusui serta merawat balita selalu didikotomikan dengan profesionalitasnya sebagai polisi atau haknya untuk bekerja. Dengan adanya pemisahan pekerjaan atas dasar gender, membuat polwan jarang unggul dalam persaingan memperebutkan sumber daya PoIri.
Meskipun demikian pada penanganan kasus di beberapa fungsi operasional atau dengan munculnya kepentingan-kepentingan individual tertentu, kebutuhan polwan untuk menjalankan peran gendernya sambil menjalankan profesinya dapat ditoierir dan diakomodasi oieh kesatuannya karena pengingkaran terhadap hak polwan sebagai perempuan akan berdampak mengurangi kinerja kesatuan dan prestasi kerja kepala kesatuan. Artinya, dalam hubungan polki - polwan, berbagai masalah atas dasar gender akan "diam" apabiia posisi polwan berkaitan dengan kepentingan-kepentingan individual pelaku hubungan.
Di samping itu Polri diadministrasikan meialui manajemen dan pengorganisasian secara sentralistik dan pada tiap tingkatan manajemen kesatuan kepolisian baik secara vertikai maupun horisontal, konteks pengaruh Iingkungannya berbeda. Dengan demikian penolakan atas dasar penggolongan apapun (gender, pangkat, Iulusan pendidikan dan Iainnya) juga akan "diam' apabila sebuah posisi ditentukan oleh kebijakan struktur yang iebih tinggi. Tetapi dalam kondisi yang Iain, apabila tidak ada intervensi kebijakan atasan, atau tidak ada kelarkaitan dengan kepentingan indvidual yang lain, karena kuatnya struktur gender dalam hubungan polwan-polki, posisi polwan Polrestro Jaksel terbukti rendah.

In this dissertation, I would like to show that the position of female police officer (police women or polwan) in Metro South Jakarta Resort Police (Polresto Jaksel) is determined by their interaction with male police officer (policemen or polki) within the working environment so-called men's world. The relationship between polwan and polki is greatly influenced by gender structure, although in many relationships, such structure can be "kept" in accordance with the surrounding context and the needs of the people in the relationship.
This dissertation stresses that grouping is an individual phenomena appearing in social interaction. The focus is placed on polwan and polki, both as individuals and groups and the relationship between the two of them within the police work environment which is often regarded as men's world.
The world of work al Polrestro Jaksel is seen as men's world because for a long time the Indonesian police force only accepted male police officers. lt was only in the mid 20th century that female police ofhcers started to be accepted to enter. With male only members, the culture that developed tends to be patriarchal and masculine, where the priority lies at accommodating men's interests. This also influenced Polrestro Jaksel as part of the Indonesian Police. The culture emphasizes on masculine temperament with characters such as tough, strong, aggressive, curious, ambitious, planning, straightfonivard, decisive, quick, pragmatic, responsible, original, competitive, and result-oriented. Such culture tends to deny the existence of female police officers and put fonivard male chauvinism instead.
Polri's history has proven the significance of such rejection with the fact that polwan started to enter Polri not as an initiative from Polri itself. Instead, it was more because of a political drive or outside pressure, which is when the women in Indonesia started to fight for equality to men. Even more when Polri became part of the Indonesian Army (ABRI), rejection against women even appeared inthe form of formal regulations that were discriminative and gender-biased Therefore, the significance of the difference between polwan-polki was stronger and polwan's position shifted even further from their inequality to men. A new change came when Polri became independent in 2000 and they found a new paradigm with efforts to uphold human rights. However, because gender-biased is related to culture, the change has not been easy and rejection against women or school of thought that says women are unequal cannot be eradicated anytime soon.
The relationship between polwan-polki that determined their positions is reflected in their experience during personnel management and the social relationship between polwan-polki as superior, subordinate, colleague and members of society who need police's service. Polwan's position in Polrestro Jaksel in their relationship to polki within the personnel management of the unit shows that rejection based on gender is still high.
Gender bias still continues during selectionlrecruitment process, placement and education opportunities. This occurs mostly because of the construction that separates the work of polwan-polki where polwan tends to be placed in preemptive function while polki in operational. Polwan also hnds that all the values, norms, customs and formal regulations such as implementation guidelines (juklak) and field guidelines (juklap) were formulated to accommodate men's conditions and interests and they were never adjusted to accommodate women's rights to exercise their reproductive rights while working. In this case, women's right to exercise their reproductive rights such as being pregnant, giving birth and breastfeeding, as well as taking care of young children, is always dichotomized with their professionalism as polioe ofticers or their right to work. The gender-based work separation has caused polwan to have fewer opportunities to excel in the competition over Polri's resources.
Nevertheless, in terms of case handling in several operational functions or when certain individuals' interests arise, the need for polwan to play their gender role while still living their profession can be tolerated and accommodated by their units because denial against polwan's rights as women will impact on less unit performance and the achievement of the unit chief. This means that in the relationship between polki and polwan, various gender problems will be "still" when polwan's position is related to the interests of the individuals within the relationship.
Apart from that, Poln is centrally managed and organized, and on every management level in police units both vertically and horizontally, the context of environmental influence is difference. Therefore, the rejection based on any classifications (gender, rank, educational baclgqround and others) will also be "silent" when a position is detennined by higher structural policy. However, in another condition, when there is no intenrention on the superior's policy, or there is no relation to other individuals' interests, the strong gender structure within polwan-polki relationship has been proven to cause polwan from Polrestro Jaksel to have low position."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
D856
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutardi
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26766
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Rhomayanti
"Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya. Perilaku pacaran remaja di zaman sekarang telah mengarah pada perilaku yang diluar batas seperti, perilaku seks, dan tidak menutup kemungkinan untuk melakukan perilaku seks yang tidak semestinya di lakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap permisif terhadap perilaku pacaran di SMK Purnama Jakarta Selatan tahun 2015. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan sampel 110 orang siswa-siswa kelas X dan XI berusia 15-17 tahun, dan dianalisis menggunakan metode chi-square. Hasilnya diperoleh 28,2% siswa melakukan perilaku pacaran beresiko, umur pertama pacaran dan sikap permisif memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku pacaran, dimana siswa yang umur pertama pacaran <14 tahun memiliki peluang 2,4 kali berperilaku pacaran berisiko dibandingkan siswa yang umur pertama pacaran ≥14 tahun. Demikian pula siswa yang memiliki sikap permisif memiliki peluang 4,8 kali lebih besar berperilaku pacaran berisiko dibanding siswa dengan sikap tidak permisif terhadap perilaku pacaran.

Adolescence is an essential period considering it has great impact for shaping up future life as an adult. Current dating behaviors in adolescents had changed toward indecent behaviors such as sexual intercourse, which is inappropriate for their age. This research was aimed to determine the relationship between permissive attitude toward dating behavior in Purnama Vocational School in South Jakarta in 2015. The design used in this research was cross-sectional, 110 students in total samples used were students in X and XI levels with age between 15-17 years old, and Chi-square method was used for research analysis, the result indicated that 28,2 % students of Purnama Vocational School had dating relationship behaviors at risk, result showed that age of first dating, in concurrent with permissive attitude, had meaningful relationship with dating behaviors. Students who had their first dating in age less than 14 years old had chance of 2,4 times more dating behaviors at risk compared to students who had their first dating in age greater than or equal to 14 years old. Furthermore students with permissive attitude had chance of 4,8 times more dating behaviors at risk compared to students with non-permissive attitude toward dating behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S61314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Meidya Ova
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara self-esteem dan perilaku kekerasan pada remaja laki-laki di wilayah Jabodetabek.
Jenis perilaku kekerasan yang diukur antara lain perkelahian fisik, tawuran,tindakan melukai orang dengan senjata, tindakan melukai seseorang hingga membutuhkan perawatan dokter, vandalisme, perilaku mengancam dengan senjata, perilaku mengancam tanpa senjata, dan bullying (menjahili orang lain, mempermalukan orang lain di depan umum, memanggil nama orang dengan sebutan lain, dan mengancam akan melukai orang lain). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan alat ukur Rosenberg Self-Esteem Scale untuk mengukur self-esteem. Daftar perilaku kekerasan yang digunakan adalah alat ukur yang telah diadaptasi dari penelitian-penelitian sebelumnya. Data penelitian diolah dengan menggunakan teknik statistik Pearson Product-Moment Correlation. Partisipan berjumlah 311 remaja laki-laki yang berada di komunitas dan lembaga pemasyarakatan. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-esteem dan perkelahian fisik pada remaja laki-laki di wilayah Jabodetabek (r = 0.24; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Selain itu, terdapat hubungan positif yang signifikan antara selfesteem
dan perilaku mengancam tanpa senjata pada remaja laki-laki di wilayah Jabodetabek (r = 0.231; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara self-esteem dan jenis perilaku kekerasan lainnya.

This research was conducted to find the relationship between self-esteem and violence behavior among male adolescents in Jabodetabek Area. Type of violent behavior being measured include physical fights, group fights, used a weapon in a fıght, hurt someone badly enough to need bandages or care from doctor or nurse, vandalism, threatening behavior with a weapon, threatening behavior with and without weapons, and bullying (teased others, humiliate someone, call the person's name with another name, and threatened to hurt someone else). This research used a quantitative approach and using the Rosenberg Self-Esteem Scale to measuring self-esteem. List of violent behavior that is used is a measure that has been adapted from previous studies. Data was analyzed using Pearson Product-Moment Correlation technique. The participants were 311 male adolescents in community and correctional-institution. The results showed that there is a significant correlation between self-esteem and physical fights among male adolescents in Jabodetabek area (r = 0.24; p = 0.000, significant at the L.o.S 0.01). In addition, there is a significant positive correlation between self-esteem and threatening behavior without weapon among male adolescents in Jabodetabek area (r = 0.231, p = 0.000, significant at the LoS 0.01). Did not reveal any significant relationship between self-esteem and other types of violent behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bani Bacan Hacantya Yudanagara
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan perilaku kekerasan antara remaja laki-laki yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan otoritatif, otoritarian, permisif, dan uninvolved. Penelitian ini menggunakan penggolongan gaya pengasuhan yang dikemukakan oleh Baumrind dan terdiri dari dua dimensi, yaitu control dan warmth. Sedangkan daftar perilaku kekerasan dibuat berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya tentang kekerasan remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, partisipan penelitian sebanyak 163 orang yang terdiri dari narapidana dan siswa SMP dan SMA dengan rentang usia 12 sampai 19 tahun. Dari hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata yang signifikan antara skor perilaku kekerasan dengan gaya gaya pengasuhan orang tua otoritatif, otoritarian, permisif, dan uninvolved.

The purpose of this research is to indicate that there is a difference of violence behavior between participants who have authoritative, authoritarian, permissive, and uninvolved parent. This research uses classification of parenting style from Baumrind, which consist of two dimension, control and warmth. The list of violence behavior is made from previously research about youth violence. This research uses quantitative method. The participants of this research consist of 163 participant from jail, junior high school, and senior high school, whose age 12-19 years old. This research indicate that there is difference of violence behavior between participants who have authoritative, authoritarian, permissive, and uninvolved parent."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyaningsih
"Angka tertinggi kejadian IMS pada LSL adalah di Jakarta, 32,2 % LSL, sementara perilaku pencegahan serta pengobatan IMS pada LSL masih tergolong rendah. Ini menunjukkan bahwa buruknya perilaku pencegahan IMS pada LSL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pcnccgahan IMS pada LSL baik yang didampingi maupun belum didampingi oleh Yayasan “X” di Jakarta Pusat, tahun 2009. Penelitizm ini mcnggunakan pendekatan kualitatif dan pcngumpulan datan dengan wawancara mendalam dan observasi. Hasilnya ditemukan adanya perbedaan bahwa pengetahuan IMSnya baik, tapi pcrilaku penccgahan IMS masih rendah. LSL dampingan Iebih mudah untuk mengakses informasi dan pelayanan kesehatan. Dari penelitian ini disarankzm perlunya peningkatan penjangkauan LSL yang masih tertutup.

The highest rate of STI on MSM found in Jakarta, namely, 32.2% of MSM, while preventive and treatment behavior for STI on MSM is still at low rate. This research aims to discover the STI preventing action on MSM, both of those have been assisted or not assist yet "X" Foundation in Central Jakarta, 2009. This research utilizes qualitative approach while data collecting conducted through in-depth interview and observation. The result indicates that there is a difference between one's good awareness/knowledge on STI but the preventive behaviour still low. Assisted in MSM are found that easier to access information and health service. Based upon the finding, this research suggested to enhance the efforts to outreach other introvext MSM."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34232
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>