Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113861 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paku Utama
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S26131
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Ketentuan dan implementasi yang efektif tentang pengembalian atau perampasan aset hasil korupsi memiliki makna ganda bagi pemberantasan kejahatan korupsi di Indonesia, yaitu: Pertama, implementasi yang efektif ketentuan tentang pengembalian atau perampasan aset tersebut akan membantu negara dalam upaya menagnggulangi dampak buruk kejahatan korupsi. Kedua, adanya legislasi yang memuat klausul tentang pengembalian atau perampasan aset hasil kejahatan korupsi merupakan pesan jelas bagi para pelaku korupsi, bahwa tidak ada lagi tempat untuk menyembunyikan harta kekayaan hasil kejahatan korupsi, baik kekayaan Indonesia yang dilarikan ke luar negeri maupun harta kekayaan luar negeri yang ada di Indonesia."
JLI 7:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Program pemberantasan korupsi dapat dikatakan berhasil jika melahirkan dampak efek jera bagi para pelakunya. Dalam konteks penegakan hukum kasus tindak pidana korupsi, ada atau tidaknya efek jera bisa dilihat dari bagaimana aparat penegak hukum memberikan perlakuan terhadap pelaku korupsi. Lemahnya tuntutan kurungan badan yang diajukan ke pengadilan dan minimnya nilai kerugian negara yang harus dikembalikan oleh koruptor sering menjadi alasan mengapa korupsi sulit diberantas. Karena korupsi merupakan kejahatan kalkulasi, pelakunya akan memperhitungkan dengan cermat apakah resiko ditangkapnya lebih kecil atau besar, peluang bebasnya terbuka atau tidak, serta penghitungan apakah selepas menjalani kurungan badan, pelaku bisa menikmati harta hasil korupsinya atau tidak. Oleh karena itu, tanpa adanya efek jera, memberantas korupsi ibarat memadamkan api yang sumbernya ada di berbagai tempat. Berbagai ide yang dilontarkan untuk mendorong timbulnya efek jera bagi pelaku korupsi dapat dipertimbangkan sebagai solusi, salah satunya bagaimana upaya embuat koruptor tidak dapat secara bebas menikmati hasil korupsinya. Wacana memiskinkan koruptor sebagai contoh telah menjadi salah satu pilihan untuk memperbaiki strategi memberantas korupsi. Hanya saja perlu digarisbawahi, apakah hal itu sudah didukung oleh perangkat aturan main yang memadai dan didukung oleh upaya yang serius dari aparat penegak hukum dan pemerintah. Jika usaha menyita, merampas, dan mengembalikan harta dari tindak kejahatan korupsi dapat dioptimalkan, tentu saja kepercayaan publik terhadap keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi akan pulih dengan sendirinya."
JLI 7:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Korupsi di Indonesia dari hari ke hari semakin mengakar, bahkan ada yang menyebutnya sudah membudaya. Praktek korupsi terjadi hampir pada semua lapisan birokrasi, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif serta telah pula menjalar ke dunia usaha. Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia sudah menjadi penyakit kronis yang terhadap penderitanya haruslah dilakukan amputasi. Meluasnya praktek korupsi telah melahirkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan dan perekonomian negara. Sedemikian besarnya uang negara yang dinikmati oleh para koruptor telah mengakibatkan dirampasnya hak-hak ekonomi dan masa depan rakyat Indonesia. Menurut laporan the Open Society Justice Initiative, terdapat 3 karakteristik penjarahan kekayaan negara, yaitu jumlah kekayaan yang mencapai milyaran dolar, berpindah dan disembunyikan kekayaan tersebut oleh pelaku, hancurnya kehidupan sosial dan ekonomi yang pada akhirnya mengorbankan masyarakat. Gambaran tersebut membuat tindak pidana korupsi dapat dikwalifikasikan sebagai kejahatan terhadap kesejahteraan bangsa dan negara yang ditandai dengan hilangnya aset-aset publik yang akan digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, untuk itu pengembalian kerugian negara melalui perampasan aset hasil tindak pidana korupsi merupakan bagian terpenting dan strategis dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, sekaligus sebagai upaya pengembalian kerugian negara secara lebih efektif."
JLI 7:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riesa Susanti
"ABSTRAK
Ketidakhadiran terdakwa dalam proses persidangan perkara tindak pidana korupsi
mengakibatkan kerugian negara tidak dapat dieksekusi dan terganggunya proses
penanganan perkara lain yang berkaitan dengan perkara tersebut. Untuk itu Pasal
38 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU TPK) mengatur tentang peluang dilakukannya pemeriksaan dalam
persidangan perkara korupsi tanpa kehadiran terdakwa (peradilan in absentia)
dengan maksud untuk menyelamatkan kekayaan negara. Namun dalam
penerapannya, peradilan in absentia masih belum menyentuh tujuan utama
tersebut. Di sisi lain, peradilan in absentia dihadapkan pada prinsip bahwa
kehadiran terdakwa adalah untuk memberikan ruang kepada hak-hak asasi sebagai
manusia. Permasalahan yang muncul adalah bagaimanakah penerapan peradilan
in absentia dalam upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, yang
selanjutnya memunculkan pertanyaan bagaimanakah konsepsi peradilan in
absentia apabila dikaitkan dengan hak asasi manusia (HAM) dalam hal ini hak
asasi terdakwa tindak pidana korupsi, bagaimanakah penerapan hukum peradilan
in absentia dalam UU TPK dalam upaya pengembalian aset hasil tindak pidana
korupsi, dan bagaimanakah peranan peradilan in absentia dalam memaksimalkan
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan terhadap
bahan pustaka atau data sekunder yang dilakukan melalui studi kepustakaan/studi
dokumen (documentary study) dan dianalisis dengan menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Peradilan in absentia harus dilaksanakan berdasarkan
KUHAP terutama berkaitan dengan tata cara pemanggilan yang sah. Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan hak terdakwa
untuk menghadiri sidang guna melakukan pembelaan terhadap dirinya, namun
terdakwa secara sengaja tidak berkeinginan menggunakan hak tersebut. Dalam
konteks ini, hak membela diri terdakwa dapat ditunda pemenuhannya. Instrumen
yang dapat digunakan dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi adalah
penyitaan dan perampasan sebagaimana diatur dalam KUHAP dan UU TPK.
Sedangkan untuk aset yang berada di luar negeri, Indonesia mengacu pada
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam United Convention Againts Corruption
2003 (UNCAC/Konvensi Anti Korupsi/KAK) yang telah diratifikasi Indonesia.
Peradilan in absentia dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi
berhadapan dengan berbagai permasalahan terutama berkaitan dengan
ketidaksamaan persepsi dalam menyikapi ketentuan-ketentuan yang berlaku
terutama dalam peradilan in absentia dan pengembalian aset hasil tindak pidana
korupsi, kesulitan-kesulitan teknis dalam tahap penyidikan sampai eksekusi, dan
perbedaan sistem hukum Indonesia dengan negara lain yang sangat
mempengaruhi proses pengembalian aset.

Abstract
The absence of the defendant in a trial, specifically corruption, not only can
hamper the attempt to recover the stolen assets but also vex the case handling
process on relate matter. In order to fill the gap between the inability bring the
defendant into the court and the compulsory need to present the defendant has
became the essence of Article 38 Act No. 20 of 2001 on Eradication of the
Criminal Act of Corruption (UU TPK) that regulates in absentia trial by means to
enable the recovering of the stolen assets. However, in its implementation the in
absentia trial process has not yet brought any sufficient results. Whereas, the
process is resulted the debate from the human rights' point of view on whether the
system must ensure that every person has the right to defend him/herself in front
of the fair trial and cannot be self adjudicated by the evidence solely deliberate
from the prosecutor (government). Thus, this thesis will discuss three main issues
in regard to the in absentia trial for corruption case. First, it will discuss on the
conceptual view on how the in absentia trial in colliding with the human right
view. It will discuss the necessity to have the in absentia trial whilst the necessity
for the government to ensure the establishment on fair trial before the court for
every person. The second issue, will discuss on the implementation of the in
absentia trial in regards to the attempt to repatriate the stolen asset. Third, the
discussion will also elaborate on the optimum utilization of the in absentia trial as
an alternate choice in conducting stolen asset recovery. The thesis is using the
normative research method based on library literatures or usually called as
secondary data based on literature study/documentary study and being analyzed
using qualitative descriptive methods. The implementation the in absentia trial is
based on KUHAP, specifically on the chapter that relates to the summoning
procedures. KUHAP regulates that any defendant has the right to defend
him/herself before the court and despite the fact that this has not been effectively
exercise due to the the defendants' own desire. And under special circumstance
the exercise of that right also can be adjourned. The instruments that applies in the
repatriation of stolen assets recovery are the seize and confiscate as mentioned
under the KUHAP. Whereas for the assets that locate in a foreign jurisdictions,
Indonesia is referring to the regulations under the UNCAC that had been ratified
under Indonesia law. In absentia trial in recovering the proceeds of corruption is
dealing with the various problems mainly related to the perception of inequality in
concerning the regulations of in absentia trial and the repatriate stolen assets,
technical difficulties in the process from investigation phase until execution, and
Indonesia?s legal system difference with other countries will influence the
attempt to recover the assets."
2011
T28985
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Affrizal Hamid
"Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi (studi kasus put.pn.jkt.pst: no. 1180/pid.b/2006/ pn.jkt.pst) a.n Capt. Tarcisius Walla alias Capt. Walla , yaitu Pengadaan Barang / Jasa Infrastruktur, Data Center, Aplikasi Data perangkat Komputer Untuk Pengembangan Sistem PNBP di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Panitia Pengadaan tidak pernah melaksanakan Proses Lelang yang sesungguhnya, akan tetapi hanya melaksanakan proses administrasi yang seolah-olah ada lelang. Sebagai akibat perbuatan Terdakwa tersebut Negara dirugikan sebesar Rp. 35.424.607.631,- (Tiga Puluh Lima Milyar Empat Ratus Dua Puluh Empat Juta Enam Ratus Tujuh Ribu Enam Ratus Tiga Puluh Satu Rupiah). Atas dasar tersebut harus dibentuk Badan Pengembalian Aset hasil tindak pidana korupsi secara independen atau dibawah langsung Presiden RI, yang bertugas mengawasi aktifitas kinerja aparat institusi-institusi hukum dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi.

State Asset recovery process in corruption act (case study put.pn.jkt.pst: no. 1180/pid.b/2006/ pn.jkt.pst) on behalf Capt. Tarcisius Walla namely Capt. Walla is procurement goods or infrastructure service, data center, computer set data application for developing PNBP system in Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Procurement committee never perform the real auction process, but only perform administration process which like has done before. As a result for what has the defendant done, our country suffers lost as much as Rp. 35.424.607.631,- (Thirty five billion for hundred twenty four million sixth hundred sevent thousand sixth hundred thirty one) regarding that, our country must form a Badan Pengembalian Aset for the corruption act independently or directly under President of Indonesia, which duty is to control the activity of the law institution in state asset recovery on corruption act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22597
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengaturan mengenai perampasan aset selain belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, juga memiliki kelemahan terutama akibat adanya berbagai halangan yang mengakibatakn pelaku kejahatan tidak bisa menjalani pemeriksaan di sidang pengadilan. Aset hasil kejahatan pun seringkali dengan mudah dialihkan atau bahkan dilarikan ke luar negeri. Konstruksi sistem hukum pidana di Indonesia, terutama di dalam KUHP dan KUHAP, belum menempatkan penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana sebagai bagian penting dari upaya menekan tingkat kejahatan di Indonesia. Undang-undang lain mengatur secara terpisah dan parsial mengenai penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana berkaitan dengan tindak pidana yang bersangkutan. Perbedaan antara ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan perkembangan terakhir di dunia internasional serta kebutuhan menyangkut penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana menunjukkan perlunya perluasan, penambahan dan penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku saat ini di Indonesia."
JLI 7:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Herdiansah
"Dalam Penelitian ini membahas mengenai Mekanisme Pengembalian dan Tata Kelola Aset Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi yang berlaku di Indonesia. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaturan aset negara yang berasal dari Tindak Pidana Korupsi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, bagaimana mekanisme yang ideal dalam pengembalian aset negara sebagai akibat perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi, dan Bagaimanakah tata kelola dan pertanggungjawaban atas pengelolaan terhadap aset negara hasil tindak pidana korupsi. Sedangkan tujuan dalam peneltian ini adalah mengetahui sejauhmana suatu aset dapat dikatagorikan sebagai obyek tindak pidana korupsi, mengetahui sejauhmana pengaturan mengenai pengembalian aset negara hasil tindak pidana korupsi, menemukan cara tepat dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, dan mengetahui tata kelola atas pengelolaan pengembalian aset berdasarkan perturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan melakukan penelitian lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang termasuk aset negara yang dapat menjadi objek dari sebuah tindak pidana korupsi yaitu uang, surat berharga, piutang, barang berharga, dan hak-hak yang lain yang dapat dinilai dengan uang. Mekanisme yang ideal dalam pengembalian aset negara hasil tindak pidana korupsi adalah gabungan antara instrumen hukum yang terdapat dalam UNCAC PBB 2003 dan instrumen hukum civil forfeiture. Mekanisme ini didasarkan atas keberhasilan negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Adapun mekanisme ideal pengelolaan Aset dilakukan oleh Lembaga Pengelola Aset di bawah Kementerian Keuangan.

Abstract
This research is mainly discussed about The Mechanism and Management System of Asset Recovery from Corruptions Act in Indonesia. The problem that this research is trying to resolves is how Indonesian Law regulate the state asset that comes from Corruption Act, what kind of mechanism that is ideal to recover the state asset as a consequence of tort in corruption act and how to manage and take responsibility of asset recovery from Corruption Act. The purpose of this research is to explain about the clasification of state assets especially if the assets come from corruption act, to find the right method regarding asset recovery from corruption act, to know the management of asset recovery based on the rule of law. The researcher is using the normative law research method combined with field research and literature study. Output from this research shows that state assets that is sourced from corruption act are money, obligation, credit, valuable thing, and the other rights that can be valued with money. The ideal mechanism regarding asset recovery from corruption act is the unification between law instrument contained in UNCAC PBB 2003 and forfeiture in civil law instrument. This mechanism is based on the succeed of developed country such as United State of America and United Kingdom regarding asset recovery from corruption act. Furthermore, the ideal mechanism to management of asset recovery by doing management asset institution underneath ministry of finance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S310
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Pengaturan Asset Recovery mengandung konsep pengaturan pemisahan antara proses pidana dan proses perdata untuk lebih memfokuskan juga pada penegakan terhadap aset negara hasil tindak pidana korupsi sesuai dengan UNCAC 2003."
JLI 7:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>