Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75946 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitohang, Edison Arcenius
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S25442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Subekti, 1914-
Bandung: Alumni, 1992
347.035 SUB k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Subekti, 1914-
Bandung: Alumni, 1980
347.035 SUB k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Subekti, 1914-
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
347.035 SUB k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Siti Zubaedah Agustina
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S25502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rullyandi
"Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka atau independen, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Kekhawatiran akan adanya intervensi dari kekuasaan eksekutif terhadap lembaga kejaksaan, khususnya karena pengangkatan Jaksa Agungnya yang merupakan hak prerogatif Presiden. Adapun permasalahan yang dibahas mengenai Bagaimanakah hak prerogatif Presiden dalam sistem presidensial berkaitan dengan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung oleh Presiden, pembatasan kekuasaan Presiden terhadap independensi kekuasaan penuntutan yang dimiliki oleh Jaksa Agung, dan kedudukan yang tepat kejaksaan dalam doktrin pembagian atau pemisahan kekuasaan trias politica.
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode pendekatan normatif dan pendekatan kualitatif wawancara. Hak Prerogatif Presiden dalam sistem presidensial pada prinsipnya berkaitan dengan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung oleh Presiden, hal ini dapat dimengerti bahwa Jaksa Agung adalah pemegang kekuasaan tertinggi penuntutan, fungsi penuntutan merupakan tugas Negara untuk membela rakyat atau kepentingan publik, maka dikaitkan dengan hubungan Presiden dan Jaksa Agung, maka pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung adalah bagian dari hak prerogatif Presiden yang perlu dibatasi dengan terlebih dahulu meminta persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Pembatasan kekuasaan Presiden berhubungan independensi kekuasaan penuntutan yang dimiliki oleh Jaksa Agung, agar tidak mengintervensi proses hukum presiden di batasi oleh konstitusi. Berkaitan dengan kedudukan yang tepat kejaksaan dalam doktrin pembagian atau pemisahan kekuasaan trias politica,maka organ kekuasaan yang sekiranya tepat untuk mewakili tugas di mewakili kepentingan publik di bidang penegakan hukum adalah eksekutif atau Presiden dengan membawahi Jaksa Agung. oleh karena kejaksaan sudah tepat berada dalam ranah kekuasaan eksekutif.

Attorney of the Republic of Indonesia is implementing a state institution of state power in the prosecution elected by and responsible to the President. The Attorney General as the state agency that implements state power in the prosecution must carry out its functions, duties and authority as an independent or an independent, free from the influence of government power and influence of other powers. Fears of intervention from the executive power to institute prosecution, especially since the appointment of Attorney glory that is the prerogative of the President. The issues discussed on How the President's prerogative in a presidential system with a mechanism related to the appointment and dismissal of the Attorney General by the President, the limitation of presidential powers to the independence of prosecution powers possessed by the Attorney General, and the exact position of prosecutor in the division or separation of powers doctrine of trias politica.
In this paper the author uses the method of normative approach and qualitative approach to the interview. Prerogative of the President in a presidential system, in principle, related to the mechanism of appointment and dismissal of the Attorney General by the President, it is understandable that the Attorney General holds the highest authority of the prosecution, the prosecution function is a duty to defend the people of the State or public interests, it is associated with relations of President and Attorney General, the appointment and dismissal of the Attorney General is part of the prerogative of the President who needs to be limited by first obtaining the consent of the House of Representatives.
Restrictions related to the independence of the powers of the President possessed the power of prosecution by the Attorney General, in order not to intervene in the legal process limited by the constitutional president. Related to the proper position of prosecutor in the division or separation of powers doctrine of trias politica, the organ of power in which if the right to represent tasks in representing the public interest in the field of law enforcement is the executive or the President to supervise the Attorney General. because the prosecutor has the right to be in the realm of executive power.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31443
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zainal Arifin Hoesein
"ABSTRAK
Perjuangan panjang tentang kekuasaan kehakiman yang babas dalam negara hukum sesuai dengan UUD 1945, terakhir disuarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang dituangkan dalam memorandum tanggal 23 Oktober 1996 yang menghendaki agar kekuasaan kehakiman di bawah satu payung, yakni Mahkamah Agung. Gagasan tersebut, sejalan dengan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 beserta penjelasannya. Kekuasaan kehakiman yang bebas dalam perspektif negara hukum, akan berkaitan dengan beberapa faktor, di antaranya adalah segi kelcmbagaan dan segi sistem peradilannya. Dari segi kelembagaan, perlanyaan yang timbul seperti, apakah kekuasaan kehakiman yang babas harus berada pada satu payung, yakni Mahkamah Agung ? Apakah hal tersebut akan mengganggu sistem kekuasaan negara sebagaimana yang telah diatur oleh UUD 1945 dan dari segi sistem peradilannya, juga akan timbul pertanyaan, bagaimanakah sistem peradilan yang dikehendaki oleh UUD 1945 dalam mewujudkan negara hukum ? Persoalan kekuasaan kehakiman sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia rnasih tetap aktual dan menjadi bahan perdebatan para pakar karena pada lembaga ini kewibawaan hukum diuji.
Kekuasaan kehakiman merupakan salah satu perwujudan dari penegasan dianutnya paham negara hukum oleh konstitusi Indonesia. Salah satu ciri negara hukum adalah adanya lembaga peradilan yang bebas dan tidak memihak, Kekuasaan kehakiman yang babas dan lidak memihak secara normatif telah diatur dalam ketiga konstitusi yang pernali berlaku di Indonesia, yakni pada UUD 1945 diatur dalam Pasal 24 ayat (I), Konstitusi RIS diatur dalarn Pasal 145 ayat (1) dan UUi) Semcntara 1950 diatur dalam Pasal 103. Dari segi substantif, ketiga konstitusi tersebut menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman itu babas dan tidak memihak. Perwujudan kekuasaan kehakiman yang bebas akan bertautan dengan kemauan politik dalam menempatkan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti hukum dan kekuasaan senantiasa memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi. Dapat dipahami bahwa di satu pihak hukum dalam suatu negara hukum adalah sebagai landasan kekuasaan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tetapi di lain pihak hukum juga merupakan produk kekuasaan. Pemahaman terhadap hukum sebagai landasan kekuasaan, berarti segala kekuasaan negara yang lahir diatur oleh hukum dan dijalankan berdasar atas hukum, sehingga hukum ditempatkan pada posisi lebih tinggi (supremacy of law) sebagaimana yang dikehendaki oleh rumusan negara hukum. Di sisi lain, hukum juga merupakan produk kekuasaan, berarti setiap produk hukum merupakan hasil dari interaksi politik yang memerlukan adanya komitmen politik.
Kecenderungan yang akan lahir adalah, bahwa suatu produk hukum bergantung pada format politik/konfigurasi politik.Oleh karena itu, implementasi kekuasaan kehakiman yang bebas sebagaimana yang dikehendaki oleh konstitusi, tetap berkaitan dengan kemauan politik penyelenggara kekuasaan negara. Peradilan yang bebas berrnakna bahwa kekuasaan kehakiman tidak dapat diintervensi oleh kekuasaan negara lainnya dalam menjalankan fungsinya, baik sebagai lembaga penegakan hukum maupun sebagai lembaga penemuan hukum. Rumusan normatif yang demikian itu, dalam implementasinya tidak terlepas dari sisi politik dan sosial budaya yang berkembang. Hal ini berarti kekuasaan kehakiman yang babas memiliki relevansi dengan konfigurasi politik dan sosial budaya suatu negara."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Suny
Jakarta: Aksara Baru, 1986
342.06 ISM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Suny
Jakarta: Aksara Baru, 1986
342.06 ISM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>