Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109121 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Josephine Hadiwijaya
"Tinjauan Hukum atas Pengaturan Subsidi terhadap Produk Pertanian dalam World Trade Organization. PK VI. Hukum tentang Hubungan Transnasional. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. World Trade Organization (WTO) merupakan badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antarnegara, yang memiliki tujuan untuk mendorong arus perdagangan antarnegara dengan mengurangi dan menghapus berbagai hambatan yang dapat mengganggu kelancaran arus perdagangan barang dan jasa. Indonesia merupakan negara anggota WTO dengan diratifikasinya Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994. Dengan keikutsertaan Indonesia dalam forum perdagangan dunia ini, otomatis Indonesia juga terikat akan aturan-aturan main yang tercakup dalam perjanjian-perjanjian WTO yang dicapai dalam putaran negosiasi dan kesepakatan multilateral lainnya. Salah satu perjanjian yang wajib diikuti oleh Indonesia adalah Perjanjian di bidang Pertanian. Perjanjian Pertanian merupakan perjanjian yang bersifat Lex Specialis dari Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Balasan (SCM Agreement) dimana Perjanjian Pertanian memberikan pengaturan secara khusus terkait dengan subsidi terhadap produk pertanian yang terbagi dalam tiga pilar utama yaitu Akses Pasar, Bantuan Domestik dan Subsidi Ekspor. Melalui ketiga pilar utama ini, WTO mengupayakan adanya liberalisasi perdagangan terhadap produk pertanian dengan penghapusan hambatan non-tarif dan pemberlakuan tarif yang rendah. Indonesia telah melaksanakan aturan main yang telah disepakati dalam Perjanjian Pertanian secara patuh dan konsisten. Hal ini memberikan implikasi yang signifikan terhadap sektor pertanian di Indonesia. Terlepas implikasi positif dan negatif dari diberlakukannya Perjanjian Pertanian, Indonesia harus terus memperjuangkan secara optimal Perlakuan Khusus dan Berbeda (Special and Differential Treatment); Special Product; Tindakan Pengamanan Khusus (Special Safeguard Mechanism) yang menguntungkan bagi Indonesia sehingga dapat meningkatkan perekonomian Indonesia pada umumnya dan kesejahteraan petani pada khususnya."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;;, ], 2008
S26197
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marisha Maya Miranty
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S26067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Joko Juliantono
"ABSTRAK
Saat ini, globalisasi dan liberalisasi tidak dapat dilihat hanya sebagai wacana, melainkan sebagai tantangan yang harus dihadapi. Sebagai suatu fenomena ekonomi, globalisasi dan liberalisasi telah mendorong berbagai bentuk perubahan yang mempersatukan perekonomian dunia ke dalam suatu sistem perekonomian global. Suatu sistem di mana arus perdagangan barang dan jasa sebenarnya sudah tidak bisa lagi dibendung oleh batas-batas kekuasaan politik suatu negara. Dalam arus seperti itulah. World Trade Organization (WTO) sebagai suatu badan yang secara khusus menangani perdagangan internasional, memiliki peran sekaligus pengaruh yang penting bagi perubahan dunia khususnya dalam hal perekonomian.

Dalam forum WTO, isu liberalisasi di bidang pertanian menjadi isu yang paling panas di antara isu isu perdagangan lainnya. lsu inilah yang menyebabkan negara-negara anggota WTO terfragmentasi dalam beberapa kubu kekuatan ekonomi. Dalam suasana perundingan yang timpang dan penuh dengan dominasi, negara-negara berkembang kerap menjadi obyek dari negara-negara maju untuk mempraktikkan liberalisasi perdagangan pada level yang cukup jauh. Akan tetapi, khususnya negara-negara maju menjadi elemen yang paling banyak mengingkari komitmen pasar bebas yang ditunjukkan dengan keengganannya membuka pasar domestik, mengurangi subsidi domestik, maupun mencabut subsidi ekspor.

Sebagai salah satu negara anggota dan pendiri WTO, Indonesia telah terikat dengan berbagai macam perjanjian perdagangan liberal sejak lembaga tersebut didirikan. Akan tetapi, landasan yang melatarbelakangi keikutsertaan serta strategi untuk membela kepentingan nasional dalam menghadapi berbagai perundingan WTO kerap tidak dipersiapkan dengan baik. Masalah- masalah seperti perbedaan karakteristik usaha pertanian Indonesia yang umumnya dikelola oleh petani-petani kecil dengan sarana berupa lahan yang sempit dengan karakteristik industri pertanian negara-negara maju hampir tidak pernah menjadi perhatian pemerintah dalam konteks menghadapi perundingan WTO. Akibatnya, diplomasi pemerintah Indonesia dalam forum-forum WTO tidak memiliki nilai tawar yang memadai untuk menghadang kehendak dominatif dari negara-negara maju.

Bertolak dari hal tersebut, tesis ini disusun sebagai upaya untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan yang muncul sebagai akibat kegagalan diplomasi Indonesia yang hampir bisa dikatakan tidak membawa manfaat bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Dalam upaya itu, tesis ini juga menjelaskan ragam kepentingan yang kerap saling berbenturan dalam forum WTO, serta mengidentifikasi posisi Indonesia dalam forum-forum WTO, khususnya yang membahas liberalisasi di sektor pertanian. Penelaahan lebih jauh terhadap masalah-masalah tersebut dimaksudkan untuk mengkaji peluang-peluang alternatif sebagai jalan keluar dari permasalahan yang kini membelit Indonesia.

Tesis ini berkesimpulan bahwa fenomer.a kegagalan pasar secara global telah semakin menjadi kenyataan. Ancaman tersebut tidak hanya berlaku di pasar internasional, melainkan juga di pasar dalam negeri. Ketidakseimbangan peranan negara dengan pasar menjadi faktor yang mempertinggi aricaman tersebut. Untuk itu diperlukan upaya-upaya baru guna membangun keseimbangan baru antara negara dengan pasar. Hal inilah yang semestinya menjadi perhatian utama dalam diplomasi luar negeri Indonesia, khususnya dalam forum WTO yang membahas masalah liberalisasi pertanian.

"
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Kurnia Putra
"Kerangka liberalisasi perdagangan komoditi pertanian dalam konteks World Trade Organization (WTO) tertuang dalam Perjanjian Umum Bidang Pertanian atau Agreement on Agriculture (AOA). AOA adalah salah satu perjanjian internasional WTO yang dihasilkan melalui serangkaian perundingan dalam Putaran Uruguay dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Perjanjian ini diberlakukan bersamaan dengan berdirinya WTO pada tanggal 1 Januari 1995 yang terdiri atas 13 bagian dengan 21 Pasal yang dilengkapi dengan 5 Pasal Tambahan (Annex) dan satu lampiran untuk Annex ke-5. Adapun AoA memiliki tiga pilar utama yaitu perluasan akses pasar, dukungan domestik serta subsidi ekspor. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Indonesia telah meratifikasi ketentuan-ketentuan WTO dimana WTO mewajibkan negara-negara anggotanya untuk menyesuaikan aturan-aturan yang termuat dalam Annex WTO. Salah satunya adalah aturan-aturan kebijakan pangan Indonesia yaitu melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan.

Framework of agricultural trade liberalization in the context of World Trade Organization (WTO) General Agreement set out in the field of Agriculture or the Agreement on Agriculture (AOA). AOA is one of the international treaties that are generated through a series of WTO negotiations in the Uruguay Round of General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Pact is applied simultaneously with the establishment of the WTO on January 1, 1995 which contained 13 parts and 21 Articles which is equipped with 5 Annex and an appendix to the Annex 5. The AoA has three main pillars, namely the expansion of market access, domestic support and export subsidies. Through Law No. 7 of 1994, Indonesia has ratified the WTO provisions which obliges WTO member states to adapt the rules contained in Annex WTO. One of them is the rules of the food policy Indonesia through Law No. 7 of 1996 concerning Food and Government Regulation No. 68 of 2002 on Food Security."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30386
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sylviana Kusuma Lestari
"Tesis ini membahas tentang perlindungan industri dalam negeri terhadap adanya lonjakan impor dengan penerapan tindakan pengamanan (safeguards measures) melalui peraturan nasional dan membandingkan kesesuaian peraturan nasional mengenai safeguards tersebut dengan WTO Agreement, baik dalam GATT 1947 maupun Agreement on Safeguards. Tindakan pengamanan (safeguards measures) berbeda dari tindakan anti dumping dan countervailing measures karena safeguards diterapkan dalam suasana perdagangan yang adil (fair trade). WTO memperbolehkan negara Anggota yang industrinya mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius sebagai akibat adanya lonjakan impor untuk melakukan tindakan safeguards, baik berupa pengenaan tarif tambahan, pembatasan impor (kuota) maupun keduanya. Tindakan pengamanan ini dipandang kurang popular dan jarang digunakan karena syaratnya yang cukup berat. Pemerintah negara Anggota WTO cenderung memilih untuk melindungi industri dalam negeri mereka melalui grey area measures dengan cara menggunakan perundingan bilateral di luar tata cara GATT, mereka meminta negara pengekspor untuk mengurangi jumlah ekspornya secara sukarela (voluntary export restraints-VER) atau melalui persetujuan yang saling menguntungkan untuk menyetujui cara lain untuk berbagi pasar (orderly marketing arrangement-OMA). Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asasasas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Selanjutnya, permasalahan yang dibahas dalam Tesis ini adalah mengenai kesesuaian pengaturan safeguards dalam WTO dibandingkan dengan peraturan nasional dan mengenai penerapan tindakan pengamanan (safeguards measure) apakah telah dapat melindungi industri dalam negeri dari lonjakan impor atau belum.

This thesis discusses the protection of domestic industry against the import surge to the implementation of safeguards measures through national legislation and to compare the suitability of national regulations regarding such safeguards with the WTO Agreement, either in GATT 1947 and the Agreement on Safeguards. Safeguard measures differ from anti-dumping measures and countervailing measures as safeguards applied in an atmosphere of fair trade. Members of the WTO allow countries that the industry experienced serious injury or threat of serious injury as a result of increased import to take safeguards action, whether in the form of the imposition of additional tariffs, import restrictions (quotas) or both. Safeguard measures are seen as less popular and rarely used because the conditions are quite heavy. WTO member country governments tend to choose to protect their domestic industries through the "gray area measures" by using bilateral negotiations outside GATT procedures, they require exporting countries to reduce the amount of its exports voluntarily (voluntary export restraints-VER) or through agreements mutually beneficial to agree on other ways to market share (orderly marketing arrangements-OMA). This thesis uses normative legal research because it focuses on the research literature that examines the core principles of law, the law systematically, and the synchronization of the law in a way it analyzed. The data obtained were analyzed using qualitative descriptive methods. Furthermore, the problems will be discussed in this thesis is about the suitability of setting safeguards in the WTO as compared with the national regulations and on implementation safeguards measure whether it has been able to protect domestic industries from import surge or not."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27945
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syahied Aryolaksono
"Skripsi ini membahas pengaruh dari keanggotaan Tiongkok di WTO terhadap perkembangan ekonomi dan politik domestiknya, periode 2001-2010. Tiongkok merupakan negara komunis pertama yang meliberalisasikan perekonomiannya dan ingin bergabung dengan rejim perdagangan internasional tersebut. WTO yang merupakan suatu institusi internasional memiliki prinsipprinsip dan aturan-aturan yang bersifat mengikat bagi setiap anggotanya. Bergabungnya Tiongkok ke dalam WTO menimbulkan dampak yang menarik untuk dipelajari. Skripsi ini bertujuan untuk membahas dan menganalisis seberapa besar dampak positif keanggotaan di WTO terhadap perkembangan ekonomi dan politik Tiongkok. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis dalam penyajiannya dan didukung studi pustaka yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanggotaan WTO bagi Tiongkok memberikan beberapa dampak positif bagi perkembangan ekonomi dan politik Tiongkok khususnya dalam ekspansi pasar, peningkatan interdependensi dan munculnya transparansi di Tiongkok.

This thesis discusses the effects of WTO membership on China's economic and political development throughout 2001-2010. China is the first country to liberalize its economy among communists and was in need for WTO membership. As a multilateral trade organization, WTO has a series of binding regulation and rules which demands total compliance from all of its members. Chinese membership's effects on domestic politics and economy is not only interesting, but also provides important lessons for studies in the political economy of development. The objective of this study is to discuss and analyze how does Chinese entry into the WTO affect its domestic economic and political transformation. This research employs qualitative research methodology with explanatory type of researh and supported by relevant literature studies as its data collecting method. It concludes that China's WTO accession provides some positive impacts on China's economic and political development, especially on the development of socialist market economy, developing interdependence and increasing economic and government transparency in China.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ayyub Rachmayadi
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S23985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisy Ayurezeki
"Sistem keanggotaan organisasi internasional merupakan suatu bahasan yang dapat kita temukan dengan mudah dalam praktek di dunia internasional. Topik ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut ketika suatu entitas politik bernama Taiwan, yang status kenegaraannya (statehood) tidak jelas di mata internasional, memperoleh keanggotaan dalam salah satu organisasi terbesar dan terpenting di dunia yaitu World Trade Organization (WTO). Taiwan merupakan daerah yang menjadi tempat pelarian bagi pihak yang kalah ketika terjadi perang saudara di daratan Cina dari tahun 1946- 1949, lalu akhirnya menyatakan bahwa wilayahnya adalah sebuah negara yang berdiri sendiri, bukannya bagian dari negara Republik Rakyat Cina (RRC), yang sampai sekarang masih mengklaim wilayah Taiwan sebagai salah satu propinsinya. WTO sendiri merupakan bagian dari sistem organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), yang mana pernah mengeluarkan resolusi yang tidak mengakui Taiwan sebagai suatu negara yang mewakili rakyat Cina, dan menyerahkan kewenangan untuk mewakili rakyat Cina di PBB kepada RRC. Resolusi inilah yang menjadi pertimbangan menyangkut apakah WTO mempunyai kewajiban untuk mengikuti Kebijakan Satu Cina yang telah dibuat oleh PBB. Oleh sebab itu sebagai penjelasan lanjutan adalah mengenai hubungan sesungguhnya antara PBB dengan WTO yang terdapat dalam Arrangement for Effective Cooperation with Other Intergovernmental Organizations (15 November 1995), sehingga kedudukan serta kewajiban WTO dalam sistem PBB dapat lebih mudah dipahami, khususnya jika dikaitkan dengan perihal tata cara aksesi dalam WTO serta keanggotaan Taiwan dalam WTO. Dengan demikian, karya ini diharapkan dapat menambah pemahaman kita akan permasalahan sistem keanggotaan dalam organisasi internasional selain juga menambah wawasan kita."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S26145
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Setiawan Cahyo Nugroho
"Tesis ini membahas tentang sejauhmana hak asasi manusia internasional diperhitungkan dalam hukum perdagangan internasional di World Trade Organization (WTO). Penelitian ini adalah penelitian yuridis-kualitatif. Perjanjian multilateral di WTO dikaji kesesuiannya dengan hokum hak asasi manusia dan pasal-pasal pengecualian umum sistem hukum perdagangan internasional serta perlakuan berbeda dan khusus bagi negara berkembang ditimbang sejauhmana telah memanifestasikan hak asasi manusia. Penelitian ini menyimpulkan hukum perdagangan internasional di WTO belum memberi perhatian yang serius kepada nilai hak asas manusia. Penelitian ini merekomendasikan nilai hak asasi manusia dijadikan rambu-rambu untuk mencapai keadilan global dalam liberalisasi perdagangan betapapun kompleks dan sulitnya hal tersebut terwujud

The current thesis discusses the extent of international human rights law being accounted within the international trade law of World Trade Organization (WTO). The current study takes on a juridical qualitative research approach: multilateral agreements at WTO are analyzed in their consistency with the human rights law as well as articles on general exemptions within the international trade law system additionally, special and differential treatments to developing countries are also assessed on the extent of their manifestation on human rights. Current findings concluded that international trade law of WTO has not provided sufficient attention towards human rights values. Therefore, the study recommends for the value of human rights law to be established as guidelines toward global justice within trade liberalization despite of the complex and intricate-natured challenges that may arise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>