Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102436 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ita Setiawati
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S26083
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Madina
"Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau disebut juga Indonesia Eximbank merupakan lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan pembiayaan ekspor nasional. Kegiatan utama dari lembaga ini adalah memberikan bantuan finansial berupa pembiayaan yang diberikan oleh pemerintah untuk mendukung pelaksanaan ekspor. Dalam World Trade Organization, terdapat pembatasan atau larangan kegiatan subsidi ekspor, yang diatur secara spesifik dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM). Dari bentuk pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh Indonesia Eximbank, kegiatan tersebut dapat digolongkan kedalam “Prohibited Subsidy”. Namun pada kenyataannya, unsur bantuan pemerintah yang disebutkan dalam ASCM, tidak terpenuhi karena penugasan khusus yang diberikan kepada Indonesia Eximbank belum sepenuhnya terlaksana, karena masih belum terdapatnya peraturan khusus perihal penugasan dimaksud, selain itu suku bunga yang diberikan oleh Indonesia Eximbank dalam memberikan pembiayaannya, tidak berada dibawah suku bunga yang diberikan pada umumnya oleh pemberi pembiayaan komersil lainnya, sehingga pembiayaan yang diberikan masih berupa pemberian pembiayaan umum yang dilakukan oleh bank, namun dengan kekhususan harus dipergunakan untuk kegiatan yang berorientasi ekspor.

Indonesia Export Credit Agency also known as Indonesia Eximbank is a special financial institution established by Indonesia government in order to support the national export development program through National Export Financing. Its main activity is providing financial support given by government to support export performance. In World Trade Organization, there are some prohibitions related to export subsidies, specifically on Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM). Financial support that Indonesia Eximbank provide in general could be categorized as Prohibited Subsidy. But in fact, financial support given by government mentioned in ASCM could not be fulfilled in Indonesia Eximbank activity because special assignment given to Indonesia Eximbank has not been fully implemented since there has not been special regulation yet related to the special assignment, also Indonesia Eximbank does not give lower interest rate than other commercial financial institutions, so that financing given by Indonesia Eximbank still in the form of the provision of public financing done by banks, but with specificity that must be used for export activities."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Nuryani
"Penulisan Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Permasalahn yang diteliti dalam Tesis ini mengenai pengaturan subsidi dalam ASCM, dan pengaturan tentang LPEI beserta tugas-tugasnya. Hasil penelitian digunakan sebagai masukan dalam pelaksaan tugas-tugas LPEI dan diharapkan tidak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Berkenaan dengan fungsi LPEI untuk mendukung program ekspor nasional melalui Pembiayaan Ekspor Nasional, maka dilakukan pula penelitian tentang sejauh mana peran LPEI dalam mendukung peningkatan ekspor nasional. Berdasarkan Pasal 1 ASCM, subsidi adalah suatu pemberian (kontribusi) dalam bentuk uang atau finansial yang diberikan oleh pemerintah atau suatu badan umum (public body). Subsidi dibedakan menjadi 3 kategori yaitu subsidi yang dilarang (prohibitied subsidies), Subsidi yang dapat ditindak (actionable subsidies), Subsidi yang tidak dapat ditindak (non-actionable subsidies). Berdasarkan hasil penelitian, ditinjau dari ketentuan Pasal 1 ASCM, sekilas LPEI dapat dikategorikan sebagai subsidi. Namun LPEI tidak serta merta dapat dikategorikan prohibited subsidies, perlu dilihat dulu bagaimana pelaksanaan dari tugas-tugasnya tersebut. Pelaksanaan tugas LPEI masih dalam koridor peraturan perdagangan internasional dan orientasi usahanya masih komersial, belum terlalu berbeda dengan Bank Ekspor Indonesia (BEI). Peran khusus LPEI sesuai Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2009 untuk melaksanakan penugasan khusus dari pemerintah dalam rangka mendukung program ekspor nasional atas biaya pemerintah, sampai saat ini belum dilaksanakan. Dengan demikian, sampai saat ini tugas LPEI belum dapat dikategorikan melanggar ASCM, dikarenakan belum termasuk prohibited subsidies. Disamping itu, Indonesia secara reguler juga menyampaikan notifikasi kebijaksanaan subsidinya untuk memenuhi unsur tranparansi yang idatur dalam peraturan perdagangan internasional.

Basic way writing this thesis using the method of normative legal research. The issue to be researched in this thesis about subsidy arrangement in the ASCM, and setting about LPEI along with his duties. The results are used as inputs in the implementation of tasks and expected LPEI violations do not occur in the execution of his duties. Regarding LPEI functions to support national export program through the National Export Financing and also conducted research on the exent to which LPEI role in supporting the national export increase. Under Article 1 ASCM, the subsidy is a gift (contribution) in the form of money or financial provided by the government or a public entity (public body). Subsidy divided into three categories: prohibitied subsidies (prohibitied subsidies), actionable subsidies (actionable subsidies), non-actionable subsidies (non-actionable subsidies). Based on the research, reviewed the provisions of Article 1 of the ASCM, a glimpse LPEI can be categorized as a subsidy. However LPEI not necessarily be categorized as prohibited subsidies, it should be seen first how the implementation of these tasks. Implementation tasks LPEI not result in losses so far in other countries. LPEI task implementation is still in the corridors of international trade rules are still the commercial and business orientation, not too different from Indonesian Export Bank (BEI). LPEI special role in accordance with Article 18 of Law No. 2 Year 2009 to carry out special assignments from the government in order to support the national export program for the cost of government, has not been implemented. Thus, untuil this task can not be catgorized violate LPEI ASCM, due to not including prohibited subsidies. In addition, Indonesia also submitted a notification regular subsidy poliies to meet the transparancy element of the rgulation of international trade."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27683
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Wahyu Prasojo
"Sektor industri atau disebut pengolahan non migas merupakan kontributor terbesar pendapatan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 250 juta mengindikasikan besarnya potensi pasar domestik sekaligus jaminan sektor industri Indonesia terus bertumbuh. Namun demikian, komitmen liberalisasi perdagangan antar negara yang semakin tinggi sejak berdirinya World Trade Organization (WTO), memaksa sektor industri Indonesia bersaing dengan Industri negara-negara berteknologi maju.
Dalam persaingan itu, industri Indonesia terus mengalami pelemahan daya saing baik di pasar domestik maupun ekspor. Hal ini sangat terlihat nyata terjadi pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT). Menghadapi situasi yang dinilai banyak pihak sebagai de-industrialisasi tersebut, Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis menggunakan bantuan finansial (financial contribution) sebagai salah satu instrumen kebijakan peningkatan daya saing industri. Pada praktiknya, komitmen Indonesia sebagai anggota WTO tidak bisa dikesampingkan. Beberapa perjanjian yang dicakup (covered agreement) dalam pembentukan WTO, seperti General Agreement on Tariffs and Trade 1994 (GATT) dan Agreement on Subsidies and Countervailing Measures mengatur batasan bantuan finansial yang dapat atau dilarang untuk diberikan pemerintah. Perspektif pengaturan subsidi dalam WTO adalah pemberian subsidi lazim dilakukan pemerintah suatu negara untuk peningkatan kemakmuran dan perlindungan kepentingan domestik, namun juga berpotensi mendistorsi perdagangan internasional apabila menimbulkan keuntungan kompetitif bagi sektor swasta secara tidak adil.
Dengan menggunakan perspektif itu, dilakukan studi hukum pelaksanaan program restrukturisasi mesin/peralatan ITPT yang memuat kebijakan pembiayaan pemerintah untuk peningkatan daya saing ITPT. Diharapkan ditemukan pemahaman kritis akan desain kebijakan penggunaan instrumen subsidi oleh pemerintah dengan tetap mengindahkan komitmen Indonesia dalam WTO. Momentum penulisan tesis diperkuat dengan Pasal 45 dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang mengatur bahwa pemerintah dapat memberikan pembiayaan kepada perusahaan industri swasta dalam rangka peningkatan daya saing industri dalam negeri atau pembangunan industri pionir. Bentuk pembiayaan dimaksud dapat berupa keringanan bunga pinjaman, potongan harga pembelian mesin dan peralatan, serta bantuan mesin dan peralatan.

The industry sector, or called with non oil and gas manufacturing sector, is the largest contributor to economic income and employment in Indonesia. Indonesia's population of over 250 million indicates the potential of the domestic market as well as the guarantee of Indonesia's industrial sector continues to grow. Nevertheless, the increasing commitment of trade liberalization between countries since the establishment of the World Trade Organization (WTO) has forced the Indonesian industrial sector to compete with industries from countries with advanced technology.
In that competition, Indonesia's industrial competitiveness continues to weaken both in domestic and export markets. Significant impacts occurred in the Textile and Textile Products Industry (ITPT). Faced with the situation that many considered as de-industrialization, the Government of Indonesia took a strategic step to use financial assistance as one of the policy instruments to increase the competitiveness of industry. In practice, Indonesia's commitment to WTO membership can not be ruled out. Some covered agreements in the establishment of the WTO, such as the General Agreement on Tariffs and Trade 1994 (GATT) and Agreement on Subsidies and Countervailing Measures provide provisions for financial assistance that can be granted or prohibited by the government. The perspective of the subsidy provisions in the WTO is that subsidies are commonly applied by a country's government to increase prosperity and protection of domestic interests, but also potentially distort international trade if it causes unfairly competitive advantage for the private sector.
By using that perspective, the authors conducted a legal study on the implementation of the ITPT machine / equipment restructuring program which contains a government financing policy to improve the competitiveness of ITPT. It is expected to find a critical understanding of the policy design of the use of subsidized instruments by the government by taking into account Indonesia's commitment to the WTO. The momentum of thesis writing is reinforced by Article 45 and Article 47 of Law No. 3 of 2014 on Industrial Matters which contains provisions that the government can provide financing to private industrial companies in order to increase the competitiveness of domestic industry or the development of pioneer industries. The financing stated in Article 47 covers three forms of financing, which include: loan interest rate, discounted purchase of machinery and equipment, and machinery and equipment assistance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Napitupulu, Priskila Saur Novelia Br.
"Agreement on Fisheries Subsidies (AFS) merupakan perjanjian multirateral World Trade Organization (WTO) yang bertujuan untuk mendisiplinkan pemberian subsidi untuk penangkapan ikan. Perjanjian ini baru berlaku saat tiga perempat dari seluruh negara anggota WTO memberikan instrumen penerimaan kepada WTO. Namun demikian, Indonesia yang merupakan negara maritim dengan banyak nelayan kecil hingga saat ini belum mengirimkan instrumen penerimaan itu. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia harus mengkaji implikasi dari AFS terhadap industri perikanan. Tulisan ini memiliki dua pokok permasalahan yaitu konstruksi larangan subsidi perikanan dalam WTO dan implikasi jika AFS berlaku terhadap industri perikanan di Indonesia. Tulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Hasil dari penelitian ini adalah AFS memiliki implikasi positif dan negatif AFS jika ia berlaku terhadap industri perikanan di Indonesia. Perjanjian tersebut dapat mengurangi penangkapan ikan yang ilegal oleh kapal asing dan penangkapan ikan yang berlebih di Indonesia. Akan tetapi, AFS juga mengancam Pemerintah Indonesia untuk melakukan perubahan peraturan perundang-undangan terkait subsidi perikanan karena beberapa ketentuan subsidi di Indonesia bertentangan dengan perjanjian tersebut. Namun demikian, besarnya keuntungan atau kerugian tersebut akan bergantung terhadap bagaimana Indonesia dapat menegosiasikan pengecualian kebijakan AFS terhadap negara berkembang dan menerapkan kebijakan yang mendukung industri perikanan di Indonesia.

The Agreement on Fisheries Subsidies (AFS) is a World Trade Organization (WTO) multilateral agreement which aims to discipline the provision of subsidies for fishing. This agreement will only come into effect when three-quarters of all WTO member countries submit instruments of acceptance to the WTO. However, Indonesia, which is a maritime country with many small fishermen, has not yet sent the acceptance instrument. Therefore, the Indonesian Government must examine the implications of AFS for the fishing industry. This paper has two main issues, namely the construction of a ban on fisheries subsidies in the WTO and the implications if AFS applies to the fishing industry in Indonesia. This paper uses doctrinal research method. The results of this research are that AFS has positive and negative implications of AFS if it applies to the fishing industry in Indonesia. The agreement can reduce illegal fishing by foreign vessels and overfishing in Indonesia. However, AFS also threatened the Indonesian government to make changes to laws and regulations related to fisheries subsidies because several subsidy provisions in Indonesia conflict with the agreement. However, the magnitude of these benefits or losses will depend on how Indonesia can negotiate exceptions to the AFS policy for developing countries and implement policies that support the fishing industry in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shagi Algivary
"Dalam ilmu ekonomi, globalisasi menyebabkan menaiknya ketergantungan antar dunia ekonomi melalui perdagangan bebas. Untuk memastikan perdagangan yang bebas dan adil, terciptalah World Trade Organization. WTO membentuk peraturan dasar mengenai perdagangan bebas, terutama untuk negara yang menghadapi praktik perdagangan yan tidak adil, seperti dumping dan subsidi. Tindakan Antidumping dan tindakan imbalan adalah instrumen perlindungan industri dalam negeri yang dibentuk oleh WTO untuk mencegah perbuatan dumping dan subsidi yang dapat menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian kepada suatu Industri. Peraturan mengenai Antidumping dan Tindakan Imbalan diatur dalam agreement on the application of Article VI GATT 1994 danagreement on subsidies and countervailing measures. Tindakan dumping yang dilarang oleh World Trade Organization adalah penjualan suatu komoditi ke luar negeri yang jauh lebih murah dibandingkan dengan penjualan domestiknya yang dapat menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian kepada suatu Industri, dan tindakan subsidi yang dilarang oleh World Trade Organization,adalah kontribusi finansial yang spesifik dari pemerintah yang dapat menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian kepada suatu Industri. Indonesia, sebagai salah satu anggota World Trade Organization, telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, termasuk anti-dumping code dansubsidies and countervailing measures. Ratifikasi persetujuan tersebut mewajibkan anggota World Trade Organizationuntuk diimplementasikan ke dalam Undang-undang. Karya tulis ini akan menganalisis implementasi perjanjian tersebut pada kasus penerapan tindakan Antidumping dan tindakan Imbalan oleh Amerika Serikat kepada produk kertas jenis coated paperdari Indonesia.

In economic terms, globalization leads to the increasing interdependence of world economies through free trade. To ensure global trade commences freely and fair, World Trade Organization was created. The WTO creates and embodies the ground rules for global trade, especially when a country faced with unfair trade practices, such as dumping and subsidy. Anti-dumping actions and Countervailing measures are instruments for the protection of domestic industries created by World Trade Organization to prevent dumping and subsidy that can threaten or cause injury to an industry. Regulation of anti-dumping and countervailing measures set out in the agreement on the application of Article VI GATT 1994 and agreement on subsidies and countervailing measures. Dumping practices prohibited by World Trade Organization is the sale of similar goods lower than normal prices that can threaten or cause injury to domestic industry, and subsidy practices prohibited by World Trade Organization is a specific financial contribution from government that can threaten or cause injury to an industry. Indonesia, as one of the members of World Trade Organization, has ratified the convention articles from the World Trade Organization by act No. 7 of 1994, including anti-dumping code and subsidies and countervailing measures. The ratification of the agreement obligates each member of World Trade Organization to implement the agreement in their national act. This paper analyzes the implementation of the agreement on the cases of the United States Anti-dumping and countervailing measures Implementation on certain coated paper from Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frida Maria
"ABSTRAK
Tesis ini membahas masalah penyelesaian sengketa dagang antara
negara-negara maju dengan negara-negara berkembang sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam World Trade Organization (WTO).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah menyetujui tentang
perjanjian WTO tersebut dan menjadikannya sebagai hukum positif yaitu UU
No. 7 Tahun 1994. Pada tahun 1996, pemerintah Orde Baru mengeluarkan
Instruksi Presiden tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional yang
dikenal dengan Inpres No. 2 Tahun 1996. inpres inilah yang memicu
terjadinya sengketa dagang dalam bidang industri otomotif. Tiga negara
prinsipal yaitu Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa menggugat Indonesia
karena telah melakukiin tindakan diskriminatif dan melanggar ketentuan
yang diatur WTO. Indonesia harus menghadapi gugatan tersebut dan
sebelum panel WTO dibentuk, pemerintah telah berusaha menyelesaikan
sengketa tersebut dengan cara bilateral kepada masing-masing negara.
Indonesia gagal dan ketiga negara tersebut mengadukan masalah ini ke
Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) untuk membentuk panel. Dalam forum
WTO, Indonesia menyampaikan argumentasi, bahwa kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah adalah untuk membangun industri otomotif yang "murni". Sebagai negara berkembang Indonesia memanfaatkan hal tersebut
dengan subsidi yaitu memberikan kebebasan kepada PT Timor Nasional
untuk mendatangkan produk otomotif dalam bentuk utuh (siap pakai),
. komponen-komponen dari Korea Selatan tanpa dibebani pajak barang
mewah dan bea masuk. Argumentasi Indonesia ditolak oleh ketiga negara
prinsipal. Panel menyimpulkan bahwa kebijakan otomotif dan subsidi jelas
melanggar ketentuan "Non Discrimination" dan "National Treatment" dari
GATT serta TRIM's. konsekuensinya DSB mengharuskan Indonesia
mencabut kebijakan tersebut pada bulan Januari 1998 dan diberi batas waktu
selama 12 bulan sampai tgl. 23 Juli 1999. Pemerintah harus menerima
kenyataan ini dan mencabut hal tersebut pada tanggal 23 Juli 1998."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T36463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Oka P. Gocara
"World Trade Organization (WTO) merupakan Badan Internasional yang mengatur masalah perdagangan antar negara melalui persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggotanya. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU No. 7/1994. Dengan demikian maka Indonesia harus mematuhi persetujuan WTO yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan Internasional. Dengan berlakunya prinsip perdagangan bebas membawa dampak negatif bagi negara-negara berkembang yang tidak dapat menjaga kelangsungan produk unggulannya dibidang pertanian dan tidak memiliki daya saing karena negara-negara maju yang sudah slap dapat memberikan subsidi kepada pelaku usaha di negaranya sehingga dapat menekan harga. Hal ini membuat sektor pertanian di negara berkembang yang diandalkan menjadi produk unggulan tidak dapat bersaing.Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan di bidang Pertanian di negara-negara berkembang, sebagai contohnya adalah kekisruhan tata niaga betas dan membanjirnya impor gula ilegal di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danissa Hervalecia
"Melalui laporan United States Trade Representative (USTR), berjudul “Section 301
Investigation: Vietnam Currency,”AS menuduh Vietnam telah melakukan
manipulasi nilai tukar dengan cara melemahkan nilai tukar mata uangnya dengan
cara membeli cadangan devisa pada tahun 2019. Maka, hal ini membuat harga
PVLT asal Vietnam menjadi menurun guna untuk peningkatan nilai ekspor
Vietnam. Lebih lanjut, AS menuding Vietnam karena telah melakukan subsidi
karna telah memberikan bantuan untuk melemahkan nilai mata uangnya guna
meningkatkan ekspor dan melakukan investigasi lebih lanjut mengenai hal ini.
Nilai tukar, walaupun bukan merupakan faktor penentu, berpengaruh terhadap
surplus atau defisit perdagangan, yang selanjutnya mempengaruhi nilai tukar, dan
seterusnya. Namun, secara umum, mata uang domestik yang lebih lemah
merangsang ekspor dan membuat impor lebih mahal. Sebaliknya, mata uang
domestik yang kuat menghambat ekspor dan membuat impor lebih murah. Dari
latar belakang tesis ini, yang dapat dijadikan sebagai pokok-pokok permasalahan
sebagai berikut: pertama, bagaimana pembuktian terkait dugaan kebijakan
manipulasi nilai tukar mata uang oleh Vietnam dan bagaimana praktik tersebut
berdampak pada perdagangan internasional? Kedua, bagaimana ketentuan
Agreement on Subsidies and Countervailing Measure (ASCM) / Perjanjian SCM
terhadap praktik dugaan manipulasi mata uang oleh Vietnam? Ketiga, agaimana
analisis mengenai Laporan “Section 301 Investigation: Vietnam Currency” oleh
USTR terkait dengan tuduhan manipulasi nilai mata uang oleh Vietnam?
Penelitian ini dapat diklasifikasikan juga sebagai penelitian hukum doctrinal
(doctrinal legal reserach). Penelitian doktrin berkaitan dengan analisis suatu doktrin
hukum dan bagaimana ia dikembangkan dan diterapkan. Cara ini sering kali
bercirikan mempelajari teks hukum, sehingga sering juga disebut dengan 'hukum
huruf hitam' atau dikenal dengan istilah studi normatif.
Hasil tesis ini menunjukkan bahwa menurut data dari International Monetary Fund
(IMF) bahwa memang benar Vietnam telah membeli cadangan devisa di tahun 2019
dan menurunnya nilai tukar VND. Namun, kontribusi pemerintah tersebut bukan
merupakan subsidi menurut Perjanjian SCM. Lebih lanjut, USTR tidak memiliki hak
untuk melakukan investigasi kebijakan moneter di suatu negara.

Through United States Trade Representative (USTR) report, entitled “Section 301
Investigation: Vietnam Currency,” the US accused Vietnam of manipulating the
exchange rate by devaluating its currency exchange rate by buying foreign
exchange reserves in 2019. Thus, this made the Vietnam’s PVLT price has
decreased in order to increase the value of Vietnam's exports. Furthermore, the US
accused Vietnam of conducting prohibited subsidy because the Vietnam
Government’s financial contribution weakening the value of its currency has
increased exports and US further initiate investigations on this matter. The
exchange rate, although not a determining factor, affects the trade surplus or
deficit, which in turn affects the exchange rate, and so on. In general, however, a
weaker domestic currency stimulates exports and makes imports more expensive.
In contrast, a strong domestic currency discourages exports and makes imports
cheaper. From the background of this thesis, which can be used as the main points
of the problem as follows: First, what is the evidence related to the alleged policy
of currency manipulation by Vietnam and how this practice has an impact on
international trade? Second, how does the provisions of the Agreement on Subsidies
and Countervailing Measure (ASCM) regulates the alleged practice of currency
manipulation by Vietnam? Third, how is the analysis of the “Section 301
Investigation: Vietnam Currency” Report by USTR related to allegations of
currency manipulation by Vietnam?
This research can also be classified as doctrinal legal research (doctrinal legal
research). Doctrinal research is concerned with the analysis of a legal doctrine and
how it is developed and applied. This method is often characterized by studying
legal texts, so it is often also referred to as 'black letter law' or known as normative
studies.
The results of this thesis has shown that according to data from the International
Monetary Fund (IMF), it is true that Vietnam has purchased foreign exchange
reserves in 2019 and the VND exchange rate has decreased. However, the
government contribution is not categorized as subsidy under ASCM. Furthermore,
USTR does not have the right to conduct monetary policy investigations towards
other country.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>