Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34722 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ary Budi Prasetyo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S25928
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariawan Agustiartono
"Doktrin tanggungjawab atasan merupakan suatu mekanisme untuk menghukum para atasan sebagai akibat pombiaran yang dilakukan atas tindakan ( kejahatan) yang dilakukan bawahannya, dimana atasan tersebut mengetahui atau seharusnya mengetahui kejahatan yang dllakukan bawahannya. Dokrin tanggung jawab atasan lahir dalam dunia kemiliteran akan tetapi berlaku secara mutatis mutandis kepada atasan sipil sepanjang atasan tersebut juga memiliki kontrol sepertl seorang komandan militer. Doktrin tanggungjawab atasan telah diterapkan dalam beberapa praktek pengadilan misalnya dalam Tribunal Tokyo, Tribunal Yugoslavia ( ICTY) dan Tribunal Rwanda ( ICTR) serta Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur.
Dalam tesis ini akan dipaparkan doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan dalam praktek ICTY. Setidaknya terdapat 3 (tiga) doktrin baru yang dihasilkan dalam praktek ICTY: pertama, mengenai syarat menarik tanggungjawab atasan yang merupakan hasil dari persidangan kasus Celebici Prison Camp. Kedua, komandan territorial bertanggungjawab atas tindakan semua pasukan yang berada diwilayahnya walaupun pasukan tersebut tidak dalam kendali efektifnya. Doktrin kedua ini dihasilkan dari praktek kasus lasva Valley dengan terdakwa Brigadir Jendral Tihomir Balskic. Doktrin ketiga, adalah kewajiban menghukum bawahan melekat kepada komandan baru. Doktrin ini dihasilkan dalam kasus Enver Hazihasanovic ( Komandan Kamp Kubura).
Penelitian ini berjudul "PENERAPAN DOKTRIN TANGGUNGJAWAB ATASAN DI INTERNATIONAL CRIMINAL TRIBUNAL. FOR FORMER YUGOSLAVIA DAN PENGARUHNYA DALAM PENGADILAN HAM AD.HOC TIMOR-TIMUR".
Fokus pembahasan tesis ini pada penerapan doktrin tanggungjawab atasan di ICTY dan doktrin hukum yang dihasilkan dalam praktek ICTY. Disamping itu tesis ini juga memaparkan pembahasan tentang penggunaan doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan dalam praktek ICTY serta pengaruhnya dalam Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur. Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan metode penlitian Yuridis Nonnatii dan pendekatan kualitatif dalam melakukan analisa permasalahan. Disamping itu juga dipaparkan tentang penerapan doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan ICTY dalam Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur serta pengaruhnya. Dalam pembahasan akan dipaparkan tentang kasus-kasus yang ditangani oleh Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur yang menggunakan doktrin tanggungjawab atasan hasil dari ICTY. Doktrin yang paling banyak digunakan adalah doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan dari kasus Ceiebici Prison Camp. Disamping banyak digunakan putusan kasus Celebici juga memberikan pengaruh yang besar dalam praktek Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasha Izni Shadrina
"Ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan benda budaya pada masa konflik bersenjata dapat ditemukan dalam Convention IV respecting the Laws and Customs of War on Land, Convention IV relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War dan kedua protokol tambahannya, serta Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict dan kedua protokolnya. Ketiga perangkat instrumen hukum humaniter internasional di atas memuat kewajiban negara untuk menghormati benda budaya pada masa konflik bersenjata. Beberapa prinsip dasar di dalamnya diakui sebagai hukum kebiasaan internasional. Penerapan dari ketentuanketentuan hukum internasional terkait benda budaya dapat dilihat dengan menelaah praktik International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia. Dua kasusnya, yakni Prosecutor v. Miodrag Jokic dan Prosecutor v. Pavle Strugar, menunjukkan pelaksanaan proses peradilan terhadap pelaku dalam penghancuran Kota Tua Dubrovnik.

The rules on the protection of cultural property during armed conflicts can be found in Convention IV respecting the Laws and Customs of War on Land, Convention IV relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War and its two additional protocols, as well as Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict and its two protocols. These three sets of international treaties govern a state?s obligations concerning respect towards cultural property in times of armed conflict. Several provisions contained therein are acknowledged as customary international law. The implementation of the rules in international humanitarian law concerning cultural property can be seen by inspecting the practice of the International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia. Its two cases, namely Prosecutor v. Miodrag Jokic and Prosecutor v. Pavle Strugar, illustrates the judicial process involved in convicting perpetrators responsible for the destruction of the Old City of Dubrovnik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1280
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 1991
S22806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Bambang Setia Merpati Pratomo
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adya Sepasthika
"Penegakana hukum internasional melalui pembentukan berbagai pengadilan internasional yang bertujuan untuk mengadili para pelaku kejahatan internasioal. Pengadilan internasional memiliki lingkup kejahatan internasional, walaupun saat ini berkembang pula variasi pengadilan internasional yaitu pengadilan campuran yang mempunyai kewenangan kejahatan nasional dan internasional.
Namun, dengan adanya Pengadilan Khusus untuk Lebanon Special Tribunal for Lebanon/ STL, persepsi bahwa pengadilan internasional selalu bertujuan untuk mengadili kejahatan internasional berubah karena STL merupakan pengadilan pertama yang bertujuan sepenuhnya untuk kejahatan nasional tanpa ada unsur kejahatan internasional sama sekali. Kejahatan nasional di sini adalah mengadili pelaku terorisme dalam kasus pembunuhan perdana menteri Lebanon, Rafik Hariri.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis, termasuk meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan tujuan untuk mengetahui tujuan pembentukan STL yang dirasa janggal karena menimbulkan pertanyaan apakah kejahatan nasional STL mempunyai alasan yang kuat bagi DK PBB untuk menggunakan kewenangannya berdasarkan Bab VII Piagam PBB mengenai perdamaian dan keamanan dunia.
Penelitian ini juga membahas karakteristik-karakteristik khusus STL yang membedakan dengan pengadilan-pengadilan internasional sebelumnya. Pada hasilnya, disamping adanya beberapa unsur politik, STL dibentuk karena adanya keinginan pemerintah Lebanon untuk mengadili pelaku pembunuhan perdana menteri Rafik Hariri melalui pengadilan yang berkarakter internasional dan independen.

The purpose of enforcement of international law through the establishment of international courts is to try the criminals of international crimes. The international courts have the jurisdiction of international crimes, despite today rsquo s development of various international tribunals such as the hybrid courts that have the jurisdiction both international and national crimes.
However, the existence of Special Tribunal for Lebanon gives the perception that international courts have always aimed to try the international crimes criminals has changed because STL is the first international court that aims fully to try the national crimes without any international crimes element. The national crimes under STLs jurisdiction is to prosecute and investigate the assassination of former Lebanese prime minister Rafik Hariri.
This paper uses juridical normative method which uses written applicable laws and literatures, with the aim to get to know the aim of STL establishment as to be assumed peculiar as it incurs the question whether the national crimes under STL jurisdiction have the strong reasons for the UN Security Council to use its authority under Part VII of UN Charter regarding international peace and security.
This paper also explains the STL rsquo s special characteristics that distinguish with the previous international courts. The results shows that despite the political instruments, STL was established as the request of the Lebanese government to prosecute the criminals of the assassination of former Lebanese prime minister Rafik Hariri by establishing a tribunal that has impartial and international characters.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>