Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138914 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Almer Reyhan Irsali
"Ketentuan mengenai kejahatan genosida yang terdapat dalam Statuta Roma dari Pengadilan Pidana Internasional dan Elements of Crimes mensyaratkan elemen baru yang disebut sebagai elemen kontekstual. Ketentuan mengenai elemen kontekstual dari kejahatan genosida mensyaratkan tindakan yang dilakukan atas pola tindakan yang sama atau dapat sendirinya menyebabkan kemusnahan kelompok yang menjadi sasaran. Keberadaan elemen kontekstual ini mengubah ruang lingkup dari kejahatan genosida yang sudah bertahan selama 50 tahun. Skripsi ini menganalisis perkembangan elemen kontekstual dari kejahatan genosida beserta dampak-dampak yang ditimbulkan terhadap ruang lingkup kejahatan genosida yang ada dalam ketentuan Statuta Roma dari Pengadilan Pidana Internasional.

Provision regarding the crime of genocide under the Rome Statute of International Criminal Court and its Elements of Crimes presuppose a new element under the name of contextual element. Provision concerning contextual element of the crime of genocide requires that the conduct took place in a pattern of similar conduct or was conduct that could itself effect such destruction. The existence of this contextual element transform the scope of the crime of genocide which had lasted for 50 years. This thesis analyzes the development of the contextual element of the crime of genocide and the impact it has over the scope of the crime of genocide under the provision of the Rome Statute of International Criminal Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66688
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mahbub Junaidi
"Aturan Antidumping WTO (The GATT 1994) dibuat tidak untuk melarang dumping, tetapi untuk mengatur kondisi-kondisi yang harus dipenuhi oleh para pihak yang berkepentingan sebelum mereka mengenakan tindakan Antidumping terhadap barang impor dumping. Kondisi dimaksud adalah telah terjadi Kerugian yang dialami oleh industri dalam negeri, yaitu setelah dilakukan pengujian yang dikenal dengan "pengujian kerugian" (injury test). Jadi, menurut WTO, tidak ada tindakan balasan yang boleh dilakukan sebelum benar-benar terbukti adanya injury yang diakibatkan oleh barang impor dumping. Komite Antidumping Indonesia (KADI) tidak mempunyai standar hukum yang cukup atau petunjuk yang jelas untuk menguji eksistensi Kerugian dalam penyelidikan dumping, misalnya terkait dengan penentuan facts available, material retardation, dan sebagainya. Oleh karena itu, penting sekali untuk segera melakukan perubahan atau amandemen terhadap ketentuan Antidumping Indonesia agar sesuai dengan ketentuan WTO dan praktik-praktik terbaik dalam pengimplementasian hukum Antidumping (best practices). Ketidaksesuaian atau kekurang-lengkapan aturan hukum nasional terhadap ketentuan WTO di bidang Antidumping dapat dilihat sebagai hal yang tidak dapat lagi didispensasi.

The GATT 1994 rules are not intended to prohibit dumping, they are intended to regulate conditions which must be satisfied before the contracting parties can take measures against imports of dumped good. The most significant of these conditions is the requirement that injury must have been caused to the domestic industry. This is popularly known as the "injury test". Thus, no retaliatory action is sanctioned under the GATT 1994 merely because goods have been dumped. Action is only permitted if that dumping is also shown to have caused injury. Indonesian authorities (Indonesian Antidumping Committee, KADI) has no sufficient legal standard and clear guidance when examining the existence of injury In Antidumping investigation, such as facts available, material retardation, and so forth. It is urgent to revise or ammend the Indonesian regulation in accordance with the WTO Antidumping System and the best practices. The incorporation of the substantial provisions of - if not the entire of - the Antidumping Agreement into Indonesian legislation would seem to be indispensable in advancing the understanding of the Authorities involved and ensuring compliance with the WTO in the implementation of the Indonesian Antidumping."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24777
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nita Damayanti
"Bagi perusahaan yang merencanakan penyelenggaraan proyek berskala besar yang menyangkut aset-aset strategis, seperti proyek tenaga listrik, jalan tol, minyak dan gas bumi ("migas") di negara berkembang, seperti Indonesia, tidak dapat terlepas dari keterlibatan negara. Dalam kegiatan usaha hulu migas, keterlibatan negara dikarenakan penguasaan migas masih berada di tangan negara sampai titik penyerahan yang diperjanjikan. Namun, negara membutuhkan keterlibatan perusahaan yang berpengalaman karena karakter kegiatan usaha hulu migas ialah berisiko tinggi, berbiaya besar, serta membutuhkan teknologi tinggi. Perusahaan yang mengusahaan kegiatan usaha hulu migas di Indonesia (kontraktor) harus menanggung pembiayaan serta risiko selama penyelenggaraan proyek. Selain kebutuhan keterlibatan para pihak yang berkompeten di bidang pembiayaan proyek berskala besar, kontraktor membutuhkan struktur pembiayaan yang dapat mewadahi transaksi pembiayaan yang besar, pengalokasian risiko, serta kepentingan para pihak. Pada umumnya, struktur pembiayaan dapat menaungi kebutuhan dalam proyek berskala besar tersebut ialah struktur project finance. Struktur project finance telah dipergunakan dalam penyelenggaraan kegiatan usaha migas, khususnya proyek Liquefied Natural Gas ("LNG") di Indonesia. Salah satu contoh penerapan struktur project finance pada pembiayaan proyek LNG di Indonesia adalah proyek LNG Arun di Nangroe Aceh Darussalam, hingga pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi. Dengan demikian, untuk mengetahui lebih lanjut tentang peran kontraktor dalam struktur pembiayaan proyek LNG di Indonesia dengan suatu studi kasus, maka dalam ruang lingkup penulisan skripsi ini akan membahas mengenai "Tinjauan Yuridis Peran Kontraktor Dalam Struktur Project finance Pada Pembiayaan Kegiatan Usaha Hulu Liquefied Natural Gas (LNG) Di Indonesia Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi: Studi Kasus Proyek LNG Arun".

For a company who plans a large scale project operation related to strategic assets as such power plant, toll road, oil and gas ("O&G") in a developing country, as such Indonesia, the role of state remains inseparable. In O&G upstream business enterprise, the role of state related to the authority of O&G ownership remains in state until the agreed point of transfer. However, state needs the involvement of an experienced-company due to the character of O&G upstream business enterprise as such high risk, lucrative, and high technology one. That company (contractor) should bear the financing and risk during operational of project in Indonesia. Beside, the needs of the involvement of experienced parties in large scale financing, contractor needs financing structure that would accomodate large scale financing transaction, risk alocation, and parties' interest. Generally, financing structure that able to accomodate the needs of large scale financing project thereof is project finance structure. Project finance structure has been utilised in O&G upstream business enterprise,particularly Liquefied Natural Gas ("LNG") project in Indonesia. One of samples for the implementation of project finance structure in financing Indonesia LNG projects is LNG Arun project located in Nangroe Aceh Darussalam, until the enactment of Law Number 22 of 2001 concerning oil and gas. Therefore, to further analyse the role of contractor in project finance structure due to financing LNG project in Indonesia including analyse a case study, further the scope of this undergraduate thesis is "Juridical Analysis of Contractor's Role In Project Finance Structure of Financing Upstream LNG After Law Number 22 of 2001 Concerning Oil And Gas In Indonesia – Case Study Arun LNG Project"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Mohamad Abdai'i Zidni
"Umat Islam yang berangkat menunaikan ibadah haji dan umroh dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan. Meskipun biaya perjalanan yang harus dibayarkan oleh mereka juga mengalami kenaikan, namun tidak menghalangi niat untuk melaksanakan ibadah ini. Selain ibadah haji yang khusus diselenggarakan oleh pemerintah dengan haji regulernya, terdapat penyelenggaraan yang dilakukan oleh Biro Perjalanan Umum yang menyelenggarakan ibadah haji khusus dan umrah. Dalam tulisan ini penulis akan membahas mengenai hubungan hukum yang terjadi antara peserta ibadah haji dan umrah dengan Biro Perjalanan Umum dalam perjanjian untuk melakukan jasa dimana dalam perjanjian tersebut digunakan klausula baku yang ditentukan sepihak oleh biro perjalanan, serta dilakukan peninjauan terhadap ketentuan pencantuman klausula baku yang telah diatur dalam undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Rochmansyah
"Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) 1945, yang diawali dengan Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga, dan Keempat, secara fundamental telah mengubah format kelembagaan negara dan pergeseran kekuasaan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.
Perubahan yang mendasar juga menandakan terjadinya perubahan sistem kekuasaan negara yang dianut dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, yaitu dari paradigma dengan sistem pembagian kekuasaan (distribution/division of powers) secara vertikal sebelum perubahan UUD 1945, menjadi sistem pemisahan kekuasaan (separation of powers) secara horizontal setelah perubahan UUD 1945. Dianutnya sistem pemisahan kekuasaan (separation of powers) yang bersifat horizontal ini sebagaimana yang tercermin dalam pandangan Jimly Asshiddiqie, ialah mempertegas kedudukan dan fungsi kekuasaan negara yang dipisah dengan menganut prinsip checks and balances yang diwujudkan ke dalam tiga cabang kekuasaan negara, yaitu kekuasaan legilatif dipegang oleh DPR, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden dan kekuasaan kehakiman dipegang oleh lembaga peradilan.
Pergeseran kekuasaan legislasi merupakan implikasi dari Perubahan UUD 1945. Pada Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 naskah asli mengamanatkan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Sedangkan DPR sebagai lembaga legislatif hanya diberikan hak untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang. Berdasarkan UUD 1945 ini, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif sekaligus juga memegang kekuasaan legislatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem yang dianut UUD 1945 ini adalah pembagian kekuasaan dan tidak menganut prinsip check and balances, karena kekuasaan Presiden sangat dominan dalam menyelenggarakan negara dan pemerintahan, baik dalam kekuasaan eksekutif maupun kekuasaan legislatif.
Perubahan UUD 1945 telah menganut sistem pemisahan kekuasaan secara horizontal dengan prinsip check and balances, yang mendorong terjadinya pergeseran kekuasaan legislasi dari Presiden beralih kepada DPR. Dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 (Perubahan) mengamanatkan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang sedangkan pada Pasal 5 ayat (1) mengamanatkan bahwa Presiden mempunyai hak mengajukan Rancangan Undang-Undang. Pergeseran kekuasaan legislasi tersebut menunjukkan adanya pemisahan kekuasaan negara secara horizontal menjadi cabang kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR sedangkan kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden. Pemisahan kekuasaan negara dengan menganut prinsip check and balances menandakan adanya keseimbangan peran DPR sebagai lembaga legislatif dan Presiden pemegang kekuasaan eksekutif, sebagai lembaga negara dalam menyelenggarakan negara dan pemerintahan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18222
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>