Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196367 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Eko Putranto
"ABSTRAK
Untuk menutup risiko kurs atas kewajiban dalam valas, pengusaha dapat melakukan lindung nilai (hedging) dengan menggunakan instrument-instrumen lindung nilai. Namun instrumen lindung nilai yang ada sekarang tidak dapat digunakan oleh pengusaha muslim dikarenakan mengandung unsur bunga, oleh karena itu diperlukan instrumen lindung nilai yang tidak menggunakan unsur bunga.
Menurut fatwa DSN-MUI jenis transaksi valas yang sesuai syariah adalah transaksi spot dan forward agreement. Transaksi valas dengan skim forward agreement adalah sarah satu skim transaksi yang juga digunakan sebagai instrumen lindung nilai, yaitu forward exchange contract (FEC). Selisih antara delivery rate dengan spot rate pada FEC merupakan representasi dari kenaikan kurs maksimum yang dapat terjadi selama jangka waktu perjanjian. Oleh karena itu, perhitungan delivery rate dapat pula dilakukan dengan menggunakan nilai dari risiko kurs itu sendiri. Dengan menggunakan nilai risiko yang dihitung dengan pendekatan Extreme Value Theory (EVT), selanjutnya dilakukan perhitungan delivery rate dan hasilnya dibandingkan dengan perhitungan pada instrumen lindung nilai yang ada sekarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhitungan delivery rate dengan menggunakan nilai risiko valas, dapat memberikan manfaat yang setara dengan yang menggunakan unsur bunga. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pengusaha muslim dalam menutup risiko kurs, dapat menggunakan instrumen FEC yang ada sekarang dengan mengganti unsur bunga dalam perhitungan delivery rate dengan nilai risiko kurs.

ABSTRACT
The problem of foreign exchange's (forex) risk is the problem of all companies having debt in foreign currency. Most companies use hedging instruments to manage the risk on forex, except for the sharia company since the available instruments are not free from interest. Therefore, the sharia company shall look for an alternative hedging instrument which in the light of Islamic norms of financial ethics.
According to the fatwa issued by the National Sharia Board (DSN-MUI), transactions on forex should be carried out in the form of spot or forward agreement type of transactions. Transactions under the forward agreement scheme, is commonly used for hedging purposes i.e. forward exchange contract (FEC). In the FEC two parties undertake a complete transaction at a future date but at a price/rate determined today. The determined price/rate or delivery rate can be interpreted as the highest increment of the foreign exchange rate within a specific time period or risk on forex rate. Furthermore, the delivery rate can be calculated using the value of the risk itself. Extreme Value Theory (EVT) is a calculation approach that can be used to estimate the risk solely based on the increments of the forex rate. The delivery rate calculated using the risk's figure is compared to the rate under the available hedging instruments. Our empirical result showed that the use of interest in the available hedging instruments can be replaced by the risk's figure and gained an equal financial benefit. Therefore, the sharia company can use the current FEC as a hedging instrument by replacing the interest with risk's figure in the calculation of delivery rate.
"
2007
T20735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Erwin
"Tahun 2009 perekonomian dunia masih berada dalam ancaman krisis global dan menjadi krisis terbesar sejak "Great Depression" yang terjadi pada tahun 1930an. Krisis diawali pada tahun 2007 akibat adanya krisis subprime mortgage di pasar keuangan Amerika Serikat yang kemudian menyebabkan keringnya likuiditas di pasar modal dunia karena kekhawatiran investor dan hal ini menjadi salah satu dampak berantai atas kekhawatiran tersebut. Investor pasar keuangan banyak melakukan deleveraging dengan shifting penempatan di aset keuangan dari developed market ke emerging market (flight to quality), dalam hal ini termasuk Indonesia.
Pelemahan nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap USD pada akhir-akhir ini adalah sebagai akibat dari berhasilnya stimulus ekonomi melalui ekspansi fiskal yang dilakukan Amerika Serikat. Di lain pihak, melemahnya nilai tukar (kurs) Rupiah sendiri dapat disebabkan oleh terjadinya capital outflow dan atau neraca perdagangan yang negatif. Menyadari hal ini, sebaiknya Pemerintah Indonesia dapat membatasi pergerakan nilai tukar (kurs) menjadi tetap (fixing the currency movements). Hal ini sangat berguna dalam upaya Pemerintah Indonesia untuk menurunkan, mengurangi dan bahkan menghilangkan penggunaan utang luar negeri.
Dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada posisi tahun 2007, sekitar 35,8% nya merupakan porsi utang Pemerintah baik dalam bentuk pinjaman maupun sekuritas (surat utang negara). Pelemahan nilai tukar (kurs) tersebut juga akan berdampak langsung kepada APBN mengingat adanya eksposure dalam mata uang asing terhadap pospos belanja APBN misalnya subsidi energi, beban pembayaran utang dan kewajiban Pemerintah lainnya. Pelemahan mata uang Rupiah akibat krisis keuangan pada tahun 2008 juga berakibat naiknya outstanding utang Pemerintah pada akhir tahun. Salah satu cara untuk dapat mengatasi kerentanan nilai tukar ini adalah dengan melakukan hedging/lindung nilai.
Dalam pelaksanaannya, lindung nilai sendiri bisa dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen yang sama dengan instrumen spekulasi sehingga hal ini menjadi pisau bermata dua, di satu sisi bisa berguna untuk Indonesia di sisi lain apabila tidak diawasi penggunaannya maka akan menyebabkan bencana bagi Indonesia. Tesis ini sendiri membahas kemungkinan penggunaan hedging dalam kurun waktu 1997-2011 terhadap paparan mata uang Yen, USD dan EUR."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T36082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Nita
"Didasarkan pada Teori Fisher Effect bahwa inflasi dan return saham memiliki hubungan searah dan setidaknya one-on-one, sehingga saham dapat menyediakan lindung nilai atas inflasi. Mengambil sampel delapan negara di Asia, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, China, Korea, dan Jepang menggunakan metode kointegrasi Johansen dan VECM. Penelitian akan mencoba meneliti keseimbangan jangka panjang antara variabel indeks harga saham dan harga barang (CPI) dan pola lindung nilai atas inflasi yang dapat disediakan oleh indeks saham di masing-masing negara, baik menggunakan indeks saham gabungan maupun unggulan. Kemampuan lindung nilai ini terbukti pada indeks saham gabungan Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Cina, dan Korea. Menggunakan indeks saham unggulan, hasil yang serupa terlihat pada Indonesia, Malaysia, Singapura, sedangkan hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Thailand dan Filipina. Analisis cross country menunjukkan bahwa indeks saham gabungan Malaysia, Thailand, dan Singapura memiliki kemampuan lindung nilai atas inflasi Indonesia.

Based on the Fisher Effect theory that stocks return and inflation have a positive one-on-one relationship, thus the common stocks can provide a hedge against inflation. This research is aimed to analyze the long-run relationship between stock price index and goods price (inflation) in eight Asian countries (Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, The Philippines, China, Korea, and Japan) using Johansen Cointegration and VECM method. The result is aimed to be interpreted as a hedging capability of common stock indexes against inflation, with country’s composite index as well as blue chip stocks index in each country. The hedging capability is shown by the composite index of Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, China, and Korea. Using the blue chip stock index, similar pattern is seen in Indonesia, Malaysia, and Singapore, while a different pattern is seen in Thailand and The Philippines. The cross-country analysis shows that the composite index of Malaysia, Thailand, and Singapore can provide a hedge against Indonesian inflation.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S59917
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Edy Hermantoro
"Peranan penting minyak dan gas bumi sebagai modal utama pembangunan ditunjukkan dalam sepuluh tahun terakhir memberikan kontribusi rata-rata sebesar kurang lebih 30% dari seluruh penerimaan negara. Kemampuan penyediaan cadangan minyak dan gas bumi dewasa ini, tidaklah seperti yang diharapkan pada awal berkembangnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di Indonesia, yaitu dengan berhasilnya diketemukan cadangan besar seperti lapangan Minas dan Duri di Riau atau lapangan Widuri di lepas pantai Sumatera Timur. Perkembangan kegiatan eksplorasi menghadapi suatu kenyataan bahwa penemuan cadangan baru relatif lebih lambat dan menjadi cukup sulit, karena target eksplorasi dihadapkan pada daerah-daerah yang semakin sulit back secara infrastruktur maupun geografs yang merupakan daerah dengan klasifikasi frontier, termasuk didalamnya adalah daerah laut dalam.
Penemuan-penemuan lapangan minyak dan gas bumi baru pada saat ini berdasarkan besarnya tingkat cadangan, ukurannya relatif tidak terlalu besar walaupun masih cukup ekonomis untuk dikembangkan berdasarkan sistim kerjasama Kontrak Bagi Hasil (KBH) yang ada. Sedangkan di sisi lain cukup banyak pula penemuan-penemuan lapangan minyak dan gas bumi baru berdasarkan ukuran cadangan, ketersediaan infrastruktur (teknologi) dan kondisi geografisnya tidak cukup ekonomis apabila dikembangkan dan diproduksikan dengan menggunakan term and condition KBH yang ada sebagai landasan kontrak kerjasamanya, atau dalam industri hulu perminyakan dikenal sebagai marginal field. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji term and condition Kontrak Bagi Hasil dengan menggunakan pendekatan deskriptif untuk mendeskrisipsikan term and condition yang tertuang dalam Kontrak Bagi Hasil agar dapat diiketahui secara lebih rinci, sehingga memudahkan dalam pemahamannya. Untuk mengukur kelayakan pengembangan cadangan rninyak dan gas bumi pada suatu Kontrak Bagi Hasil dilakukan dengan pendekatan kausal melafui penilaian (assessment) dari fiscal regim-nya. Indikator yang digunakan dalam teknik analisis investasi sebagaimana disebut di atas mendasarkan pada penanganan nilai waktu dari uang (time value of money) atau teknis analisa ini lebih dikenal sebagai Discounted Cash Flow Analysis Techniques. Berdasarkan analisa keekonomian dari arus kas (cash flow) untuk mengetahui discounted faktor-nya sehingga dapat diketahui pengembangan cadangan miknyak dan gas bumi tersebut layak atau tidak.
Hasil akhir analisis investasi untuk 34 struktur/lapangan marginal dengan menggunakan fiscal term standar, 20 struktur/lapangan dapat dikategorikan sebagai struktur/lapangan yang ekonomis dengan ROR>20%. Apabila dari 20 struktur/lapangan tersebut dikembangkan akan memberikan penambahan jumlah cadangan minyak bumi sebesar 58.372 MSTB dengan nilai NPV (@12%) sebesar US.$ 299.242 juta untuk Pemerintah dan US.$ 45.813 juta untuk Kontraktor. Untuk 14 struktur/lapangan yang kurang ekonomis, apabila dilakukan perubahan fiscal tend-nya, dengan perubahan besarnya investment credit semula 17% menjadi sebesar 50%, hanya akan memperbaiki tingkat keekonomian pengembangan 1 struktur/lapangan saja. Sedangkan apabila dilakukan perubahan bagi hasil (split) dari semula 85%:75% menjadi 65%:35% akan memperbaiki tingkat keekonomian pengembangan 7 struktur/lapangan yang kurang ekonomis menjadi lebih ekonomis dengan tingkat ROR berkisar antara 21,8% - 32,8%. 7 struktur/lapangan sisanya dari hasil akhir analisa keekonomian struktur/lapangan marginal dikategorikan sebagai struktur/lapangan yang tidak ekonomis, sehingga apabila dilakukan perubahan fiscal term-nya akan sangat merugikan negara.
Daftar Pustaka: 18 Buku (Tahun 1985 - 2001)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rory Arba Delano Mogot
"Arbitrase merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar peradilan umum. Dengan segala kelebihannya dari segi waktu, biaya dan kerahasiaannya dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalul jalur pengadilan, arbitrase menjadi sangat dominan di era bisnis modem sekarang ini. Namun pada kenyataannya, arbitrase juga memiliki permasalahan dengan banyak terjadinya pembatalan putusan-putusan arbitrase oleh peradilan umum. Ini juga terjadi pada kasus antara Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) vs Karaha Bodas Company (KBC) dengan dibatalkannya putusan arbitrase internasional Swiss oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Tindakan PN Jakarta Pusat tersebut dinilai tidak tepat dan telah melampaui kewenangannya. Dengan dipilihnya atau disepakatiriya Swiss sebagai tempat arbitrase oleh PERTAMINA dan KBC, berdasarkan lex arbitri, yaitu hukum negara di mana tempat arbitrase dilangsungkan, maka pengadilan Swiss-lah yang memiliki kewenangan untuk itu sebagai competent authority, bukan PN Jakarta Pusat"
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramon Wahyudi
"Suatu perusahaan eksport dan import yang menggunakan valuta asing dalam melakukan transaksi akan mengalami resiko perubahan nilai tukar mata uang asing yang dapat mempengaruhi keuntungan usahanya, resiko ini dapat dikelola dengan menggunakan lindung nilai (hedging) dengan transaksi derivatif yang bernama callable forward. Callable forward adalah transaksi pembelian dan penjualan valuta asing yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan berlaku pada waktu yang akan datang. Produk perbankan ini ditawarkan diluar bursa (over the counter), tujuannya adalah untuk lindung nilai, dibuat berdasarkan perjanjian International Swap Dealers Associations (ISDA) yang terdiri dari Master agreement, schedule dan confirmation.
Perjanjian ini berjalan lancar sampai suatu ketika muncul krisis keuangan tahun 2008, dimana USD mencapai Rp. 13.000,-. Dalam perjanjian ada klausula yang merugikan nasabah yang sebelumnya tidak di informasikan oleh bank kepada nasabah. akibatnya perjanjian yang disusun atas transaksi lindung nilai dibatalkan dan perjanjian Callable forward menjadi perbuatan yang melawan hukum dengan mendalilkan bermacam-macam alasan seperti perjanjian tidak seimbang, tidak ada itikad baik, force majeur, penyalah gunaan keadaan. Akibatnya perjanjian dibatalkan oleh pengadilan.

An export and import companies that use foreign currency in the transaction will run the risk of changes in foreign currency exchange rates that may affect the business profits, the risk can be managed by using hedging with derivative transactions called callable forward. Callable forward is purchases and sales of foreign currency whose value is determined at the present time and the effect on the future. Banking products are over the counter, the aim is to hedge, made ​​under the contract International Swap Dealers Associations (ISDA), has three section is master agreement, schedule and confirmation.
The agreement running well until one day the financial crisis emerged in 2008, when USD reached Rp. 13,000, -. There is a clause in agreement that harm customers about the risks that were not informed by the bank to its customers. Consequently hedging contract transactions was terminated. Callable forward contract against the law to postulate a variety of reasons such as the contract is not balanced, there is no good faith, force majeure, misuse of state. As a result, the agreement was terminated by the court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Muiszudin
2001
T36171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Aditya
"Kasasi merupakan salah satu upaya hukum dalam perkara TUN. Pada dasarnya semua perkara TUN dapat diajukan kasasi. Akan tetapi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA, maka tidak semua perkara TUN dapat diajukan kasasi. Pembatasan kasasi yang diatur dalam Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 adalah pembatasan pengajuan kasasi terhadap perkara TUN yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. Dalam ketentuan tersebut tidak termasuk keputusan pejabat TUN yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembatasan tersebut dilakukan melalui penetapan Ketua PTUN dan permohonan tersebut tidak dikirimkan ke MA. Ketentuan Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tersebut dalam prakteknya masih menjadi perdebatan. Oleh karenanya di beberapa kasus masih terjadi perbedaan penerapan pasal tersebut, seperti dalam kasus gugatan atas Surat Perintah Bongkar Walikota Jakarta Timur dengan kasus CV Sungai Bendera Jaya. Melalui metode penelitian hukum normatif, yaitu suatu cara mengumpulkan data sekunder dengan melakukan studi kepustakaan dan analisis data kualitatif, skripsi ini akan mencoba menjawab permasalahan mengenai pembatasan terhadap perkara TUN yang dikecualikan untuk diajukan kasasi, serta prosedur penolakan terhadap perkara tersebut. Dengan adanya pembatasan perkara tersebut diharapkan dapat mengurangi penumpukan perkara di MA serta meningkatkan kualitas putusan PTUN dan PTTUN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>