Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162029 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Randi Ikhlas Sardoni
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan insolvensi tes dalam perkara kepailitan di Indonesia. Untuk itu dalam rangka mengetahui bentuk insolvensi tes yang dapat diterapkan di Indonesia, maka dibahas juga jenis dan metode insolvensi tes yang diterapkan di negara yang menjadi objek studi perbandingan yaitu di Amerika Serikat dan Jepang. Skripsi ini disusun dengan metode penulisan hukum normatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa persyaratan proses perkara kepailitan yang tercantum di Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU saat ini masih memungkinkan untuk dipailitkannya suatu debitor yang masih solven keuangannya. Dengan demikian untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan instrumen insolvensi tes sebagai salah satu persyaratan dalam proses perkara kepailitan di Indonesia.

This mini-thesis discusses about the implementation of insolvency test on bankruptcy proceeding in Indonesia. In order to recognize the form of insolvency test that can be implemented in Indonesia, here it is also discuss about the type and method of insolvency test in USA and Japan. This research is the legal research with a normative juridical approach method that is descriptive analytical. This research conclude that the requirements of bankruptcy proceeding in Bankruptcy and Suspension of Payment Law No. 37 Year 2004 still give possibility to declare a bankruptcy of a solvent debtor. Therefore, to solve this problem, we need the instrument which is insolvency test to become one of the requirements of bankruptcy proceeding in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25013
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhan Muhamad
"Suatu Negara memeiliki Hukum untuk mengatur berbagai macam kepentingan di dalamnya, Khususnya dalam penelitian ini adalah Hukum kepailitan. Hukum kepailitan hadir guna menunjang kepentingan debitor dan kreditor dalam adanya suatu perjanjian utang piutang, Hukum kepailitan yang saat ini berlaku di Indonesia masih memiliki kekurangan dan ketertinggalan dari hukum kepailitan yang ada di berbagai negara, dari momen ini tingkat kepailitan meningkat di Indonesia dan menyebabkan banyaknya perusahaan yang pailit, dari banyaknya kasus kepailitan ini, ada perusahaan yang masih solven atau dapat melanjutkan usahanya tetapi terancam oleh persyaratan hukum kepailitan yang berlaku, penelitian ini membahas bagaimana pentingnya penerapan sistem tes insolvensi dan bagaimana penerapannya jika di adopsi di Indonesia sejalan dengan PP no.74 tahun 2020 tentang LPI, sebenarnya mekanisme ini sudah diterapkan di dalam Peraturan pemerintah mengenai Lembaga Pengelolaan Investasi, tetapi tidak di diterapkan dalam Hukum kepailitan di Indonesia, terdapat berbagai macam metode untuk menentukan solvabilitas suatu entitas yang mana sudah banyak diterapkan di berbagai Negara.Metode penelitian penelitian ini menggunakan metode sosio legal di mana sumber berasal dari bahan hukum dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini dan juga data dari hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan topik penelitian, Indonesia masih memiliki kekurangan di dalam syarat permohonan kepailitan, test insolvensi dapat menjadi kebutuhan dalam hukum kepailitan Indonesia untuk dapat menutup kekurangan dalam hukum kepailitan Indonesia, dan hanya debitor yang benar-benar dalam keadaan insolven yang dapat dimohonkan pailit. hukum kepailitan juga mendorong kemajuan iklim investasi yang sedang terpuruk di Indonesia. oleh karena itu metode tes insolvensi dapat dijadikan patokan dalam persyaratan permohonan kepailitan kepada debitor di Indonesia, penerapannya secara langsung membutuhkan peran akuntan publik yang akan menghitung solvabilitas debitor dalam proses kepailitan.

A country has laws to regulate various kinds of interests in it, especially in this research is bankruptcy law. Bankruptcy law exists to support the interests of debtors and creditors in the existence of a debt agreement. Bankruptcy law currently in force in Indonesia still has shortcomings and lags behind the existing bankruptcy laws in various countries, from this moment the level of bankruptcy increased in Indonesia and caused many companies that went bankrupt, of the many bankruptcy cases, there are companies that are still solvent or can continue their business but are threatened by the requirements of the applicable bankruptcy law, this study discusses how important the application of the insolvency test system is and how it is implemented if adopted in Indonesia in line with PP no.74 In 2020 regarding LPI, in fact this mechanism has been implemented in government regulations regarding Investment Management Institutions, but is not applied in Bankruptcy Law in Indonesia, there are various methods to determine the solvency of an entity which have been widely applied. in various countries. This research method uses the socio-legal method where the sources come from legal materials and other sources related to this research and also data from interviews with several sources related to the research topic, Indonesia still has shortcomings in the requirements for bankruptcy applications, tests insolvency can be a necessity in Indonesian bankruptcy law to be able to cover deficiencies in Indonesian bankruptcy law, and only debtors who are truly insolvent can be filed for bankruptcy. Therefore, the insolvency test method can be used as a benchmark in the requirements for bankruptcy applications to debtors in Indonesia, its application directly requires the role of public accountants who will calculate the solvency of debtors in the bankruptcy process."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Kennardi
"[ABSTRAK
Hukum kepailitan di Indonesia masih memiliki kekurangan, yaitu tidak terdapatnya syarat tes insolvensi di dalam permohonan pailit. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kepailitan terhadap perusahaan-perusahaan yang masih solven, hanya karena tidak mau membayar utangnya. Syarat tes insolvensi diperlukan untuk membedakan mana debitur yang masih mampu melunasi utangnya dengan debitur yang tidak mampu untuk melunasi utangnya, agar kepailitan terhadap debitur yang masih solven tidak terulang kembali. Penelitian ini membahas mengenai bagaimanakah pentingnya syarat tes insolvensi dalam permohonan pailit suatu perusahaan dan bagaimanakah kemungkinan penerapan tes insolvensi dalam permohonan pailit suatu perusahaan di Indonesia. Metode penelitan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan dianalisa secara kualitatif serta dilaporkan dalam bentuk preskriptif analitis. Dengan membandingkan kepailitan di Amerika Serikat, diketahui terdapat metode-metode untuk menilai kemampuan debitur dalam melunasi utangnya, salah satunya dengan menggunakan metode perhitungan Altman Z-Score. Metode Altman Z-Score telah lama digunakan di Amerika Serikat dan terbukti dapat digunakan untuk menghitung kemampuan pelunasan utang dalam perkara kepailitan di Indonesia pula. Oleh karena itu, metode Altman Z-Score dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk membentuk peraturan setingkat Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tes insolvensi yang akan digunakan dalam kasus-kasus kepailitan di Indonesia. Implementasi secara langsung adalah dengan memanfaatkan jasa akuntan publik selaku profesi penunjang untuk melakukan tes insolvensi terhadap debitur dalam kasus kepailitan.

ABSTRACT
The law of bankruptcy in Indonesia still has some weakness points, such as the unavailability terms of insolvency test in the bankruptcy petition. This condition often induces bankruptcy towards the companies which are still solvent, just because not willing to pay the debt. The term of insolvency test is needed to differentiate which debtors are still affordable to pay off their debt with the unaffordable ones, so that bankruptcy towards the solvent debtors not to be reoccurred. This thesis covers about how important the term of insolvency test is in a company‟s bankruptcy petition in and how the possibility to apply the insolvency test in a company‟s bankruptcy petition is in Indonesia. The method of this research use juridical and normative approach, and to be analyzed qualitatively and to be reported in the form if prescriptive analytically. By comparing the bankruptcy in the United States of America, there are methods to evaluate the affordability of the debtors to pay off their debt, one of which using the Altman Z-Score method. The method of Altman Z-Score has been commonly used in the Unite States of America and also proved can be used for measuring the affordability of debt payment in the bankruptcy cases in Indonesia. Therefore the method of Altman Z-Score is able to be used as a standard measurement to construct the rules as the same level of the Minister Regulation (Peraturan Menteri) which manages about the insolvency test which will be used in bankruptcy cases in Indonesia. The direct implementation is to use the service of Public Accountant as a supportive profession to perform the insolvency test toward the debtors in the bankruptcy cases., The law of bankruptcy in Indonesia still has some weakness points, such as the unavailability terms of insolvency test in the bankruptcy petition. This condition often induces bankruptcy towards the companies which are still solvent, just because not willing to pay the debt. The term of insolvency test is needed to differentiate which debtors are still affordable to pay off their debt with the unaffordable ones, so that bankruptcy towards the solvent debtors not to be reoccurred. This thesis covers about how important the term of insolvency test is in a company‟s bankruptcy petition in and how the possibility to apply the insolvency test in a company‟s bankruptcy petition is in Indonesia. The method of this research use juridical and normative approach, and to be analyzed qualitatively and to be reported in the form if prescriptive analytically. By comparing the bankruptcy in the United States of America, there are methods to evaluate the affordability of the debtors to pay off their debt, one of which using the Altman Z-Score method. The method of Altman Z-Score has been commonly used in the Unite States of America and also proved can be used for measuring the affordability of debt payment in the bankruptcy cases in Indonesia. Therefore the method of Altman Z-Score is able to be used as a standard measurement to construct the rules as the same level of the Minister Regulation (Peraturan Menteri) which manages about the insolvency test which will be used in bankruptcy cases in Indonesia. The direct implementation is to use the service of Public Accountant as a supportive profession to perform the insolvency test toward the debtors in the bankruptcy cases.]"
2015
T44625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti Wahyudiah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T27925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Tomassa
"ABSTRAK
Pembahasan skripsi ini adalah mengenai keterbukaan akses atas laporan keuangan pada penerapan insolvensi tes dalam hukum kepailtan. Pembahasan dilakukan dengan membandingkan aksesibilitas atas laporan keuangan pada negara Singapura dan Jepang yang menerapkan insolvensi tes. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai keterbukaan laporan keuangan di Indonesia dan mengetahui bagaimana keterbukaan informasi keuangan pada negara Jepang dan Singapura yang telah menerapkan insolvensi tes. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini adalah non-aksesibilitas terhadap laporan keuangan tidak serta merta menjadikan insolvensi tes tidak dapat diterapkan. Aksesibilitas tersebut bukan merupakan penghalang untuk diterapkannya insolvensi tes demi terciptanya hukum kepailitan yang melindungi kepentingan debitor dan kreditor secara adil di Indonesia.

ABSTRACT
The discussion of this academic thesis is about the accessibility of financial report for the importance of insolvency test in bankruptcy law. The research is explained by doing comparison of law regarding accessibility of financial report in Singapore and Japan which apply insolvency test in their country. The purpose of this thesis is to know about how the law in Indonesia regulate the accessibility of financial report and how the accessibility of financial report regulated in Japan and Singapore which administering insolvency test in their country. This research is in the form of juridical normative research using descriptive analytical research type. The conclusion of this thesis is non accessibility of financial report should not make insolvency test un applicable. The accessibility is not an obstacle in applying insolvency test to create bankruptcy law that protects the interests of debtors and creditors fairly in Indonesia."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Markus Idulfilastri
"ABSTRAK
Sampai saat ini, hasil perkembangan pengukuran psikologi dengan pendekatan
teori tes modem masih kurang banyak yang menggunakannya, terutama di lingkungan
praktisi. Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya ulasan-ulasan manual tes
psikologi yang masih menggunakan pendektan teori tes klasik. Padahal telah diketahui
pendekatan teori tes klasik mengandung beberapa kelemahan yang sebenarnya dapat
diatasi dengan menerapkan pendekatan teori tes modem Item Response Theory (IRT).
Pendekatan teori tes klasik masih memiliki ketergantungan terhadap kelompok
sampel dan hasil yang diperoleh merupakan respons subyek terhadap item tes. Hasil yang
diperoleh dengan melakukan pengujian tes intelegensi TIKI-T menunjukkan bahwa
sekitar 69% - 88% item tes dari sampel gabungan mendapat kriteria ditolak. Bila
dibandingan melalui pendekatan teori tes modem, item tes dengan kriteria ditolak
menjadi lebih sedikit. Hasil ini memperlihatkan skor tes yang didapat merupakan
kemampuan subyek dan tidak lagi tergantung pada kelompok subyek.
Selain itu, berdasarkan pendekatan teori tes modem dapat diketahui pula bahwa
probabilitas subyek menjawab suatu item sangat tergantung pada karakteristik itemnya.
Dengan menggunakan IRT model 1 parameter, 2 parameter dan 3 parameter dapat
diketahui hanya ada satu kemampuan yang diukur disetiap item tesnya. Hasil yang
diperoleh menunjukkan semakin banyak parameter yang digunakan maka akan semakin
sedikit jumlah item yang ditolak. Dan bila dikaitkan dengan pendekatan teori tes klasik
ternyata item-item tersebut masih dalam satu kelompok. Dengan demikian dapat dikatakan penggunaan dan pemilihan parameter akan mempengaruhi peluang subyek
untuk menjawab item dengan benar.
Atas dasar membandingkan pendekatan teori tes klasik dan teori tes modem,
dapat disimpulkan penggunaan teori tes modem lebih banyak memiliki keunggulankeunggulannya.
Namum demikian, perlu disadari bahwa pengujian memakai test modem
ini membutuhkan pemahaman ilmu statistika yang lebih mendalam. Keadaan ini
mungkin akan menjadi kendala bagi para praktisi yang akan menggunakan pendekatan
teori modern"
2002
T38142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Pratama
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Peradilan Agama merupakan satu-satunya lembaga peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan perkara ekonomi syariah secara litigasi. Hal ini juga didukung dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pemberlakuan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2019 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Namun demikian, terdapat ketidakpastian hukum mengenai kewenangan penyelesaian perkara kepailitan yang timbul dari kegiatan ekonomi syariah. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang merupakan produk hukum Mahkamah Agung dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung, menyatakan bahwa kewenangan untuk menjatuhkan putusan pailit/taflis, sebagai kewenangan Pengadilan/Mahkamah Syar'iyah dalam lingkungan Peradilan Agama. Sedangkan kepailitan itu sendiri sejatinya secara tegas dinyatakan sebagai kewenangan Pengadilan Niaga dalam lingkungan Peradilan Umum dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan. Sehingganya, perkara-perkara kepailitan yang timbul dari kegiatan ekonomi syariah, sampai saat ini diadili di Pengadilan Niaga. Adapun pengaturan kepailitan yang digunakan untuk menyelesaikan perkara di Pengadilan Niaga, hingga saat ini tidak memperhatikan prinsip-prinsip syariah yang diperlukan untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dengan demikian, sangatlah diperlukan pengaturan kepailitan ekonomi syariah yang secara tegas mengatur tata cara penyelesaian perkara ini sesuai dengan prinsip syariah serta pengadilan yang berwenang menyelesaikannya.

Law of The Republic of Indonesia Number 3 of 2006 on Amendment to Law Number 7 of 1989 on Religious Courts, states the religious court as the only judiciary institution with exclusive jurisdiction to litigate sharia economic based cases. This provision also supported by Regulation of The Supreme Court Number 14 of 2016 on sharia economic cases settlement procedures and Circular Letter of The Supreme Court Number 2 of 2019 on Enactment of 2019 Supreme Court Chamber Plenary Meeting Results as The Guidelines for Court Duties Implementation. However, there is some uncertainty regarding competence or jurisdiction over bankruptcy cases that stemmed from sharia economic activities. The Sharia Economic Law Compilation which is a product of the Supreme Court Regulation, stipulates that the Religious Courts has the authority to issue sharia economic based bankruptcy judgement/Taflis. On the other hand, Law of the Republic of Indonesia Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations and Book II of Implementation of Court Duties and Administration Guidelines, explicitly states that bankruptcy itself is a part of commercial court jurisdiction. Thus, bankruptcy cases that stemmed from sharia economic activities are being settled in commercial court. For that matter, the set of laws that are implemented in commercial court to settle those kinds of bankruptcy cases, are not specifically sharia compliant. Therefore, it is urgent that a sharia compliant law which specifically provides the procedures on these kinds of bankruptcy cases be enacted."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Annas Syahdio
"Skripsi ini membahas mengenai kewenangan Pengadilan Niaga dalam kepailitan asuransi syariah menurut UU 37 Tahun 2004 tentang Kepalitan dan PKPU yang menjadi sebuah diskursus tersendiri dalam paradigma perluasan kewenangan Pengadilan Agama serta ketentuan kepailitan syariah (taflis) dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Utang menurut hukum kepailitan di Indonesia didefinisikan secara luas mencakup setiap kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, dan utang menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah juga setiap kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang. Berbeda dengan asuransi konvensional di mana pertanggungan terjadi antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis, dalam asuransi syariah pertanggungan terjadi di antara para pemegang polis dengan perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola dana tabarru'. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan atas akibat dan penyelesaian perbedaan arti utang secara konvensional dan syariah. Pertanyaan tersebut pernah dihadapi oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan memutuskan kepailitan terhadap PT Asuransi Syariah Mubarakah yang akan diulas dalam penelitian ini.

This study discusses about the Commercial Court's competence in sharia insurance bankruptcy according to UU 37 of 2004 which has become a discussion under the expansion of Religious Court's competence and sharia bankruptcy (taflis) terms under Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Debt under the Indonesian Bankruptcy Law is defined broadly to include any obligation that is or can be stated in monetary amount, and under Sharia Economic Law Compilation debt is also defined as any obligation that is or can be stated in monetary amount. Contrary to Conventional Insurance where insurance occurs between the policy holder and the Conventional Insurance Company, Sharia Insurance occurs between the policy holder themselves with Sharia Insurance Company acts as the administrator of tabarru' fund. It raises questions as to the implication and adjudication of conventional and sharia debt differences. That question was faced by the Commercial Court at Central Jakarta District Court who checks and decides the bankruptcy of PT Asuransi Syariah Mubarakah which will be further discussed in this study."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Nurintan Rismauli
"Kredit perbankan dalam jumlah besar diperlukan untuk mencapai kesinambungan pembangunan dan ekonomi, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum. Resiko kredit atau default risk dihadapi manajemen perbankan akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Kondisi ini dapat menimbulkan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Dalam upaya memberikan perlindungan bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait, diperlukan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan terutama dalam hal pengembalian dana yang telah diberikan oleh kreditur perbankan. Hak Tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu serta kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) Nomor 4 Tahun 1996, diberikan kewenangan bagi pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama untuk melakukan parate eksekusi. Ketika debitur dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga, maka mengacu pada Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) Nomor 37 Tahun 2004 diatur bahwa hak eksekusi oleh kreditur separatis baru dapat dilaksanakan dalam waktu 2 (dua) bulan sejak dimulainya keadaan insolvensi. Terdapat kendalakendala yang dihadapi oleh kreditur perbankan PT. Bank X ketika akan melakukan parate eksekusi pada masa insolvensi kepailitan debitur korporasi yaitu adanya waktu yang sangat terbatas untuk melaksanakan parate eksekusi Hak Tanggungan, hambatan dari Kurator dan para buruh / karyawan debitur korporasi, keberatan dari kreditur lainnya, serta adanya piutang pajak sebagai piutang yang paling preferen. Untuk mengurangi berbagai kendala tersebut, perlu adanya ketentuan yang lebih jelas mengatur hak-hak dan kewajiban berbagai pihak sehubungan dengan pelaksanaan parate eksekusi yang dilakukan oleh kreditur separatis pada masa insolvensi kepailitan dengan tetap melindungi hak kreditur separatis dalam upaya memperoleh pengembalian piutangnya.

Large amounts of bank credit is required to fund a sustainable economic development, whether committed by governments as well as society both act as individuals or legal entities. Credit risk or default risk often faced by the banking management is caused by customer?s failure or inability in returning the principle and interest borrowings from banks. This condition will lead in the creation of bad loans or non-performing loans (NPLs). As an effort to provide protection for the creditor and debtor and other relevant parties, a strong guarantee rights institution is required in order to provide legal certainties for all parties concerned, especially to recover the fund that has been granted by the creditor banks. Hak Tanggungan is a security right over the land for repayment of certain debt and preferred status to certain creditors of other creditors. Article 6 of Hak Tanggungan Law on Land and Its Goods Relating to Land No. 4 of 1996, provides authority to the first ranked holders of Hak Tanggungan in exercising the so-called parate executie. As the debtor is declared bankrupt by the Commercial Court decision, it refers to the Bankruptcy Act and the Suspension of Payment (UUK-PKPU) No. 37 of 2004 stipulated that the right of execution by a new separatist creditors can occur within 2 (two) months from the commencement of a state insolvency. There are some constraints faced by the creditor PT. Bank X in performing parate executie on the case of corporate debtor's bankruptcy due to the very limited time to exercise parate executie of Hak Tanggungan, also other matters related to regulations and from things outside regulations. To reduce these obstacles, there is a need for clearer provisions governing the rights and obligations of various parties in connection with the implementation of parate execution carried out by separatist creditors during the insolvency of corporate debtor while still protecting the rights of creditors in an attempt to return the separatist claims."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T22858
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rusmy Mustari
"Skripsi ini membahas mengenai insolvensi sebagai syarat pengajuan kepailitan. Dalam hukum kepailitan debitor dapat dimohonkan pernyataan pailit apabila debitor tersebut sudah dalam keadaan insolven (tidak mampu membayar utang). Keadaan insolven adalah keadaan dimana aset yang dimiliki oleh debitor sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban membayar utang. Syarat Kepailitan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU hanya mensyaratkan terdapatnya lebih dari dua kreditor dan utang yang jatuh tempo tanpa syarat insolvensi. Hal tersebut menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia yang masih solven dipailitkan seperti yang terjadi pada PT. Telkomsel dan PT. AJMI. Pengaturan tersebut jelas berbeda apabila dibandingkan dengan pengaturan kepailitan yang diterapkan di Amerika Serikat, Jepang, dan Belanda. Ketiga negara tersebut mengatur syarat keadaan tidak mampu membayar utang sebagai syarat permohonan pailit. Insolvensi tes merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memperoleh pernyataan apakah debitur dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya lagi.

This Thesis is aimed to explain insolvency as a the terms of bankruptcy. Debtor could be filed for a petition of bankruptcy if the debtor is already insolvent (unable to pay the debt). Insolvent is a condition where the assets owned by the debtor are not sufficient to meet the obligation to pay the debt. Terms of bankruptcy stated in Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment only requires more than two creditors and the debt maturity without the insolvency condition. It causes many companies in Indonesia which are still solvent are being bankrupt as in PT. Telkomsel and PT. AJMI. The regulation is clearly different if it is compared with bankruptcy arrangements applied in the United States, Japan, and the Netherlands. The three countries set the term ?unable to pay the debt? as a condition for bankruptcy. Insolvency test is a method used to obtain the statement of whether the debtor is unable to pay its debts again.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>