Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79754 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harry Purnomo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S24683
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Partiawati Tjiptaningsih Soetjipto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S23077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reagan Roy Teguh
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan Perjanjian SPS dalam kasus EC- Hormones, terutama pada masalah beban pembuktian, kajian resiko, prinsip kehati- hatian dan penggunaan standar internasional. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mempelajari bagaimana cara suatu negara menerapkan Perjanjian SPS baik untuk melakukan perlawanan ataupun untuk melakukan perlindungan. Penelitian ini normatif eksplanatoris deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menyarankan agar Indonesia dalam melakukan tindakan SPS-nya selalu mengacu kepada standar internasional yang ada.

The focus of this study is about the application of the SPS Agreement in EC- Hormones case, mainly to the extend of burden of proof, risk assessment, precautionary principle and using international standards. The purpose of this study is to have a better knowledge of the way a country can apply the SPS Agreement in order to challenge another country or to protect its own country. This study is normative explanatory descriptive analitical. This study suggests that in applying an SPS measure, Indonesian Goverment should always based that action on international standards."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25126
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, L. Raymond Jr. Perdamean
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S24669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choerunissa Rachmawati Iskandar Putri
"Praktik dumping dalam perdagangan internasional merupakan bentuk perdagangan yang tidak adil (unfair trade) dan akan merugikan banyak pihak di luar kedua pihak yang bertransaksi, salah satunya adalah pihak kompetitor dari negara lain. Praktik dumping juga dapat merusak pasar dan kestabilan harga yang seharusnya menjadi acuan perdagangan internasional, di mana harga tersebut akan dijadikan sebagai patokan awal dalam menjaga kestabilan pasar dan perdagangan secara luas. Adapun alasan mengapa praktik dumping dilarang, yaitu karena tindakan menjual barang dengan harga lebih rendah atau di bawah ongkos produksi pasar luar negeri dibandingkan dengan harga yang ditetapkan pasar dalam negeri sendiri sehingga dampak yang akan terjadi dalam perdagangan internasional di mana negara yang menjadi tujuan ekspor rentan terhadap kerugian dalam jumlah yang besar. Produk lokal sejenis tidak akan mampu bersaing harga dengan produk impor hasil dumping yang tentu saja dihargai lebih murah. Dalam menangani permasalahan anti-dumping dibuatlah ketentuan Pasal VI GATT 1994 yang mengatur secara jelas bagi produk yang dikategorikan sebagai produk dumping. Pasal VI GATT 1994 mengatur dasar bagi pemerintah suatu negara anggota yang dirugikan oleh praktik dumping dengan cara mengenakan Bea Masuk Anti-dumping (BMAD). Salah satu sengketa anti-dumping terjadi pada produk lemak alkohol (fatty alcohol) Indonesia (DS442) yang merupakan turunan dari lemak alam diperoleh dari minyak kelapa sawit (crude palm oil). Isu yang dipermasalahkan dalam DS442 ini salah satunya adalah mengenai Single Economic Entity (SEE), di mana penjualan produk lemak alkohol Musim Mas dilakukan oleh Inter-Continental Oils & Fats Pte. Ltd. (ICOFs) yang merupakan Marketing Arm berdomisili di Singapura.

The practice of dumping in international trade is an unfair form of trade and will effect many parties outside the two parties to the transaction, one of which is the competitor of another country. The practice of dumping can also damage the market and price stability which should be a reference for international trade, where the price will be used as a preliminary benchmark in maintaining market stability and broad trade. The reason why dumping practices are prohibited, because the action of selling goods at lower prices or below the cost of producing foreign markets compared to prices set by the domestic market itself so that the impact will occur in international trade where countries that are export destinations are vulnerable to loss in large numbers. Similar local products will not be able to compete with imported products from dumping products which are of course cheaper. In dealing with these problems, the provisions of Article VI GATT 1994 are made which clearly regulate products categorized as dumping products. Article VI GATT 1994 regulates the basis for the government of a member country which is disadvantaged by the practice of dumping by Imposing Anti-dumping Import Duty. One of the anti-dumping disputes occurred in Indonesian fatty alcohol (DS442) fat products, which are derived from natural fats obtained from crude palm oil. One of the issues at issue in DS442 is the Single Economic Entity (SEE), in which the sale of Musim Mas alcohol fat products is carried out by Inter-Continental Oils & Fats Pte. Ltd. (ICOFs) which is a Marketing Arm domiciled in Singapore."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T55008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chalimatus Sadiyah
"Perdagangan bebas antar negara selalu membawa konsekuensi tersendiri, bisa berkonsekuensi baik dan berkonsekuensi tidak baik. Salah satunya adalah yang dialami oleh Indonesia. Indonesia yang memiliki hutan luas sebagai bahan baku kertas, dalam kurun waktu delapan tahun terakhir telah mengalami tiga kali tuduhan praktik dumping kertas dalam perdagangan ke luar negeri atau ekspor. Tuduhan praktik dumping yang dialamatkan ke Indonesia tersebut disampaikan kepada World Trade Organization (WTO), sebagai Lembaga yang menaungi segala permasalahan perdagangan antar negara dalam bentuk pengajuan perkara atau gugatan perdagangan. Salah satu permasalahan yang harus dihadapi Indonesia di WTO adalah tuduhan praktik dumping kertas oleh tiga negara berbeda. Tuduhan praktik dumping tersebut bermula Ketika terdapat tiga negara yaitu Pakistan, Korea Selatan dan Australia yang mengalami kerugian akibat masuknya kertas dari Indonesia dengan harga yang rendah. Akibatnya konsumen di negara mereka masing – masing lebih tertarik membeli produk kertas Indonesia karena lebih murah apabila dibandingkan dengan harga produk kertas bangsa mereka sendiri. Atas tiga gugatan tuduhan praktik dumping kertas di WTO tersebut, Indonesia melakukan beberapa strategi untuk menghadapi tuduhan. Melalui Kerjasama yang sangat baik antara lembaga yaitu Kementrian Luar Negeri, Kementrian Perdagangan dan Kementrian keuangan, Indonesia telah memenangkan ketiga tuduhan perkara dumping kertas dengan masing – masing alasan kemenangan. Dipandang secara hukum Islam, praktik dumping sendiri merupakan praktik yang dilarang apabila bertujuan merugikan negara lain. Namun demikian apabila dipandang sebagai suatu strategi pemasaran maka terdapat pula aktivitas dumping yang diperbolehkan. Oleh karena itu setiap tindakan termasuk dalam perdagangan bebas antar negara harus dititikberatkan pada orientasi kemanfaatan bagi kepentingan masyarakat luas. Hal ini termasuk pula dalam tindakan atau strategi dalam menyelesaikan perkara gugatan dumping di WTO, harus dipandangan dari sisi kebijakan publik yang memberi manfaat kepada bangsa Indonesia. Strategi memenangkan perkara gugatan dumping di WTO dipandang dari teori hukum Maqashid Syariah dilaksanakan dengan mengedepankan sejauh mana memberi manfaat dan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat Indonesia bukan saja kepada pelaku usaha terkait tuduhan dumping kertas. Karenanya analisis mendalam atas tuduhan dumping dan langkah – langkah strategis yang akan diambil dalam penyelesaian masalah gugatan mutlak diperlukan.

Free trade between countries always brings its own consequences, it can have good and bad consequences. One of them is experienced by Indonesia. Indonesia, which has extensive forests as raw material for paper, in the last eight years has experienced three accusations of paper dumping practices in foreign trade or exports. The allegation of dumping practices addressed to Indonesia was submitted to the World Trade Organization (WTO), as an institution that oversees all trade issues between countries in the form of filing a case or trade lawsuit. One of the problems that Indonesia must face at the WTO is the accusation of paper dumping by three different countries. The accusation of dumping began when three countries, namely Pakistan, South Korea and Australia, suffered losses due to the entry of paper from Indonesia at low prices. As a result, consumers in their respective countries are more interested in buying Indonesian paper products because they are cheaper when compared to the prices of their own nation's paper products. For the three lawsuits alleging paper dumping practices at the WTO, Indonesia has implemented several strategies to deal with the accusations. Through excellent cooperation between institutions namely the Ministry of Foreign Affairs, the Ministry of Trade and the Ministry of Finance, Indonesia has won all three accusations of paper dumping cases with each winning reason. In view of Islamic law, the practice of dumping itself is a prohibited practice if it aims to harm other countries. However, when viewed as a marketing strategy, dumping activities are also permitted. Therefore, every action included in free trade between countries must be focused on the orientation of benefits for the benefit of the wider community. This is also included in the action or strategy in resolving the dumping lawsuit at the WTO, it must be viewed from the side of public policy that benefits the Indonesian people. The strategy of winning the dumping lawsuit at the WTO, viewed from the Maqashid Syariah legal theory, is implemented by prioritizing the extent to which it provides benefits and benefits for all Indonesian people, not only for business actors related to accusations of paper dumping. Therefore, an in-depth analysis of the allegations of dumping and the strategic steps to be taken in resolving the lawsuit is absolutely necessary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyastutik
"ABSTRAK
Disertasi ini memiliki tujuan (1) mengestimasi hambatan regulasi perdagangan sektor jasa transportasi laut dan udara di ASEAN dan ASEAN?s dialogue partners, dan (2) menganalisis dampak eliminasi hambatan regulasi perdagangan sektor jasa transportasi laut dan udara di ASEAN dan ASEAN?s Dialogue Partners terhadap ekonomi makro dan sektoral.
Data panel dari impor jasa transportasi dan GDP negara ASEAN 5 dan ASEAN?s Dialogue Partners berdasarkan GTAP tahun 2005 (versi 6), tahun 2008 (versi 7) dan tahun 2012 (versi 8) digunakan sebagai analisis dalam gravity model. Data comlang_etno, comlang_off dan continent bersumber dari CEPII. GTAP versi 8 dengan asumsi IC-IRTS (model Francois, 1998) digunakan untuk menangkap manfaat yang lebih besar karena adanya eliminasi hambatan regulasi perdagangan sektor jasa transportasi ASEAN dan ASEAN?s Dialogue Partners.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata ekuivalen tarif impor sektor jasa transportasi laut dan udara negara anggota ASEAN 5 dan ASEAN?s Dialogue Partners masih relative tinggi yaitu 0 sampai dengan 20.49 persen. Penelitian ini juga menunjukkan walaupun Singapura adalah Negara yang secara tradisional terbuka terhadap perdagangan, namun memiliki hambatan ekuivalen tarif impor yang tinggi untuk jasa transportasi laut dari Philipina dan Indonesia. Rata-rata ekuivalen tarif impor dalam jasa transportasi udara adalah 0 sampai dengan 11.2 persen lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata ekuivalen tarif impor dalam jasa transportasi laut. Hal ini menunjukkan hambatan regulasi sektor jasa transportasi laut di negara ASEAN 5 dan ASEAN?s Dialogue Partner lebih tinggi dibandingkan jasa transportasi udara.
Sejalan dengan teori efek pro-kompetitif dari kebijakan perdagangan, eliminasi hambatan regulasi pada sektor jasa transportasi laut dan udara pada penelitian ini menunjukkan gain from trade yang lebih besar diperoleh dalam model CGE dengan asumsi IC-IRTS dibandingkan dengan PC-CRTS kecuali Thailand, Philipina, New Zealand dan India. Dengan asumsi IC-IRTS, eliminasi hambatan regulasi sektor jasa transportasi laut dan udara menyebabkan China memperoleh peningkatan kesejahteraan dan PDB yang paling tinggi disusul Jepang dan Australia. Nilai perubahan neraca perdagangan China mengalami surplus yang sangat tinggi. Dengan asumsi IC-IRTS, negara ASEAN 5 yang tingkat kesejahteraannya menduduki posisi tertinggi karena eliminasi hambatan regulasi perdagangan jasa transportasi laut berturut-turut Indonesia, Malaysia dan Singapura. Sedangkan untuk jasa transportasi udara berturut turut Indonesia, Malaysia dan Philipina. Untuk kasus eliminasi hambatan regulasi di sektor jasa transportasi laut, Negara ASEAN yang mengalami surplus neraca perdagangan adalah Malaysia, Singapura, dan Thailand. Indonesia, Thailand serta negara lainnya mengalami defisit. Dampak eliminasi hambatan regulasi perdagangan sektor jasa transportasi laut Indonesia hanya memberikan insentif peningkatan output dan ekspor pada sektor jasa transportasi laut (sea transport); tekstil dan produk tekstil (textile and wearing apparel); perdagangan (trade); dan utility construction. Sedangkan untuk kasus jasa transportasi udara memberikan insentif peningkatan output pada sektor transportasi udara (air transport); tekstil dan produk tekstil (textile and wearing apparel), perdagangan (trade), utility construction; sektor transportasi lainnya (othertransp).
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) ekuivalen tarif impor di sektor jasa transportasi laut dan udara relative lebih tinggi, (2) dengan asumsi IC-IRTS, dampak eliminasi hambatan regulasi di perdagangan sektor jasa transportasi ASEAN dan ASEAN?s Dialogue Partners hanya menyebabkan manfaat yang lebih besar pada sektor dan negara tertentu. Hal tersebut mengimplikasikan perlunya fasilitasi perdagangan di antara negara ASEAN dan ASEAN?s Dialogue Partners. Fasilitasi perdagangan antar Negara anggota ASEAN dan ASEAN?s Dialogue Partners diperlukan untuk mengatasi eksternalitas regulasi (perbedaan regulasi) yang akan mengurangi gain from trade seperti adanya oligopoli internasional di perdagangan jasa transportasi. Salah satu bentuk fasilitasi perdagangan adalah mengoptimalkan fungsi EDI dan ASEAN National Single Windows.

ABSTRACT
The purposes of this dissertation are (1) to estimate the regulatory barriers to trade in the sea and air transport services sector in ASEAN 5 and ASEAN's dialogue partners, and (2) to analyze the impact of the elimination of regulatory barriers to trade in the sea and air transport services sector in ASEAN 5 and ASEAN's Dialogue Partners on macro and sectoral economic.
Panel data of transport services imports and the GDP of the ASEAN 5 and ASEAN's Dialogue Partners countries based on GTAP 2005 (6th version), 2008 (7th version) and 2012 (8th version) is used as an analysis in the gravity models. Comlang_etno, comlang_off and continent data are sourced from CEPII. GTAP 8th version assuming the IC-IRTS (Francois model, 1998) is used to capture greater benefits for elimination of regulatory barriers to trade in transport services sector in ASEAN and ASEAN's Dialogue Partners.
The results show that the average of import tariff equivalents of the sea and air transport services sector in the member countries of ASEAN 5 and ASEAN Dialogue Partners is still relatively high at 0 until 20.49 percent. The research also indicates that while Singapore is a country that is traditionally open to trade, but it has higher import tariff equivalent barriers for sea transport services than the Philippines and Indonesia. The average of import tariff equivalent in air transport services is 0 up to 11.2 percent lower than the average of import tariff equivalent in sea transport services. This condition shows that regulatory barriers in sea transport services sector in five ASEAN countries and ASEAN's Dialogue Partners is higher than air transport services.
In line with pro-competitive effect theory in trade policy, in this study the elimination of regulatory barriers in the sea and air transport services sector shows that the greater gain from trade is obtained in CGE model assuming IC-IRTS compared to PC-CRTs except Thailand, the Philippines, New Zealand and India. Assuming IC-IRTS, the elimination of regulatory barriers in the sea and air transport services sector causes China obtains highest increasing in welfare and GDP followed by Japan and Australia. Value of changes in China's trade balance has the highest surplus. Assuming IC-IRTS, ASEAN 5 countries that have higher level of welfare because of the elimination of regulatory barriers to trade in sea transport services in consecutive is Indonesia, Malaysia and Singapore. Whereas for ASEAN 5 countries that have higher level of welfare because of the elimination of regulatory barriers to trade in air transport services consecutive is Indonesia, Malaysia and Philippines. For the case of elimination of regulatory barriers in the sea transport services sector, ASEAN countries that have trade balance surplus are Malaysia, Singapore, and Thailand. Indonesia, Thailand and other countries have trade balance deficit. The impact of the elimination of regulatory barriers in trade of sea transport services sector of Indonesia only provides incentives for increased output and exports in the sea transport services sector; textile and wearing apparel; trade); and utility construction. Whereas the impact of the elimination of regulatory barriers in trade of air transport services sector of Indonesia only provides incentives for increased output in air transport sector; textile and wearing apparel, trade, utility construction; othertransp.
The conclusions of this study indicate that (1) import tariffs equivalent in the sea and air transport services sector is relatively higher, (2) assuming the IC-IRTS, the impact of the regulatory barriers elimination in the transport services sector trade in ASEAN and ASEAN's Dialogue Partners only leads to greater benefits in certain sectors and countries. This condition implies that the need for trade facilitation between ASEAN countries and ASEAN's Dialogue Partners. Trade facilitation between ASEAN member countries and ASEAN's Dialogue Partners is needed to overcome regulatory differences which will reduce the gain from trade such as the existence of international oligopoly in transport services trade. One form of trade facilitation is optimization of EDI functions and ASEAN National Single Windows
"
2016
D2188
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Widijantoro
"Era globalisasi yang sedang melanda dunia dewasa ini, baik langsung maupun tidak langsung, telah mempengaruhi Indonesia dalam mengambil kebijakan perekonomiannya. Sebagai konsekuensi diratifikasinya pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/VITO) berdasarkan UU No.7 Tahun 1994, Indonesia harus mengikuti berbagai aturan main yang disepakati dalam bidang perdagangan internasional. Salah satu hal yang disepakati dalam pembentukan WTO tersebut adalah pelaksanaan Pasal VI GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) tentang Dumping dan Bea Masuk Antidumping. Oleh karena dumping merupakan salah bentuk persaingan yang tidak sehat dalam perdagangan intemasional, GATT/WTO mernbuka kemungkinan bagi negara anggotanya untuk membebani pelaku dumping dengan bea masuk antidumping.
Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia telah mengundangkan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (dan beberapa peraturan pelaksanaannya), yang di dalamnya mengatur mengenai dumping dan bea masuk antidumping. Salah satu dari peraturan pelaksanaannya, yaitu Keputusan Menperindag RI No.136/MMP/Kep16/1996, mengatur tentang pembentukan Komite Antidumping Indonesia (KADI), sebagai lembaga yang bertanggungjawab atas penanganan kasus-kasus dumping, Oleh karena itu, tulisan ini akan mengkaji peranan KADI dalam mewujudkan persaingan sehat dalam dunia usaha di Indonesia.
Dalam melihat dan mengkaji persoalan di atas, penulis menggunakan pendekatan interdisipliner, yaitu selain didekati secara yuridis normatif juga dikaji aspek-aspek ekonomis dan politisnya. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, dilakukan studi kepustakaan dan penelitian lapangan dengan harapan dapat memberi gambaran yang menyeluruh serta alternatif pemecahannya.
Setelah data yang terkumpul dan dianalisis secara kualitatif, penelitian ini antara lain menyimpulkan bahwa terbentuknya KADI akan sangat membantu terwujudnya persaingan sehat di bidang perdagangan internasional, sepanjang KADI dapat menempatkan dirinya sebagai lembaga yang independen. Namun, untuk merealisasikan perannya tersebut, KADI harus terus meningkatkan kualitasnya, khususnya karena kurangnya tenaga ahli (termasuk ahli hukum) yang dimiliki serta miskinnya pengalaman KADI dalam penanganan kasus-kasus dumping. Di samping itu, KADI harus mewaspadai praktik dumping yang tidak semata-mata dilatarbelakangi oleh kepentingan bisnis, melainkan dilakukan sebagai suatu bentuk "proteksi" baru.
Sehubungan dengan makin ketatnya persaingan global sekarang ini, penulis menyarankan agar pemerintah Indonesia, dalam hal ini KADI, terus memperjuangkan kepentingan Indonesia sebagai negara berkembang dalam bersaing dengan negara-negara maju serta mengambil/mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendorong peningkatan daya saing produk dalam negeri."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>