Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125396 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2005
S24558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agnes
"Penelitian bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian leasing pada umumnya dan masalah wanprestasi lessee pada khususnya. Penulis mempergunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan teknik wawancara. Wanprestasi merupakan kelalaian debitur yang tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukan. Debitur, dalam hal ini lessee, sengaja lalai atau sengaja tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian leasing.
Secara umum, bentuk wanprestasi lessee ada tiga macam: Pertama lessee tidak membayar harga pada tanggal yang telah ditentukan. Kedua, lessee tidak membayar denda atas keterlambatannya membayar sewa atau terlambat membayar denda itu. Ketiga, lessee melakukan tindakan-tindakan yang dilarang dalam perjanjian leasing. Untuk menyelesaikan masalah ini, lessor dapat menempuh tiga alternatif yaitu: Pertama, melalui negosiasi. Kedua, damai melalui arbiter. Ketiga, melalui pengadilan.
Dalam praktek, masih banyak kasus wanprestasi lessee yang tak tidak dapat diselesaikan secara tuntas. Hal ini karena sampai sekarang belum ada undang-undang yang khusus mengatur masalah leasing. Penulis menyarankan agar pemerintah Indonesia membentuk undang-undang mengenai leasing. Undang-undang yang baru nanti hendaknya mencakup aspek-aspek leasing secara lebih luas serta dapat memberikan dorongan bagi pengembangan industri leasing pada waktu yang akan datang."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Sri Haryani
"Krisis moneter yang menimpa Indonesia menyisakan masalah berupa terjadinya kredit-kredit yang bermasalah atau macet dalam perekonomian kita yang apabila tidak ditanggulangi dengan sebaik-baiknya akan menimbulkan kondisi perekonomian yang lebih terpuruk lagi karena akan banyak perusahaan-perusahaan yang tidak dapat melanjutkan kelangsungan usahanya akibat ketidakmampuannya untuk melunasi kewajiban pinjamannya. untuk mencegah hal tersebut terjadi, maka dimungkinkan dilakukan kesepakatan ulang di antara pihak debitur dan kreditur dengan berbagai kondisi yang menyertai kesepakatan tersebut. Jika dianggap debitur masih memiliki prospek usaha dan bisnis yang dapat dikembangkan maka dapat dicapai kesepakatan baru yang berupa tindakan restrukturisasi.
Tindakan restrukturisasi sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah/macet dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk, antara lain dengan penjadualan ulang (rescheduling), penetapan kondisi baru (reconditioning), reorganisasi dan rekapitalisasi (reorganization and recapitalization) ataupun kombinasi dari ketiga bentuk tersebut.
Untuk pelaksanaan restrukturisasi tersebut, profesi notaris dituntut untuk dapat mempersiapkan akta yang harus dapat mengantisipasi hal tersebut. Oleh karenanya profesi ini perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai proses restrukturisasi dan akibat hukum dari tindakan tersebut, sehingga notaris dapat mempersiapkan akta restrukturisasi utang beserta seluruh perjanjian pelengkapnya dengan memuat syarat-syarat, ketentuan dan klausula yang berpedoman pads ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, kebiasaan yang berlaku dalam praktek bisnis dan klausula-klausula yang lazim digunakan dalam hukum bisnis yang bersifat internasional, sehingga dengan pemuatan syarat-syarat dan ketentuan tersebut diharapkan dapat mengakomodasi dan memuaskan kedua belah pihak, yaitu debitur disatu pihak dan kreditur dilain pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lili Surjani
"Penelitian bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian Anjak Piutang paa umumnya dan masalah wanprestasi Klien pada khususnya. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan tehnik wawancara. Wanprestasi merupakan kelalaian Klien dengan tidak melakukan apa yang telah dijanjikan dalam perjanjian Anjak Piutang. Dalam hal ini Klien sengaja lalai atau sengaja tidak memenuhi kewajibannya, secara umum bentuk wanprestasi Klien adalah sebagai berikut:
- Objek dari piutang yang seharusnya dipenuhi oleh Klien tidak sempurna, sehingga pelanggan/costumer tidak mau membayar harga faktur/invoice atau menunda pembayaran faktur/invoice tersebut.
- Klien melakukan penagihan langsung atas piutang yang telah di alihkan terhadap Pelanggan tanpa sepengetahuan perusahaan Anjak Piutang atau mengalihkan piutang yang sama kepada pihak lain (perusahaan anjak piutang lain).
- Tidak menyerahkan faktur/invoice yang telah ia janjikan.
- Klien memalsukan faktur/invoice yang telah ia alihkan.
Untuk menyelesaikan masalah ini. Klien dapat menempuh tiga alternatif yajtu: Negosiasi, damai melalui arbiter, melalui pengadilan.
Dari ketiga alternatif penyelesaian di atas, maka alternatip penyelesaian negosiasi secara kekeluargaan yang lebih banyak ditempuh oleh para pihak dalam praktek. Karena mengingat jangka waktu dari perjanjian Anjak piutang juga relatif singkat (paling lama adalah 1 tahun). Sampai saat ini belum ada undang-undang yang khusus mengatur prihal usaha Anjak Piutang, yang ada hanyalah
Kepres 61 tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan R.I. No. 1251/KMK 013/1988. Oleh karena itu untuk lebih mendorong pertumbuhan perusahaan Anjak Piutang serta untuk melindungi para pihak yang terkait dalam kegiatan Anjak Piutang, yang antara lain memuat ketentuan mengenai standard minimum yang harus dicantumkan dalam perjanjian Anjak Piutang dan pengaturan mengenai kewajiban
perusahaan Anjak Piutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S24174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Zahir
"Perkembangan hukum yang tidak seiring sejalan dengan dinamika di dalam masyarakat dewasa ini menyebabkan terjadinya kekosongan hukum kondisi demikian jika tetap dibiarkan akan menyebabkan terjadinya bentuk-bentuk aturan yang ditetapkan atas dasar paksaan yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (misbruik van onstandigheden). Kemungkinan adanya aturan tersebut lazimnya diterapkan dalam suatu perjanjian, khususnya perjanjian kredit perbankan. Dalam kondisi debitur yang sangat lemah posisi hukumnya, kredibur pada awalnya menawarkan pola penyelesaian melalui restrukturisasi kredit. Namun, dalam perjanjian restrukturisasi kredit terdapat suatu klausula baku yang pada dasarnya menuntut kewajiban yang tidak seimbang bagi debitur jika pihaknya kembali melakukan wanprestasi. Adanya klausula baku tersebut dalam perjanjian restrukturisasi kredit disebut sebagai klausula recapture yang secara garis besar isinya menyatakan kreditur hanya akan memberikan konsesi-konsesi dalam restrukturisasi kredit dengan ketentuan kreditur dapat sewaktu-waktu menghentikan konsesi-konsesi yang telah diberikannya, walaupun selama waktu konsesi-konsesi berjalan debitur tidak melakukan wanprestasi. Dengan mengemukakan kondisi demikian, perlu ditelaah perlunya perlindungan hukum bagi debitur dari kemungkinan penyalahgunaan keadaan (misbruik van onstandigheden) yang dipaksakan oleh kreditur dalam bentuk alasan yang menguntungkan posisinya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulita Assamadi
"Pembiayaan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Salah satu sumber dana untuk pembiayaan tersebut, yang sejak beberapa tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan, adalah kredit perbankan. Kredit yang selektif dan terarah akan dapat menunjang terlaksananya pembangunan suatu negara yang bermanfaat bagi masyarakat. Mengingat pentingnya hubungan bank dengan nasabah dalam pemberian kreditnya, sangat diperlukan adanya suatu perjanjian kredit. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan adanya wanprestasi, dimana pihak debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan uang pinjaman yang telah diberikan oleh pihak kreditur (bank). Selain memperhatikan faktor kelayakan usaha nasabahnya, pihak perbankan sering mempersyaratkan ketersediaan jaminan atau agunan tambahan. Bentuk jaminan ini biasanya bersifat fisik, baik berupa benda tetap maupun benda bergerak. Jaminan ini biasanya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan lebih tinggi daripada besarnya nilai kredit kepada calon nasabah, serta mudah diuangkan. Dengan semakin ketatnya persaingan antar bank, terutama sejak deregulasi perbankan, menjadikan bank kurang memperhatikan kualitas pinjaman yang diberikannya sehingga sering mengabaikan proses penilaian kredit yang layak. Kredit macet menjadi ancaman serius bagi tingkat kesehatan bank. Bank BNI sebagai salah satu bank pemerintah juga Clapat mengalami kondisi kredit macet, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal tersebut khususnya merupakan manajemen dan sumber daya manusianya Sedangkan faktor ekstemal berkaitan dengan Suku bunga pinjaman. belum adanya standarisasi bentuk dan isi perjanjian kredit (aspek hukum) dan perilaku debitur. Dalam hal teqebut, Bank BNI melakukan langkah-langkah pemecahan kredit yang bermasalah sesuai dengan kolektibilitas kreditnya yang berupa kurang lancar, diragukan dan macet. Penyelesaian yang dilakukan oleh Bank BNI dilaksanakan melalui tiga tahap. Tahap pertama dilakukan dengan pendekatan persuasif seperti surat teguran. melunasi menjual sendiri barang jaminan, dan rescheduling. Tahap kedua dilakukan dengan tekanan/ancaman psikologis seperti dengan peringatan tertulis disertai ancaman eksekusi melalui pengadilan negeri dan somasi melalui pengadilan. Tahap ketiga dilakukan dengan eksekusi terhadap jaminan apabila pertama atau tahap kedua tidak membawa hasil. Khusus terhadap hipotik, eksekusi tersebut dilakukan dengan menggunakan grosse akta dimana grosse akta itu sendiri mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa Pengadilan Negeri wajib menjalankan eksekusi atas setiap grosse akta yang diajukan padanya sehingga tidak ada kewenangan baginya untuk menilai kelayakan grosse akta yang diajukan padanya Akan tetapi pendapat tersebut dibantah oleh Mahkamah Agung yang mengatakan bahwa Ketua Pengadilan Negeri mempunyai kewenangan untuk menilai sah atau tidaknya grosse akta tersebut. Dengan ketiga tahap tersebut, Bank BNI dapat menekan risiko kerugian karena adanya kredit macet tersebut. Bagaimanapun, untuk menekan kemungkinan terjadinya kredit macet, diperlukan kehati-hatian dan keprofesionalan bank dalam mendisain, menilai dan mengevaluasi kreditnya. Hal ini perlu didukung pula dengan adanya keseragaman atau standarisasi perjanjian kredit dan penyelesaian dualisme dalam grosse akta Pada akhirnya, mengingat pentingnya peranan kredit perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka perlindungan terhadap perbankan perlu mendapat perhatian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>