Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148041 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Felia
"Delisting adalah penghapusan suatu Efek dalam daftar Efek yang tercatat di Bursa sehingga Efek tersebut tidak dapat diperdagangkan lagi di Bursa. Ketentuan Delisting ini diatur oleh Peraturan BEJ No. I-1 tentang Penghapusan Pencatatan dan Pencatatan Saham Kembali di Bursa yang berlaku sejak tanggal 19 Juli 2004. Delisting ini dilakukan oleh PT.BEJ sebagai Self Regulatory Organization dimana berarti BEJ memiliki kewenangan yang diberikan oleh UUPM untuk membuat peraturan yang wajib ditaati oleh Emiten tercatat di Bursa Efek Jakarta sepanjang disetujui oleh Bapepam dengan tujuan melindungi para investor. Sehingga apabila Emiten melanggar kewajiban yang ada maka BEJ dapat mengenakan sanksi, termasuk juga sanksi Delisting jika Emiten tersebut memenuhi kriteria delisting didalam Peraturan BEJ. Emiten yang terkena delisting memiliki kewajiban untuk menyampaikan keputusan delisting tersebut kepada para investornya sebagai azas pemenuhan prinsip Keterbukaan Informasi. Walaupun di delist dari BEJ namun status Emiten sebagai suatu Perusahaan Publik tidak hilang, maka pasca delisting Perusahaan masih memiliki kewajiban untuk penyampaian laporan berkala kepada Bapepam. Perusahaan juga dapat melakukan relisting apabila semua ketentuan telah dipenuhi dan seluruh kewajiban telah dilaksanakan. Ada anggapan yang salah bahwa dengan di delistingnya Emiten oleh BEJ maka akan merugikan para pemegang saham. Sesungguhnya dengan delisting ini maka para pemegang saham justru terlindungi, karena delisting mencegah akan timbulnya kerugian investor yang jauh lebih besar lagi dibandingkan dengan membiarkan investor menanamkan modalnya di perusahaan yang sahamnya tidak berprospek. Padahal investor menanamkan sahamnya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Investor juga dapat melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan perlindungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S24528
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Putri Anandhani
"Setiap perusahaan didirikan dengan harapan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya, berkembang dengan pesat dan ada untuk jangka waktu yang panjang. Namun demikian banyak kendala yang dihadapi oleh perusahaan untuk mewujudkannya, salah satunya ialah dalam hal memperoleh modal atau dana. Disinilah kemudian Pasar Modal hadir sebagai salah satu alternatif sarana untuk memperoleh dana secara cepat san mudah dari investor maupun kreditur diluar sektor perbankan. Pasar modal berkaitan erat dengan kegiatan penawaran umum di pasar perdana (Initial Public Offering) dan perdagangan efek di pasar sekunder melalui bursa (secondary market). Dengan selesainya penawaran umum perdana berarti kehidupan baru perusahaan sebagai Perusahaan publik akan dimulai dan berbagai kewajiban mulai dikenakan terhadap perusahaan. Perusahaan yang beroperasi sebagai perusahaan publik, pada dasarnya harus siap dengan berbagai konsekuensi dan kewajibannya, yaitu melindungi kepentingan pemegang saham minoritas, melakukan keterbukaan informasi, dan memenuhi ketentuan yang berlaku dalam perundang-undangan beserta aturan pelaksanaan yang mengikutinya. Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka perusahaan publik tersebut bisa dihapuskan dari pencatatan di bursa atau disebut dengan Delisting. Namun demikian dengan delisting-nya suatu efek perusahaan di bursa bukan berarti perusahaan tersebut berubah menjadi perusahaan tertutup. Selama perusahaan tersebut masih memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebagai perusahaan publik, maka perusahaan tersebut tetap memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sebagai perusahaan publik. Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan publik adalah memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas sebagai wujud perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap hak-hak pemegang saham minoritas dalam kaitannya dengan pasar modal dimulai sejak perusahaan tersebut terdaftar sebagai perusahaan publik, dan terus berlangsung selama perusahaan tersebut masih berstatus sebagai perusahaan publik walaupun perusahaan tersebut sudah tidak tercatat lagi di bursa karena delisting.

Every public-listed company is established with vision that such company would be able to have a sustained development and exist in a long-term period. However, this vision is challenged by many factors, one of which is capital or any other forms of fundings obtained. By this kind of obstacle, the role of Capital Market is triggered as one of alternatives to obtain fundings for the company in a fast and easy manner. Capital Market gives opportunity for companies to obtain funding from investors or creditors outside the banking sector. Capital Market is highly associated with the Initial Public Offering activities in primary market and stock exchange in secondary market. As the initial public offering in primary market ends, a public-listed company is established and it begins to bear different kinds of obligations. A public-listed company essentially is required to be aware of all of its consequences and obligations inter alia protecting the interests of minority shareholders, conducting information disclosure and acting in accordance with relevant national laws and regulations. If such obligations are neglected, the company may jeopardize its existence in the stock exchange listing. It may be delisted. However, a delisted company does not automatically turn its status from public-listed company to Private Company. As long as the company runs with fulfilled requirements to become a public-listed company, it still bears the aforementioned obligations. One of obligations that has to be fulfilled is that for the company giving protection to minority shareholders. Legal protection for the minority shareholders in connection with Capital Market begins as soon as the company listed as public-listed company and lasts as long as the company is still regarded as public-listed company although having delisted from the stock exchange. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1515
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Haykel Widiasmoko
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S23594
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Situngkir, Frans Palti H.
"Perkembangan dunia perbankan di Indonesia mulai tumbuh dan berkembang sejak dilakukannya deregulasi yang luas di bidang perekonomian. Deregulasi yang luas tersebut dilakukan dengan dikeluarkannya Paket 27 Oktober 1988, yang dikenal dengan PAKTO 1988. Kebijakan deregulasi ekonomi tersebut dilakukan dalam suatu paket yang lebih luas menyangkut bidang keuangan, moneter dan perbankan, terutama berkaitan dengan pengaturan permodalan bagi usaha bank yaitu modal disetor minimum bagi pendirian suatu bank bank umum dan bank pembangunan swasta yang relatif kecil.
Sejak saat itu bank-bank yang baru didirikan tumbuh dan berkembang seperti jamur di musim penghujan. Pelaku usaha yang bergerak di bidang industri manufaktur dan perdagangan yang mulai mendirikan bank-bank baru. Dengan cara itu mereka berusaha mengakumulasikan kapital secara horisontal dari kedua jenis usaha yang berbeda. Akibatnya, terdapat serangkaian mekanisme transfer o f pricing yang semata-mata diabdikan bagi kepentingan kelompoknya sendiri dan tidak lagi mengelola bank sebagaimana seharusnya, namun lebih dipakai sebagai ?kasir? si pemilik modal (konglomerat). Hal itu mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap Legal Lending Limit atau Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Pada akhirnya bank-bank tersebut menjadi tidak sehat dan lambat laun menjadi bangkrut dan akhirnya dicabut izinnya serta diikuti dengan proses likuidasi.
Implikasi atau dampak dari likuidasi bank dapat teijadi terhadap pemegang saham. Adapun dampak yang akan diterima oleh pemegang saham adalah pertanggung jawaban harta pribadi (unlimited liability), jika yang bersangkutan turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi oleh bank atau menjadi penyebab kegagalan bank, yaitu apabila perseroan dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan pribadi. Sehubungan dengan itu maka pemegang saham mempunyai pertanggungjawaban tidak terbatas yang berarti kekayaan pribadi pemegang saham harus menjadi jaminan pelunasan utang-utang. Hal tersebut dikarenakan pemegang saham telah turut campur dalam kegiatan usaha perseroan sehingga teijadi pelampauan batas-batas pertanggung jawaban yang terbatas bagi para pemegang saham perseroan (doktrinpiercing the corporate veil).
Pemegang saham yang melakukan tindakan yang melanggar piercing the corporate veil akan berusaha sekuat tenaga agar pertanggung jawaban yang dibebankan kepadanya tidak sampai terlalu jauh membebani harta pribadinya. Dalam rangka likuidasi bank, maka tindakan pemegang saham agar dapat menghindarkan akibat terhadap kekayaan pribadinya adalah dengan melakukan pemanggilan RUPS untuk meminta pertanggung jawaban Tim Likuidasi atas tugas dan kewajibannya dalam melaksanakan proses likuidasi walaupun proses likuidasinya sendiri belum selesai.
Tesis yang berjudul Tinjauan Yuridis Tindakan Pemegang Saham Bank Dalam Likuidasi Yang Melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Sebelum Proses Likuidasi Selesai (Studi Kasus Pada PT Bank X (Dalam Likuidasi) ini dengan menggunakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis, yang berdasarkan teori-teori, kaidah-kaidah hukum tertentu serta fakta kasus yang ada, diharapkan dapat mengkaji mengenai tindakan pemegang saham yang memanggil RUPS sebelum Tim Likuidasi menyelesaikan seluruh kewajibannya dalam proses likuidasi."
2004
T37037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Seyla Missy Togito
"Prinsip GCG merupakan unsur fundamental dalam penyelenggaraan kegiatan pasar modal terutama ketika Perusahaan Terbuka melakukan aksi penghapusan pencatatan sahamnya dari Bursa secara sukarela (voluntary delisting). Menurut KNKG dalam Pedoman Umum GCG Tahun 2006, prinsip GCG yang berlaku di Indonesia dikenal sebagai TARIF yakni Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi dan Fairness.  Dalam rangka penyusunan tesis ini, Penulis telah melakukan metode Penelitian Yuridis Normatif yang didukung dengan penggunaan data sekunder berupa bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan analisis data. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa aspek penting yang menjadi urgensi implementasi prinsip TARIF dalam aksi korporasi voluntary delisting saham. Dalam kasus voluntary delisting saham PT. Danayasa Arthtama Tbk telah mematuhi kelima prinsip TARIF dan implementasi prinsip tersebut tercermin dalam kerangka tata kelola perseroan (struktur-proses-hasil tata kelola) yang menunjukkan adanya praktik tata kelola yang baik dalam penyelenggaraan aksi voluntary delisting saham, baik dari tahap pra-delisting hingga paska delisting. Berlandaskan hasil penelitian, Penulis menyarankan adanya harmonisasi konsep delisting saham dan pengaturan kelima prinsip TARIF dalam peraturan hukum pasar modal di Indonesia melalui pembaharuan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia guna mewujudkan kegiatan pasar modal yang fair dan senantiasa mengedepankan perlindungan hukum bagi pemegang saham publik.

GCG Principles are fundamental elements in capital market activities especially when Public Company decided to voluntary delist its public shares from stock exchange. According to KNKG’s General Guidelines for GCG (2006), GCG’s Principles are known as TARIF, which stands for Transparency, Accountability, Responsibility, Independency and Fairness. For this thesis, the author has conducted normative legal research and used secondary data in the form of primary and secondary legal materials which were obtained through literature studies and content analysis. Furtehermore, based on research results, several aspects were found as the urgency of implementing GCG Principles in voluntary delisting activity and the implementation of the TARIF principles reflected in Indonesia’s capital market law. In the case of voluntary delisting PT Danayasa Arthatama Tbk’s shares, the company has complied with and implemented TARIF principles, in which the implementation reflected in their governance framework (governance structure-process-outcome), which indicates the existentence of GCG in its shares’s voluntary delisting procedural, from the pre-delisting stages to post-delisting stages. Therefore, the author suggests the harmonization of stock delisting concept and the overal regulation of TARIF Principles in Indonesia’s Capital Market Law through the renewal of the Indonesia Capital Market Law to create a fair capital market activity and always prioritize legal protection for the company’s public shareholders.  "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syafira Sakinah Agloes
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penghapusan pencatatan (delisting) saham PT
Inovisi Infracom Tbk. Pokok permasalahannya meliputi bentuk perlindungan hukum
bagi investor terkait dilakukannya penghapusan pencatatan (delisting) saham PT Inovisi
Infracom Tbk di Bursa Efek Indonesia dan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh
investor terkait dengan penghapusan pencatatan (delisting) saham PT Inovisi Infracom
Tbk serta perbandingan peran notaris terhadap voluntary delisting dan forced delisting.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, bentuk penelitian yang digunakan adalah
yuridis normatif dan tipe penelitian eksplanatoris,menggunakan data sekunder, serta
dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian bentuk perlindungan hukum
bagi Investor PT Inovisi Infracom Tbk antara lain melalui prinsip keterbukaan yang
diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 89 UUPM, kewajiban PT Inovisi Infracom
Tbk untuk memiliki prospektus, dan kepastian hukum dan penegakan hukum yang
dilakukan berdasarkan Pasal 4 jo Pasal 5 UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) oleh OJK.
Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Investor PT Inovisi Infracom Tbk yang merasa
dirugikan antara lain melakukan pelaporan kepada OJK berdasarkan Pasal 30 UU OJK,
meminta PT Inovisi Infracom Tbk untuk buy-back saham yang melalui RUPS
berdasarkan Pasal 37 jo Pasal 38 jo Pasal 79 ayat (2) UUPT, dan dapat menuntut ganti
rugi berdasarkan Pasal 111 UUPM. Perbandingan peran notaris terhadap voluntary
delisting dan forced delisting adalah dalam voluntary delisting, RUPS tersebut
dilakukan sebelum terjadi delisting, sedangkan dalam forced delisting, RUPS dilakukan
setelah ada keputusan dari BEI untuk men-delisting saham perusahaan tersebut.

ABSTRACT
This thesis is about the deletion of shares (delisting) of PT Inovisi Infracom Tbk.
The main point of the issue is form of legal protection for investors related to the
deletion of shares (delisting) of PT Inovisi Infracom Tbk in Indonesia Stock Exchange,
legal effort that can be taken by investors related to the deletion of shares (delisting) of
PT Inovisi Infracom Tbk and comparison of the role of the notary towards voluntary
delisting and forced delisting. To answer the problem, the type of research used is
normative juridical and using explanatory research, using secondary data, and analyzed
qualitatively. Based of the result of the study, form of legal protection for investors
related to the deletion of shares (delisting) of PT Inovisi Infracom Tbk is through full
and fair disclosure that stipulated in Article 85 to Article 89 Capital Market Law,
obligation of PT Inovisi Infracom Tbk to have a prospectus, and legal certainty dan law
enforcement based on Article 4 juncto Article 5 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Law by
OJK. Legal effort that can be taken by investors related to the deletion of shares
(delisting) of PT Inovisi Infracom Tbk who feel disadvantaged is reporting to OJK
based on Article 30 UU OJK, asking PT Inovisi Infracom Tbk to do buy-back shares
through General Meeting of Shareholders based on Article 37 juncto Article 38 juncto
Article 79 paragraph (2) Limited Liability Company Law, and they can sue for
compensation based on Article 111 Capital Market Law. Comparison of the role of the
notary towards voluntary delisting and forced delisting are in voluntary delisting,
General Meeting of Shareholders are held before the delisting, while in forced delisting,
General Meeting of Shareholders are held after BEI give the decision to do the deletion
of shares (delisting) of that company.
"
2019
T53775
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>